Ny. Dewi, 38 tahun Ayu, 35 tahun

15 mengungsi ke suatu tempat. Korban mulai menyadari adanya gangguan jiwa saat dirinya terus dicurigai telah berselingkuh dengan ayah kandungnya. Korban tak suka tinggal di rumah karena terus dimusuhi oleh ibunya dan berpacaran di luar batas, sampai akhirnya menyadari dirinya telah hamil dan saat baru lulus SMA. Upacara pernikahanpun segera digelar, tak ada konseling pra-nikah, semua seolah buru-buru dilakukan mengingat si jabang bayi yang mulai membesar di perut korban. Untungnya keluarga suami bersedia menampung suami-istri muda ini yang sama sekali tak memiliki apa-apa saat mereka menikah. Perlahan pasangan ini menata kehidupan, merencanakan kuliah sambil mengasuh anak dan memulai suatu usaha. Dengan usia yang relatif masih muda ini begitu banyak godaan mereka rasakan, termasuk perselingkuhan dan perilaku penyimpangan seksual. Korban tak bisa memaafkan perilaku suaminya yang tiba-tiba Mengajak seorang seorang temannya masuk ke kamar mereka dan bercinta bertiga. Sementara itu suami juga sulit untuk menerima kenyataan istrinya pernah berselingkuh dengan atasannya demi memperoleh berbagai materi yang tidak mampu dibeli suaminya saat itu. Perilaku suami yang suka berjudi, mabuk, impulsif, pemarah dan royal dalam keuangan dirasakan makin mengganggu keluarga. Ketiga anak mereka seolah ikut memusuhi ayahnya. Kejadian menyesakkan yang terus terjadi dan menimpa keluarga membuat korban berpikir untuk menceraikan suami diam-diam. Saat ini korban memang masih tinggal seatap dengan suami dan anak-anaknya, tetapi statusnya telah bercerai. Ketakutan untuk tertular virus HIV-AIDS begitu kuat mengganggu pikirannya, karena berkali-kali terbukti suaminya berselingkuh dengan wanita-wanita murahan pekerja café. Hasil test yang negatif masih belum bisa meyakinnya bahwa dirinya akan aman. Rumput Tetangga Ternyata Lebih Gersang

3. Ny. Dewi, 38 tahun

Ibu Dewi sudah menikah + 15 tahun, dikaruniai 4 orang anak. Motivasi menikah saat itu karena ingin lari dari rumah orang-tua, karena tak kuat dengan penderitaan dan kemiskinan yang ada dalam rumahnya, setelah ayahnya menceraikan ibunya. Di depan matanya ayahnya sering melakukan tindak kekerasan, sementara ibunya hanya bisa menangis dan diam mengalah. Begitu bertemu dengan pacarnya yang dikiranya baik hati ini, korban cepat-cepat minta dinikahi agar 16 terlepas dari ikatan dengan orang-tuanya. Tak ada persiapan khusus untuk pernikahan mereka, karena semua dilakukan terburu-buru, tidak ada konseling pra-nikah bagi pasangan muda ini. Tetapi kebahagiaan yang dirasakan ternyata tidak bertahan lama. Perilaku suami yang selalu mencurigainya semakin menjadi-jadi. Korban sering dituduh berselingkuh tanpa alasan yang jelas, dimaki-maki dengan kata-kata kasar. Bahkan setiap kali suaminya pergi keluar, istri dan anak-anak akan dikunci di dalam kamar tidur menunggu suaminya pulang. Dari 4 anaknya hanya seorang saja yang diakui oleh suaminya. Tentu saja hal ini membuat sakit hati korban dan perlahan-lahan diketahui juga oleh anak-anak yang makin beranjak remaja. Dari hasil pemeriksaan medis ternyata suami korban memang menderita Skizofrenia Paranoid, yang memerlukan pengobatan yang serius. Istri dan anak-anaknya terus menjadi sasaran kecurigaan dan kemarahan suami. Bahkan untuk kesalahan sepele seperti salah mengerjakan PR, salah parkir sepeda motor akan menjadi bahan omelan dan kemarahan yang tak kunjung berhenti, yang tak jarang berakhir dengan kekerasan fisik. Sudah dua tahun ini suami juga tak lagi mau bekerja dan membiayai rumah-tangga serta sekolah anak-anaknya, sehingga membuat korban harus pontang-panting menanggung malu karena menunggak berbagai kewajiban dan mencari pinjaman. Korban dan anak-anaknya saat ini dalam keadaan depresi. Maafkanlah Aku Ibu….

4. Ayu, 35 tahun

Korban lari dari rumah orang-tua dan keluarga besarnya sekitar 15 tahun yang lalu, saat itu alasan orang-tua tidak menyetujui karena perbedaan kasta. Jangankan konseling pra-nikah, restu orang-tua pun tak didapatnya. Kini hanya tinggal penyesalan mendalam yang terus menyesakkan dadanya. Tak pernah terbayangkan sebelumnya perkawinannya akan berakhir seperti ini, suaminya yang telah mapan diperjuangkannya menjadi pegawai negeri ternyata berselingkuh dengan seorang pengusaha kaya dan berusaha menceraikannya. Berbagai upaya 17 telah dilakukannya, termasuk melaporkan hal ini kepada atasan suaminya, tetapi justru suaminya makin bersikeras menceraikannya. Sebetulnya ibu Ayu seorang istri yang kreatif, keuangan rumah tangga lebih banyak berasal dari buah karyanya. Tetapi rupanya tinggal di rumah mertua bersama seluruh keluarga besar suami merupakan stres tersendiri bagi si korban. Beberapa kali korban jatuh dalam keadaan fase depresi, menghapus semua keceriaan yang kadang-kadang nampak saat fase mania. Suaminya yang memiliki kepribadian disosial seringkali tak pulang, dengan alasan lembur di kantor. Padahal kenyataannya justru tidur dan bersenang-senang di luar kota bersama wanita lain yang juga telah bersuami. Dalam keadaan seperti itu emosi korban mudah sekali terpancing, pertengkaran diantara mereka makin sering terjadi, sampai akhirnya suaminya mengusirnya. Bahkan seluruh keluarga suami melarangnya untuk menginjakkan kaki di rumah mereka.  Istri sering mengalami Gangguan Disosiatif, keluarga besar suami tersinggung. Jadilah bu Ayu terlunta-lunta sendiri tanpa rumah dan kehangatan keluarga. Untuk kembali kepada orang-tua dia benar-benar tak sanggup, seluruh keluarga besarnya benar-benar marah saat dirinya memutuskan kawin lari dulu. Untuk menghidupi dirinya korban harus bekerja sebagai buruh kasar dari rumah ke rumah dan kost di kota terdekat. Anak-anaknya tidak lagi bisa ditemuinya, mereka terbius dengan kemewahan yang ditawarkan oleh calon ibu tiri mereka. Sampai suatu kali putri sulungnya datang mengendap-endap ke kamar kostnya dalam keadaan sakit. Putrinya yang baru berusia 14 tahun pun mulai belajar berbohong kepada ayah dan seisi rumahnya agar dapat bertemu dengan ibunya. Lebih Baik Aku Tak Punya Ayah

5. Topan, 16 tahun