PENDAHULUAN KABEL DAN PERPINDAHAN PANAS PENUTUP KEMAMPUAN HANTAR ARUS KHA KABEL TEGANGAN MENENGAH

I.5 Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran mengenai tulisan ini, secara singkat dapat diuraikan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini mengatur tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metodologi penulisan, serta sistematika penulisan.

BAB II KABEL DAN PERPINDAHAN PANAS

Bab ini membahas uraian tentang teori umum kabel dan mekanisme perpindahan panas pada kabel. BAB III KEMAMPUAN HANTAR ARUS KHA KABEL TEGANGAN MENENGAH Bab ini membahas tentang parameter yang mempengaruhi rating arus, rugi-rugi kabel dan cara menentukan kemampuan hantar arus tegangan menengah secara analitik dan numerik. BAB IV ANALISIS TERMAL KABEL TANAH TEGANGAN MENENGAH MENGGUNAKAN METODE NUMERIK Bab ini membahas tentang perhitungan arus secara analitik dan melakukan analisis termal untuk menentukan kemampuan hantar arus secara numerik dengan program ANSYS.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran. Universitas Sumatera Utara

BAB II KABEL DAN PERPINDAHAN PANAS

II.1 Umum

Kemampuan hantar arus kabel dipengaruhi oleh perpindahan panas yang terjadi dari kabel ke lingkungan sekitar. Secara umum sumber panas dalam kabel dapat dibagi menjadi dua yaitu panas yang dihasilkan oleh konduktor yang dialiri arus dan panas yang dihasilkan oleh isolasi akibat terpaan medan listrik. Panas yang dihasilkan oleh kabel ini harus dipindahkan ke luar dari kabel agar tidak terjadi kenaikan suhu baik pada konduktor maupun isolasinya. Perpindahan panas pada kabel sangat ditentukan oleh konstruksi kabel dan keadaan lingkungan sekitarnya. Bahan penyusun kabel harus mampu menghantarkan panas ke luar dari kabel sebesar mungkin agar kenaikan suhu yang terjadi relatif kecil, sehingga arus yang mengalir dapat maksimal. Dalam bab ini akan dibahas mengenai konstruksi kabel tegangan menengah dan mekanisme perpindahan panas pada kabel.

II.2 Konstruksi Kabel Tegangan Menengah

Umumnya kabel tegangan menengah memiliki konstruksi yang sama dengan kabel tegangan tinggi. Dalam penggunaannya kabel dirancang dengan konstruksi yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhannya. Sebagai konduktor berisolasi, konstruksi kabel dibagi menjadi bagian utama dan bagian pelengkap. Bagian utama kabel adalah bagian yang harus dimiliki oleh kabel tenaga, yaitu konduktor conductor, isolasi insulation, tabir screen dan selubung sheath. Sedangkan bagian pelengkap kabel adalah bagian yang hanya melengkapi Universitas Sumatera Utara kabel digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat kabel atau untuk melindungi kabel, bagian-bagian tersebut adalah bantalan bedding, perisai armor, bahan pengisi filler dan sarung kabel serving. Gambar 2.1 dan 2.2 menunjukkan bagian utama kabel berinti tunggal dan bagian-bagian kabel berinti tiga. Selubung Tabir Konduktor Isolasi Gambar 2.1 Bagian utama kabel berinti tunggal Sarung kabel Perisai Bantalan Konduktor Selubung Isolasi Bahan Pengisi filler Gambar 2.2 Bagian-bagian kabel berinti tiga

II.2.1 Konduktor

Kabel tegangan menengah umumnya dibedakan menjadi kabel berinti tunggal, berinti dua, dan berinti tiga. Setiap inti kabel merupakan konduktor dan bentuknya dapat dirancang sesuai dengan kebutuhan. Bahan konduktor yang banyak dipakai untuk kabel tenaga listrik adalah pilinan serat tembaga atau aluminium. Universitas Sumatera Utara Adapun bentuk penampang konduktor yang digunakan dalam kabel tenaga terdiri dari beberapa bentuk yaitu bulat tanpa rongga, sektoral dan bulat berongga.

II.2.2 Isolasi

Isolasi merupakan faktor penting pada sistem tenaga listrik dan salah satu gangguan penyaluran tenaga listrik dengan menggunakan kabel adalah kerusakan pada isolasinya. Dengan demikian rancangan kabel harus disesuaikan dengan penggunaannya, sehingga bahan isolasi sesuai dengan kemampuan kabel tersebut. Berdasarkan jenis isolasi padat yang dipakai, kabel dapat digolongkan menjadi kabel berisolasi karet, kertas dan sintetis. Isolasi yang digunakan harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : a. Memiliki kekuatan dielektrik yang tinggi agar diameter luar dapat dikurangi sehingga biaya pembuatan kabel berkurang. b. Memiliki tahanan jenis yang tinggi. c. Dapat bekerja dalam suhu rendah atau suhu tinggi d. Tidak mudah terbakar. e. Tidak mengisap air non higroskopis. f. Mudah dibengkok-bengkokkan fleksibel. g. Sanggup menahan tegangan impuls listrik yang tinggi. Suatu hal yang tidak mungkin dalam suatu jenis isolasi terdapat semua sifat-sifat di atas. Jadi pemilihan jenis isolasi yang akan dipakai didasarkan pada pertimbangan dengan maksud dan tujuan kabel yang akan dipakai. Universitas Sumatera Utara

II.2.3 Tabir

Untuk tegangan kerja yang tinggi setiap inti kabel dilengkapi dengan suatu lapisan yang disebut tabir screen. Lapisan tabir dipasang diantara selubung sheath dan isolasi, tapi untuk kabel sintetis dipasang juga antara isolasi dan konduktor. Tabir ini berfungsi : a. Untuk meratakan distribusi tegangan, sehingga tabir harus dibuat dari bahan semikonduktor, misalnya kertas berlapis logam dan kompon grafit. b. Untuk mendapatkan distribusi medan listrik yang radial dan seragam sehingga tidak terjadi penumpukan tegangan. c. Untuk melindungi dan mengamankan manusia terhadap bahaya listrik. d. Mencegah interferensi gelombang elektromagnetik dengan kabel telekomunikasi yang berada di dekatnya.

II.2.4 Selubung

Selubung berfungsi untuk melindungi inti kabel dari pengaruh luar yaitu sebagai pelindung terhadap korosi, penahan gaya mekanis, dan pelindung terhadap gaya listrik. Di samping itu selubung juga mencegah keluarnya minyak pada kabel kertas yang diresapi minyak impregnated paper dan mencegah masuknya uap air ke dalam kabel. Bahan selubung dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu : 1. Selubung logam, misalnya tembaga, timbal dan aluminium. 2. Selubung karet sintetis, misalnya karet silikon silicone rubber dan polychloroprene. 3. Selubung plastik, misalnya PVC. Universitas Sumatera Utara

II.2.5 Bantalan

Bantalan adalah lapisan yang terbuat dari serat-serat baik yang diresapi minyak ataupun tidak, dipasang bersama-sama kompon kedap air dan ditempatkan di bawah perisai. Fungsi bantalan adalah sebagai tempat kedudukan perisai dan mencegah proses elektrolisa sehingga tidak merusak bagian dalamnya. Beberapa bahan dari bantalan diantaranya pita kapas cotton tape, pita kertas paper tape dan jute. Sebelum dipasang bantalan harus dikeringkan dan direndam dalam minyak atau kompon kedap air. Bantalan dipasang lapisan demi lapisan sehingga lapisan atas akan menutupi lapisan yang berada di bawahnya.

II.2.6 Perisai

Bahan isolasi mempunyai sifat mekanis yang kurang sempurna, sehingga diperlukan suatu lapisan yang berfungsi melindungi bahan isolasi dari kerusakan mekanis, lapisan ini dinamakan perisai. Secara umum perisai dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu perisai pita baja steel tape armor dan perisai kawat baja steel wire armor.

II.2.7 Bahan Pengisi

Untuk konstruksi kabel berinti tiga, bila setelah pemasangan ketiga intinya maka masih ada ruang celah yang tertinggal, maka diperlukan suatu bahan yang dapat mengisi ruangan tersebut agar didapat bentuk kabel yang bulat. Bahan yang mengisi celah ini dinamakan bahan pengisi. Bahan pengisi yang banyak digunakan pada bahan isolasi kertas adalah jute, sedangkan kabel isolasi sintetis selain jute digunakan juga karet butyl. Universitas Sumatera Utara

II.2.8 Sarung kabel

Sarung kabel adalah suatu lapisan bahan serat yang diresapi dengan kompon kedap air. Pemasangan sarung kabel biasanya dipasang di atas perisai. Fungsi sarung kabel adalah selain bantalan bagi perisai, juga sebagai komponen yang berhubungan langsung dengan tanah, sehingga sarung kabel merupakan bagian yang pertama sekali terkena pengaruh luar. Bahan sarung kabel yang banyak digunakan untuk kabel tegangan menengah adalah polyethylene dan polyvinyl chloride PVC .

II.3 Mekanisme Perpindahan Panas pada Kabel

Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu pada benda atau material. Proses perpindahan panas ini berlangsung melalui tiga mekanisme, yaitu konduksi, konveksi dan radiasi. Perpindahan panas pada kabel yang ditanam di dalam tanah berlangsung secara konduksi, sehingga dalam bab ini lebih banyak dijelaskan masalah konduksi.

II.3.1 Konduksi

Jika pada suatu benda terdapat gradien suhu, maka pada benda tersebut akan terjadi perpindahan panas dari bagian bersuhu tinggi ke bagian bersuhu rendah. Dalam hal ini panas berpindah secara konduksi dan laju perpindahan panas itu berbanding lurus dengan gradien suhu normal : Jika dimasukkan konstanta kesebandingan k, maka diperoleh: Universitas Sumatera Utara di mana q ialah laju perpindahan panas dan merupakan gradien suhu ke arah perpindahan panas. Konstanta k disebut konduktivitas termal benda itu, sedangkan tanda minus - diberikan agar memenuhi hukum kedua termodinamika, yaitu panas mengalir ke tempat yang lebih rendah dalam skala suhu, sebagaimana ditunjukkan dalam sistem koordinat pada Gambar 2.3. Persamaan 2.1 disebut hukum Fourier tentang konduksi panas yang ditemukan oleh seorang ahli matematika fisika bangsa Perancis, Joseph Fourier. Persamaan 2.1 juga merupakan persamaan dasar dari konduktivitas termal dengan satuan Watt per meter per derajat Celsius. q x T x θ 2 θ 1 θ 2 θ 1 q x Δx Δx Gambar 2.3 Konduksi pada dinding datar dan arah aliran panas Nilai konduktivitas termal menunjukkan seberapa cepat panas mengalir dalam bahan tertentu. Jika suatu bahan memiliki nilai konduktivitas termal yang besar, maka bahan tersebut merupakan penghantar panas yang baik, sedangkan jika nilai konduktivitas termalnya kecil, maka bahan itu merupakan penghantar yang buruk atau isolator. Nilai konduktivitas termal beberapa bahan diberikan dalam Tabel 2.1. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Konduktivitas termal beberapa bahan Bahan K Wm. o C Bahan K Wm. o C Logam Bukan Logam Perak Tembaga Aluminium Nikel Besi Baja karbon Timbal Baja krom-nikel 410 401 202 93 73 43 35 16,3 Kuarsa Magnesit Marmar Batu Pasir Kaca, jendela Kayu mapel atau ek Serbuk gergaji Wol kaca 41,6 4,15 2,08 – 2.94 1,83 0,78 0,17 0,059 0,038 Zat Cair Gas Air-raksa Air Amonia Minyak lumas, SAE 50 Freon 12, CCl 2 F 2 8,21 0,556 0,540 0,147 0,073 Hidrogen Helium Udara Uap air jenuh Karbondioksida 0,175 0,141 0,024 0,0206 0,0146

II.3.1.1 Konduksi Satu Dimensi dan Tiga Dimensi

Konduksi satu dimensi dapat dianalisis dengan mengacu pada Gambar 2.4. Jika sistem berada pada keadaan tunak steady state, yaitu jika suhu tidak berubah terhadap waktu, maka penyelesaiannya hanya dengan mengintegrasikan Persamaan 2.1 dan mensubstitusi nilai-nilai yang sesuai untuk memecahkan soal itu. Tetapi, jika suhu zat padat itu berubah terhadap waktu, atau jika ada sumber panas dalam zat padat itu, maka keadaannya akan menjadi lebih rumit. Universitas Sumatera Utara x dx q x+dx q x q gen = q A dx A Gambar 2.4 Volume unsur untuk konduksi panas satu dimensi Apabila suhu berubah terhadap waktu dan terdapat pula sumber panas dalam zat padat itu, maka dapat dibuat neraca energi untuk bagian yang tebalnya dx sebagai berikut : Energi yang dihantarkan di muka kiri + energi yang dibangkitkan dalam unsur itu = perubahan energi dalam atau dakhil + energi yang dihantarkan ke luar unsur itu melalui muka kanan. di mana = energi yang dibangkitkan per satuan volume Wm 3 c = panas spesifik bahan Jkg. o C = kerapatan densitas kgm 3 Universitas Sumatera Utara Jika hubungan-hubungan ini digabungkan, maka kita dapatkan : Persamaan 2.2 berlaku untuk konduksi panas satu dimensi. Untuk mendapatkan persamaan konduksi panas tiga dimensi, maka perlu diperhatikan panas yang dihantarkan ke dalam dan ke luar satuan volume itu dalam ketiga arah koordinat, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5. Neraca energi di sini menghasilkan: Sedangkan kuantitas energi diberikan oleh persamaan : sehingga persamaan umum untuk konduksi panas tiga dimensi adalah : Untuk konduktivitas termal yang konstan, Persamaan 2.3 dapat dituliskan sebagai : di mana simbol δ = kρc disebut difusitas termal atau kebauran termal bahan dengan satuan meter persegi per detik. Makin besar nilai δ makin besar panas yang membaur Universitas Sumatera Utara dalam bahan itu. Persamaan 2.3a dapat juga dialihragamkan ke dalam koordinat silindris, dan hasilnya adalah sebagai berikut : Sistem koordinat yang digunakan dengan Persamaan 2.3b ditunjukkan dalam Gambar 2.5b. q x+dx q z+dz q x q y q y+dy q z dy dx dz y z x a z x y dz φ φ d r b q gen = q dx dy dz dr Gambar 2.5 Volume unsur tiga dimensi untuk konduksi : a koordinat kartesius, b koordinat silinder

II.3.1.2 Konduksi pada Dinding Datar

Perpindahan panas pada dinding datar yang ditunjukkan pada Gambar 2.6, menerapkan hukum Fourier pada Persamaan 2.1. Jika persamaan tersebut diintegrasikan, maka akan didapatkan : Universitas Sumatera Utara Jika konduktivitas termal dianggap tetap, tebal dinding adalah Δx, sedang dan adalah suhu muka dinding. Jika konduktivitas termal berubah menurut hubungan linier dengan suhu, seperti k = k o 1+βθ, maka persamaan aliran panas menjadi : q q A B C 1 2 3 4 A k x A A ∆ θ 1 θ 2 θ 3 θ 4 T A T B T C q Profil suhu A k x C C ∆ A k x B B ∆ A Gambar 2.6 Perpindahan panas melalui dinding berlapis dan analogi listriknya Jika dalam sistem itu terdapat lebih dari satu macam bahan, seperti dinding berlapis pada Gambar 2.6, dan gradien suhu pada ketiga bahan adalah seperti tergambar, maka aliran panas dapat dituliskan sebagai : Jika ketiga persamaan ini dipecahkan serentak, maka aliran panas itu dapat dituliskan sebagai : Laju perpindahan panas dapat dipandang sebagai aliran, sedangkan gabungan dari konduktivitas termal, tebal bahan, dan luas merupakan tahanan terhadap aliran itu. Universitas Sumatera Utara Suhu merupakan fungsi potensial atau pendorong aliran itu, sehingga persamaan Fourier dapat dituliskan sebagai berikut : Hubungan di atas analogi dengan hukum Ohm dalam rangkaian listrik. Dalam Persamaan 2.4, tahanan termal adalah , dan dalam Persamaan 2.6 tahanannya adalah jumlah ketiga suku dalam pembagi. Persamaan aliran panas satu dimensi dengan tahanan termal yang mempunyai susunan seri dan paralel adalah : di mana merupakan penjumlahan tahanan termal yang tersusun seri atau paralel.

II.3.1.3 Konduksi pada Silinder

Suatu silinder dengan jari-jari dalam , jari-jari luar , dan panjang L, seperti pada Gambar 2.7. Silinder ini mengalami perbedaan suhu , dan arah aliran panas berlangsung menurut arah radial, sehingga koordinat ruang yang diperlukan untuk menentukan sistem itu hanyalah r. θ i θ o q kL r r T i o π 2 ln = q dr L r o r r i Gambar 2.7 Aliran panas satu dimensi melalui silinder dan analogi listriknya Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hukum Fourier perpindahan panas yang terjadi pada komponen dr yang jaraknya r dari pusat adalah : Luas bidang aliran kalor dalam sistem silinder adalah : sehingga hukum Fourier menjadi : Jika Persamaan 2.11 diintegrasikan dengan batas suhu sampai , dan batas jari- jari sampai , maka penyelesaian persamaan tersebut adalah : Dan tahanan termal dalam hal ini adalah :

II.3.2 Konveksi

Pada kabel yang dipasang di udara akan terjadi perpindahan panas konveksi dan radiasi dari permukaan kabel ke udara sekitar. Konveksi dapat diklasifikasikan menurut sifat aliran menjadi konveksi paksa dan konveksi alami. Konveksi paksa terjadi ketika aliran panas yang berpindah disebabkan oleh suatu alat penggerak seperti angin, pompa atau kipas. Berbeda dengan konveksi alami yang timbul akibat adanya perbedaan kerapatan udara disebabkan oleh perbedaan suhu udara. Dalam perhitungan rating kabel dianggap hanya konveksi alami saja yang terjadi di permukaan kabel. Universitas Sumatera Utara Dengan mengabaikan proses konveksi alami sebagian, maka persamaan perpindahan panas konveksi dapat ditulis : di mana q aliran panas konveksi Wm 2 yang sebanding dengan perbedaan suhu permukaan kabel dengan suhu lingkungan . Pernyataan ini dikenal dengan hukum Newton tentang pendinginan, dengan konstanta kesebandingan h Wm 2 .K menunjukkan koefisien perpindahan panas konveksi. Nilai koefisien ini bervariasi antara 2 – 25 Wm 2 .K untuk konveksi alami dan antara 25 – 250 Wm 2 .K untuk konveksi paksa.

II.3.3 Radiasi

Radiasi termal yang terjadi pada kabel dapat berupa energi yang dipancarkan oleh kabel atau permukaan saluran. Panas yang dipancarkan oleh permukaan kabel diberikan oleh hukum Stefan-Boltzmann : di mana adalah suhu mutlak dari permukaan kabel K, disebut konstanta Stefan-Boltzmann dengan nilai 5,67 × 10 -8 Wm 2 .K 4 , dan adalah emisivitas bahan. Nilai emisivitas bahan berada pada range , menunjukkan efisiensi suatu permukaan memancarkan panas. Jika radiasi terjadi pada permukaan suatu benda, maka sebagian energi akan diserap dan laju energi yang diserap persatuan luas permukaan dapat dievaluasi dari sifat radiasi permukaan yang dikenal sebagai absorptivitas α, sehingga : Universitas Sumatera Utara di mana adalah radiasi pada permukaan, dengan nilai α berada pada 0 ≤ α ≤ 1. Persamaan 2.15 dan 2.16 menentukan laju energi yang dipancarkan dan diserap oleh permukaan. Dengan menganggap permukaan ini memiliki α = permukaan abu-abu, sehingga laju netto perubahan radiasi antara kabel dengan lingkungannya yang dinyatakan dalam per unit luas permukaan kabel adalah : Sehingga rugi-rugi panas pada perpindahan panas radiasi dapat diperoleh dengan mengalikan laju perpindahan panas dengan luas daerah radiasi, dan hasilnya adalah : di mana m 2 adalah luas radiasi efektif per meter panjang. Pada kabel yang dipasang di udara, panas pada permukaan kabel berpindah secara konveksi dan radiasi. Total laju panas yang berpindah dari permukaan kabel merupakan penjumlahan dari laju panas yang disebabkan oleh perpindahan panas konveksi dan radiasi dan diperoleh : di mana m 2 adalah luas kovektif per meter panjang.

II.3.4 Perpindahan Panas pada Kabel

Perpindahan panas pada kabel yang ditempatkan di udara berlangsung secara konduksi dan konveksi. Gambar 2.8 menunjukkan suatu kabel dengan jari-jari , jari-jari konduktor , suhu permukaan konduktor dan suhu lingkungan . Universitas Sumatera Utara o r ∞ θ , h i θ i r i θ ∞ θ kL r r i o π 2 ln     h L r o π 2 1 Isolasi Konduktor Gambar 2.8 Kabel dan analogi listriknya Konduksi terjadi pada permukaan luar konduktor hingga ke permukaan luar isolasi dengan tahanan termal yang dilalui adalah R cond . Sedangkan secara konveksi terjadi pada permukaan isolasi ke udara dengan tahanan termal yang dilalui R conv . Secara sistematis perpindahan panas pada kabel dapat ditulis sebagai : di mana : q = laju perpindahan panas W L = panjang kabel m = suhu permukaan konduktor o C = suhu udara o C = jari-jari luar isolasi m = jari-jari konduktor m k = konduktivitas termal isolasi Wm o C h = koefisien perpindahan panas konveksi Wm 2 o C Universitas Sumatera Utara Sedangkan untuk kabel dengan isolasi yang berlapis seperti pada Gambar 2.9, maka laju perpindahan panas yang terjadi dapat ditulis sebagai : L L L L L Gambar 2.9 Sebagian penampang kabel dan analogi listriknya

II.4 Persamaan Kesetaraan Energi pada Kabel

Dalam analisis perpindahan panas pada sistem kabel, hukum kekekalan energi memegang peranan penting. Hukum kekekalan energi yang berlaku di dalam kabel dinyatakan sebagai : Universitas Sumatera Utara di mana adalah laju energi yang masuk ke dalam kabel, energi ini dihasilkan oleh kabel yang lain yang berada di sekitarnya atau oleh radiasi matahari. adalah laju energi yang dihasilkan dari rugi-rugi inti dan rugi-rugi dielektrik, dan adalah perubahan laju energi yang tersimpan dalam kabel. Sedangkan berhubungan dengan energi yang berpindah secara konduksi, konveksi dan radiasi. Untuk kabel yang ditanam dalam tanah dipengaruhi juga oleh suhu tanah di sekitar.

II.4.1 Persamaan Perpindahan Panas

Perpindahan panas pada kabel yang ditanam di dalam tanah yang homogen berlangsung secara konduksi melalui komponen-komponen kabel dan tanah. Karena panjang dari kabel jauh lebih besar daripada diameternya, maka efeknya dapat diabaikan sehingga masalah perpindahan panas dapat diformulasikan ke dalam dua dimensi. Persamaan diferensial yang menjelaskan konduksi panas di dalam tanah memiliki bentuk sebagai berikut : di mana : θ = suhu yang tidak diketahui o C δ = difusitas termal medium m 2 s W int = energi panas yang berasal dari dalam kabel Wm ρ = resistivitas termal bahan K.mW Persamaan 2.23 dapat diselesaikan dengan kondisi batas yang biasanya ditentukan dari permukaan tanah. Kondisi batas ini dapat dinyatakan dalam dua bentuk, yang pertama jika suhu merupakan bagian dari batas, sehingga : Universitas Sumatera Utara di mana merupakan suhu batas yang merupakan fungsi dari panjang permukaan s. Dan yang kedua jika panas bertambah atau hilang pada batas disebabkan oleh konveksi atau fluks panas q, maka : di mana n adalah arah normal permukaaan batas, h adalah koefisien konveksi, dan adalah suhu batas yang tidak diketahui.

II.4.2 Pendekatan Polinomial

Persamaan 2.23 hingga Persamaan 2.25 dapat diselesaikan menggunakan metode elemen hingga. Bentuk elemen dua dimensi yang paling sederhana dan umum digunakan adalah elemen segitiga seperti ditunjukkan pada Gambar 2.10. y x m i j ωj ωm ωi P Gambar 2.10 Koordinat luas Suhu pada beberapa titik di dalam segitiga dapat dihitung dengan persamaan aljabar sebagai berikut : di mana , dan adalah koordinat luas seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.10. Untuk menentukan konstanta A, suhu pada node i ditulis sebagai : Universitas Sumatera Utara maka , dengan cara yang sama untuk node j dan m diperoleh dan , sehingga persamaan 2.27 menjadi : Dan hubungan antara koordinat luas dan koordinat kartesius adalah : Hasil invers dari koefisien vektor : di mana A adalah luas segitiga. Jika dilihat Persamaan 2.28 dan 2.30 menyatakan bahwa suhu merupakan fungsi linier dalam x dan y. Hal ini berarti gradien baik dalam x maupun y adalah konstan.

II.4.3 Persamaan Elemen Hingga

Pada bagian sebelumnya diberikan cara menghitung suhu pada titik di dalam sebuah elemen jika nilai suhu pada node diketahui. Untuk menghitung suhu node dapat digunakan sifat penyederhanaan kalkulus variasi berikut : di mana : = resistivitas termal bahan K.mW = fluks panas Wm 2 Universitas Sumatera Utara = matriks perubahan suhu = = matriks transpos dari h = koefisien perpindahan panas konveksi Wm 2 o C Persamaan 2.31 merupakan titik awal untuk menentukan suhu pada setiap node. Dengan memperkecil Persamaan 2.31 menggunakan fungsi elemen yang masing- masing digambarkan sebagai elemen tunggal dan ditulis dengan istilah nilai node. Nilai node adalah nilai-nilai yang tidak diketahui di dalam formula yang diperoleh dengan mengambil turunan , kemudian menyamakannya dengan nol. Fungsi didefinisikan atas setiap elemen secara sendiri, dan integral dalam Persamaan 2.31 harus dipisahkan menjadi integral pada masing-masing elemen secara sendiri dan turunan dihitung untuk setiap elemen sehingga : di mana adalah fungsi untuk elemen e, dan E adalah jumlah total elemen. Untuk mempermudah menganalisisnya diambil sebuah elemen tunggal triangular. Karena elemen tersebut menkontribusikan hanya tiga diferensial yang berhubungan dengan nodenya, sehingga dapat ditulis : Universitas Sumatera Utara Turunan dalam Persamaan 2.33 tidak dapat dievaluasi hingga integral dalam Persamaan 2.31 ditulis dalam bentuk nilai node . Hal ini dapat dilakukan dengan menurunkan terhadap x dan y. Hasilnya hanya ada dua koordinat luas yang terpisah dan dianggap itu adalah dan , sehingga : di mana Jacobian J diperoleh dengan mendiferensiasikan Persamaan 2.30. Dari Persamaan 2.28 nilai , sehingga dapat diperoleh : sehingga untuk elemen tunggal diperoleh : Dengan mensubtitusikan Persamaan 2.36 ke Persamaan 2.31 dengan S dan C yang sesuai untuk elemen tunggal dan mendiferensiasikan , setelah perhitungan rutin Persamaan 2.33 dapat ditulis : Konduktivitas matriks elemen dapat diperoleh dengan rumus : Universitas Sumatera Utara di mana : Sedangkan matriks elemen kapasitas diberikan oleh : dan elemen vektor panas yang dihasilkan sama dengan : Tiga Persamaaan 2.38, 2.39 dan 2.40 dapat diterapkan hanya jika ada batas sepanjang sisi elemen. Faktor menunjukkan panas total yang dihasilkan dalam elemen Wm. Dari Persamaan 2.37 sampai 2.40 untuk setiap elemen, akhirnya dapat diperoleh persamaan aljabar linier untuk seluruh region : Dalam analisis steady state Persamaan 2.41 dapat disederhanakan menjadi : di mana : H = matriks konduktivitas panas Q = matriks kapasitas panas = vektor suhu node = turunan suhu node K = vektor yang menyatakan distribusi suhu dari sumber panas. Universitas Sumatera Utara

BAB III KEMAMPUAN HANTAR ARUS KHA KABEL TEGANGAN MENENGAH

III.1 Umum Kemampuan hantar arus suatu kabel tenaga dapat dihitung dengan metode analitik dan metode numerik. Metode analitik menggunakan persamaan rating arus dengan formula pendekatan yang terdapat pada standar IEC 60287. Metode numerik membutuhkan pendekatan iteratif untuk menentukan arus konduktor pada nilai tertentu dan menghitung suhu konduktor yang bersangkutan, kemudian arus diatur dan perhitungan suhu diulang hingga diperoleh nilai suhu tertentu dalam toleransi tertentu. Akan tetapi, metode numerik memberikan kemudahan dalam menganalisis sistem kabel yang kompleks dan memberikan kondisi batas yang lebih realistis. Dalam metode numerik, penyelesaian persamaan kemampuan hantar arus menggunakan manipulasi matriks yang besar, sehingga akan lebih mudah jika menggunakan program komputer untuk menyelesaikan persamaan matriks tersebut. Dalam bab ini penulis menggunakan standar IEC 60287 untuk menjelaskan cara menghitung kemampuan hantar arus, rugi-rugi panas yang terdapat pada kabel, dan resistansi termal bagian-bagian kabel, sedangkan standar IEC 62095 untuk menjelaskan metode numerik yang digunakan. III.2 Cara Menentukan Kemampuan Hantar Arus Kabel KHA Kemampuan hantar arus adalah arus maksimum yang dapat dialirkan secara kontinu oleh penghantar pada keadaan tertentu tanpa menimbulkan kenaikan suhu melampaui nilai yang diizinkan. Universitas Sumatera Utara Perhitungan kemampuan hantar arus kabel mengikuti prinsip dasar bahwa suhu pada konduktor sebagai fungsi dari panas yang dihasilkan dalam kabel I 2 R dan jumlah panas yang dikonduksikan keluar dari kabel. Performansi termal kabel dapat dimodelkan dengan rangkaian termal yang analogi dengan rangkaian listrik yaitu panas analogi dengan arus, suhu analogi dengan tegangan, dan resistansi termal analogi dengan resistansi listrik. Panas yang mengalir melalui resistansi termal akan menaikkan suhu antara kedua sisi bahan termal. Semakin tinggi resistansi tanah atau isolasi, maka panas akan semakin sulit keluar dari kabel dan menyebabkan suhu konduktor semakin tinggi. Dengan menggunakan hukum Ohm perbedaan suhu antara konduktor dengan lingkungan dapat dituliskan : di mana : = suhu konduktor o C = suhu lingkungan o C = total resistansi termal antara konduktor dan udara K.mW W = panas yang dihasilkan dalam kabel Wattm I = arus listrik yang mengalir dalam konduktor A R = resistansi listrik konduktor Ωm Untuk menghitung kemampuan hantar arus dianggap bahwa potensial setiap titik dalam rangkaian adalah analogi dengan suhu antar lapisan seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1a. Dengan demikian perbedaan potensial antara terminal rangkaian dengan sumber arus mewakili kenaikan suhu dari inti kabel dengan suhu keliling. Olehkarena itu suhu inti kabel adalah suhu keliling ditambah dengan Δθ, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.1b. Universitas Sumatera Utara ` θ konduktor T 1 T 2 T 3 T 4 θ permukaan θ keliling W c ½W d ½W d W s W a a T 1 T 2 T 3 T 4 θ A W c ½W d ½W d W s W a Δθ b Gambar 3.1 Rangkaian ekivalen termal listrik kabel berinti tunggal Berdasarkan Gambar 3.1b kita dapat menghitung Δθ kabel berinti tunggal sebagai : Untuk menurunkan persamaan kemampuan hantar arus dapat tentukan dari rumus rugi-rugi konduktor yang dihitung dengan menggunakan resistansi ac dan arus. Universitas Sumatera Utara Dengan mensubstitusikan Persamaan 3.3 ke Persamaan 3.2, maka diperoleh persamaan kemampuan hantar arusnya pada Persamaan 3.4. Untuk kabel berinti tiga rangkaian termal listriknya adalah seperti pada Gambar 3.2. T 1 T 2 T 3 T 4 θ A 3W c 3½W d 3½W d W s W a Δθ T 1 T 1 Gambar 3.2 Rangkaian ekivalen termal listrik kabel berinti tiga Berdasarkan Gambar 3.2 dapat dihitung Δθ kabel berinti tiga sebagai : Dengan mensubstitusikan persamaan 3.3 ke persamaan 3.5, maka diperoleh persamaan kemampuan hantar arus untuk kabel berinti tiga pada Persamaan 3.6. di mana : I = Arus yang mengalir dalam satu konduktor A = Kenaikan suhu di atas suhu keliling o C = Resistansi ac per unit panjang pada suhu maksimum Ωm Universitas Sumatera Utara = Rugi-rugi dielektrik per unit panjang Wm = Resistansi termal per unit panjang antara satu konduktor dan selubung K.mW = Resistansi termal per unit panjang dari bantalan antara selubung dan perisai K.mW = Resistansi termal per unit panjang dari selubung luar kabel K.mW = Resistansi termal per unit panjang antara permukaan kabel dan medium sekitar K.mW = rasio rugi-rugi total dalam selubung logam terhadap rugi-rugi total seluruh konduktor dalam kabel = rasio rugi-rugi total dalam perisai terhadap rugi-rugi total seluruh konduktor dalam kabel III.3. Perhitungan Rugi-rugi Panas Kabel tenaga tersusun dari beberapa bagian seperti dijelaskan pada bab II, masing-masing bagian menghasilkan panas, baik yang disebabkan oleh arus, medan listrik yang menerpa isolasinya maupun arus sirkulasi pada selubung logam atau perisai, sehingga terjadi rugi-rugi pada bagian-bagian kabel tersebut. III.3.1 Rugi-rugi Konduktor Arus yang mengalir melalui suatu konduktor akan menghasilkan panas, dan besarnya dapat dihitung dalam rugi-rugi I 2 R. Panas yang dihasilkan dalam inti kabel ini harus disebarkan ke medium sekitar yang dapat berupa tanah atau udara. Resistansi suatu konduktor ketika menghantarkan arus ac lebih besar dibandingkan ketika menghantarkan arus dc. Hal ini disebabkan oleh dua faktor yaitu efek kulit skin effect dan efek proksimiti proximity effect. Resistansi ac per unit panjang konduktor pada suhu maksimum dapat dihitung dengan rumus : Universitas Sumatera Utara dimana : R = resistansi ac konduktor pada suhu maksimum ohmm R’ = resistansi dc konduktor pada suhu maksimum ohmm y s = faktor efek kulit y p = faktor efek proksimiti sedangkan resistansi dc per unit panjang pada suhu maksimum diberikan oleh : di mana : = resistansi dc konduktor pada suhu 20 o C Faktor efek kulit Faktor efek kulit dapat ditentukan dengan rumus : Untuk 2,8 x s ≤ 3,8 Untuk x s 3,8 di mana : Faktor efek proksimiti Untuk kabel berinti tiga atau tiga kabel berinti tunggal : Universitas Sumatera Utara di mana : d c = diameter konduktor mm s = adalah jarak antara sumbu konduktor mm Untuk kabel dalam formasi flat, s adalah jarak antara fasa yang berdekatan. Dimana jarak antara fasa yang berdekatan tidak sama, sehingga . Nilai dan dapat dilihat pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Nilai dan Tipe konduktor Kering dan diresapi minyak atau tidak Bundar, berpilin Bundar, berpilin Bundar, padat Bundar, padat Bundar, bersegmen Berlubang, berpilin Berbentuk sektor Berbentuk sektor ya tidak ya tidak ya ya tidak 1 1 1 1 0,435 1 1 0,8 1 0,8 1 0,37 0,8 0,8 1 Keterangan : formula berikut digunakan untuk di mana : = diameter dalam konduktor mm = diameter luar konduktor pejal yang ekivalen mm Universitas Sumatera Utara III.3.2 Rugi-rugi Dielektrik Apabila tegangan searah diterapkan pada sebuah kapasitor sempurna, maka arus pemuatan mengalir untuk waktu yang singkat dan memberikan kapasitor tersebut muatan Q coulomb, sehingga timbul perbedaan potensial U antara plat-plat kapasitor. Bila perbedaan potensial ini tercapai, maka arus berhenti mengalir. Jumlah muatan adalah Q = C U, di mana C adalah kapasitansi yang tergantung pada konstanta dari bahan dielektrik yang ada di plat-plat kapasitor. Dalam kapasitor yang tidak sempurna, yaitu didapati dalam praktek, arus I C tidak berhenti mengalir dalam waktu singkat, tetapi turun secara perlahan-lahan, seperti pada Gambar 3.3. Arus konduksi akan mengalir dalam kapasitor praktis karena meskipun tahanan dielektrik itu besar sekali nilainya bukan tak terhingga. t I c Kapasitor tidak sempurna Kapasitor sempurna Gambar 3.3 Arus konduksi pada suatu dielektrik Gejala kedua ini disebut absorpsi penyerapan, dan bahan dielektrik yang mempunyai sifat demikian disebut absorptif. Apabila sebuah kapasitor absorptif yang diberi muatan Gambar 3.4a, posisi 1, dibuang muatannya posisi 2, lalu setelah itu dilepaskan hubungannya posisi 3, maka perbedaan potensial antara kapasitor naik lagi, artinya kapasitor itu memberi dirinya muatan lagi. Hal ini dikenal sebagai efek sisa yang dinyatakan pada Gambar 3.4b. Absorpsi dapat diterangkan dengan Universitas Sumatera Utara menganggap bahwa ada gerakan yang lamban dari molekul-molekul dielektrik apabila plat-plat kapasitor diberi muatan. Pergerakan molekul mula-mula cepat dan berakibat adanya arus pemuatan, lalu makin lama makin lambat dan menimbulkan arus absorpsi. 2 3 1 U C R I C U C t a b 1 1 2 2 3 3 Gambar 3.4 Kapasitor absorptif : a Rangkaian ekivalen b diagram arus dan tegangan Dari keterangan di atas diperoleh bahwa kapasitas sebuah kapasitor dapat dibagi menjadi dua komponen, yaitu kapasitansi geometris dan kapasitansi absorpsi. C 1 R 2 R 1 C 2 Gambar 3.5 Rangkaian ekivalen suatu kapasitor Gambar 3.5 merupakan rangkaian ekivalen suatu kapasitor dengan C 1 menyatakan kapasitansi geometris, R 1 menyatakan efek konduksi, sedangkan C 2 dan R 2 Universitas Sumatera Utara menyatakan efek absorpsi. Apabila dipakai arus bolak-balik, absorpsi sangat erat hubungannya dengan rugi-rugi dielektrik dalam bahan dielektrik tersebut. Apabila dipakai arus bolak-balik sinus dalam sebuah kapasitor sempurna maka arusnya mendahului tegangan 90 o , seperti pada Gambar 3.6. Dalam hal ini berlaku hubungan antara arus I C dan tegangan U : Akibat rugi-rugi dielektrik, maka I mendahului U dengan sudut kurang dari 90 o , seperti pada Gambar 3.7b. Sudut φ disebut sudut fasa dari kapasitor dan faktor dayanya cos φ, sehingga : I c U Gambar 3.6 Diagram fasor kapasitor sempurna Rugi-rugi dielektrik adalah perkalian U dengan I R , sehingga : Dalam kapasitor sempurna φ = 90 o sehingga δ = 0, sehingga rugi-rugi dielektrik dalam kapasitor sempurna sama dengan nol. Rangkaian ekivalen dan diagram fasor kapasitor tidak sempurna dapat digambarkan seperti Gambar 3.7a dan 3.7b. Universitas Sumatera Utara R C I I R I c U o I c I δ φ I R U a b Gambar 3.7 Rangkaian kapasitor tidak sempurna Menurut standar IEC, untuk isolasi yang bulat kapasitasinya adalah : di mana : D i = diameter luar isolasi mm d c = diameter konduktor termasuk tabir mm = permitivitas relatif isolasi Dari diagram fasor pada Gambar 3.7b, nilai I dapat dinyatakan dalam : Dari substitusi Persamaan 3.16 ke Persamaan 3.20 diperoleh : di mana : = rads dengan mensubstitusi Persamaan 3.21 ke Persamaan 3.18 diperoleh : Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Persamaan 3.22 rugi-rugi dielektrik sebanding dengan kapasitansi, frekuensi, tegangan fasa ke netral, dan faktor rugi-rugi. Nilai permitivitas bahan bahan isoalsi dan faktor rugi-rugi dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Nilai permitivitas dan faktor rugi-rugi isolasi Tipe kabel Kabel berisolasi dengan kertas yang diresapi Tipe padat, fully impregnated, pre-impregnated, dan mass-impregnated nondraining Berisi minyak, tekanan rendah hingga = 36 kV hingga = 87 kV hingga = 160 kV hingga = 220 kV Minyak bertekanan, tipe pipa Tekanan gas dalam Tekanan gas luar Kabel dengan jenis isolasi yang lain : Karet butyl EPR, hingga 1830 kV EPR di atas 1830 kV PVC PE HD dan LD XLPE meliputi dan hingga 1830 36 kV, tidak berisi XLPE di atas 1830 36 kV, tidak berisi XLPE di atas 1830 36 kV, berisi Paper-polypropylene-paper PPL 4 3,6 3,6 3,5 3,5 3,7 3,4 3,6 4 3 3 8 2.3 2,5 2,5 3 2,8 0,01 0,0035 0,0033 0,0030 0,0028 0,0045 0,0045 0.0040 0,050 0,020 0,005 0,1 0,001 0,004 0,001 0,005 0,001 III.3.3 Rugi-rugi Selubung dan Perisai Medan magnet yang disebabkan oleh arus yang mengalir melalui konduktor menginduksikan emf pada selubung logam, sehingga akan mengurangi kemampuan hantar arus. Rugi-rugi selubung tergantung pada besarnya arus yang mengalir Universitas Sumatera Utara melalui konduktor dan dapat dibagi menjadi dua kategori berdasarkan tipe pembumian selubung logam. Rugi-rugi ini disebabkan oleh arus sirkulasi yang mengalir dalam selubung logam kabel berinti tunggal jika selubung dibumikan pada dua titik di ujung kabel dan rugi-rugi yang disebabkan oleh arus eddy yang mengalir secara radial. Rugi-rugi arus eddy dapat terjadi baik pada kabel berinti tiga maupun kabel berinti tunggal tidak tergantung pada metode pembumian selubung. Karena rugi-rugi dalam selubung logam terdiri dari rugi-rugi yang disebabkan oleh arus sirkulasi dan rugi-rugi arus eddy , maka faktor rugi-rugi pada selubung logam dapat ditulis sebagai : Rugi-rugi pada perisai tergantung pada tipe kabel, bahan perisai, dan metode pemasangan. Kabel berinti tunggal dengan perisai tanpa selubung logam umumnya memiliki perisai nonmagnetik disebabkan rugi-rugi dalam perisai kawat atau pita baja akan sangat besar. Untuk kabel dengan perisai nonmagnetik rugi-rugi perisai sebagaimana menghitung rugi-rugi pada selubung dan menggunakan gabungan resistansi selubung dan diameter perisai dan selubung. Untuk kabel berinti dua atau tiga yang memiliki perisai pita baja baik rugi-rugi arus eddy maupun rugi-rugi histeresis harus dipertimbangkan sehingga : a. Faktor rugi-rugi selubung logam untuk kabel berinti tiga 1. Konduktor berbentuk bundar atau oval dalam selubung, tidak ada perisai R s ≤ 100 µΩm Universitas Sumatera Utara R s 100 µ Ωm di mana : c = jarak antara sumbu konduktor dengan sumbu kabel untuk kabel berinti tiga mm 2. Konduktor berbentuk sektor di mana : = jari-jari konduktor berbentuk tiga sektor kabel pada kabel berinti tiga mm = tebal isolasi antar konduktor mm 3. Kabel berinti tiga dengan perisai pita baja Nilai yang dihitung dengan Persamaan 3.25 dan 3.27 harus dikalikan dengan faktor F t . di mana : = ketebalan ekivalen perisai mm = diameter rata-rata perisai mm = permiabilitas relatif pita baja biasanya 300 b. Rugi-rugi perisai untuk kabel berinti tiga 1. Kabel berinti tiga dengan perisai kawat baja Universitas Sumatera Utara • Konduktor berbentuk bulat • Konduktor berbentuk sektor 2. Kabel berinti tiga dengan perisai pita baja di mana : = resistansi perisai pada suhu maksimum ohmm III.4 Perhitungan Resistansi Termal Panas yang mengalir keluar dari kabel akan terhalang oleh resistansi termal bahan nonkonduktif di dalam kabel. Resistansi termal bagian logam dalam kabel karena begitu kecil biasanya diabaikan dalam perhitungan rating arus kabel. Suatu isolasi merupakan lapisan silindris dengan konstanta resistivitas termal yang mempunyai jari-jari dalam dan jari-jari luar . Resistansi termal dari lapisan silindris per unit panjang adalah : Universitas Sumatera Utara Dalam bagian ini diberikan formula untuk menghitung resistansi termal per unit panjang dari bagian-bagian yang berbeda dari kabel , , dan bagian luar kabel . Resistivitas termal bahan yang digunakan sebagai isolasi diberikan pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Resistivitas termal bahan Bahan Resistivitas Termal K.mW Bahan isolasi : Isolasi kertas dalam kabel tipe padat Isolasi kertas dalam kabel berisi minyak Isolasi kertas dalam kabel bertekanan gas luar Isolasi kertas dalam kabel bertekanan gas dalam : a. Pre-impregnated b. Mass-impregnated PE XLPE Polyvinyl chloride : hingga tegangan 3 kV lebih dari tegangan 3 kV EPR : hingga tegangan 3 kV lebih dari tegangan 3 kV Karet butyl Karet Lapisan pelindung : Campuran jute dan bahan fiber Pelindung berlapis karet Polychroprene PVC : hingga tegangan 3 kV lebih dari tegangan 3 kV PVCbitumen pada selubung aluminium PE 6,0 5,0 5,5 6,5 6,0 3,5 3,5 5,0 6,0 3,5 5,0 5,0 5,0 6,0 6,0 5,0 5,0 6,0 6,0 3.5 Universitas Sumatera Utara III.4.1 Resistansi Termal antara Konduktor dan Selubung a. Kabel berinti tunggal Resistansi termal antara satu konduktor dengan selubung dapat dihitung dengan rumus : di mana : = resistivitas termal isolasi K.mW = diameter konduktor mm = ketebalan isolasi antara konduktor dan selubung mm b. Kabel ikat berinti tiga Perhitungan resistansi termal dalam dari kabel berinti tiga lebih kompleks daripada kasus kabel berinti tunggal. Metode umum perhitungan menggunakan faktor geometrik G sebagai ganti fungsi logaritmik pada Persamaan 3.34, sehingga persamaan tersebut menjadi : Nilai faktor geometrik G dapat dilihat pada Gambar 3.8. c. Kabel berinti tiga dengan konduktor bulat 1. Kabel dengan tabir kawat logam pada setiap inti Jika tabir yang digunakan merupakan kawat tembaga berjarak dipasang pada setiap intinya, maka resistansi termalnya menjadi : Universitas Sumatera Utara di mana = tebal isolasi antara konduktor mm = resistivitas termal bahan pengisi K.mW = resistivitas termal isolasi Untuk kabel dengan isolasi kertas , maka persamaan tambahan pada sisi sebelah kanan dapat diabaikan. Persamaan 3.36 juga dapat digunakan pada kabel dengan tabir logam bersama yang meliputi ketiga inti. 2. Kabel dengan tabir pita logam pada setiap inti Kabel berinti tiga dengan tabir pita logam dapat dianggap sebagai kabel ikat dengan . Agar konduktivitas termal tabir logam tersebut dapat diperhitungkan, maka Persamaan 3.35 harus dikalikan dengan faktor screening K yang ditunjukkan pada Gambar 3.9, sehingga secara sistematis dapat ditulis sebagai : Gambar 3.8 Faktor geometrik G kabel ikat berinti tiga dengan konduktor bulat Universitas Sumatera Utara Gambar 3.9 Faktor screening kabel berinti tiga dengan konduktor bulat Rumus perhitungan faktor geometrik G dan faktor screening K secara digital dapat diperoleh dari Lampiran A. III.4.2 Resistansi Termal antara Selubung dan Perisai Resistansi termal antara selubung dan perisai dapat diperoleh dari Persamaan 3.33, yang merepresentasikan resistansi termal lapisan konsentris. Dengan menggunakan notasi untuk bagian kabel ini didapat : di mana : = resistivitas termal bantalan K.mW Universitas Sumatera Utara = tebal bantalan mm = diameter luar selubung mm III.4.3 Resistansi Termal antara Selubung Luar Selubung luar umumnya berbentuk lapisan konsentris, dan resistansi termalnya diberikan oleh : di mana : = resistivitas termal selubung luar K.mW = tebal selubung luar mm = diameter luar perisai mm III.4.4 Resistansi Termal Eksternal Untuk kabel yang ditanam di dalam tanah, nilai resistansinya tidak lebih dari 70 kenaikan suhu konduktor. Resistansi termal eksternal ditentukan oleh karakteristik termal tanah, diameter kabel, kedalaman tanah, cara pemasangan misalnya ditanam langsung, dalam thermal backfill, dalam pipa dan lain-lain. a. Resistansi termal eksternal kabel tunggal yang ditanam dalam tanah di mana = resistivitas termal tanah K.mW = = jarak dari permukaan tanah ke sumbu kabel mm = diameter luar kabel mm Jika nilai u melebihi 10, maka pendekatan sebagai berikut dapat dilakukan : Universitas Sumatera Utara b. Resistansi termal eksternal kabel yang ditanam dalam thermal backfill Jika kabel dipasang dalam thermal backfill, Persamaan 3.40 dapat dimodifikasi menjadi : di mana : = resistivitas termal backfill K.mW N = jumlah kabel yang dibebani dalam lubang = jarak dari permukaan tanah ke bagian tengah backfill mm = radius ekivalen lubang mm = minimum w,h = maksimum w,h Variabel w, h dan dapat dilihat pada Gambar 3.10, di mana Gambar 3.10a dan 3.10b menunjukkan satu kabel dan tiga kabel yang ditempatkan dalam backfill. h w L G h w L G L s 1 a b ρ c ρ e backfill tanah backfill ρ c ρ e tanah Gambar 3.10 Kabel yang ditempatkan dalam backfill Universitas Sumatera Utara III.5 Menentukan Kemampuan Hantar Arus dengan Metode Numerik Masalah pada rating arus kabel biasanya menghitung arus yang diizinkan sehingga suhu pada konduktor tidak melebihi nilai tertentu. Metode numerik sebaliknya digunakan untuk menghitung distribusi suhu di dalam kabel dan suhu keliling yang disebabkan oleh panas yang dihasilkan konduktor. Akan tetapi jika metode numerik digunakan untuk menghitung rating arus kabel, maka digunakan pendekatan iteratif dengan menentukan arus konduktor pada nilai tertentu dan menghitung suhu konduktor yang bersangkutan. Kemudian arus diatur dan perhitungan suhu diulang hingga diperoleh nilai suhu tertentu dalam toleransi tertentu. Standar IEC 62095 mengenai metode numerik berhubungan dengan metode elemen hingga. Metode ini digunakan untuk memecahkan persamaan diferensial parsial yang pada akhirnya membentuk persamaan perpindahan panas kabel. Konsep dasar metode elemen hingga adalah bahwa suhu dapat dimisalkan menjadi model diskrit yang tersusun dari beberapa fungsi kontinu yang didefinisikan sebagai sejumlah subdomain berhingga. Prosedur umum penyelesaian metode elemen hingga adalah : 1. Diskritisasi daerah penyelesaian menjadi elemen-elemen 2. Pemilihan fungsi-fungsi interpolasi atau fungsi bentuk 3. Membentuk persamaan-persamaan elemen 4. Menyusun persamaan elemen untuk memperoleh sistem persamaan simultan 5. Menyelesaikan sistem persamaan-persamaan elemen 6. Menghitung nilai-nilai sekunder Universitas Sumatera Utara Dalam penyelesaian rating arus kabel, model yang digunakan biasanya dalam bidang dua dimensi x dan y, dan elemen yang digunakan umumnya berbentuk triangular atau quadrilateral. Fungsi elemen dapat berupa sebuah bidang atau permukaan kurva seperti yang telihat pada Gambar 3.11 dan 3.12. Bidang tersebut berhubungan dengan jumlah minimum node elemen, di mana tiga untuk triangle dan empat untuk quadrilateral. Gambar 3.11 Elemen triangular dan quadrilateral Gambar 3.12 Elemen quadratic-triangular Universitas Sumatera Utara Ketelitian perhitungan tergantung pada kontrol pengguna yang meliputi beberapa parameter, diantaranya adalah ukuran region yang didiskritkan, ukuran elemen yang dibentuk oleh mesh generator, tipe dan lokasi dari batas region, adanya rugi-rugi kabel, dan pemilihan tingkat waktu dalam analisis transien. Ukuran region Region merupakan daerah batas tempat menentukan nilai node. Permukaan tanah merupakan salah satu batas, tetapi bagian bawah dan sisi kanan dan kiri harus didefinisikan sedemikian sehingga suhu node keseluruhan mempunyai nilai yang sama dan gradien suhu yang melalui batas sama dengan nol. Dari penelitian yang dilakukan, sebuah medan segi empat dengan lebar 10 m dan kedalaman 5 m, dengan kabel diletakkan di tengah, memberikan hasil yang memuaskan dalam banyak kasus praktis IEC 62095, p 25. Ukuran elemen Dengan menentukan ukuran ruang antara batas node pada berbagai bagian dari jaringan yang dianalisis seperti kabel, thermal backfill, tanah, dan lain-lain, maka digunakan beberapa kontrol ukuran. Ukuran elemen harus lebih kecil mendekati bagian-bagian kabel untuk memperoleh hasil yang teliti. Penggunaan ukuran elemen yang berbeda dan detil ditunjukkan pada Gambar 3.13. Universitas Sumatera Utara Gambar 3.13 Penggunaan ukuran elemen yang berbeda Kondisi batas Metode elemen hingga menggunakan representasi kondisi batas yang berbeda dan lokasi batas yang acak, termasuk garis lurus dan batas kurva. Untuk rating arus kabel, tiga kondisi batas yang berbeda masih bisa digunakan. Kondisi isotermal digunakan jika suhu diketahui sepanjang bagian batas. Suhu ini merupakan fungsi dari panjang permukaan. Sebuah batas konveksi ada jika panas bertambah atau hilang, dan sebaiknya digunakan ketika kabel dengan diameter yang besar dipasang mendekati permukaan tanah. Jika ini adalah kasus di mana pengguna harus menentukan koefisien kenveksi panas dan suhu udara, maka nilai koefisien tersebut 2 sampai 25 Wm 2 .K untuk konveksi alami dan 25 sampai 250 Wm 2 .K untuk konveksi paksa. Pada kondisi ketiga, fluks yang mengalir adalah konstan, dan ini biasanya digunakan ketika ada sumber panas lain di sekitar kabel. Representasi rugi-rugi kabel Rugi-rugi kabel seperti yang dijelaskan sebelumnya baik konduktor, selubung dan dielektrik dianggap sebagai sumber panas dalam metode numerik. Rugi-rugi ini perlu divariasikan dengan waktu atau suhu. Dengan menggunakan metode Universitas Sumatera Utara perhitungan dalam metode analitik nilai rugi-rugi kabel harus dihitung pada setiap langkah menggunakan prosedur yang berulang-ulang. Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan cara menentukan kemampuan hantar arus dengan metode analitik maupun numerik dalam bentuk flowchart pada Gambar 3.14. Metode analitik Metode numerik Mulai Menghitung perbedaan suhu Δθ Menghitung rugi-rugi dielektrik W d Menghitung resistansi AC R Menghitung faktor rugi-rugi selubung λ 1 Menghitung faktor rugi-rugi perisai λ 2 Menghitung resistansi termal T 1 , T 2 , T 3 , T 4 Menghitung arus yang diizinkan I Selesai Mulai Membentuk model kabel, thermal backfill dan region Mendiskritisasi seluruh region Menghitung panas yang dihasilkan konduktor kabel Selesai Input : fluks panas dan suhu batas region Suhu isolasi maksimum Tidak Ya Menghitung arus yang diizinkan I Input : konstanta konduktivitas termal bahan Gambar 3.14 Flowchart penyelesaian metode analitik dan numerik Universitas Sumatera Utara

BAB IV ANALISIS TERMAL KABEL TANAH TEGANGAN MENENGAH