5.2.3. Hubungan Pekerjaan Responden Dengan Kejadian ISPA
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan kejadian ISPA. Namun hal ini tidak tidak sesuai dengan teori
Notoatmodjo2007 yang mengatakan responden yang bekerja memiliki kematangan secara finansial dibandingkan yang tidak bekerja, tapi penelitian ini sesuai dengan
penelitian Sarijan 2005 yang mendapatkan hasil tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan kepala keluarga dengan kejadian ISPA di Desa Banjararjo
Kecamatan Ayah Tahun 2005.
5.2.4. Hubungan Penghasilan Responden Dengan Kejadian ISPA
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tidak ada hubungan yang bermakna antara pendapatan dengan kejadian ISPA.
Dari hasil penelitian lebih banyak ditemukan bahwa responden dengan penghasilan Rp.1.700.000 pernah menderita ISPA dibandingkan dengan responden
berpenghasilan Rp.1.700.000. Bisa saja orang yang berpenghasilan tinggi belum tentu berpengetahuan baik tentang rumah sehat dan tahu cara pencegahan penyakit
ISPA. Namun penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa
penghasilan keluargayang berkecukupan mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor kesehatan anak. Kebanyakan anak mudah menderita sakit berasal dari
keluarga dengan anggota besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan
kesehatan. Tapi penelitian ini sesuai dengan penelitian M.Nur 2004 yang
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara penghasilan keluarga dengan kejadian ISPA.
5.2.5.Hubungan Kebiasaan Merokok Kepala Keluarga Dengan Kejadian ISPA
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok penghuni di dalam rumah dengan kejadian ISPA. Menurut
Rasmin 1997 kebiasaan merokok dianggap merupakan faktor predisporing yang mempermudah terjadinya infeksi terutama pada saluran pernafasan pada anak yang
relatif lebih rentan daripada orang dewasa. Penyakit ISPA merupakan penyakit yang paling banyak diderita oleh anak-anak, salah satu penyebabnya yaitu pencemaran
udara didalam ruangan. Menurut penelitian achmadi 1991 bahwa balita yang tinggal dalam rumah
yang ada pencemaran udara terutama ada anggota keluarga yang merokok dan luas jendela yang kurang, mempunyai resiko yang lebih besar terserang ISPA
dibandingkan dengan balita yang tinggal dalam rumah tidak ada pencemaran udara.Anak yang orang tuanya merokok akan mudah menderita penyakit gangguan
pernapasan. Sebagian besar responden 74,6 sering merokok di dalam rumah sehingga penghuni rumah terutama balita terpapar asap rokok. Hal ini disebabkan
karena anggota keluarga biasanya merokok dalam rumah pada saat bersantai bersama keluarga, misalnya sambil menonton TV atau setelah selesai makan dengan anggota
keluarga lainnya. Rokok adalah benda beracun yang memberi efek yang sangat membahayakan
pada perokok aktif maupun perokok pasif, karena dalam asap rokok mengandung kurang lebih 4000 bahan kimia yang berbahaya seperti nikotin, tar, karbon
Universitas Sumatera Utara
monoksida dan sebagainya. Asap rokok masuk kedalam rongga mulut sebagai uap padat. Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat
pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru-paru Aqib, 2011. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Trisnawati 2012 yang mendapatkan
hasil ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang Kabupaten Purbalingga Tahun 2012, dan juga
sesuai dengan penelitian Marlina 2014 yang menyatakan ada hubungan antara keberadaan perokok dengan kejadian ISPA di wilayah kerja puskesmas Panyabungan
Jae Kabupaten Mandailing Natal.
5.2.6. Hubungan Pengetahuan Kepala Keluarga Dengan Kejadian ISPA