Topan, 16 tahun Refleksi Diri Kekerasan Dalam Rumah Tangga Apakah Jiwaku Sehat.

17 telah dilakukannya, termasuk melaporkan hal ini kepada atasan suaminya, tetapi justru suaminya makin bersikeras menceraikannya. Sebetulnya ibu Ayu seorang istri yang kreatif, keuangan rumah tangga lebih banyak berasal dari buah karyanya. Tetapi rupanya tinggal di rumah mertua bersama seluruh keluarga besar suami merupakan stres tersendiri bagi si korban. Beberapa kali korban jatuh dalam keadaan fase depresi, menghapus semua keceriaan yang kadang-kadang nampak saat fase mania. Suaminya yang memiliki kepribadian disosial seringkali tak pulang, dengan alasan lembur di kantor. Padahal kenyataannya justru tidur dan bersenang-senang di luar kota bersama wanita lain yang juga telah bersuami. Dalam keadaan seperti itu emosi korban mudah sekali terpancing, pertengkaran diantara mereka makin sering terjadi, sampai akhirnya suaminya mengusirnya. Bahkan seluruh keluarga suami melarangnya untuk menginjakkan kaki di rumah mereka.  Istri sering mengalami Gangguan Disosiatif, keluarga besar suami tersinggung. Jadilah bu Ayu terlunta-lunta sendiri tanpa rumah dan kehangatan keluarga. Untuk kembali kepada orang-tua dia benar-benar tak sanggup, seluruh keluarga besarnya benar-benar marah saat dirinya memutuskan kawin lari dulu. Untuk menghidupi dirinya korban harus bekerja sebagai buruh kasar dari rumah ke rumah dan kost di kota terdekat. Anak-anaknya tidak lagi bisa ditemuinya, mereka terbius dengan kemewahan yang ditawarkan oleh calon ibu tiri mereka. Sampai suatu kali putri sulungnya datang mengendap-endap ke kamar kostnya dalam keadaan sakit. Putrinya yang baru berusia 14 tahun pun mulai belajar berbohong kepada ayah dan seisi rumahnya agar dapat bertemu dengan ibunya. Lebih Baik Aku Tak Punya Ayah

5. Topan, 16 tahun

Remaja putra ini begitu kaget saat ayahnya tiba-tiba datang memasuki rumahnya, memaki-maki kakek neneknya dan mengusir ibunya. Topan sudah lama tahu bahwa ayahnya memang pergi meninggalkan dirinya sejak dalam kandungan ibunya. Saat itu ayah Topan meminta si ibu memberikan persetujuan untuk menikahi wanita lain. Ibu Topan yang saat itu 18 sedang hamil tentu saja menolak, sehingga si ayah pergi meninggalkannya dan mengirimkan surat cerai beberapa bulan kemudian. Meskipun telah diceraikan, keluarga besar ayahnya tetap memintanya tinggal di rumah, mengasuh Topan dan tetap diakui sebagai menantu di rumah tersebut. Ayahnya yang tinggal di luar pulau dicoret keanggotaannya oleh pemuka adat setempat, tidak lagi berhak menjadi pewaris di rumahnya. Sejak bayi Topan sama sekali tak pernah bertemu dengan ayahnya. Perasaan sedih, marah, kecewa, nampak begitu jelas di wajahnya saat menceritakan hal ini. Sejak kecil dia sangat iri melihat rekan-rekannya bisa memiliki ayah dan pergi bersama-sama, tidak seperti dirinya yang harus puas tinggal berdua saja dengan sang ibu. Menurut cerita keluarganya rupanya ayah Topan memang berpacaran dengan dua orang wanita, rupanya keduanya hamil dalam waktu yang hampir bersamaan, membuat ayah Topan kebingungan dan sulit menentukan sikap, tentu saja tak ada sesi konseling pra-nikah yang mereka jalani. Yang membuat Topan harus melaporkan kasus ini ke polisi dan P2TP2A Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak adalah ancaman ayahnya terhadap ibunya, karena telah diceraikan si ibu harus keluar dari rumah. Sementara kakek neneknya digugat di pengadilan karena mencoret namanya sebagai pewaris di rumah tersebut. Saat ini persidangan demi persidangan telah dilalui tanpa sepengetahuan dirinya yang dianggap masih terlalu muda untuk dihadirkan. Padahal serangan panik dan depresi yang dialaminya gara-gara peristiwa ini terus mengganggu konsentrasi dan semangatnya untuk belajar. Istriku Pembawa Sial

6. Adi, 50 tahun