HASIL PENELITIAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Prosedur Matematis Model Distribusi dan Regresi Cox
a. Model Distribusi
1) Fungsi hazard komulatif
Fungsi hazard komulatif tidak bisa kita nyatakan dalam bentuk implisit, karena fungsi hazardnya sendiri dinyatakan dalam bentuk eksplisit. Misalkan
adalah fungsi densitas peluang pada waktu t , maka dari persamaan (2.6) diperoleh (4.1) berikut:
dimana
Misalkan merupakan data waktu survival, sehingga diperoleh persamaan (4.2)
dimana merupakan fungsi kepadatan peluang dari distribusi tertentu
yang mengikuti sebaran dara waktu survival dan y adalah waktu survival.
2) Estimasi Parameter Distribusi Gamma
Jika data waktu survival mengikuti sebaran Gamma maka fungsi
merupakan fungsi kepadatan peluang dari distribusi gamma. Sehingga bentuk umum dari fungsi kepadatan peluang distribusi gamma pada persamaan (4.3) yaitu:
dimana: ∫
adalah fungsi gamma. y : data waktu survival
: parameter shape (bentuk) : parameter scale (lokasi)
Berdasarkan Teorema 9.2 menyatakan bahwa jika maka fpm nya adalah
. Seperti pada persamaan (4.4) berikut:
Bukti:
Sekarang, kita menuliskan
, sehingga dan
. Akibatnya
Sedangkan, berdasarkan Teorema 9.3 yang menyatakan bahwa
. Seperti yang ditunjukkan pada pembuktian berikut
Bukti:
Berdasarkan fungsi pembangkit momennya, kita peroleh:
, sehingga rerata dan variansi dari Y adalah:
(4.5) Misalkan ̅ merupakan rata-rata data waktu survival (y), nilai ̂
merupakan nilai estimasi dari parameter , dan nilai ̂ merupakan nilai estimasi dari parameter . Parameter dan dapat diestimasi dengan
metode momen. Berdasarkan metode momen, maka ̅ ̂ ̂ atau ̂ dan
̂ ̂ ̅̂ . Dengan demikian, estimasi untuk parameter
dan ̂ masing-masing adalah ̂
dan ̂
. Selanjutnya, nilai rata-rata
( ̅) dan variansi ( ) dari data waktu survival atau lama rawat inap penderita DBD digunakan untuk menentukan nilai estimasi ̂ dan ̂. Sehingga fungsi hazard komulatif distribusi gamma yang merupakan fungsi dari baseline hazard pada persamaan (4.6) yaitu:
dimana: ̅
: baseline hazard
̅ : nilai rata-rata data waktu survival ̂
: estimasi parameter
: estimasi parameter
b. Estimasi Parameter Model Regresi Cox Pada bagian akan dibahas tentang prosedur-prosedur pemodelan Cox pada kasus kejadian bersama dan penerapan pemodelan Cox pada kasus kejadian bersama. Terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai kejadian bersama.
1) Kejadian Bersama
Dalam analisis survival terkadang ditemukan adanya kejadian bersama atau yang sering disebut ties . Ties adalah keadaan yang terdapat dua individu atau lebih yang mengalami kejadian pada waktu yang bersamaan. Jika suatu data terdapat ties , maka akan menimbulkan permasalahan dalam membentuk partial likelihood nya yaitu saat menentukkan anggota dari himpunan risikonya.
Misalkan adalah waktu yang teramati yang telah diurutkan. Pada waktu, terdapat dua objek yang mengalami kejadian dan tidak diketahui objek mana yang mengalami kejadian terlebih dahulu. Kejadian bersama tersebut dapat menimbulkan permasalahan pada estimasi parameter yang berhubungan dengan penentuan anggota dari himpunan risiko. Banyak metode dalam mengestimasi parameter pada kasus kejadian bersama, salah satunya dengan pendekatan metode Breslow . Metode Breslow mengasumsikan bahwa ukuran dari himpunan risiko untuk kejadian bersama adalah sama, selengkapnya akan dijelaskan pada prosedur estimasi parameter.
2) Estimasi Parameter Model Cox Pada Kejadian Bersama
Pada estimasi digunakan pendekatan metode breslow . Pendekatan ini banyak digunakan karena fungsi partial likelihood nya sederhana daripada metode lain. Dalam setiap kasus kejadian bersama tidak mungkin untuk menentukan urutan kejadian, metode Breslow mengasumsikan bahwa ukuran dari himpunan risiko adalah sama. Terdapat dua kasus yang memiliki waktu yang sama yaitu tiga dan empat yang dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4.1 Data survival dengan terdapat ties Individu
Hematokrit
ke- i
Urutan kejadian antara individu 2 dan individu 3, 4, dan 5 tidak dapat dibedakan dan ketiga kejadian tersebut tidak saling mempengaruhi atau saling bebas (independen). Berdasarkan persamaan (2.19) dapat disusun bentuk partial likelihood untuk individu 2 seperti pada persamaan (4.7) sebagai berikut
Himpunan risiko untuk individu 3 sama dengan himpunan risiko untuk individu 2, sehingga bentuk partial likelihood untuk individu 3 seperti pada persamaan (4.8) sebagai berikut
Begitu juga dengan himpunan risiko untuk individu 3 sama dengan himpunan risiko untuk individu 2, sehingga bentuk partial likelihood untuk individu 4 seperti pada persamaan (4.9) sebagai berikut
Selanjutnya, himpunan risiko untuk individu 3 sama dengan himpunan risiko untuk individu 2, sehingga bentuk partial likelihood untuk individu 5 seperti pada persamaan (4.10) sebagai berikut:
Dari persamaan (4.4), (4.5), (4.6), dan (4.7) masing-masing diperkalikan sehingga memberikan fungsi hazard dasar pada persamaan (4.11) sebagai berikut:
Sehingga, bentuk umum dari fungsi hazard pada persamaan (4.12) sebagai berikut.
Dengan adalah jumlah kovariat pada kasus ties dan adalah banyaknya kasus ties pada waktu . Dengan mengambil fungsi hazard (4.12), memberikan fungsi partial likelihood pada persamaaan (4.13) sebagai
berikut.
(4.13) Turunan pertama dari (4.12) terhadap yaitu sebagai berikut,
Pendugaan dapat diperoleh dengan memaksimumkan turunan pertama fungsi log likelihood yaitu dengan mencari solusi dari persamaan (4.12) sehingga diperoleh persamaan (4.15):
Persamaan (4.15) adalah anggota j pada . Matriks I yang berisi negatif dari turunan partial kedua dari
yang mempunyai entri-entri seperti pada persamaan (4.16):
Persamaan Maximum Likelihood pada persamaan (4.12) dapat diselesaikan secara numerik yaitu menggunakan metode Newton-Raphson . Negatif turunan kedua dari (4.16) yaitu pada persamaan (4.17) sebagai berikut:
(4.17) Untuk memaksimalkan fungsi partial likelihood dalam penaksiran parameter model Cox dapat menggunakan prosedur Newton Rapshon .
Misalkan merupakan fungsi partial likelihood p dimensi vektor . Misalkan merupakan vektor berukuran p dari
turunan parsial pertama seperti pada persamaan (4.18) berikut.
dengan memisalkan ( )
Misalkan merupakan matriks Hessian berukuran p x p turunan partial likelihood kedua
seperti pada persamaan (4.19) berikut: (4.19)
Dengan memisalkan , maka diperoleh persamaan (4.20)
berikut:
Algoritma metode Newton Rapshon yaitu persamaan (4.21) berikut: ̂ ̂ ̂ ̂ (4.21)
Dengan memisalkan dan ̂ merupakan invers dari
̂ . Langkah iterasi dengan metode Newton Rapshon sebagai berikut:
a) Menentukan nilai awal, ̂
b) ̂ ̂ ̂ (̂ )
c) Iterasi dilakukan sampai memperoleh nilai yang konvergen, ̂ ̂ Varians dari dapat didefinisikan pada persamaan (4.22) sebagai berikut: (̂
) ( ̂) (4.22) Standar deviasi dari merupakan akar kuadrat dari varians pada
persamaan (4.23) sebagai berikut: ( ̂) √ ( ̂ ) √ ̂ (4.23) Standar deviasi pada persamaan diatas dapat digunakan untuk mencari
selang kepercayaan untuk ̂ sebagai berikut: ̂ ̂
selang kepercayaan yaitu
2. Penerapan Analisis Distribusi dan Regresi Cox pada Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD)
a. Analisis Statistika Deskriptif
Dalam menganalisis jenis distribusi yang sesuai dengan data survival, dapat digunakan plot data antara jumlah individu dan waktu survival seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.1. Namun demikian, grafik tersebut belum cukup akurat untuk menentukan distribusi yang cocok, sehingga perlu dilakukan uji distribusi dengan bantuan software Minitab 15 . Grafik waktu survival tersebut sebagai berikut:
Gambar 4.1 Waktu survival penderita DBD
Analisis statistika deskriptif dari variabel bebas dapat dilihat pada Gambar 4.2 tentang persentase penderita berdasarkan jenis kelamin dan Tabel 4.2 variabel selain jenis kelamin.
permpuan 32%
laki-laki 68%
Gambar 4.2 Persentase penderita DBD tahun 2015 di Rumah Sakit Labuang
Baji
Pada Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa persentase jenis kelamin laki-laki dari pasien penderita penyakit DBD merupakan penderita terbesar dari seluruh penderita yaitu sebesar 68 %. Sedangkan persentase penderita perempuan yaitu 32 %. Hasil ini memperlihatkan bahwa selama periode Januari-Desember 2015, pasien penderita DBD di RSU Labuang Baji Makassar lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki.
Gambar 4.3 Persentase kondisi trombosit penderita DBD tahun 2015 di Rumah
Pada Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa persentase trombosit pasien penderita DBD yang normal yaitu sebesar 25,93% atau sebanyak 14 orang. Sedangkan persentase penderita yang trombositnya tidak normal yaitu 74,07 % atau sebanyak
40 orang. Jadi, dapat diketahui bahwa selama periode Januari - Desember 2015, pasien penderita DBD di RSU Labuang Baji Makassar lebih banyak yang tidak normal kandungan trombositnya.
Gambar 4.4 Persentase kondisi hematokrit penderita DBD tahun 2015 di Rumah
Sakit Labuang Baji
Pada Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa persentase hematokrit pasien penderita DBD yang normal yaitu sebesar 75,93% atau sebanyak 42 orang. Sedangkan presentase penderita yang hematokritnya tidak normal yaitu 24,07 % atau sebanyak 12 orang. Jadi, dapat diketahui bahwa selama periode Januari - Desember 2015, pasien penderita DBD di RSU Labuang Baji Makassar lebih banyak yang normal kandungan trombositnya. Akan tetapi ketidak normalan hematokrit sangat berpengaruh pada waktu rawat inap di rumah sakit.
Gambar 4.5 Persentase kondisi hemoglobin penderita DBD tahun 2015 di Rumah
Sakit Labuang Baji
Pada Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa persentase hemoglobin pasien penderita DBD yang normal yaitu sebesar 74,07% atau sebanyak 40 orang. Sedangkan persentase penderita yang hemoglobinnya tidak normal yaitu 25,93 % atau sebanyak 14 orang. Sehingga dapat diketahui bahwa selama periode Januari - Desember 2015, pasien penderita DBD di RSU Labuang Baji Makassar lebih banyak yang normal kandungan hemoglobinnnya. Namun, kandungan hemoglobin sangat mempengaruhi rawat inap pasien di rumah sakit.
Gambar 4.6 Persentase kondisi leukosit penderita DBD tahun 2015 di Rumah Sakit Labuang Baji
Pada Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa persentase leukosit pasien penderita DBD yang normal yaitu sebesar 42,59% atau sebanyak 23 orang. Sedangkan presentase penderita yang leukositnya tidak normal yaitu 57,41 % atau sebanyak
31 orang. Jadi, dapat diketahui bahwa selama periode Januari - Desember 2015, pasien penderita DBD di RSU Labuang Baji Makassar lebih banyak yang tidak normal kandungan leukositnya.
Tabel 4.2 Analisis deskriptif terhadap variabel data kontinu
Simpangan Variabel
Rata-
N Minimum Maksimum Varians
9,87953 97,605 Suhu badan
Berdasarkan Tabel 4.2, dapat dilihat bahwa umur penderita penyakit DBD adalah orang yang berumur rata-rata 15 tahun. Umur ini merupakan umur remaja berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh DEPKES (2009) yaitu 12 – 25 tahun. Rata-rata pasien penderita DBD dirawat di rumah sakit selama 6 hari. Sedangkan Berdasarkan Tabel 4.2, dapat dilihat bahwa umur penderita penyakit DBD adalah orang yang berumur rata-rata 15 tahun. Umur ini merupakan umur remaja berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh DEPKES (2009) yaitu 12 – 25 tahun. Rata-rata pasien penderita DBD dirawat di rumah sakit selama 6 hari. Sedangkan
b. Pemodelan Distribusi dan Regresi Cox pada Penderita Demam Berdarah Dengue
Pada tahap ini, dilakukan pemodelan distribusi Gamma yang menggunakan data survival. pemodelan pada Regresi Cox dengan menngunakan data waktu survival yang dipengaruhi oleh 7 variabel bebas yaitu jenis kelamin ( ), umur ( ), trombosit ( ), hematokrit ( ), hemoglobin ( ), leukosit ( ), dan suhu badan ( ). Dari pemodelan tersebut diperoleh model yang cocok.
1) Pemodelan Distribusi
a) Uji Kenormalan Data Pasien DBD dengan Andersong-Darling
Anderson Darling Test ini digunakan untuk mengetahui distribusi dari data sampel. Uji ini merupakan modifikasi dari Kolmogorov Smirnov Test
(K-S Test), yaitu K-S Test yang telah diboboti. K-S Test merupakan uji yang bebas distribusi, artinya tidak bergantung pada distribusi data tertentu yang diuji. Sedangkan Anderson Darling Test, menggunakan distribusi data tertentu dalam menghitung nilai kritis. Kelebihan Anderson Darling Test
adalah uji ini lebih sensitif daripada K-S Test , namun mempunyai kelemahan yaitu nilai kritis tersebut harus dihitung dari setiap distribusi data sampel. Anderson Darling Test yang merupkan variasi dari Kolmogorov Smirnov Test , menggunakan p-value untuk mengukur apakah sebaran tertentu tersebut menyebar normal atau tidak. p-value adalah peluang bahwa sampel yang adalah uji ini lebih sensitif daripada K-S Test , namun mempunyai kelemahan yaitu nilai kritis tersebut harus dihitung dari setiap distribusi data sampel. Anderson Darling Test yang merupkan variasi dari Kolmogorov Smirnov Test , menggunakan p-value untuk mengukur apakah sebaran tertentu tersebut menyebar normal atau tidak. p-value adalah peluang bahwa sampel yang
a. Hipotesis dari Anderson Darling Test: : Data mengikuti sebaran normal
: Data tidak mengikuti sebaran normal
b. Signifikansi α : 0,05
c. Teori pengambilan keputusan: Terima jika Tolak jika
d. Hasil Analisis
Probability Plot of survival
Normal
99 Mean 6,185 StDev
N 54 90
AD 1,071 P-Value
Gambar 4.7 Hasil uji kenormalan data pasien DBD Berdasarkan Gambar 4.7, probability plot memperlihatkan bahwa plot data sampel tidak berada di sekitar garis lurus (expected value), ini menunjukkan bahwa data lama rawat inap pasien DBD menyebar tidak
Berdasarkan nilai statistik pada gambar tersebut:
a. Rata-rata = 6,185, rata-rata data 6,185 hari, artinya nilai memusat pada
nilai 6,185 hari.
b. Simpangan Baku (deviasi standar) = 2,324, deviasi standar sebesar 2,324.
Nilai menunjukkan keragaman data.
c. N = 54, jumlah sampel yang dihitung adalah 54 data
d. AD = 1,071, nilai Anderson Darling sebesar 1,071. Nilai ini relatif besar, yang berarti tolak atau data menyebar tidak normal, namun dari nilai AD ini belum dapat diputuskan secara pasti apakah data menyebar normal atau tidak, karena nilai tersebut harus dibandingkan dengan nilai kritis pada taraf signifikan yang ditetapkan.
e. p-value = 0,008, nilai p -value sebesar 0,008. p-value < 0,05, artinya tolak
yang menyatakan bahwa data menyebar tidak normal.
Berdasarkan hasil analisis uji kenormalan, dapat dinyatakan bahwa data lama rawat inap tidak berdistribusi normal sehingga dilakukan uji distribusi yang lain.
b) Uji Kecocokan Distribusi Data Pasien DBD Metode Andersong
Darling Dengan menggunakan Distribution ID Plot pada Minitab15 dapat
diketahui distribusi yang sesuai dengan data lama rawat inap seperti pada Gambar 4.8 sebagai berikut:
Probability Plot for rawat
G oodness of F it Test 99,9
S mallest E xtreme V alue - 95% C I
Largest E xtreme V alue - 95% C I
99 S mallest E xtreme V alue 90
A D = 4,176 P -V alue < 0,010
50 t n 90
e c Largest E xtreme V alue
10 P e 50 P -V alue = 0,025 10 G amma 1
A D = 0,855
A D = 0,775 -10
0 10 0,1 0 5 10 15 P -V alue = 0,046
r awat
r awat
3-P arameter G amma G amma - 95% C I
3-P arameter G amma - 95% C I
A D = 0,791 99 99 P -V alue = *
r awat
r awat - T hr eshold
Gambar 4.8 Plot hasil uji kesesuaian distribusi pada lama rawat pasien DBD Tabel 4.3 Hasil uji kecocokan distribusi pada data waktu survival
p-value Normal
Distribusi
Anderson Darling
0,01 Box-Cox Transformation
0,02 3-Parameter Lognormal
<0,000 2-Parameter Exponential
<0,01 3-Parameter Weibull
0,02 Smallest Extreme Value
<0,01 Largest Extreme Value
3-Parameter Gamma
* Logistic
0,02 3-Parameter Loglogistic
Ada beberapa distribusi penting dalam uji survival, seperti yang diberikan pada Tabel 4.3. Berdasarkan Distribusi IDplot pada Gambar 4.7 dan Tabel 4.3 untuk lama rawat diperoleh bahwa nilai Anderson-Darling dan nilai Ada beberapa distribusi penting dalam uji survival, seperti yang diberikan pada Tabel 4.3. Berdasarkan Distribusi IDplot pada Gambar 4.7 dan Tabel 4.3 untuk lama rawat diperoleh bahwa nilai Anderson-Darling dan nilai
Anderson-Darling atau p-value untuk distribusi yang diuji. Distribusi yang sesuai merupakan distribusi yang memiliki nilai Anderson Darling terkecil atau p-value terbesar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data mengikuti distribusi Gamma karena nilai Anderson-Darling terkecil yaitu 0,775 dan
sebesar 0,05. Berdasarkan p-value tersebut maka distribusi yang sesuai adalah distribusi Gamma.
c) Estimasi Parameter Distribusi Gamma
Dari hasil analisis distribusi pada data waktu survival menggunakan software Minitab 15 menunjukkan bahwa data berdistribusi gamma. Tabel
4.4 memperlihatkan nilai rata-rata dan variansi waktu survival. Tabel 4.4 Analisis deskriptif waktu survival (lama rawat)
Variabel N Minimum Maksimum Rata-rata Variansi
Berdasarkan nilai pada tabel tersebut, maka ̂ dan ̂
Jadi, fungsi distribusi dari distribusi gamma pada
persamaan (4.25) sebagai berikut: persamaan (4.25) sebagai berikut:
Sehingga diperoleh
Sehingga grafik fungsi kepadatan peluang dari distribusi gamma pada persamaan (4.25) dapat dilihat pada Gambar 4.9:
Gambar 4.9 Grafik dari distribusi Gam(7,086;0,873)
d) Fungsi hazard komulatif
Fungsi hazard komulatif tidak bisa kita nyatakan dalam bentuk implisit, karena fungsi hazardnya sendiri dinyatakan dalam bentuk eksplisit. Berdasarkan persamaan (4.25), maka diperoleh persamaan (4.26) sebagai berikut:
2) Pemodelan Regresi Cox
Pemilihan variabel yang masuk atau keluar dari model dapat dilakukkan dengan tiga cara yaitu seleksi forward , eleminasi backward dan prosedur stepwise . Pada penelitian ini menggunakan seleksi backward , sehingga masing-masing tahapan akan diputuskan variabel mana yang merupakan prediktor terbaik untuk dimasukkan ke dalam model.
a) Pemilihan model yang Cocok
Pemilihan model yang cocok pada Tabel 4.5 di bawah ini diperoleh model dengan p-value terbesar pada variabel bebas dari setiap langkah. Proses pengeluaran variabel bebas berhenti pada langkah ke enam karena
dan untuk semua signifikansi variabel. Berikut langkah-langkah pemilihan model terbaik dengan seleksi backward .
Dengan memisalkan : jk
: suhu badan : umur : trombosit : hematokrit : hemoglobin
Tabel 4.5 Prosedur seleksi backward dalam pemilihan model terbaik
Likelihood Langkah 0 Null
-2 Log Koefisien Wald p-value Exp(B)
Langkah 1 Hematokrit
3,170 0,075 0,562 suhu_badan -0,0514
3,245 0,072 0,561 suhu_badan -0,0514
4,548 0,033 0,366 Langkah 3 Hemoglobin
3,225 0,073 0,565 suhu_badan -0,0523
suhu_badan -0,0532 1,437 0,231 0,877
4,726 0,030 0,348 Langkah 5 Hemoglobin
Langkah 1: Pada langkah ini dimulai dengan memasukkan semua variabel bebas dalam model. Dengan bantuan software SPSS diperoleh estimasi parameter dengan metode breslow untuk setiap variabel data Langkah 1: Pada langkah ini dimulai dengan memasukkan semua variabel bebas dalam model. Dengan bantuan software SPSS diperoleh estimasi parameter dengan metode breslow untuk setiap variabel data
Tabel 4.6 Estimasi parameter model Cox dengan metode Breslow
|| Jenis kelamin
0,075 Suhu badan
Diasumsikan semua variabel berpengaruh terhadap model, maka semua variabel dimasukkan dalam persamaan umum model cox, sehingga diperoleh estimasi model Cox dengan metode breslow pada persamaan (4.27) sebagai berikut:
(4.27) Guna mengetahui apakah model (4.27) sudah tepat maka dilakukan uji partial likelihood ratio sebagai berikut:
1) Hipotesis: (variabel
tidak berpengaruh dalam model)
(variabel
berpengaruh dalam model).
2) Taraf signifikansi
3) Statistik uji
4) Daerah penolakan :
ditolak jika
atau p-value < 0,05
5) Perhitungan Dari hasil output software SPSS 20 yang ditampilkan pada lampiran 5, diperoleh nilai log likelihood untuk model Cox tanpa variabel bebas (model null ) yaitu
dan nilai log likelihood model Cox pada persamaan (4.27) yaitu
, sehingga diperoleh perhitungan sebagai berikut:
Karena
, sehingga ditolak dan dapat disimpulkan bahwa variabel
berpengaruh dalam model, mengindikasikan bahwa pada persamaaan (4.21) lebih baik daripada model tanpa variabel bebas (model null ). Dapat disimpulkan bahwa model pada persamaan (4.27) merupakan model yang cocok. Langkah 2: Pada langkah ini dimulai dengan mengeluarkan variabel
dalam model. Sehingga variabel yang berpengaruh adalah variabel kemudian dilakukan uji partial likelihood ratio dengan dalam model. Sehingga variabel yang berpengaruh adalah variabel kemudian dilakukan uji partial likelihood ratio dengan
variabel . Dengan demikian Variabel terpilih dan dimasukkan dalam langkah 3. Berikut analisisnya,
1) Hipotesis: (variabel tidak berpengaruh dalam model) (variabel berpengaruh dalam model)
2) Taraf signifikansi:
3) Statistik uji:
4) Daerah penolakan: ditolak jika atau p-value < 0,05
5) Perhitungan: Dari hasil output software SPSS pada Tabel 4.5 yang selengkapnya pada lampiran 5 diperoleh
dan ( ) dengan p-value dari uji log partial likelihood adalah 0,0571.
Sehingga nilai dari uji log partial likelihood ratio dengan perhitungan sebagai berikut.
Karena
, sehingga diterima sehingga model pada langkah 2 belum dikatakan sebagai model terbaik sehingga variabel dengan p-value terbesar dikeluarkan pada langkah 3
Langkah 3: Pada langkah ini dimulai dengan mengeluarkan variabel dalam model pada langkah 2. Sehingga variabel yang berpengaruh adalah variabel kemudian dilakukan uji partial\ likelihood ratio dengan membandingkan model terdiri 5 variabel tersebut dengan model yang
terdiri dari 6 variabel, hasil perhitungan disajikan pada Tabel 4.5 yang selengkapnya pada lampiran 5 pada langkah 2. Variabel yang terpilih untuk keluar pada langkah 3 yaitu variabel yang memiliki p-value terbesar yaitu
model tanpa variabel . Dengan demikian Variabel terpilih dan dimasukkan dalam langkah 4. Berikut analisisnya,
1) Hipotesis: (variabel tidak berpengaruh dalam model)
berpengaruh dalam model)
(variabel
2) Taraf signifikansi:
3) Statistik uji:
4) Daerah penolakan: ditolak jika atau p-value < 0,05
5) Perhitungan: Dari hasil output software SPSS pada Tabel 4.5 yang selengkapnya pada
lampiran 5 diperoleh dan
dengan p-value dari uji log partial likelihood adalah 0,113. Sehingga nilai dari uji log partial likelihood ratio dengan perhitungan
sebagai berikut.
Karena
, sehingga diterima sehingga model pada langkah 3 belum dikatakan sebagai model
terbaik sehingga variabel dengan p-value terbesar dikeluarkan pada langkah 4 Langkah 4: Pada langkah ini dimulai dengan mengeluarkan variabel
dalam model pada langkah 3. Sehingga variabel yang berpengaruh adalah variabel kemudian dilakukan uji partial likelihood ratio dengan membandingkan model terdiri 4 variabel tersebut dengan model yang terdiri dari 5 variabel, hasil perhitungan disajikan pada Tabel 4.5 yang selengkapnya pada lampiran 5 pada langkah 3. Variabel yang terpilih untuk keluar pada langkah 4 yaitu variabel yang memiliki p-value terbesar yaitu model tanpa
variabel . Dengan demikian Variabel terpilih dan dimasukkan
Berikut analisisnya,
1) Hipotesis:
tidak berpengaruh dalam model) (variabel berpengaruh dalam
(variabel
model)
2) Taraf signifikansi:
3) Statistik uji:
4) Daerah penolakan: ditolak jika atau p-value < 0,05
5) Perhitungan: Dari hasil output software SPSS pada Tabel 4.5 yang selengkapnya pada
lampiran 5 diperoleh dan dengan p-value dari uji log partial likelihood adalah 0,079.
Sehingga nilai dari uji log partial likelihood ratio dengan perhitungan sebagai berikut.
Karena dan
, sehingga
diterima sehingga model pada langkah 4 belum dikatakan sebagai model diterima sehingga model pada langkah 4 belum dikatakan sebagai model
kemudian dilakukan uji partial\ likelihood ratio dengan membandingkan model terdiri 3 variabel tersebut dengan model yang terdiri dari 4 variabel, hasil perhitungan disajikan pada Tabel 4.5 yang selengkapnya
pada lampiran 5 pada langkah 5. Variabel yang terpilih untuk keluar pada langkah 4 yaitu variabel yang memiliki p-value terbesar yaitu model tanpa
variabel . Dengan demikian Variabel terpilih dan dimasukkan dalam langkah. Berikut analisisnya,
1) Hipotesis: (variabel tidak berpengaruh dalam model)
(variabel berpengaruh dalam model)
2) Taraf signifikansi:
3) Statistik uji:
4) Daerah penolakan: ditolak jika atau p-value < 0,05
5) Perhitungan: Dari hasil output software SPSS pada Tabel 4.5 yang selengkapnya pada
dan dan
sebagai berikut.
Karena , sehingga diterima sehingga model pada langkah 5 belum dikatakan sebagai model terbaik sehingga variabel dengan p-value terbesar dikeluarkan pada langkah 6
yaitu variabel . Langkah 6: Pada langkah ini dengan mengeluarkan variabel dalam model pada langkah 5. Sehingga variabel yang berpengaruh adalah variabel
kemudian dilakukan uji partial likelihood ratio dengan membandingkan model terdiri 2 variabel tersebut dengan model yang terdiri
dari 3 variabel, hasil perhitungan disajikan pada Tabel 4.5 yang selengkapnya pada lampiran 5 pada langkah 6. Variabel yang terpilih untuk keluar pada langkah 5 yaitu variabel yang memiliki p-value terbesar yaitu model tanpa
variabel . Karena semua variabel memiliki nilai p-value lebih kecil dari 0,05 maka pemilihan model terbaik dengan backward berakhir pada langkah
6. Berikut analisisnya,
1) Hipotesis: (variabel tidak berpengaruh dalam model)
(variabel berpengaruh dalam model)
2) Taraf signifikansi:
3) Statistik uji:
4) Daerah penolakan: ditolak jika atau p-value < 0,05
5) Perhitungan: Dari hasil output software SPSS pada Tabel 4.5 yang selengkapnya pada lampiran 5 diperoleh
dan
dengan p-value dari uji log partial likelihood adalah 0,142. Sehingga nilai dari uji log partial likelihood ratio dengan perhitungan sebagai berikut.
Karena , sehingga ditolak sehingga model pada langkah 6 merupakan model terbaik dengan melibatkan variabel
Tabel 4.7 Estimasi parameter model Cox terbaik dengan seleksi backward .
Variabel
Koef
SE
Hematokrit ( )
Hemoglobin ( )
Berdasarkan hasil dari seleksi backward didapatkan dua variabel terpilih yang masuk dalam model terbaik Cox yaitu hematokrit dan hemoglobin. Tabel 4.7 memperlihatkan hasil estimasi parameter model terbaik Cox berdasarkan hasil seleksi backward yang selengakapnya pada lampiran 5.
Model Cox berdasarkan hasil seleksi backward pada (4.28) sebagai berikut: (4.28)
dimana: : hematokrit
: hemoglobin
b) Pengujian Signifikansi Parameter
Dalam pengujian parameter terdapat tiga cara untuk menguji signifikansi parameter yaitu dengan uji partial likelihood ratio , uji wald dan uji score . Dalam penelitian ini untuk mengetahui variabel-variabel yang berpengaruh signifikan dalam pembentukan model Cox , maka dilakukan pengujian setiap variabel dengan uji wald. Uji wald dilakukan pada dua variabel yang telah masuk dalam persamaan di atas yaitu variabel hematokrit dan hemoglobin. Hasil pengujian parameter secara parsial menggunakan uji wald dengan
bantuan software SPSS pada Tabel 4.8 yang selengkapnya pada lampiran 6 yaitu sebagai berikut.
1) Hipotesis 1) Hipotesis
2) Taraf signifikan
3) Statistik uji Wald
4) Daerah penolakan
atau p-value < . Tabel 4.8 Hasil pengujian parameter secara parsial dengan uji wald
jika
Variabel Koef
SE
p-value Keputusan
Hematokrit -0,298 0,325 0,841
diterima Hemoglobin 0,0580 0,334 0,292
Berdasarkan Tabel 4.8 dapat disimpulkan bahwa semua variabel tidak dapat berpengaruh secara individu terhadap waktu survival. Jika dibandingkan dengan Tabel 4.7 yang memperlihatkan hubungan secara bersama-sama dari variabel hematokrit dan hemoglobin terhadap waktu survival, maka model yang sesuai adalah model yang melibatkan kedua variabel tersebut secara bersama-sama.
Berdasarkan Tabel 4.7 terdapat satu variabel signifikan sehingga diperoleh persamaan dengan satu variabel bebas yaitu variabel hematokrit. Sehingga estimasi parameter untuk model dengan satu variabel yaitu Tabel
4.9 sebagai berikut: Tabel 4.9 Estimasi parameter dengan dua variabel yang signifikan
Variabel
Koef
SE p-value
Hematokrit
Berdasarkan Tabel 4.9 diperoleh model Cox pada persamaan (4.29) sebagai berikut:
3. Model Regresi Cox dengan Variabel Bebas yang Berpengaruh
a. Pemilihan Model Terbaik pada Model Regresi Cox Berdasarkan nilai dari setiap model dan p-value dari variabel
pada tahap pemilihan model yang cocok, ada dua model yang cocok yaitu model persamaan yang melibatkan semua variabel bebas (4.27) dan model persamaa
yang melibatkan variabel bebas hematokrit ( ) dan variabel bebas hemoglobin ( ) pada persamaan (4.28). Selanjutnya dilakukan uji partial likelihood antara model pada persamaan (4.27) dengan model persamaan (4.28) untuk mengetahui model mana yang dipilih sebagai model akhir Cox . Langkah-langkah uji partial likelihood sebagai berikut:
1) Hipotesis (model reduce )
(model full )
2) Signifikansi:
3) Statistik uji
dengan merupakan log partial likelihood ratio model reduce (model pada persamaan (4.28)) dengan merupakan log partial likelihood ratio model reduce (model pada persamaan (4.28))
4) Daerah penolakan :
5) Perhitungan: Dari hasil output software SPSS yang selengkapnya pada Lampiran 4 diperoleh log partial likelihood dari model full yaitu dan log partial likelihood dari model reduce yaitu .
Nilai kritis yaitu nilai p-value dari uji likelihood tersebut yaitu
untuk . Karena dan p-value =
< sehingga ditolak, hal ini mengindikasikan bahwa model yang terdiri dari variabel hematokrit dan hemoglobin
merupakan model terbaik. Dengan kata lain bahwa model pada persamaan (4.28) lebih baik daripada model pada persamaan (4.27). sehingga model pada persamaan (4.28) dipilih sebagai model akhir Cox .
b. Pengujian Asumsi Proportional Hazard Asumsi terpenting yang harus dipenuhi dalam regresi Cox yaitu asumsi
proportional hazard yang berarti bahwa rasio fungsi hazard dari dua individu konstan dari waktu ke waktu atau ekuivalen dengan pernyataan bahwa fungsi hazard suatu individu terhadap fungsi hazard individu yang lain adalah proportional hazard yang berarti bahwa rasio fungsi hazard dari dua individu konstan dari waktu ke waktu atau ekuivalen dengan pernyataan bahwa fungsi hazard suatu individu terhadap fungsi hazard individu yang lain adalah
sebaliknya ada variabel bebas yang tidak memenuhi asumsi ini, dimana garis survival pada kurva Kaplan-Meier tidak saling berpotongan, maka model regresi Cox tersebut disebut model Cox Nonproportional Hazard . Dalam model Cox nonproportional hazard terdapat perbedaan atau tidak proportional fungsi hazard dari satu individu terhadap yang lain. Pengujian asumsi Proportional hazard dengan pendekatan grafik Kaplan-Meier pada Gambar 4.10 berikut ini:
Gambar 4.10 Plot Kaplan-Meier untuk variabel hematokrit Berdasarkan Gambar 4.10, menunjukkan bahwa kedua garis saling berpotongan. Hal ini mengindikasikan bahwa asumsi proportional hazard tidak terpenuhi untuk variabel hematokrit.
Berdasarkan hasil uji asumsi terhadap dua variabel yang berpengaruh, menunjukkan bahwa variabel hematokrit tersebut tidak memenuhi asumsi Berdasarkan hasil uji asumsi terhadap dua variabel yang berpengaruh, menunjukkan bahwa variabel hematokrit tersebut tidak memenuhi asumsi
dimana: y : waktu survival
: hematokrit
c. Interpretasi Model Regresi Cox
Tabel 4.10 Estimasi parameter dengan dua variabel yang signifikan
Odds Rasio
Selanjutnya adalah melakukan interpretasi variabel-variabel bebas dengan memperhatikan koefisien-koefisien pada persamaan dari model regresi cox terbaik atau dengan kata lain memperhatikan nilai eksponen dari koefisien tiap-tiap variabel
. Nilai ini disebut dengan nilai odds rasio . Seperti yang telah diketahui bahwa interpretasi untuk model regresi cox dapat dilakukan dengan menggunakan nilai odds rasio.
Untuk mengetahui laju kesembuhan pasien dapat dicari berdasrkan odds ratio variabel-variabel yang signifikan seperti yang terlihat pada Tabel 4.10.
Berdasarkan uji log partial likelihood pada Tabel 4.10, disimpulkan bahwa model akhir Cox Nonproportional Hazard pada persamaan (4.31) sebagai berikut:
dimana: y : data waktu survival
: hematokrit Persamaan (4.31) menujukkan nilai
yang menunjukkan pengaruh variabel hematokrit yang paling berpengaruh secara signifikan terhadap fungsi hazard yaitu laju kesembuhan pasien dengan jumlah hematokrit yang tidak
normal dibandingkan dengan yang normal adalah 0,352, maka laju kesembuhan pasien dengan jumlah hematokrit yang tidak normal adalah 0,352 kali jumlah
hematokrit normal. Model pada persamaan (4.31) merupakan model Cox Nonproportional Hazard karena tidak memenuhi asumsi proportional hazard.
d. Faktor-Faktor Signifikan Yang Mempengaruhi Waktu Survival
Model terbaik yang diperoleh dengan melihat hasil eliminasi backward , maka diketahui faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap waktu survival atau laju kesembuhhan pasien adalah variabel hematokrit
dengan nilai signifikansi
. Ini berarti faktor hematokrit mempunyai pengaruh signifikan terhadap waktu survival.
Pada Tabel 4.9 menunjukkan bahwa model terbaik adalah model yang melibatkan dua variabel bebas jika dilihat dari nilai dan
signifikansi < 0,1 yaitu variabel hematokrit dan variabel hemoglobin. Model ini signifikansi < 0,1 yaitu variabel hematokrit dan variabel hemoglobin. Model ini