Patogenesis Demam Berdarah Dengue 1. Definisi

2.1.5. Patogenesis

Patogenesis DBD dan sindroma syok dengue SSD masih merupakan masalah yang kontroversial karena sejauh ini belum ada teori yang dapat menjelaskan secara tuntas patogenesis DBD, namun sesuai perubahan patofisiologi utama yang terjadi yaitu peningkatan permeabilitas vaskuler dan hemostasis yang abnormal. Permeabilitas vaskuler yang meningkat mengakibatkan kebocoran plasma, hipovolemi dan syok. Kebocoran plasma dapat menyebabkan asites. Gangguan homeostasis dapat menimbulkan vaskulopati, trombositopenia, dan koagulopati, sehingga memunculkan menifestasi perdarahan seperti petekie, ekimosis, perdarahan gusi, epistaksis, hematemesis dan melena Shepherd, 2007. Secara garis besar ada dua teori yang banyak dianut untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu teori infeksi primerteori virulensi dan teori infeksi sekunder teori secondary heterologous infection atau teori infection enhancing antibody Soegeng, 2008; Kumar dkk, 2005. Teori pertama mengatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasai virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunai kemampuan untuk menimbulkan wabah Soegeng, 2008. Teori tersebut dibuktikan oleh para peneliti di bidang virus yang mencoba memeriksa sekuens protein virus. Penelitian secara molekular biologi ini mendapatkan hal yang menarik. Pada saat sebelum KLB kejadian luar biasa, selama KLB dan setelah reda KLB ternyata sekuens protein tersebut berbeda Soegeng, 2008. Teori kedua menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi primer dengan satu jenis virus, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi jenis virus tersebut untuk jangka waktu yang lama tetapi jika orang tersebut mendapat Universitas Sumatera Utara infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang lain, maka terjadi infeksi yang berat Soegeng, 2008; Suhendro dkk, 2007. Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement ADE, suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok Suhendro dkk, 2007. Hipotesis yang banyak dianut adalah infeksi sekunder virus dengue heterolog the secondary heterologous infection dan setelahnya virulensi virus. Infeksi sekunder virus dengue heterolog dimaksud diperkirakan jika terjadi dalam rentang waktu 5 atau 6 bulan hingga 5 tahun sejak infeksi primer Soegeng, 2008; Suhendro dkk, 2007. Bukti – bukti yang mendukung hipotesis ini antara lain, menghilangnya virus dengue dengan cepat baik dari darah maupun jaringan tubuh, kadar IgG yang tinggi sejak permulaan sakit, serta penurunan komplemen serum selama fase renjatan Soegeng, 2008. Pada infeksi sekunder heterolog, virus berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh manosit atau makrofag, membentuk Ab non-netralising serotipe yang berperan cross-reaktif serta kompleks Ag-Ab yang mengaktifkan sistem komplemen terutama C3a dan C5a dan histamin Soegeng, 2008. Reaksi sekunder setelah peningkatan replikasi virus intra sel adalah aktivasi sistem komplemen C3 dan C5, degranulasi sel mast dan aktivasi sistem kinin Soegeng, 2008. Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection dapat dilihat di Gambar 2.1. yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seseorang pasien, respons limfosit T memori akan mengakibatkan proliferasi dan diferensiasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG antidengue. Disamping itu, replikasi dapat juga terjadi dalam plasmosit. Hal ini akan Universitas Sumatera Utara mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen yang dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma keluar. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 dan berlangsung selama 24-48 jam. Kebocoran plasma dibuktikan dengan adanya peningkatan hematokrit dan penurunan natrium. Akibat pindahnya plasma ke rongga tubuh seperti pleura dan cavum abdominal dapat menimbulkan efusi pleura dan asites. Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal. Oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris Soegeng, 2008. Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah, akhirnya dapat mengakibatkan perdarahan. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP adenosin diphosphat, sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES reticulo endhothelial system sehingga terjadi trombositopenia. Suhendro dkk, 2007. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan penglepasan platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulasi intravaskular diseminata KID, sehingga terjadi penurunanfaktor pembekuan yang ditandai dengan peningkatan FDP fibrin degradation product. Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman akibatnya terjadi aktivasi faktor Hageman akibatnya terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercapat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan akibat KID, kelainan fungsi Universitas Sumatera Utara trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat shock yang terjadi Soegeng, 2008; Suhendro dkk, 2007; Dharma dkk, 2006. Infeksi Virus Dengue Heterologous Sekunder Replikasi Virus antigen Respons antibodi sebelumnya antibodi Kompleks virus antibodi Antigen antibodi Agregasi trombosit Aktivasi koagulasi Aktivasi komplemen Pelepasan trombosit Oleh RES Pelepasan faktor III trombosit Trombositopeni Pemakaian koagulapati Faktor pembekuan Perdarahan hebat Aktivasi faktor hegeman Sistem kinin Kinin FDP Anafilatoksin Permeabilitas Pembuluh darah Kegagalan Fungsi Trombosit Renjatan Gambar 2.1. Patogenesis Perdarahan Pada DBD Sumber : Suvatte, 1977 Universitas Sumatera Utara 2.1.6. Manifestasi Klinis 2.1.6.1. Gejala Klinis