Representasi Kultur Islam Dalam Tayangan Adzan Magrib di

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

ITA BASITHA FIRMAN NIM: 1110051000122

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H / 2014 M


(2)

i Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Komunikasi Penyiaran Islam (S.Kom.I)

Oleh:

ITA BASITHA FIRMAN NIM: 1110051000122

Pembimbing,

Fita Fathurokhmah, M.Si NIP: 19830610 200912 2 001

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435 H / 2014 M


(3)

(4)

iii Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Agustus 2014


(5)

iv

NIM: 1110051000122

Representasi Kultur Islam dalam Tayangan Adzan Magrib di RCTI Perkembangan televisi di Indonesia saat ini sudah sangat maju, hal ini berkaitan dengan banyaknya stasiun televisi yang bermunculan, maka semakin banyak pula informasi yang disampaikan oleh televisi. Salah satu program yang wajib ada di setiap stasiun televisi yaitu tayangan adzan. Secara umum tayangan adzan harus bisa mengungkapkan representasi konsep kultur Islam seperti aktivitas ibadah ritual kepada Tuhan (rabbaniyah), baik berupa keindahan bangunan-bangunan masjid, serta keagungan ciptaan Tuhan seperti alam semesta beserta isinya. Adapula yang menampilkan aktivitas hubungan vertikal manusia dengan Tuhannya seperti melaksanakan shalat, mengaji, ataupun berdoa. Namun RCTI mengemas dengan alur cerita yang berbeda dengan alur adzan pada umumnya, dengan versi “IBU” dan merepresentasikan nilai kasih sayang seorang ibu kepada anaknya tanpa ada visual ajakan untuk melaksanakan shalat.

Rumusan masalah penelitian yaitu: Apa makna yang terkandung dalam tayangan adzan magrib RCTI dengan pendekatan analisis semiotika model Charles Sanders Peirce? Apa yang direpresentasikan oleh RCTI dalam alur cerita adzan magrib?

Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis berpendapat bahwa alam semesta, secara epistimologis adalah sebagai hasil konstruksi sosial. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif bertujuan untuk mengankat fakta, keadaan, variabel dan fenomena-fenomena yang terjadi ketika penelitian berlangsung.

Teori yang digunakan adalah analisis Semiotika model Charles Sanders Peirce yang menurut objeknya membagi tanda atas Ikon, Indeks, dan Simbol. Teori Christ Barker Representasi media dimaknai sebagai bagaimana dunia dikonstruksikan dan direpresentasikan secara sosial, disajikan kepada kita dan oleh kita didalam pemaknaan tertentu. Subjek dalam penelitian ini adalah media elektronik RCTI. Sedangkan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah tayangan adzan magrib versi “IBU”. Peneliti melakukan analisis data dengan menganalisis gambar.

Penemuan dari penelitian pada tayangan adzan magrib versi “IBU” di RCTI, makna yang terkandung adalah ibadah vertikal kepada Allah dengan cara ajakan untuk melaksanakan ibadah shalat, ibadah sosial yang baik dengan cara berbakti kepada ibu. Representasi kultur Islam adalah datangnya waktu magrib dengan langit berwarna keemasan, representasi simbol jika seorang ingin sukses maka harus bekerja keras, representasi pada budaya yang mematikan telepon saat sedang meeting, Asyhadu Allah Ilaaha Illallah dinamakan Syahadat Tauhid, tiada kata muda dalam mencari uang, wajib mengingat ibu jika telah suskses dalam karir, makna menyayagi ibu walaupun telah meninggal dunia, kasih sayang seorang anak kepada ibu, peran dan jasa orang tua sangatlah besar, kerinduan ibu kepada anaknya, tidak melupakan ibu sesibuk apapun pekerjaan kita, berbakti kepada ibu adalah kemuliaan tertinggi, wajib memperlakukan ibu dengan sebaik-baiknya, doa setelah mendengarkan adzan. Tayangan adzan magrib dengan tema "lBU" di RCTI merepresentasikan kultur islam dengan cara berbakti kepada orang tua terlebih ke ibu. Sesibuk apapun kita dalam pekerjaan setiap harinya wajib bagi kita selaku anak untuk memberi kabar dan menanyakan keadaan ibu, karena ibu selalu mengingat kita kapanpun dan dimanapun kita berada.


(6)

v

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufiq, kemudahan, dan kelancaran dalam proses pengerjaan karya sederhana ini hingga selesai. Sholawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, serta kita umatnya hingga akhir zaman.

Skripsi dengan judul “Representasi Kultur Islam dalam Tayangan Adzan Magrib di RCTI ini disusun guna memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga karya ini menjadi salah satu bentuk pembelajaran.

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti menyadari banyak pihak yang telah memberi dukungan, baik berupa moril maupun materil. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan setulusnya kepada:

1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Dr. H. Arief Subhan, M.A, Dr. Suprapto, M.Ed, Ph.D. selaku Wadek I bidang akademik, Drs. Jumroni, M.Si, selaku Wadek II bidang administrasi umum, dan Drs. Sunandar, M.Ag, selaku Wadek III bidang kemahasiswaan.


(7)

sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam sekaligus selaku dosen pembimbing dalam penelitian ini yang senantiasa bersabar serta meluangkan waktunya untuk membimbing segala kesulitan yang dihadapi peneliti .

4. Seluruh dosen Fakulta Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada peneliti selama menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga peneliti dapat mengamalkan ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan. 5. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

yang telah membantu peneliti dalam urusan administrasi selama perkuliahan dan penelitian skripsi ini.

6. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah melayani peminjaman buku-buku literatur sebagai referensi dalam penyusunan skripsi ini.

7. Stasiun teleisi RCTI (rajawali citra televisi Indonesia) yang dengan baik hati telah mengizinkan untuk melakukan penelitian terkait skripsi. Terutama kepada Bapak Asril selaku HRD RCTI dan Bapak Emri Akbaril Syah selaku produser tayangan adzan RCTI yang bersedia meluangkan waktu kepada peneliti untuk diwawancara berkaitan dengan skripsi peneliti.


(8)

vii

mendukung dan memberi doa hingga linangan air mata, serta sebagai tempat berbagi suka mau pun duka selama perkuliahan. Dukungan secara moril mau pun materil dalam pengerjaan skripsi ini yang begitu besar dan tak pernah putus juga menjadi semangat terkuat bagi peneliti agar terus berjuang dalam mewujudkan cita-cita.

9. Kakak dan adik-adikku tersayang Risqa Fadhielah, Irha Bashira Firman, Ashabul Kahfi dan Mulia Amalia Firman, yang telah memberikan dukungan selama perkuliahan dan semangat untuk penyelesaian skripsi ini.

10. Rachmat Hidayat tercinta dan tersayang sebagai penyemangat yang selalu setia meluangkan waktu untuk mendampingi dalam melaksanakan bimbingan dan penelitian, menemani suka mau pun duka peneliti selama penyelesaian skripsi ini.

11.Sahabat-sahabat tercinta yang selama melaksanakan perkuliahan Izzatunnisa, Fitri Silviah, Isyana Tungga Dewi, Inayatul Fitria, Rika Alisha, Erva Dwi Jayanti, Cory Carolina dan lainnya yang tidak cukup peniliti tulis satu persatu menjadi tempat berbagi suka dan duka peneliti. Semoga kesuksesan dapat kita genggam bersama di masa mendatang. 12.Teman-teman kelas KPI D angkatan 2010 dan teman-teman di jurusan lain


(9)

viii

13.Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Tanpa mengurangi rasa hormat, peneliti ucapkan terima kasih yang begitu besar. Semoga apa yang telah dilakukan adalah hal yang terbaik dan hanya Allah yang dapat membalas segala kebaikan dengan balasan terbaik-Nya. Amin.

Akhir kata, penelitian skripsi ini tentunya masih jauh dari sempurna, namun diharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca dan segenap keluarga besar civitas akademika Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakarta, Agustus 2014


(10)

ix

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 8

F. Metodologi Penelitian ... 9

1. Paradigma Penelitian ... 9

2. Pendekatan Penelitian ... 11

3. Metode Penelitian ... 13

4. Subjek dan Objek Penelitian ... 14

5. Waktu dan Tempat Penelitian ... 15

6. Teknik Pengumpulan Data ... 15

a. Observasi ... 15

b. Wawancara Mendalam ... 16

c. Dokumentasi ... 17

7. Teknik Analisis Data ... 18

8. Pedoman Penulisan Skripsi ... 18

G. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II : KAJIAN TEORITIS A. Teori Representasi Chris Barker ... 20


(11)

x

1. Pengertian Kultur Islam ... 31

D. Ruang Lingkup Televisi ... 32

1. Pengertian Televisi ... 32

2. Sejarah Televisi di Indonesia ... 33

3. Karakteristik Televisi ... 36

E. Adzan ... 37

1. Sejarah Adzan ... 37

2. Pengertian Adzan ... 38

3. Keutamaan Adzan ... 39

F. Media Elektronik ... 40

1. Media Televisi ... 41

BAB III : PROFIL DAN GAMBARAN A. Sejarah perkembangan RCTI ... 43

B. Logo RCTI ... 46

C. Visi dan Misi RCTI ... 47

D. Struktur Organisasi RCTI ... 49

E. Profil Tayangan Adzan ... 49

F. Mekanisme dan Langkah-Langkah Produksi Program Tayangan Adzan di RCTI ... 53

BAB IV : TEMUAN DAN ANALISIS DATA Analisis Semiotika dan Representasi Kultur Islam Pada Tayangan Adzan Magrib RCTI ... 54

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

xi

Lampiran 1 Wawancara Pribadi dengan Produser Tayangan Adzan Magrib RCTI

Lampiran 2 Surat Bimbingan Skripsi Lampiran 3 Surat Penelitian / Wawancara

Lampiran 4 Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian Lampiran 6 Foto Bersama Narasumber


(13)

1

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan televisi di Indonesia saat ini sudah sangat maju, hal ini berkaitan dengan demikian banyaknya stasiun televisi yang bermunculan. Pada awal tahun 2005 sudah banyak stasiun televisi yang mengudara yaitu: TVRI, RCTI, SCTV, Indosiar, ANTV, Global TV, Trans TV, Trans 7, O Channel, jak TV dan MetroTV1. Dengan banyaknya stasiun televisi yang mengudara maka semakin banyak pula informasi yang disampaikan oleh televisi baik dari berbagai daerah maupun negara lain. Salah satu program yang wajib ada di stasiun televisi yaitu tayangan adzan.2

Media komunikasi yang termaksud media massa adalah radio siaran dan televisi, keduanya dikenal sebagai media elektronik surat kabar dan majalah3. Televisi merupakan sistem bercerita yang tersentralisasi. Dapat saja berbentuk sinetron, iklan komersial, berita ataupun program lainnya yang di siarkan dari ruang produksi terkendali dan di sebar luaskan melalui transmitter ke setiap rumah yang memiliki televisi4.

1

Perkembangan Televisi Indonesia, Artikel diakses dari, http://www.id.metapencarian.com/web?q=+perkembangan+televisi+indonesia.

2

Tayangan Adzan, Artikel diakses pada 10 Mey 2014 dari http://obor-lampu.blogspot.com/tayangan-adzan-di-tv.html

3

Onong U Effendi, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2004) Cet.Ke-18,h.22-26.

4

Iswandi Syahputra, jurnalistik Infotainment , kancah Baru Jurnalistik Dalam Industri Televisi(Yogyakarta:Pilar Media, 2007), h.70-71.


(14)

Masalah komunikasi yang terus berkembang selalu akan ada keterkaitan dengan keberadaan media sebagai alat komunikasi. Dengan perkembangan komunikasi yang semakin pesat memudahkan orang dalam menyampaikan pesan kepada khalayak luas dalam waktu yang bersamaan. Dengan hadirnya media televisi dalam kehidupan sehari-hari memudahkan manusia dalam berkomunikasi. Media merupakan sarana yang dapat digunakan komunikator dalam menyampaikan pesan kepada komunikan.

Televisi adalah salah satu media yang telah dikenal oleh masyarakat sebagai media massa yang mampu menyampaikan pesan secara serentak dan membawa dampak yang sangat besar5. Berbagai macam acara yang disiarkan, dan khalayaklah yang dinilai berhak untuk memilih acara apa yang akan ditonton. Pada dasanya media massayang sangat berpengaruh tetapi pengaruh ini disaring, diseleksi, bahkan mungkin ditolak sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi mereka. Pendidikan masyarakat yang semakin baik, diharapkan sebagai peran utama yang mampu membantu masyarakat untuk menyeleksi dengan baik acara-acara televisi tersebut.

Rajawali Citra Televisi (RCTI) merupakan stasiun televisi swasta pertama di indonesia. yang memiliki jangkauan terluas di Indonesia, mengudara untuk pertama kalinya pada 13 november 1988 dan baru di resmikan pada 24 agustus 1989, dan pada waktu itu siaran RCTI masih bersifat lokal6. melalui 48 stasiun relaynya program-program RCTI disaksikan oleh lebih dari 190,4 juta pemirsa yang tersebar di 478 kota diseluruh

5

Sunandar, TelaahFormatKeagamaan di Televise, TesisMagister Agama (Jakarta:Perpustakaan UIN syahid,1999), h. 3.

6


(15)

nusantara, atau kira-kira 80, 1 persen. Disertai dengan program atau tayangan yang menarik sehingga mengambil minat pengiklan untuk menayangkan promo mereka di RCTI. Seperti halnya pada tayangan adzan magrib, hampir semua stasiun televisi mempunyai alur cerita masing-masing namun RCTI disini mengemas dengan cara berbeda yang mulai ditanyangkan pada 8 juli 2013 sampai sekarang dengan versi “merindu Ibu kepada anaknya” dengan mengemas tayangan dengan alur cerita dengan teks adzan magrib.

Sekitar pukul 18.00 WIB, akan terdengar kumandang adzan magrib di wilayah Indonesia bagian barat yang sebelumnya telah berkumandang dari wilayah Indonesia bagian timur dan tengah. Adzan merupakan pemberitahuan kepada umat muslim untuk segera melaksanakan salah satu kewajiban mereka yaitu melakanakan ibadah shalat. Kewajiban tersebut merupakan perintah Allah yang telah tercantum dalam Al Qur‟an sebagai pedoman umat islam.

Mentri agama RI, Suryadhamra Ali mengatakan bahwa saat ini 85% penduduk di Indonesia atau sekitar 199.959.285 jiwa adalah penganut agama islam. Oleh karena itu, selain di kumandangkan melalui mesjid-mesjid di seluruh plosok, adzan magrib juga ditayangkan melalui stasiun-stasiun televisi. Selain untuk menghargai mayoritas umat muslim, tayangan adzan magrib melalui televisi mampu menjangkau masyarakat secara lebih luas dan lebih dekat karena adzan dapat hadir di rumah, di kantor hingga di kamar tidur. Sehingga mereka yang lalai, malas, sibuk, atau lupa dapat diingatkan kembali akan kewajiban mereka.


(16)

Shalat merupakan kewajiban bagi umat muslim yang telah memasuki usia akil baligh, namun akan sangat baik jika kewajiban ini ditanamkan pada anak-anak sejak dini. Rasulullah Saw berkata, “Ajarilah anak-anakmu shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan ketika mereka berusia sepuluh tahun, hukumlah jika mereka melalaikan shalat” (Wahf al-qahthani, 2006, h. 46). Oleh karena itu akan sangat baik jika tayangan adzan magrib di televisi dapat merangsang dan menarik perhatian bagi masyarakat yang mendengarkannya, sehingga mereka termotivasi untuk melaksanakan shalat.Televisi tampaknya mempunyai sifat yang istimewa dibandingkan dengan media massa lainnya (radio, surat kabar, majalah, buku, dan sebagainnya)”. Sebagai media informasi, televisi memiliki kekuatan yang ampuh untuk menyampaikan pesan. Karena media ini dapat menghadirkan pengalaman yang seolah-olah di alami sendiri dengan jangkauan yang luas dalam waktu yang bersamaan. Penyampaian isi pesan seolah-olah langsung antara komunikator dan komunikan.

Secara umum tanyangan adzan harus bisa mengungkapkan gambaran konsep kultur Islam yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan serta aktivitas ibadah ritual kepada Tuhan (rabbaniyah).

Saat ini tayangan adzan magrib di televisi telah menampilkan simbol-simbol kultur Islam, baik berupa keindahan bangunan-bangunan masjid, serta keagungan ciptaan Tuhan seperti alam semesta beserta isinya. Selain itu juga tanyangan tersebut ada yang mengandung usur-unsur seperti sikap toleransi sesama umat beragama, ini menggambarkan hubungan horizontal manusia


(17)

dengan sesama. Adapula yang menampilkan aktivitas hubungan vertikal manusia dengan Tuhannya seperti melaksanakan shalat, mengaji, ataupun berdoa.

Tayangan adzan di televisi berdurasi sekitar empat menit. Isi dari tayangan adzan tersebut telah mengungkapkan gambaran kultur islam dengan kemampuan yang dimiliki televisi, maka pemahaman mengenai makna dan fungsi adzan dapat disampaikan secara menarik dan tidak membosankan. Adzan merupakan lafal yang istimewa dan terdapat banyak keutamaan bagi yang mengumandangkan adzan.

Kreatifitas awak produksi televisi tak pernah berhenti. Mereka terus terpacu untuk membuat karya yang lebih baik lagi. sering kita temukan kumandang azan Maghrib, yang kalau kita perhatikan gambarnya, ternyata film pendek tersebut ada alur ceritanya. Gambar dikemas dengan teknik sinematografi yang indah kisah yang diangkat pun juga tak kalah indah. keseluruhan stasiun televisi mengangkat tema atau alur cerita tayangan adzan yang menggambarkan representasi nilai keislaman dari berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Alur cerita dan gambar visualnya tidak lepas dari adegan orang adzan, sekelompok orang yang berami-ramai berjalan menuju mesjid untuk menjalankan ibadah shalat berjamaah, orang berwudhu di sertai dengan adegan sebagian orang yang sedang mengaji plus pemandangan alam indonesia yang indah, suatu pedesaan yang masih asri dengan pemandangan sawah, jembatan, pemukiman, gunung serta langit senja yang menunjukkan waktu mendekati magrib. Kadang juga di selang seling dengan pemandangan mesjid-mesjid berikut ragam arsitektur islami yang terkenal yang di padukan


(18)

dengan lafal adzan serta maknanya. Penyampaiannya menggunakan bahasa arab dan untuk maknanya menggunakan bahasa indonesia.

Ada beberapa alur cerita yang pernah diangkat menjadi ilustrasi kumandang azan Maghrib di beberapa stasiun televisi . Ada kisah tentang dua orang pendaki gunung suami istri yang sholat berjamaah di puncak gunung (Trans TV), kisah tentang sebuah keluarga yang ceritanya sedang bepergian. Ayah Ibu dan putrinya. Hujan deras, jalan mereka terhalang tiang antena televisi yang ambruk, di sebuah rumah sederhana di pedesaan. Ayah keluar ingin menegakkan kembali antena anaknyapun tidak mau ketinggalan, dia keluar mobil dan bermain hujan-hujanan. Melihat ada seorang gadis penghuni rumah sederhana yang tertarik ikut juga bermain hujan. Mereka menjadi akrab dan Sholat berjamaah. Sambil menunggu orangtua anak penghuni rumah sederhana ini pulang. Dan akhirnya ketika mereka berpamitan, mereka bertukar cindera mata. Ini juga cerita yang indah menurut saya. Persahabatan yang tidak mengenal strata sosial (SCTV) dan kisah seorang anak muda yang bersepeda melawati beberapa pepohonan dan berhenti di salah satu tempat yang menjjual berbagai makanan, pemuda tersebut membeli sebungkus makanan dan air mineral lalu mengayunkan kembali sepedanya menuju masjid besar, di depan masjid tersebut terlihat anak yang sedang duduk sendiri, kemudian pemuda tersebut memberikan bungkusan makanan kepada anak tersebut kemudian berjalan menuju masjid untuk menunaikan sholat (ANTV).

Dari beberapa tayangan atau gambaran adzan tersebut sangat berbeda dengan tayangan atau alur cerita adzan yang di sajikan pada stasiun televisi RCTI edisi 8 Juli 2013 Yang mana RCTI mengemas dengan alur cerita yang


(19)

tidak menggambarkan atau merepresentasikan perintah berwudhu dan sholat melainkan merepresentasikan nilai kasih sayang seorang ibu kepada anaknya.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti sebuah tayangan adzan pada televisi RCTI Maka judul penelitian adalah: “Representasi kultur Islam dalam tayangan adzan magrib di RCTI”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar pembatasan masalah ini lebih terarah, maka penulis membatasi masalah yang akan di bahas yaitu hanya kepada representasi kultur Islam dalam tayangan adzan magrib di RCTI.

Perumusan masalah penelitian ini sebagai berikut:

1. Apa makna yang terkandung dalam tayangan adzan magrib RCTI dengan pendekatan analisis semiotika model Charles Sanders Peirce ?

2. Apa yang direpresentasikan oleh RCTI dalam alur cerita adzan magrib?

C. Tujuanpenelitian

Atas dasar latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui apa makna yang terkandung dalam tayangan adzan magrib RCTI dengan pendekatan analisis semiotika model Charles Sanders Peirce

2. Untuk mengetahui apa yang direpresentasikan oleh RCTI dalam alur cerita adzan magrib


(20)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat dan kegunaan sebagai berikut :

1. Manfaat akademis: Penelitian ini secara akademis dapat memberikan kontribusi positif pada bidang ilmu komunikasi, terutama dalam konteks analisis semiotika, serta dapat memberikan informasi kepada mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwan Ilmu Komunikasi tentang makna tayangan adzan yang terdapat di TV RCTI.

2. Manfaat Praktis: Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para praktisi komunikasi, terlebih mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam agar lebih mengetahui mengenai tayangan adzan magrib di televisi serta sebagai perbandingan dan masukan bagi kita semua sebagai mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. TinjauanPustaka

Dalam menentukan judul penelitian ini peneliti sudah mengadakan studi literatur ke perpustakaan-perpustakaan. Menurut pengamatan peneliti dari hasil observasi yang peneliti lakukan sampai saat ini hanya menemukan, yaitu: Muhammad Ghalih mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Komunikasi yang berjudul “ Nilai-Nilai Keislaman Tayangan Adzan Magrib ( Semiotika dalam Tayangan Adzan Magrib pada Televisi Lokal Duta Tv


(21)

Banjarmasin).7 Pada skripsi ini terdapat perbedaan objek penelitiaanya. Pada skripsi ini objek penelitiannya adalah Tayangan Adzan Magrib pada Televisi Lokal Duta Tv Banjarmasin, yang mencoba menggali simbol, indeks dan icon yang terdapat dalam tayangan adzan dengan menggunakan perspektif semiotika Charles Sanders Pierce. Penelitian ini menganalisis sebuah tayangan televisi.

Selain itu penulis juga menjadikan skripsi Fathur Rozi mahasiswa Universitas Muhammadia Malang Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Komunikasi yang berjudul “ Makna Visual Tayangan Adzan Analisis Semiotika Visual Tayangan Adzan Magrib Versi Kisah Seorang Anak Miskin di Stasiun Televisi Indosiar”.8 pada skripsi ini membahas tentang makna visual yang terkandung dalam tayangan adzan yang berupa alur cerita tentang kisah seorang anak miskin. Mencoba menggali makna konotasi dan denotasi yang menggunakan teori Roland Barthes.

F. Metodologi Penelitian

1. Paradigma penelitian

Paradigma dapat dikatakan sebagai cara pandang yang digunakan untuk memahami komplesitas yang ada dalam dunia nyata. Menurut

Patton paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi penganut dan praktisinya, paradigm menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah

7

Muhammad Ghalih, Nilai-Nilai Keislaman Tayangan Adzan Magrib, Semiotika dalam Tayangan Adzan Magrib pada Televisi Lokal Duta Tv Banjarmasin,Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, 2013.

8

Fathur Rozi, Makna Visual Tayangan Adzan Analisis Semiotika Visual Tayangan Adzan Magrib Versi Kisah Seorang Anak Miskin di Stasiun Televisi Indosiar, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadia Malang, 2008.


(22)

dan juga masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan pada mereka mengenai apa yang harus dilakukan tanpa harus melakukan pertimbangan eksistensial ataupun epistimologis yang panjang9.

Paradigma konstruktivis menganggap komunikan bersifat aktif. Komunikan merupakan mahluk hidup yang memiliki akal dan pikiran dalam menentukan sikap, sehingga apabila seseorang menyampaikan pesan kepada orang lain, pesan yang diterima oleh orang tersebut akan di maknai berbeda. Sebagai contoh, seorang guru menyampaikan pesan kepada muridnya. Guru itu mengatakan " BULAT" maka belum tentu pesan yang diterima oleh murid itu "BULAT". Kenapa seperti itu? karena konstruktivis memandang setiap orang akan berbeda saat memahami atau memaknai suatu pesan. Manusia memiliki latar belakang yang berbeda satu dengan lainnya, walaupun dia hidup dalam satu lingkungan yang sarna. Karena manusia memiliki pengalaman secara psikologis dan sosiologis yang berbeda. Kedua hal ini yang membuat pemaknaan setiap orang berbeda-beda.

Pandangan konstruktivis melihat realitas merupakan hasil bentukan manusia. Realitas adalah bentuk penafsiran manusia. Realitas ada didalam pikiran manusia, bukan diluar pikiran manusia. Sehingga disebut realitas subjektif.

Dalam kajian media, konstruktivis tidak melihat media hanya sebagai alat penyampaian pesan. Tetapi media merupakan alat

9

Deddy Mulyana. Metodelogi Penelitian Kualitatif. (bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003) h.9.


(23)

mengkonstruksi pesan. Media bukan cermin yang merefleksikan peristiwa begitu saja. Sehingga apa yang kita lihat dimedia merupakan realitas yang dibentuk. Dan realitas hasil bentukan itu dibuat sedemikian rupa agar khalayak menyakini kebenarannya.10

2. Pendekatan penelitian

Pendekatan penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan memahami realitas sosial, yaitu melihat dunia dari apa adanya, bukan dunia yang seharusnya, maka seorang peneliti kualitatif haruslah orang yang memiliki sifat openminded. Karenanya, melakukan penelitian kualitatif dengan baik dan benar bearti telah memiliki jendela untuk memahami dunia psikologi dan realitas sosial11.

Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan. Dalam penelitian kualitatif, adalah instrumen kunci. Oleh karena itu, penelitian harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas jadi bisa bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi obyek yang diteliti menjadi lebih jelas. Penelitian ini lebih menekankan pada makna dan terikat nilai. Penelitian kualitatif digunakan jika masalah belum jelas, untuk mengetahui makna yang tersembunyi, untuk memahami interaksi sosial, untuk mengembangkan teori, untuk memastikan kebenaran data, dan meneliti sejarah perkembagan.

Untuk itulah, maka seorang peneliti kualitatif hendaknya memiliki kemampuan brain, skill/ability, bravery atau keberanian, tidak

10

Dani Verdiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, ( Jakarta: Indeks, 2008), cet-2 h. 50.

11

Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h.2.


(24)

hedonis dan selalu menjaga networking, dan memiliki rasa ingin tau yang besar atau open minded.

Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah, yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks social secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti12 Maka dapat kita simpulkan bahwa yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah. Dengan tujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif bertujuan untuk mengangkat fakta, keadaan, variabel dan fenomena-fenomena yang penelitian berlangsung dan menyajikannya apa adanya. Penelitian deskriptif menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan situasi yang terjadi, sikap dan pandangan yang menggejala dimasyarakat, hubungan antar variabel, perbedaan antar fakta dan lain-lain.

Metode kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya.13 Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena

12

Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2006), h.32.

13


(25)

yang diteliti, maka tidak perlu mencari san ipling lainnya. Disini yang lebih ditekankan adalah persoalan kedalaman (kualitas) data bukan banyaknya (kuantitas) data.

Peneliti berusaha untuk menggambarkan secara jelas yang terjadi dilapangan dan kemudian dianalisa untuk mendapatkan hasil yang digunakan sebagai bahan penelitian. Penelitian kualitatif juga bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya prilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa dalam suatu konteks khusus yang alamiah.14 sehingga pendekatan tersebut menjadi pendektan yang paling cocok digunakan dalarn penelitian ini.

3. Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis semiotika model Charles Sanders Peirce. Peirce membagi menjadi tiga bagian tanda berdasarkan objeknya yaitu:

Pertama ikon adalah tanda yang mengandung kemiripan "rupa" (resemblance) sebagaimana mudah dikenali oleh para pemakainya. Di dalam ikon hubungan antara representamen dan objeknya terwujud sebagai kesamaan dalam beberapa kualitas. Contohnya sebagian besar rambu lalulintas merupakan tanda yang ikonik karena menggambarkan

14

Lexi J. Moloeng, Metodologi Penelitian kualitatif. Edisi Revisi, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2007), h.6.


(26)

bentuk yang memiliki kesamaan dengan objek yang sebenarnya.15 Kedua, indeks adalah tanda yang memiliki kaitan fisik, eksistensial atau kausal diantara representamen dan objeknya sehingga seolah-olah akan kehilangan karakter yang menjadikannya tanda jika objeknya dipindahkan atau dihilangkan. Indeks bisa berupa hal-hal semacam zat atau benda material (asap adalah indeks dari adanya api), gejala alam jalan becek adalah indeks dari hujan yang turun beberapa saat yang lalu), gejala fisik (kehamilan adalah indeks dari sudah terjadinya pembuahan). Ketiga, simbol adalah tanda yang representamennya merujuk kepada objek tertentu tanpa motivasi (unmotivated), simbol terbentuk melalui konvensi-konvensi atau kaidah-kaidah, tanpa adanya kaitan langsung diantara representamen dan objeknya.16 Menurut hakikat interpretannya, tanda-tanda dibedakan oleh Peirce menjadi rema (rheme), tanda disen (dicent sign 1 dicisign), dan argumen (argument).17

4. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah stasiun televisi RCTI sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah alur cerita tayangan adzan magrib di televisi RCTI.

15

15IndiwanSeto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013) h. 18.

16

Kris Budiman, Ikonisitas: Semiotika Sastra dan Seni Visual, (Yogyakarta: Buku Baik, 2005), h.56.

17

Drs. Alex Sobur, M.Si, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), hal-42.


(27)

5. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian di laksanakan pada bulan April-Oktober 2014 dan dilakukan di Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) di jalan Raya

Perjuangan No.1, kebun jeruk jakarta 11530, Telp:

+62215303540/5303550 Fax: +62215320906. 6. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan: observasi, wawancara, dan dokumentasi.

a. Observasi

Observasi adalah suatu cara mengumpulkan data dengan mengambil langsung terhadap objek atau penggantinya (missal: film, rekonstruksi, video dan sejenisnya.18 Ada dua macam observasi:

1) Observasi Partisipan

Observasi partisipan adalah observasi yang memungkinkan periset atau peneliti mengamati kehidupan individu atau kelompok dalam situasi rill, di mana terdapat seeting yang rill tanpa dikontrol atau diatur secara sistematis seperti riset eksperimental,19 misalnya: 2) Observasi Non Partisipan

Observasi non partisipan adalah observasi yang dalam pelaksanaannya tidak melibatkan penelitian sebagai partisipasi atau kelompok yang diteliti.20

18

Nazar Bakry, Tuntunan Praktis Metodologi Penelitian, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1994), h.36.

19

Rachmat Kriyantono, Tehnik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2010), h.112

20

Jalaluddin Rachmat, Metodologi Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h. 83


(28)

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi non partisipan karena observasi yang dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung dan bebas terhadap objek penelitian dengan cara menonton dan mengamati adegan-adegan dalam tayangan adzan magrib di RCTI, kemudian mencatat, memilih dan menganalisanya sesuai dengan model penelitian yang digunakan. b. Wawancara

Wawancara adalah teknis dalam upaya menghimpun data yang akurat untuk keperluan melaksanakan proses pemecahan masalah tertentu yang sesuai dengan data21. Wawancara dilakukan untuk memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab terhadap salah satu narasumber. Ada dua jenis wawancara yaitu: 1) Wawancara Terstruktur (Structured Interview)

Wawancara terstruktur adalah suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan menggunakan pedoman wawancara, yang merupakan bentuk spesifik yang berisi intruksi yang mengarahkan peneliti dalam melakukan wawancara. Wawancara jenis ini dikenal juga sebagai wawancara sistematis atau wawancara terpimpin.22

21

Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian dan Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Bhinneka Cipta, 1996), Cet. Ke-10. h. 72

22

Rachmat Kriyantono, Tehnik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet. Ke-S. h.101


(29)

2) Wawancara Mendalam (Depth Interview)

Wawancara mendalam adalah suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar mendapatkan data lengkap dan mendalam. Wawancara ini dilakukan dengan berulang-ulang secara intensif.23

Wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah jenis wawancara mendalam. Peneliti langsung mewawancarai nara sumber dengan wawancara pribadi secara langsung dalam bentuk Tanya jawab yang bertujuan untuk mendapatkan informasi mendalam dari pihak RCTI. Wawancara di lakukan di gedung Annexe It.3 pada jam 09.10 sampai 11.05, Sumber wawancara adalah orang yang berkompeten, yaitu bapak Emri Akbaril Syah selaku produser tayangan adzan magrib RCTI yang berhubungan langsung dengan objek penelitian yang akan di teliti.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah penelitian yang mengumpulkan, membaca dan mempelajari berbagai bentuk data yang tertulis, rekaman peristiwa yang lebih dekat dengan percakapan, dan memerlukan interpretasi yang berhubungan sangat dekat dengan konteks rekaman peristiwa tersebut.24 Dokumentasi tersebut berupa foto dan video adzan RCTI yang terkait dengan pembahasan penelitian ini.

23

Rachmat Kriyantono, Tehnik Praktis Riset Komunikasi, h. 102

24

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis Ke Arah Ragam Varian Kontemporer (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h.97.


(30)

7. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, peneliti melakukan analisis data dengan cara dokumentasi rekaman pada tanyangan adzan magrib RCTI yang menjadi acuan dalam analisis tersebut. Peneliti menggunakan analisis semiotika model Charles Sanders Peirce yang membagi tanda, untuk menganalisis hasil temuan peneliti, semiotika adalah khusus menelaah sistem tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol). Setelah analisis terpapar dengan jelas, maka kemudian akan ditarik kesimpulan atas hasil, permasalahan yang berkaitan tersebut.

8. Pedoman Penulisan Skripsi

Teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku pedoman penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) yang diterbitkan oleh Assurance)

Universitas Islam Negri Syarif Hidayatulla Jakarta 2007.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah proses penelitian ini, peneliti membagi skripsi ini menjadi lima bab, dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN pada bab ini akan dikemukakan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, dan metodologi penelitian sebagai pengantar dari keseluruhan penelitian yang menguraikan pokok-pokok yang tercantum dalam setiap bab.


(31)

BAB II : KAJIAN TEORITIS bab ini akan dikemukakan beberapa definisi dari segi teoritis tentang teori representasi media Chris Barker, semiotika Charles Sanders Peirce, kultur islam, ruang lingkup televisi, adzan, media elektronik.

BAB III : PROFIL DAN GAMBARAN bab ini akan menguraikan sejarah perkembangan RCTI, logo RCTI , visi misi RCTI, struktur organisasi RCTI, profil tayangan adzan, mekanisme dan langkah-langkah produksi program tayangan adzan RCTI.

BAB IV: TEMUAN DAN ANALISIS DATA bab ini berisi hasil penelitian mengenai analisis tayangan adzan magrib RCTI diantaranya adalah tampilan gambar-gambar, analisis representasi media.

BAB V: PENUTUP pada bab ini akan dikemukakan Kesimpulan atas permasalahan yang diteliti dan juga Saran peneliti terhadap permasalahan penelitian.


(32)

20

A. Teori Representasi Media Chris Barker

Representasi merupakan kajian utama dalam studi budaya (Cultural studies). Representasi sendiri dimaknai sebagai bagaimana dunia dikonstruksikan dan direpresentasikan secara sosial dan disajikan kepada kita dan oleh kita didalam pemaknaan tertentu. Unsur utama studi budaya dapat dipahami sebagai praktik pemaknaan representasi yang menghendaki penyelidikan tentang cara yang dihasilkannya makna pada beragam konteks. Representasi melekat pada bunyi, prasasti, objek, citra, buku, majalah, dan program televisi.1

Representasi itu terbuka pada pengetahuan-pengetahuan baru untuk diproduksi dalam dunia, berbagai macam subyektivitas untuk dieksplor, dan dimensi baru makna yang tidak pernah menutup sistem kekuasaan yang sedang beroperasi. Representasi juga merupakan tindakan yang menghadirkan sesuatu lewat sesuatu yang lain di luar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol. Representasi adalah proses dan hasil yang memberi makna khusus pada tanda. Melalui representasi, ide-ide ideologi dan abstrak mendapat bentuk abstraknya. Representasi juga berarti sebuah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melihat sistem penandaan yang tersedia:

dialog, tulisan, video, film, fotografi, dan sebagainya. Representasi berasal

1


(33)

dari kata dasar dalam bahasa inggris represent yang bermakna stand for, artinya atau juga act as a delegate for yang berarti bertindak sebagai pelambang atas sesuatu. Representasi juga dapat diartikan sebagai proses dan hasil yang memberi makna khusus pada tanda.

Dalam pembicaraan kita representasi merujuk kepada konstruksi segala bentuk media ( terutama media massa) terhadap segala aspek realitas atau kenyataan, seperti masyarakat, objek, peristiwa, hingga identitas budaya.2 Representasi ini bisa berbentuk kata-kata atau tulisan bahkan juga dapat dilihat dalam bentuk gambar bergerak atau film. Konsep representasi sendiri dilihat sebagai sebuah produk dari proses representasi tidak hanya melibatkan bagaiman identitas budaya disajikan atau atau lebih tepatnya dikonstruksikan didalam sebuah teks tapi juga dikonstruksikan didalam proses produksi dan resepsi oleh masyarakat yang mengkomsusmsi nilai-nilai budaya yang direpresentasikan tadi.

Seperti yang dikatakan Chris Barker sebagai berikut:

“Citra, bunyi, objek, dan aktivitas pada dasarnya merupakan sistem tanda yang memaknai dengan sistem yang sama dengan bahasa, sehingga kita dapat menunjukannya sebagai teks budaya. Makna diproduksi dalam interaksi antara teks dan pembacanya, sehingga momen konsumsi juga merupakan momen produksi yang penuh makna.3”

Representasi mengacu pada sebuah proses konstruksi didalam tiap medium (khususnya dalam media massa) aspek-aspek realitas seperti orang, tempat, obyek-obyek tertentu, kejadian-kejadian, identitas kultural, dan konsep abstrak lainnya. Representasi dapat hadir dalam sebuah audio-visual.

2

Nuraini Juliastuti, Representasi Budaya, (bandung:kencana,2008), 34.

3


(34)

Inti kajian representasi memfokuskan kepada isu-isu mengenai bagaimana cara representasi itu dibentuk sehingga menjadi sesuatu yang keliatan alami. Jika sampai pada tahap ini, maka representasi itu dikatakan berhasil dibangun dan dipercayai masyarakat sebagai sebuah normalitas alami yang tidak perlu dipertanyakan kembali karena sudah dianggap sebuah kewajaran. Dalam sebuah representasi terdapat sebuah sistem yang disebut sistem representasi, yang artinya pembangunan sebuah konsep representasi selalu identik dengan nilai-nilai ideologis yang melatar belakanginya, bagaimana ideology-ideologi itu dibentuk dalam sebuah kerangka seperti sistem posisi dalam representasi tentang gender.

B. Semiotika

Semiotika berasal dari kata yunani semion, yang berarti tanda.4 Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika. Semiotika menurut Charles Sanders Peirce adalah tidak lain daripada sebuah nama lain bagi logika, yakni doktrin formal tentang tanda-tanda.Yang menjadi dasar dari semiotika adalah konsep tentang tanda tak hanya bahasa dan system.5

Sementara bagi Ferdinand de Saussure, semiologi adalah sebuah ilmu umum tentang tanda, “suatu ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di dalam masyarakat”. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bagaimana terbentuknya tanda-tanda beserta kaidah-kaidah yang mengaturnya.

4

Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2008), h. 11.

5


(35)

Semiologi menurut Saussure, didasarkan pada anggapan bahwa selama perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau selama berfungsi sebagai tanda, harus ada dibelakang sistem tanda pembedaan dan kovensi yang memungkinkan makna itu.

Dengan demikian, bagi Peirce semiotika adalah suatu cabang dari filsafat, sedangkan bagi saussure semiologi adalah bagian dari disiplin psikologi sosial.

1. Konseptualisasi Semiotika

Tanda adalah basis dari seluruh komunikasi. Manusia dengan perantaraan tanda-tanda dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya. Kajian semiotika dibedakan atas dua jenis, yaitu semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi.

Semiotika komunikasi menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu diantaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima kode, pesan, saluran komunikasi, dan acuan (hal yang dibicarakan). Sedangkan semiotika signifikasi memberikan tekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu.6

Semiotika tidak dapat disebut dalam bidang ilmu karena fungsinya adalah sebagai alat analisis, cara mengurai suatu gejala. Maka dari itu sebagian orang menganggap semiotika sebagai ancangan sementara yang lain menggunakannya sebagai metode, meskipun demikian, Art Van Zoest

6


(36)

menganggapnya sebagai cabang ilmu. Namun, terlepas dari perdebatan itu, jelas semiotika bersifat lintas disiplin, mirip filsafat dan logika. Semiotika dapat dimanfaatkan oleh berbagai bidang ilmu:arsitektur, kedokteran, sinematografi, linguistik, kesusastraan, bahkan hukum dan antropologi untuk memahami tanda. Semiotika adalah teori dan analisis berbagai tanda dan pemaknaan. Pada dasarnya para semiotikus melihat kehidupan sosial dan budaya sebagai pemaknaan, bukan hakikat esensial objek.7

Contohnya adalah, bendera kuning yang berkibar di depan gang atau di depan rumah-rumah, bagi seseorang yang hendak melayat, maka bendera kuning tersebut dijadikan suatu tanda bahwa rumah tersebutlah yang sedang berkabung. Akan tetapi, bagi seseorang yang sedang tidak ingin melayat, maka janur kuning tersebut tidak menjadi tanda apapun. Bendera kuning tersebut menjadi tanda bagi seseorang karena ia sudah terbiasa atau sudah menjadi tradisi bagi masyarakat sekitarnya.

Semiotika mengkaji tanda, penggunaan tanda, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan tanda. Kemudian semua jelas dapat menjadi tanda sehingga tidak ada yang tidak dapat dijadikan topik penelitian semiotika. Dengan kata lain, perangkat pengertian semiotika dapat diterapkan pada semua bidang kehidupan asalkan persyaratannya terpenuhi, yaitu ada arti yang diberikan, ada pemaknaan, ada interpretasi. Lebih baik lagi, seorang

7

Christomy. T dan Untung Yuwono (ed), Semiotika Budaya, (Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan danBudaya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2004), h. 77-78.


(37)

semiotikus dapat bekerja dimanapun dan kapan pun semiosis berlangsung, baik di dalam maupun di luar komunikasi.8

Ada dua tokoh semiotika yang perlu kita ketahui. Peneliti akan menggambarkan secara singkat kaitan diantara para semiotikus tersebut. Yakni sejak Ferdinand de Saussure (1857-1913) di Swis dan Charles Sanders Peirce (1834-1914) di Amerika Serikat. Sebenarnya, Saussure tidak pernah berpretensi menjadi semiotikus karena pusat minatnya adalah bahasa. Namun dialah yang pertama kali mencetuskan gagasan untuk melihat bahasa sebagai sistem tanda. Dikotomi Saussure yang diterapkan pada tanda: penanda dan petanda akhirnya mempengaruhi banyak semiotikus Eropa. Sedikitnya ada tiga aliran yang diturunkan dari tanda Saussure. Pertama, semiotik komunikasi yang menekuni tanda sebagai bagian dari proses komunikasi. Kedua, semiotik konotasi, yaitu yang mempelajari makna konotatif dari tanda. Ketiga, yang sebenarnya merupakan aliran di dalam semiotik komunikasi adalah semiotik ekspansif. Dalam semiotik jenis ini, pengertian tanda kehilangan tempat sentralnya karena digantikan oleh pengertian produksi arti. Tujuan semiotik ekspansif adalah mengejar ilmu total dan bermimpi menggantikan filsafat.9

8

Christomy. T dan Untung Yuwono (ed), Semiotika Budaya, (Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan danBudaya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2004), h. 79.

9

Christomy. T dan Untung Yuwono (ed), Semiotika Budaya, (Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan danBudaya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2004), h. 82-83.


(38)

2. Semiotika Charles Sanders Peirce

Charles Sanders Peirce, menandaskan bahwa kita hanya dapat berfikir dengan medium tanda. Manusia hanya dapat berkomunikasi lewat sarana tanda.10 Peirce dikenal dengan teori segitiga makna-nya (triangle meaning). Berdasarkan teori tersebut, semiotika berangkat dari tiga elemen utama yang terdiri dari: tanda (sign), acuan tanda (Object), pengguna tanda (Interpretant).

Bagi Peirce tanda “is something which stands to somebody for something in some respect or capacity”.11Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Peirce disebut ground. Konsekuensinya, tanda

(sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadic, yakni

ground, object, dan interpretan. Atas dasar hubungan ini Peirce mengadakan klasifikasi tanda.

Ground Object Interpretan

1. Qualisign (suatu kualitas yang merupakan suatu tanda)

2. Sinsign (“sin”

“hanya sekali” : peristiwa yang

1. Ikon yaitu tanda yang memiliki kualitas objek yang di denotasikan. 2. Indeks (petunjuk)

yaitu tanda yang mendenotasikan

1. Rheme yaitu

tanda suatu

kemungkinan kualitatif yaitu

bahwa ia

mewakili suatu

objek yang

10

Sumbo Tinarbuko, Semiotika KomunikasiVisual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2008), h. 16.

11


(39)

merupakan sebuah tanda). 3. Legisign

(=hukum yang berupa tanda.

Setiap tanda

konvensional adalah Legisign).

suatu objek melalui keterpengaruhanny a kepada objek itu. 3. Syimbol yaitu

sebuah tanda yang konvensional.

mungkin ada. 2. Design yaitu

tanda eksistensial suatu objek. 3. Argument yaitu

tanda suatu

hukum.

Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar, keras, lembut, lemah dan merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda, misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata “air sungai keruh” yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia.

Tanda berdasarkan objeknya, Peirce membagi menjadi tiga bagian yaitu :

a. Ikon adalah tanda yang mengandung kemiripan “rupa” (resemblance)

sebagaimana mudah dikenali oleh para pemakainya. Di dalam ikon hubungan antara representamen dan objeknya terwujud sebagai kesamaan dalam beberapa kualitas. Contohnya sebagian besar rambu


(40)

lalulintas merupakan tanda yang ikonik karena menggambarkan bentuk yang memiliki kesamaan dengan objek yang sebenarnya.12

b. Indeks adalah tanda yang memiliki kaitan fisik, eksistensial atau kausal diantara representamen dan objeknya sehingga seolah-olah akan kehilangan karakter yang menjadikannya tanda jika objeknya dipindahkan atau dihilangkan. Indeks bisa berupa hal-hal semacam zat atau benda material (asap adalah indeks dari adanya api), gejala alam (jalan becek adalah indeks dari hujan yang turun beberapa saat yang lalu), gejala fisik (kehamilan adalah indeks dari sudah terjadinya pembuahan).

c. Symbol adalah tanda yang representamennya merujuk kepada objek tertentu tanpa motivasi (unmotivated), symbol terbentuk melalui konvensikonvensi atau kaidah-kaidah, tanpa adanya kaitan langsung diantara representamen dan objeknya.13 Menurut hakikat interpretannya, tanda-tanda dibedakan oleh Peirce menjadi rema (rheme), tanda disen (dicent sign / dicisign), dan argumen (argument). d. Rema adalah suatu tanda kemungkinan kualitatif, yakni tanda apapun

yang tidak betul dan tidak pula salah. Reme merupakan tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya orang yang merah matanya dapat saja menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau menderita penyakit mata dimasuki insekta, atau baru bangun atau ingin tidur.

12

Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013) h. 18.

13

Kris Budiman, Ikonisitas: Semiotika Sastra dan Seni Visual, (Yogyakarta: Buku Baik, 2005), h.56.


(41)

e. Dicisign adalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya jika pada suatu jalan sering terjadi kecelakaan, maka ditepi jalan dipasang rambu lalu lintas yang menyatakan bahwa disitu sering terjadi kecelakaan.

f. Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu. Lalu lintas yang menyatakan bahwa disitu sering terjadi kecelakaan.

Fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan yang selama ini dipegang bagi sebagian masyarakat, mengandung arti tersendiri bagi mereka. Contohnya : janur kuning yang menandakan bahwa ada pesta di lingkungan dimana janur kuning itu diletakkan.

Semiotika merupakan bidang studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu, bekerja dikatakan juga semiologi dalam memahami studi tentang makna setidaknya terdapat tiga unsure utama yakni : 1. Tanda 2. Acuan tanda 3. Pengguna tanda. Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, biasa dipersepsikan indra kita, tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri, dan bergantungpada pengenalan oleh penggunanya, sehingga disebut tanda misalnya : mengacungkan jempol kepada kawan kita yang berprestasi itu, makna disampaikan dari pengacung dan ini diakui seperti itu, baik oleh pengacung maupun teman yang berprestasi, maka komunikasi pun berlangsung. 14

14


(42)

Dapat disimpulkan, semiotika adalah ilmu yang membahas segala hal tentang tanda (sign) sebagai tindak komunikasi dari cara berfungsinya hingga pengirimannya oleh mereka yang mempergunakan. Wilayah cakupan ilmu semiotika jika ditelusurinlebih jauh dapat meliputi bidang keilmuan, keagamaan, estetika dan budaya.

Keempat wilayah cakupan semiotika ini memiliki korelasi masing-masing dan ciri khas yang membedakan satu bidang dengan bidang yang lainnya, oleh karena ciri khas inilah masing-masing bidang dapat dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan yang ada.15 Pengembangan semiotika dibidang agama terdapat pada korelasi antara penanda dan petanda secara instrinc dengan agama itu sendiri. Apa yang terdapat dalam kitab suci merupakan wahyu ilahi sehingga hubungan antara tanda dan makna selalu mengaju pada isi kitab suci agama yang bersangkutan.

Semiotika pada bidang budaya, terutama dalam kajian disiplin antropologi, terdapat adanya korelasi antara tanda-tanda budaya dan nilai-nilai sosial yang ada pada lingkungan masyarakat tertentu, jika mengamati budaya jawa, misalnya pengamatan terhadap norma, tata nilai, etika, sikap kesopanan, tingkah laku, adat istiadat, tradisi dan berbagai ucapan ritual akan menjadi objek yang menarik. Kebudayaan pada dasarnya adalah jejaring tanda-tanda yang bermakna.16

15

Puji Santosa, Ancangan Semiotika dan Pengkajian Susastra (Bandung, Ankasa, 1931), hal 19

16

Kris Budiman, Jejaring Tanda-tanda Strukturalisme dan Semiotika Dalam Kritik Kebudayaan, (Magelang: UI. 2004), h. 27-28


(43)

C. Kultur Islam

1. Pengertian Kultur Islam

Pengertian kultur Islam adalah seperangkat pengetahuan, kepercayaan, adat kebiasaan, dan keterampilan suatu masyarakat tertentu. Dan juga menyebutkan bahwa kebudayaan adalah suatu tata cara hidup yang lengkap dan jelas dari masyarakat tertentu yang mengandung pranata nilai atau norma yang dirumuskannya, pranata ide atau konsep berfikir, pranata prilaku, dan pranata karya budaya.

Jika pengertian akhlak dalam sistem agama islam diatas dibandingkan dengan pengetian budaya, akhlak tiada lain adalah kultur. Maka akhlakul-karimah yang bersumber pada wahyu Ilahi adalah kultur Islam yang tinggi.17

Kultur islam juga bisa diartikan sebagai kebudayaan dan peradaban yang dijiwai oleh pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran islam yang murni bersumber dari Alquran dan Al-Sunnah, dan melepaskan diri dari kultur dan budaya yang dijiwai oleh kemusyrikan, takhayul, bidah, dan khurafat.18

Alquran memandang kebudayaan itu merupakan suatu proses, dan meletakkan kebudayaan sebagai eksitensi hidup manusia. Kebudayaan merupakan suatu totalitas kegiatan manusia yang meliputi kegiatan akal, hati, dan tubuh yang menyatu dalam suatu perbuatan. Jadi secara umum kebudayaan islam adalah hasil akal, budi, cipta rasa, karsa dan karya

17

Jusuf A. Faisal, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2005),h. 117.

18


(44)

manusia yang berdasarkan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat menghargai akal manusia untuk berkiprah dan berkembang.19

D. Ruang Lingkup Televis 1. Pengertian Televisi

Televisi secara etimologis berasal dari kata “tele” yang artinya jauh

dan “vision” yang berarti penglihatan, segi jauhnya diusahakan oleh

prinsip radio dan penglihatannya oleh gambar.20 Dengan demikian televisi yang dalam bahasa ingrisnya television diartikan dengan melihat jauh. Melihat jauh disini dengan gambar dan suara yang diproduksi disuatu tempat (studio televisi) dan dapat dilihat dari tempat “lain” melalui sebuah perangkat penerima ( televisi set).21

Kata televisi merupakan gabungan dari kata tele (jauh) dari bahasa yunani dan visio (penglihatan) dari bahasa latin. Sehingga televisi dapat diartikan sebagai telekomonikasi yang dapat dilihat dari jarak jauh.22

Televisi dibandingkan dengan media massa lainnya (radio, surat kabar, majalah, buku dan sebagainya), televisi tampaknya mempunyai sifat istimewa. Ia nerupakan gabungan dari media dengar dan gambar bisa

19

MusaAsyari, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al Qur’an, (Yogyakarta: LESFI, 1992), h.37.

20

Latif Rosyidi, Dasar-Dasar Retorika Komunikasi dan Informasi, (Medan: Firma Rimbow, 1989), h. 221.

21

Sunandar, Telaah Format Keagamaan di Televisi, Studi Deskriptif Analisis TPI, Tesis, (Yogyakarta: Rineka, 1998), h.20.

22


(45)

bersifat imformatif, hiburan maupun pendidikan, bahkan gabungan dari ketiga unsur diatas.23

Televisi adalah media yang mampu mempersatukan gambar dan bahasa. Secara keseluruhan, bahasa yang ada dalam materi acara terdiri dari bahasa asing, bahasa sehari-hari, dan bahasa Indonesia. Ini tampak dalam film asing maupun local, sinetron, musik, dan iklan.24

Televisi merupakan sistem elektronik yang mengirimkan gambar diam dan gambar hidup bersama suara melalui kabel atau ruang. Sistem ini menggunakan peralatan yang mengubah suara dan cahaya kedalam gelombang elektronik dan mengkomversinya kembali kedalam cahaya yang dapat dilihat dan suaranya dapat didengar.25

2. Sejarah Televisi di Indonesia

Kegiatan penyiaran melalui media televisi di Indonesia dimulai pada tanggal 24 Agustus 1962. Saat itu masyarakat Indonesia disuguhi tontonan realita yang begitu memukau. Meskipun hanya siaran televisi hitam putih, tetapi siaran televisi pertama di Indonesia itu menjadi momentum yang sangat bersejarah.26 Dan juga bertepatan dengan dilangsungkannya pembukaan Pesta Olahraga se-Asia IV atau Asean Games di Senayan. Sejak saat itu Televisi Republik Indonesia (TVRI)

23

Wawan Kusnadi, Komunikasi Massa Sebuah Analisis Isi Media Televisi, (Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1996), h.5.

24

Wawan Kusnadi, Komunikasi Massa Sebuah Analisis Isi Media Televisi, (Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1996),h.83.

25

Pengertian Televisi, Artikel ini diakses pada 16 Mei 2014 dari: http:/www.devinisionline.com./2010/10/pengertiantelevisi.html.

26

Askurifai Baksin, Jurnalistik Televisi, Teori Dan Praktik, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 15.


(46)

dipergunakan sebagai panggilan stasiun (station call) hingga sekarang. Sejalan dengan kepentingan pemerintah dan keinginan rakyat Indonesia yang tersebar di berbagai wilayah agar dapat menerima siaran televisi maka pada 16 Agustus 1976, mantan Presiden Soeharto meresmikan penggunaan Satelit Palapa untuk telekomunikasi dan siaran televisi.

Setidaknya ada tiga pemikiran dasar berdiriya TVRI pertama, secara politis diperkirakan akan menguntungkan pemeritah dalam kampanye pemilu pertama 1955. Kedua, dapat menempu persatuan nasional lewat pendidikan. Ketiga, momen Asian Games, dimana dengan adanya stasiun televisi, bangsa Indonesia akan mendapatkan Prestasi sebagai bansa yang modern, berkembang cepat, dan canggih dalam perkara teknonogi.27

Karena kelahirannya yang premature, pertumbuhan TV di Indonesia tidak sebaik di Barat. Benar selama dua pecan Asian Games

TVRI punya bahan liputan langsung dari berbagai lapangan olah raga untuk disiarkan.Namun, setelah itu yang tersisa hanya pola teknik sehingga antara 12 hingga 18 September 1962, siaran terpaksa diistirahatkan karena TVRI tidak punya program yang jelas untuk disiarkan. Ketika diudarakan lagi, untuk masa cukup lama siaran hanya dapat dilaksanakan tidak lebih dari 30 menit sehari.28

Untuk menyikapi masalah itu, baru kemudian pada tanggal 20 Oktober 1963 lebih setahun setelah siaran pertama kehadiran TVRI diatur

27

Kutipan dari: Paul Kitley, Konstruksi Budaya Bangsa di Layar Kaca, (Jakarta: Isal, 2001), 25-26.

28

Idi Subandi Ibrahim, dan Dedi Mulyana, ed, Bercinta Dengan Televisi: Televisi di Indonesia dan Pengaturannya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakrya, 1997), h. 12.


(47)

melalui Keppres No. 215 tahun 1963 yang antara lain menetapkanya sebagai Yayasan Televisi Repoblik Indonesia ( disingkat TVRI) hanya saja, pelaksanaannya tidak lagi murni.

Dulu berdasarkan Keppres No.215/1963, TVRI berada langsung dibawah Presiden. Kini ia lebih banyak diatur Departemen Penerangan (Deppen).29Pada tanggal 1 April 1981 TVRI tidak menyiarkan iklan. Hal ini dilakukan oleh pemerintah Orde Baru guna menghindari konsumerisme

masyarakat di Indonesia.

Sejalan dengan perkembangannya, maka pada tanggal 16 Agustus 1976 TVRI resmi menggunakan Satelit Palapa untuk telekomunikasi dan siaran televisi, sehingga jangkauan dan daya pancarnya lebih luas hampir seluruh plosok Nusantara.

Perkembangan pertelevisisan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat setelah pada tahu 1989 pemerintah Indonesia secara resmi melakukan terombosan dengan memberi izin mendirikan stasiun yang bersifat komersial yang ditandai dengan berdirinya stasiun televisi swasta pertama yaitu RCTI yang secara resmi beroprasi pada tahun 1990 kemudian disusul oleh stasiun televisi swasta lainnya SCTV, TPI, yang mengudara tahun 199, ANTV mulai pada tahun 1993, INDOSIAR 1995, awal tahun 2000-an Metro TV, Trans TV, TV 7, lativi dan TV Global.

29

Idi Subandi Ibrahim, dan Dedi Mulyana, ed, Bercinta Dengan Televisi: Televisi di Indonesia dan Pengaturannya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakrya, 1997), h. 12-13.


(48)

Di sejumlah Negara berkembang seperti diasia tenggara, media melakukan perannya yang dilukiskan sebagai “agen pembangunan”.30

Di Indonesia misalnya, pemerintah melihat media sebagai sumber daya yang kritis untuk membantu dalam mengkomunikasikan pendidikan dan informasi vital mengenai isu mendasar seperti kesehatan, perairan, pengendalian kelahiran pada kurang lebih 200 juta jiwa penduduk bangsa ini yang tinggal di lebih darii 13.000 pulau. Media diharapkan bisa membantu pemerintah dalam tugasnya mempersatukan, membangun dan membentuk jiwa nasionalisme masyarakat.

3. Karakteristik Televisi

Ditinjau dari stimulus alat indra, radio, surat kabar, dan majalah hanya satu alat indra yang mendapat stimulus. Televisi memiliki kelebihan, yakni dapat didengar sekaligus dapat dilihat (audio-visual) Apabila khalayak radio hanya mendengar kata-kata, musik dan efek suara, khalayak televisi dapat melihat gambar yang bergerak. Gambar yang dilihat atau tampak pada layar televisi sebenarnya merupakan hasil reproduksi suatu obyek yang ditangkap oleh lensa kamera stasiun televisidan dipisahkan berdasarkan warna pokok, yaitu merah (red), hijau

(green), dan biru (blue). Hasil reproduksi tersebut kemudian ditransmisikan melalui udara atau juga kabel, bagi televisi kabel.

30

Jim Macnamara, Strategi Jitu Menaklukkan Media, (Jakarta: Mitra Media, 1999), h. 9-10.


(49)

E. Adzan

1. Sejarah Adzan

Adzan mulai disyari‟atkan pada tahun kedua Hijriah. Pada suatu hari Nabi Muhammad SAW membentuk suatu musyawarah bersama para sahabat untuk menentukan bagaimana cara mengumpulkan orang-orang agar segera berkumpul ke masjid ketika telah memasuki waktu shalat.31 Beberapa sahabat ada yang memberikan usulan. Ada yang mengusulkan untuk mengibarkan bendera atau menyalakan api di tempat yang tinggi agar pemberitahuan tersebut bisa sampai ke tempat yang jauh. Ada juga yang mengusulkan untuk meniup terompet, namun itu akan menyerupai pemberitahuanyang dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi. Ada juga yang mengusulkan untuk membunyikan lonceng, namun itu akan menyerupai orang-orang Nasrani. Namun saat itu semua usulan itu ditolak oleh Nabi.

Abu Daud mengisahkan bahwa Abdullah bin Zaid berkata sebagai berikut, “Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk shalat dimusyawarahkan. Suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya apakah ia ada maksud hendak menjual lonceng itu. Jika memang begitu aku memintanya untuk menjual kepadaku saja. Orang tersebut malah bertanya, “Untuk apa?”, Aku menjawabnya, “Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum

31

Sejarah Adzan, Artikel diakses pada 17 Mei 2014 dari, http://www.google.com/#q=pengertian+adzan.


(50)

muslim untuk menunaikan shalat.” Orang itu berkata lagi, “Maukah kau kuajari cara yang lebih baik?” Dan aku menjawab “Ya!”, Lalu dia berkata lagi dan kali ini dengan suara yang amat lantang:

Ketika esoknya aku bangun, aku menemui Nabi Muhammad SAW., dan menceritakan perihal mimpi itu kepadanya, kemudian Nabi Muhammad SAW., berkata, “Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah di samping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan dia memiliki suara yang amat lantang.” Lalu aku pun melakukan hal itu bersama Bilal. Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar, ia juga menceritakannya kepada Nabi Muhammad SAW.

2. Pengertian Adzan

Secara bahasa adzan berarti pemberitahuan atau seruan. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat At Taubah Ayat 3:


(51)



















“dan ini adalah seruan dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat

manusia”

Adapun adzan menurut syara‟ (Al-Mughni karya Ibnu Qudamah: 2/53), adzan berarti pemberitahuan waktu shalat dengan menggunakan lafal-lafal tertentu yang telah disyariatkan sebagaimana yang telah diketahui.

3. Keutamaan Adzan

Adzan merupakan lafal yang istimewa. Terdapat banyak keutamaan bagi yang mengumandangkan adzan. Selain itu juga telah banyak hadits yang menyebutkan keutamaan bagi yang mendengarkan adzan, salah satunya yaitu barang siapa yang berdoa untuk dirinya sendiri memohon karunia kepada Allah, doanya dapat dikabulkan. Dari Anas Radhiyallahu „anhu, ia berkata, “Rasulullah SAW telah bersabda “Doa di antara adzan dan iqamah tidak akan ditolak oleh karena itu, berdoalah kalian.

keutamaan lain dari adzan yaitu dapat mengusir syetan. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu „anhu bahwasanna Rasulullah SAW bersabda: “Apabila diseru (dikumandangkan adzan) untuk menunaikan shalat, maka syetan lari terbirit-birit sambil terkentut-kentut hingga ia tidak mendengar seruan adzan. Kemudian apabila dikumandangkan iqamah untuk shalat, ia pun lari hingga apabila telah selesai taswib, ia datang lagi hingga membisikkan (menggoda) di antara seseorang dengan dirinya sambil berkata kepadanya, „Ingatlah itu!,


(52)

ingatlah itu!‟ tentang hal-hal yang tidak diingat sebelumnya hingga seseorang menjadi tidak tahu sudah berapa rakaat shalat yang ia kerjakan.”32

F. Media Elektronik

Media elektronik adalah sebuah media yang menyampaikan sesuatu yang berbentuk elektronik seperti TV, radio, dan HP. Media elektronik dapat diartikan sebagai sumber informasi yang utama dan mudah untuk didapatkan. Media elektronik pada dasarnya terdiri dari 4 jenis: radio, televisi, rekaman (kaset analog, CD, DAT, dan video), dan internet sebagai media terbaru. Masing-masing media mempunyai karakter dan wilayah penyebaran yang berbeda, baik secara teknologi, maupun proses produksi materinya.33

Pengertian yang lebih sederhana dalam media ini adalah semua informasi atau data yang diciptakan, didistribusikan, serta diakses memakai bentuk elektronik, energy elektromekanis ataupun peralatan yang dipakai didalam komunikasi elektronik. Peralatan yang paling sering dipakai mengakses media berbentuk elektronik yaitu radio, televisi, ponsel, computer, dan perangkat-perangkat yang lain.

Kelebihan dari media elektronik yaitu sebagai sarana hiburan, relaksasi dan untuk pendidikan. Dengan kehadiran media ini kita semua bisa mempelajari budaya lain, mempromosikan kreatifitas, mengetahui sudut

32

Keutamaan Adzan, Artikel diakses pada 17 Mey 2014,dari,http://hizred.wordpress.com/ 2012/01/05/keutamaan-adzan-dan-menjawab-adzan/

33

Askurifai Baskin, Jurnalistik Televisi, Teori dan Praktik, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), h. 4


(53)

pandang orang lain, memperoleh inspirasi, dan dapat mempelajari segala hal. Memperoleh berita dan informasi yang cepat adalah sebuah kebutuhan primer masyarakat modern. Dengan media jenis elektronik, kita semua bisa dengan mudah memperoleh berita dan informs terbaru, baik dari dalam negri maupun luar negri.34

1. Televisi

Televisi adalah media massa elektronik yang bersifat audio visual serta kemampuan memainkan gambar sehingga mampu menstimulasi pendengaran dan penglihatan. Namun prinsip dasar televisi lebih rumit, karena suara dan gambar diatur sedemikian rupa agar tersaji dan diterima oleh khalayak secara sikron.

Berdasarkan pengamatan para ahli pertelevisian, informasi dari televisi diingat lebih lama disbanding dengan yang diperoleh melalui pembaca (media cetak). Sekalipun informasi yang disugukan persis sama. Hal ini karena terdapat visualisasi berbentuk gambar bergerak dala televisi. Visualisasi tersebut berfungsi sebagai penambah dan pendukung narasi yang dibaca reporter atau newsreader. Jadi, dalam menerima informasi, media ini memiliki banyak kelebihan diantaranya adalah mampu menampilkan hal-hal menarik yang ditangkap oleh indra pendengaran dan penglihatan, mampu menampilkan secara detail suatu peristiwa atau kejadian, karena mempengaruhi dua indra sekaligus, maka efek persuasifnya lebih kuat ketimbang media lainnya maka dari itu

34


(54)

televisi adalah media yang paling popular dikalangan masyarakat. Hal inilah yang menjadi keunggulan media televisi dibanding media informasi lainnya. Efesiensi jurnalistik televisi pun lebih menyakinkan.35

Namun kekurangan media televisi ini adalah biaya produksi yang mahal, waktu yang dibutuhkan untuk proses produksi sampai selesai sangan lama, khalayak sangat heterogen sehingga sulit untuk menjangkau public sasaran yang diinginkan, peralatan peliputannya sangat mahal dan rumit penggunaannya, bila tidak dipersiapkan dengan matang maka pesan visual itu justru menciptakan emage buruk36.

Sebagai media elektronik yang informative, televisi umumnya memeiliki program atau acara yang bervariasi. Mulai dari berita, diskusi, debat, olahraga, film, music, sinetron, talk show, reality show dan masih banyak lagi yang lainnya. Keragaman program televisi tersebut tentunya berpeluang memberikan inspirasi kepada para penontonnya.

35

Fred Wibowo, Dasar-Dasar Produksi Program Televisi, (Jakarta: Grasindo, 1997), h. 56

36


(55)

43

A. Sejarah Perkembangan PT. Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI)

Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) sebagai stasiun televisi swasta pertama di Indonesia mulai menudara secara terrestrial di Jakarta pada tanggal 24 Agustus 1989.1 RCTI menanyangkan berbagai macam program acara hiburan, informasi dan berita yang dikemas secara menarik. RCTI tumbuh dan berkembang dengan cepat menjadi agen perubahan dan pembaharu dalam dinamika sosial masyarakat di Indonesia.

Pada awal berdirinya, RCTI merupakan sebuah stasiun televisi alternatif bagi masyarakat Indonesia. Karena sampai tahun 1989, masyarakat Indonesia hanya bisa menikmati siaran televisi dari satu saluran: Televisi Republik Indonesia (TVRI), munculnya RCTI tidak lepas dari desakan masyarakat kepada pemerintah untuk membuka kesempatan bagi dunia hiburan. Hal tersebut terkait dengan kebijakan pemerintah mengizinkan pemakaian antena parabola untuk perorangan pada tahun 1986.

Penunjukan terhadap RCTI ternyata tidak lepas dari kepentingan pengusaha. Pada awal berdirinya, kepemilikan RCTI dikuasai oleh Bambang Trihatmodjo, ia menjabat sebagai direktur utama. Setelah penandatanganan perjanjian penunjukan Siaran Saluran Terbatas-TVRI (SST-TVRI) bersama

1

Profil RCTI. Artikel diakses pada 12 Mei 2014 dari http://www.rcti.tv/page/profil -perusahaan.


(56)

Dirjen RTV, Ishadi pada tanggal 22 februari 1988, memulai siaran percobaan di Jakarta. Dan resmilah RCTI mengudara pada tanggal 24 Agustus 1989.

Saat ini RCTI merupakan stasiun televisi yang memiliki jaringan terluas di Indonesia. Melalui 48 stasiun relay-nya program-program RCTI disaksikan oleh 180 juta pemirsa yang tersebar di 302 kota di seluruh Nusantara, atau kira-kira 80% dari jumlah penduduk Indonesia. Kondisi demografi ini disertai rancangan program-program menarik diikuti rating yang bagus, menarik minat pengiklan untuk menanyangkan promo mereka di RCTI.

Secara teknis RCTI memiliki dimiliki sepenuhnya oleh PT. Bimantara Citra Tbk. Kepemilikan saham RCTI sejak 16 Februari 2004 dikuasai oleh PT. Media Nusantara Citra (MNC) secara penuh. Saham PT. MNC sendiri dikuasai oleh Bimantara yang merupakan induk perusahaan sebesar 99.99 persen. perusahaan tersebut merupakan anak perusahaan Bimantara yang merupakan induk usaha divisi media dan penyiaran. Salah satu peran penting yang dimainkan MNC adalah memasok acara-acara yang ditayangkan RCTI, Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), Global TV. Saat ini Bimantara menguasai tiga stasiun televisi nasional melalui MNC, disamping 99,99 persen saham RCTI, MNC juga menguasai 70 persen saham Global TV, dan 75 persen saham PT. Cipta Televisi Pendidikan Indonesia.

Sejak awal, cita-cita RCTI adalah menciptakan serangkaian acara unggulan dalam satu saluran, yang memungkinkan para pengiklan memilih RCTI sebagai media iklan-iklan mereka. Cita-cita itu menjadi nyata karena sejak berdiri hingga saat ini RCTI senantiasa menjadi market leader. Hingga


(1)

97

yang tinggal diperkotaan dengan kesibukan pekerjaannya sehingga lupa memberi kabar kepada Ibunya, namun menyadari bahwa apa yang dia lakukan salah dan mendatangi Ibunya meminta maap atas kesalahannya. Kedua: terdapat pada scene ke delapan (anak SD) Pada gambar tersebut merepresentasikan tentang kasih sayang seorang anak kepada ibunya, walaupun ibunya telah meninggal ia selalu berziarah kubur dan mengirinkan doa untuk ibunya yang tercinta, agar senantiasa di berikan tempat yang paling bagus disisi Allah SWT. Ketiga: pada scene ke sepuluh gambar diatas merepresentasikan kultur islam seorang ibu dengan kehidupan yang sederhana, dalam kesendiriannya yang merindukan anaknya, dengan gambaran bayangan anaknya yang sedang berlarian sambil bermain menandakan kerinduan yang sangat mendalam.

B. Saran

Adapun beberapa saran yang dapat diberikan dari hasil analisis yang telah dikemukaka dan bisa dijadikan pertimbangan bagi RCTI, khususnya pada program tayangan adzan, adalah sebagai berikut:

1. Pada tayangan adzan magrib di RCTI ini yang mana bertemakan "IBU" pada alur ceritanya mempunyai makna-makna yang positif terhadap ibu maka RCTI sebaiknya terus mempertahankan ide-ide cerita yang baru untuk tayangan adzan selanjutnya yang mampu menarik perhatian penonton televisi sehingga nantinya bisa berdampak positif bagi RCTI namun temanya tidak lepas dari kultur Islam yang sebenamya.


(2)

98

2. Mengingat bahwa tanyan adzan magrib sangat penting bagi umat muslim sebaiknya memperhatikan makna-makna konten yang positif bagi masyarakat.

3. Penelitian ini mempunyai keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian, diharapkan penelitian selanjutnya perlu dilakukan kajian lebih lajut mengenai makna-makna yang terdapat dalam tanyangan adzan magrib yang beredar luas dimasyarakat khususnya pada media elektronik televisi dengan menggunakan alat analisis yang berbeda.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Daftar Pustaka

Abdul Kadir Nuhuyanan, Pedoman Dan Tuntunan Shalat Lengkap, (Jakarta: Gema Insani, 1997)

Adnan Tharsyah, Manusia yang Dicintai dan Dibenci Allah: Kunci-Kunci Menjadi Kekasih Allah, (Jakarta, Mizan Khasanah Ilmu-ilmu Islam, 2012)

Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung, Rosdakarya, 2006)

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009) Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi,

(Yogyakarta: Gitanyali, 2004)

Askurifai Baksin, Jurnalistik Televisi, Teori Dan Praktik, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006)

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis Ke Arah Ragam Varian Kontemporer (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004)

Chris Barker, Cultural Studies Theory and Practice, (New Delhi:Sage,2004) Christomy. T dan Untung Yuwono (ed), Semiotika Budaya, (Depok: Pusat

Penelitian Kemasyarakatan danBudaya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2004)

Dani Verdiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, ( Jakarta: Indeks, 2008)

Deddy Mulyana. Metodelogi Penelitian Kualitatif. (bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003)

Dedi Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005)

Dedi Kurnia Syah Putra, Media dan Politik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 18-19

Drs Moh Rifa’I, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha

Putra, 1976)

_______, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1976)


(4)

Effendy,Onong Uchjana, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1989)

Fred Wibowo, Dasar-Dasar Produksi Program Televisi, (Jakarta: Grasindo, 1997)

Idi Subandi Ibrahim, dan Dedi Mulyana, ed, Bercinta Dengan Televisi: Televisi di Indonesia dan Pengaturannya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakrya, 1997) Imam Nawawi, Terjemahan Riyadhus Shalihin Jus 1, (Jakarta: Pustaka Amani,

1999)

Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013) Islah Gusmian, Doa Menghadapi Kematian, (Jakarta: Mizan Pustaka, 2011) Iswandi Syahputra, jurnalistik Infotainment , kancah Baru Jurnalistik Dalam

Industri Televisi (Yogyakarta:Pilar Media, 2007)

Jalaluddin Rachmat, Metodologi Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001)

Jim Macnamara, Strategi Jitu Menaklukkan Media, (Jakarta: Mitra Media, 1999) Jusuf A. Faisal, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2005) Kris Budiman, Ikonisitas: Semiotika Sastra dan Seni Visual, (Yogyakarta: Buku

Baik, 2005)

_______, Ikonisitas: Semiotika Sastra dan Seni Visual, (Yogyakarta: Buku Baik, 2005)

Kris Budiman, Jejaring Tanda-tanda Strukturalisme dan Semiotika Dalam Kritik Kebudayaan, (Magelang: UI. 2004)

Latif Rosyidi, Dasar-Dasar Retorika Komunikasi dan Informasi, (Medan: Firma Rimbow, 1989)

Lexi J. Moloeng, Metodologi Penelitian kualitatif. Edisi Revisi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007)

_______, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006)

MusaAsyari, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al Qur’an, (Yogyakarta: LESFI, 1992)

Nazar Bakry, Tuntunan Praktis Metodologi Penelitian, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1994)


(5)

Nuraini Juliastuti, Representasi Budaya, (bandung:kencana,2008)

Onong U Effendi, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2004)

Onong Uchajana Effendy, Televisi Siaran Teori dan Praktek, ( Bandung: Mandar Maju, 1993)

Paul Kitley, Konstruksi Budaya Bangsa di Layar Kaca, (Jakarta: Isal, 2001) Puji Santosa, Ancangan Semiotika dan Pengkajian Susastra (Bandung, Ankasa,

1931)

Rachmat Kriyantono, Tehnik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2010) RM Soenarto, Program Televisis Dari Penyususnan Sampai Pengaruh Siaran,

(Jakarta: FFTV-IKJ Press,2007)

Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian dan Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Bhinneka Cipta, 1996)

Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2008) _______,Semiotika KomunikasiVisual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2008)

Sunandar, Telaah Format Keagamaan di Televisi, Studi Deskriptif Analisis TPI, Tesis, (Yogyakarta: Rineka, 1998)

_______,Telaah Format Keagamaan di Televisi, Tesis Magister Agama (Jakarta: Perpustakaan UIN syahid,1999)

Wawan Kusnadi, Komunikasi Massa Sebuah Analisis Isi Media Televisi, (Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1996)

_______,Komunikasi Massa Sebuah Analisis Isi Media Televisi, (Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1996)

_______,Komunikasi Massa, Sebuah Analisis Isi Media Televisi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996)

Yusuf Al Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer 2, (Jakarta, Gema Insani, 2001)

B. Dari Internet

http://duniatv.blogspot.com/2008/02/sejarah-televisi.html. diakses pada 17 Mei 2014 dari

http://hizred.wordpress.com/ 2012/01/05/keutamaan-adzan-dan-menjawab-adzan/ diakses pada 17 Mey 2014


(6)

http://id.wikipedia.org/wiki/televisi

http://muhammad-haidir.blogspot.com/pengertian-sejarah-kebudayaan-islam.html diakses pada 13 Mey 2014

http://obor-lampu.blogspot.com/tayangan-adzan-di-tv.html diakses pada 10 Mey 2014 dari

http://www.google.com/#q=pengertian+adzan diakses pada 17 Mei 2014 http://www.rcti.tv/page/profil-perusahaan diakses pada 12 Mei 2014

http://www.rcti.tv/page/visi-misi-dan-tiga-pilar-utama Artikel diakses pada 12 Mei 2014

http:/www.devinisionline.com./2010/10/pengertiantelevisi.html diakses pada 16 Mei 2014