5
SIUP Di Pemerintah Kota Surakarta?
2 Mekanisme
dan ImplikasiPelayanan
SIUP Dinas Perizinan Kabupaten
Bantul Berdasarkan
Perda No. 14 tahun 2011
tentang Perizinan
Bidang Usaha
Perindustrian dan
Perdagangan Fitri Atur Arum
Fakultas Syar’ah dan
Hukum Universitas
Islam Negeri
Sunan Kalijaga
Yogyakarta 2013 1.
Bagaimanakah Pelayanan SIUP Dinas
perizinan Kabupaten
Bantul Sesuai asas-asas Pelayanan
Publik Berdasarkan Perda no
14 tahun 2011? 2.
Bagaimanakah Implikasi
Pelayanan SIUP Dinas Perizinan
Kabupaten Bantul
berdasarkan Perda No. 14 Tahun 2011?
Dapat disimpulkan bahwa Originalitas Penelitian ini murni, belum dikerjakan oleh peneliti lain sehingga penulis dapat melanjutkan usulan proposal
penelitian dengan judul Penegakan Hukum Terhadap Minimarket Tanpa Izin Di Kabupaten Klungkung.
1.5 Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui prosedur penegakan hukum berdasarkan Peraturan
Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 4 Tahun 2004 berkaitan dengan
minimarket tanpa izin di Kabupaten Klungkung.
2. Untuk mengetahui bagaimanakah kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Klungkung berkaitan dengan penegakan hukum terhadap
minimarket yang tidak dilengkapi dengan izin di Kabupaten Klungkung.
6
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui dan menganalisa prosedur penegakan hukum
berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 4 Tahun
2004 berkaitan dengan minimarket tanpa izin di Kabupaten Klungkung.
2. Untuk mengetahui dan menganalisa kendala yang dihadapi oleh
Pemerintah Kabupaten Klungkung berkaitan dengan penegakan hukum terhadap minimarket yang tidak dilengkapi dengan izin di Kabupaten
Klungkung.
1.6
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat teoritis maupun praktis
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah di bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum pemerintahan pada khususnya.
b. Manfaat Praktis
Penulisan usulan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang hukum pemerintahan
dalam kaitan dengan Penegakan Hukum terhadap minimarket tanpa izin di Kabupaten Klungkung.
1.7 Landasan Teoritis
Kerangka teori yang disusun dalam skripsi ini, mengambarkan hubungan antara konsep negara hukum dinamis yang memberikan keleluasaan kepada
7
pemerintah untuk mengatur segala kebutuhan masyarakat dengan kewenangan mengatur dari pemerintah. Khusus mengenai kewenangan mengatur dalam
konteks peraturan perundang-undangan, ada beberapa batasan yang harus ditaati oleh pemerintah, secara formal bahwa kewenangan mengatur berasal dari
kewenangan yang besifat delegasi dan atribusi, namun demikian ada pula yang bersifat kewenangan bebas freies ermessen dan hal ini diluar kontek peraturan
perundang-undnagan namun diakui karena mengikat umum. Berbagai teori yang dipergunakan dalam penelitian ini diketengahkan
teori, konsep, asas-asas hukum serta pandangan sarjana sebagai pembenaran teoritis. Pembenaran teoritik tersebut terutama berkaitan dengan hal-hal sebagai
berikut:
1. Konsep Negara Hukum
Suatu Negara dapat dikatakan sebagai negara hukum “rechstaat”
menurut Burkens, sebagaimana dikutip Yohanes Usfunan apabila memenuhi syarat-syarat:
2
1 Asas legalitas. Setiap pihak pemerintahan harus didasarkan atas peraturan
perundang-undangan wettelijke gronslag. Dengan landasan ini, undang- undang dalam arti formil dan undang-undang sendiri merupakan tumuan
dasar tindak pemerintahan. Dalam hubungan ini pembentukan undang- undang merupakan bagian penting Negara hukum.
2 Pembagian kekuasaan. Syarat ini mengandung makna bahwa kekuasaan
negara tidak boleh hanya bertumpu pada satu tangan.
2
Yohanes Usfunan, 2011, HAM Politik Kebebasan Berpendapat Di Indonesia, Udayana University Press, Denpasar,h.99,dikutip dari Burken M.C, et.al., 1990, Beginselen van de
Democratiche Rechtstaat,Tjeenk Wilink Zwole, p.29.
8
3 Hak-hak dasar grondrechten, merupakan sasaran perlindungan diri
pemerintahan terhadap rakyat dan sekaligus membatasi kekuasaan pembentuk undang-undang.
4 Pengawasan pengadilan bagi rakyat tersedia saluran melalui pengadilan
yang bebas untuk menguji keabsahan tindak pemerintah “rechtmaticgeheid
stoetsing ”.
Secara konstitusional Negara Indonesia adalah Negara Hukum, yang diketahui dalam Pasal 1 ayat 3 Amandemen UUD 1945 bahwa
“Negara Indonesia adalah Negara hukum
”. Dengan demikian semua tindakan pemerintahan harus menurut hukum yang dalam hal ini menegakkan Peraturan
Daerah Kabupaten Klungkung.
2. Konsep Kewenangan
Bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan prilaku subyek hukum; dasar hukum dimaksudkan, bahwa weenang itu
haruslah mempunyai dasar hukum; sedangkan komponen komformitas hukum dimaksud, bahwa wewenang itu haruslah mempunyai standar.
Ruang lingkup wewenang pemerintahan tidak hanya meliputi wewenang untuk membuat keputusan pemerintahan besluit tetapi juga
semua wewenang dalam rangka melaksanakan tugasnya pembentukan wewenang dan distribusi wewenang utamanya ditetapkan dalam konstitusi;
pembentukan wewenang pemerintahan didasarkan pada wewenang yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
9
Pemberian kewenangan kepada administrasi Negara untuk bertindak atas innisiatif sendiri itu lazim dikenal dengan istilah freies Emerssen atau
discretionarypower, yaitu suatu istilah yang didalamnya mengandung kewajiban dan kekuasaan yang luas.
3
Dengan kata lain, bahwa “setiap
penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki legitimasi, yaitu wewenang yang diberikan oleh undang-undang.
” Dengan demikian substansi asas legalitas ialah wewenang, yaitu kemampuan untuk melakukan
tindakan-tindakan hukum tertentu. Dalam negara hukum, wewenang pemerintahan berasal dari undang-
undang yang berlaku. Dengan kata lain, organ pemerintahan tidak dapat menganggap, bahwa ia memiliki sendiri wewenang pemerintahan. Sebenarnya
kewenangan hanya diberikan oleh undang-undang; pembuat undang-undang dapat memberi wewenang pemerintahan, tetapi dapat juga kepada pegawai
tertentu atau kepada badan khusus tertentu. Dalam konstitusi Indonesia UUD 1945 setelah amandemen yang keempat kalinya, ditemukan beberapa pasal
yang melahirkan kewenangan, baik diberikan kepada eksekutif, yudisial maupun legislatif dalam pasal-pasal tersebut. Kewenangan ditafsirkan dengan
memegang kekuasaan, berhak, dapat, tidak dapat, menyatakan, mengangkat, memberi, mengatur, menyatakan, menetapkan, fungsi, dapat melakukan,
kekuasaan, berwenang dan lain-lain dengan berbagai istilah, akan tetap substansi dan maksudnya sama, yaitu kewenangan atau mempunyai autority.
3
Ridwan HR, 2006, Hukum Administrasi Negara , PT RajaGafindo Persada, Jakarta, h.16.
10
3. Konsep Peraturan Kebijaksanaan Beleidsregel, Policy Rules
Dalam kaitan ini, selain konsep konsep yang telah dikemukakan sebelumnya juga diketengahkan konsep Beleidsregel sebagai titik tolak dalam
tulisan ini. Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, badan atau pejabat Tata Usaha Negara dapat membuat peraturan kebijakan antara lain berupa
keputusan, instruksi, edaran, petunjuk dan pengumuman. Peraturan kebijakan yang dibuat pejabat tata usaha Negara acapkali menempuh pelbagai langkah
kebijaksanaan tertentu, antara lain menciptakan apa yang kini sering dinamakan peraturan kebijaksanaan.
4
Oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara tersebut sudah barang tentu berada dalam koridor hukum.
Pelaksanaan pemerintah menunjukkan beberapa badan atau Dari uraian tersebut di atas dapat dipahami bahwa walaupun terdapat berbagai nama
tentang peraturan kebijakan, namun obyek kajiannya sama-sama tertuju pada peraturan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara
berdasarkan kebebasan bertindak atau freies Ermessen yang dimungkinkan oleh Peraturan Perundangan-Undangan.
Sjachran Basah mengatakan bahwa freies Emerssen melalui sikap tindak administrasi Negara dapat berwujud.
5
a. Membentuk peraturan perundang-undangan di bawah Undang-
Undang yang secara materiil mengikat umum. b.
Mengeluarkan beschikking yang bersifat Konkret, final dan individual.
c. Melakukan tindak administrasi yang nyata dan aktif.
d. Menjalankan fungsi peradilan, terutama dalam hal keberatan dan
banding administrasi.
4
Philipus M. Hadjon, et. al., 1993, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, cet. I, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, h. 148.
5
Sjahran Basah, 1986, Perlindungan Hukum Terhadap Sikap Tindak Administrasi Negara, Orasi ilmiah pada Dies Natalis XXIX, Unpad, Bandung, h.4.
11
Prajudi Atmosudirjo menyatakan: Legislasi Semu Pseudo
– Wetgeving adalah penciptaan dari pada aturan-aturan hukum oleh pejabat Administrasi Negara yang berwenang
yang sebenarnya dimaksudkan sebagai garis-garis pedoman richtlijnen pelaksanaan policy kebijaksanaan untuk menjalankan suatu ketentuan
Undang-Undang, akan tetapi dipublikasikan secara luas. Dengan demikian,
maka timmbullah
semacam “hukum bayangan”
Spiegelrecht yang membayangi Undang-undang atau hukum yang bersangkutan. Legislasi semu ini berasal dari diskresi atau Freies
Ermessen yang dipunyai oleh administrasi negara, yang pada umumnya dipakai untuk menetapkan Policy pelaksanaan Ketentuan Undang-
Undang.
6
Bertitik tolak dari beberapa teori diatas, dimana pemerintah kabupatenkota sebagai penyelenggara otonomi daerah bertugas melaksanakan
pemerintahan daerah. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut pemerintah kabupatenkota memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri. Menurut Satjipto Rahardjo, agar hukum berjalan atau dapat berperan
dengan baik dalam kehidupan masyarakat, maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a Mengenal problem yang dihadapi sebaik-baiknya termasuk
didalamnya mengenali dengan seksama masyarakat yang hendak menjadi sasaran dari penggarapan tersebut;
b Memahami nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Hal ini penting
dalam hal social engineering itu hendaknya diterapkan pada masyarakat dengan sektor-sektor kehidupan majemuk, seperti :
tradisionai, modern dan perencanaan. Pada tahap ini ditentukan nilai-nilai dari sektor mana yang dipilih;
c Membuat hipotesa-hipotesa dan memilih mana yang paling layak
untuk bisa dilaksanakan; d
Mengikuti jalannya penerapan hukum dan mengatur efek-efeknya.
7
6
Prajudi Atmasudirjo, 1994, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi , Ghalia Indonesia, Jakarta, h.103.
7
Satjipto Rahardjo, 2014, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, cet. VIII, Bandung, h. 218.
12
Ketertiban dibutuhkan agar kehidupan bermasyarakat tetap berlangsung secara harmonis, dimana setiap individu dapat berkembang menurut kodratnya
dan memperoleh haknya yang dijamin oleh hukum, dengan melaksanakan kewajiban yang dibebankan oleh hukum kepadanya.
4. Konsep Penegakan Hukum
Pengertian penegakan hukum dapat diartikan sebagai penerapan kekuasaan untuk menjamin atau mencapai ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan. Dalam rangka menerapkan ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten
Klungkung di bidang SIUP. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor
tersebut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto, yaitu :
a Faktor hukumnya sendiri, seperti pada undang-undang.
b Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk
maupun menerapkan hukum. c
Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. d
Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.
e Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
8
Faktor-faktor di atas pada hakikatnya dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yakni faktor yuridis dan faktor non yuridis. Sehubungan dengan
Penegakan Hukum Terhadap Minimarket Tanpa Izin Di Kabupaten Klungkung faktor yuridisnya adalah berkenan dengan ketentuan Peraturan
8
Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor Yang MempengaruhiPenegakan Hukum, PT RajaGafindo Persada, Jakarta, h. 8.
13
Daerah yang menyangkut SIUP. Sedangkan faktor non yuridisnya, berkaitan dengan :
1. Faktor aparat yang berwenang menegakkan Peraturan Daerah Kabupaten
Klungkung, khususnya dalam rangka pelaksanaan SIUP. 2.
Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum dalam hal ini terdiri dari peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan lainnya.
3. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan yakni di wilayah hukum pemerintah Kabupaten Klungkung. Penegakan Hukum yang terkait dengan pelanggaran SIUP di Kabupaten
Klungkung, yaitu : 1.
Penegakan hukum yang preventif Pemerintah Kabupaten Klungkung yang mana dalam hal ini Dinas
Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Klungkung, memberikan pembinaan dan penyuluhan kepada
masyarakat atau pihak-pihak yang ditemukan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan SIUP, agar mau mematuhi ketentuan-ketentuan yang
telah dituangkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 4 Tahun 2004.
2. Berdasarkan penegakan hukum yang represif
Terhadap pelanggaran dari ketentuan SIUP pemerintah dalam hal ini Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Klungkung mengeluarkan Surat Peringatan dari I, II, III yang jarak waktunya masing-masing selama I minggu. Apabila
14
tidak dindahkan, maka diterapkalah sanksi hukum administrasi yaitu berupa :
1. Perintah menghentikan kegiatan
2. Pembongkaran bangun-bangunan
Dalam kaitannya dengan Izin khususnya SIUP, Pemerintah Kabupaten Klungkung telah mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung
Nomor 4 Tahun 2004 dapat dilihat mengenai ketentuan yang mengatur tentang SIUP :
1 Untuk dapat mendirikan, mengubah bangun-bangunan di daerah harus
mendapat izin terlebih dahulu. 2
Izin mendirikan, mengubah bangun-bangunan diberikan oleh Bupati. Berdasarkan ketentuan diatas, maka dapat diketahui bahwa Bupati
Klungkung dalam melaksanakan wewenangnya untuk mengatur bangunan- bangunan yang ada di wilayahnya, mewajibkan kepada semua pihak yang
hendak mengajukan mendirikan, memperbaiki, mengubah atau membongkar suatu bangunan termasuk izin bagi pembangunan yang sudah berdiri yang
dikeluarkan oleh Kepala Daerah.
1.8 Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan didalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum empiris yaitu penelitian ilmiah yang menjelaskan fenomena
hukum tentang terjadinya kesenjangan antara norma dengan prilaku masyarakat kesenjangan antara das sollen dan das sein atau antara the ought
15
dan the is atau antara yang seharusnya dengan senyatanya di lapangan
.
Obyek penelitian hukum empiris berupa pandangan, sikap dan prilaku masyarakat
dalam penerapan hukum.
9
Menurut Peter Mahmud Marzuki penelitian hukum empiris adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan
melalui penelitian lapangan, yang dilakukan baik melalui pengamatan, wawancara, ataupun penyebaran kuisioner.
10
b. Jenis Pendekatan