Analisis Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pada Novel Tea For Two Karya Clara NG

(1)

ANALISIS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PADA NOVEL TEA FOR TWO KARYA CLARA NG

Skripsi

Oleh

NOVI YESSA HARAHAP 060701016

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Maret 2011

Novi Yessa Harahap 060701016


(3)

ANALISIS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PADA NOVEL TEAFOR TWO

KARYA CLARA NG OLEH

NOVI YESSA HARAHAP ABSTRAK

Karya sastra merupakan proses kreatif seorang pengarang terhadap realita kehidupan sosial pengarangnya. Suatu karya sastra dapat dikatakan baik apabila karya sastra tersebut mencerminkan zaman serta situasi dan kondisi yang berlaku dalam masyarakatnya. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan tujuan memperoleh gambaran bagaimana bentuk-bentuk KDRT yakni kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi yang ada pada novel Tea for Two karya Clara Ng dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi munculnya KDRT pada novel Tea for Two karya Clara Ng. Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis menelaah novel Tea for Two karya Clara Ng dengan menerapkan teori sosiologi sastra. Masalah dalam skripsi ini dibatasi hanya menganalisis KDRT yakni: faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi munculnya KDRT yang dialami tokoh utama Sassy, adapun manfaat penelitian ini untuk memperkaya pengkajian dan pengapresiasian karya sastra Indonesia, membantu pembaca memahami pengambaran bentuk-bentuk KDRT yang ada pada novel Tea for Two karya Clara Ng. Teknik pengkajian data dilakukan dengan analisis deskriptif dengan cara menghubungkan novel Tea for Two karya Clara Ng dengan sosiologi sastra, sehingga dapat ditemukan 4 jenis KDRT yakni kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi.


(4)

ANALISIS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PADA NOVEL

TEA FOR TWO

KARYA CLARA NG

SKRIPSI

Oleh

Novi Yessa Harahap NIM 060701016

Skripsi ini diajukan untuk memperoleh gelar sarjana sastra di Fakultas Sastra

dan telah disetujui oleh :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. Drs. Gustaf Sitepu, M.Hum. NIP 19620925 198903 1 017 NIP 19560403 198601 1 001

Departemen Sastra Indonesia Ketua,

Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. NIP 19620925 198903 1 017


(5)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat, hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Analisis Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pada Novel Tea For Two Karya Clara Ng.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :.

1 Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M. Si selaku Ketua Departemen Sastra Indonesia yang telah menyetujui dan menerima skripsi penulis dan selaku Pembimbing I yang telah menyediakan waktu selama proses pengajuan judul sampai dengan selesainya pembuatan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Gustaf Sitepu M. Hum selaku Pembimbing II yang telah menyediakan waktu selama proses pengajuan judul sampai dengan selesainya pembuatan proposal skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Departemen Sastra Indonesia yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.

5. Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan doa, motivasi, dan dukungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 6. Sahabat saya Dedek, Itana, Adel, Lina, Azima, Sabrun, Wulan, Kina, Dessy, Mey,

Ipeh, Nanda dan teman-teman sastra indonesia khususnya stambuk 2006 yang telah memberikan motivasi kepada saya.


(6)

7. Adinda Eli, Zulpan, Anggi, Yessi, Astria, Melisa, Arry yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Sahabat saya Fandi, Beni, M.Ikhsan yang terus memberikan motivasi dan dukungan kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga segala bantuan yang tidak ternilai harganya ini mendapat imbalan di sisi Allah SWT sebagai amal ibadah, Amin.

Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan-perbaikan ke depan. Amin Yaa Rabbal ‘Alamiin.


(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN.……….i

ABSTRAK.……….ii

PENGESAHAN.………iii

PRAKATA………iv

DAFTAR ISI BABI PENDAHULUAN………...1

1.1 Latar Belakang dan Masalah……….1

1.1.1 Latar Belakang………...1

1.1.2 Rumusan Masalah………...8

1.1.3 Batasan Masalah………....8

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian………...8

1.2.1 Tujuan Penelitian………...8

1.2.2 Manfaat Penelitian………...9

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA …...10

2.1 Konsep………10

2.1.1 Sosiologi Sastra……….11

2.1.2 Konflik……….11

2.1.3 Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)………..12

2.1.4 Novel Tea for Two………13

2.2 Landasan Teori ………..14

2.3 Tinjauan Pustaka ………18

BAB III METODE PENELITIAN………...22

3.1 Teknik Pengumpulan Data………..22

3.2 Bahan Analisis ………...23

3.3 Teknik Analisis Data ……….23

BAB IV ANALISIS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PADA NOVEL TEA FOR TWO KARYA CLARA NG ……….25

4.1 Kekerasan dalam Rumah Tangga pada novel Tea for Two………..25

4.1.1 Kekerasan Fisik ………..………..26


(8)

4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Munculnya KDRT pada novel Tea for

Two Karya Clara Ng ………..31

4.2.1 Sistem Sosial (Sistem Kemasyarakatan, Pengaruh Lingkungan dan Pengaruh Teknologi)……….31

4.2.2 Kelas Sosial (Mata Pencaharian)………34

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ………39

5.1 Simpulan ………40

5.2 Saran ………..41 DAFTAR PUSTAKA


(9)

ANALISIS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PADA NOVEL TEAFOR TWO

KARYA CLARA NG OLEH

NOVI YESSA HARAHAP ABSTRAK

Karya sastra merupakan proses kreatif seorang pengarang terhadap realita kehidupan sosial pengarangnya. Suatu karya sastra dapat dikatakan baik apabila karya sastra tersebut mencerminkan zaman serta situasi dan kondisi yang berlaku dalam masyarakatnya. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan tujuan memperoleh gambaran bagaimana bentuk-bentuk KDRT yakni kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi yang ada pada novel Tea for Two karya Clara Ng dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi munculnya KDRT pada novel Tea for Two karya Clara Ng. Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis menelaah novel Tea for Two karya Clara Ng dengan menerapkan teori sosiologi sastra. Masalah dalam skripsi ini dibatasi hanya menganalisis KDRT yakni: faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi munculnya KDRT yang dialami tokoh utama Sassy, adapun manfaat penelitian ini untuk memperkaya pengkajian dan pengapresiasian karya sastra Indonesia, membantu pembaca memahami pengambaran bentuk-bentuk KDRT yang ada pada novel Tea for Two karya Clara Ng. Teknik pengkajian data dilakukan dengan analisis deskriptif dengan cara menghubungkan novel Tea for Two karya Clara Ng dengan sosiologi sastra, sehingga dapat ditemukan 4 jenis KDRT yakni kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi.


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang

Sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan. Standar bahasa kesusastraan yang dimaksudkan adalah penggunaan kata-kata yang indah dan gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik, kesusastraan adalah karya seni yang pengungkapannya baik dan diwujudkan dengan bahasa yang indah. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Masa Kini

(1999: 286) sastra adalah “Bahasa dalam karya tulis yang mampu menggetarkan jiwa dan menggunakan kata-kata yang indah.”

Karya sastra dinilai baik, apabila karya sastra tersebut mencerminkan zaman serta situasi yang berlaku dalam masyarakat, setelah melalui proses kreativitas pengarang terhadap suatu realita kehidupan sosial memilki sifat-sifat yang abadi yang memuat kebenaran-kebenaran hakiki yang selalu ada.

Hubungan sastra dan sosiologi sangat erat. Hal ini sejalan dengan pernyatan Wellek dan Austin Warren (1989: 111) sosiologi sastra adalah “Suatu telaah sosiologi terhadap suatu karya sastra.” Telaah sosiologi ini mempunyai tiga klasifikasi yakni:

1. Sosiologi pengarang adalah yang mempermasalahkan tentang status sosial, ideologi politik dan lain-lain yang menyangkut diri pengarang.

2. Sosiologi karya Sastra adalah memasalahkan tentang suatu karya sastra, yang menjadi pokok kajian adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat yang hendak disampaikannya. 3. Sosiologi sastra adalah yang memasalahkan tentang pembaca dan


(11)

Dari ketiga klasifikasi tersebut dapat juga diambil kesimpulan bahwa sosiologi adalah suatu telaah yang objektif, ilmiah tentang manusia dalam masyarakat dan tentang sosial dan proses sosial. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah perekonomian, keagamaan, politik, dan lain-lain. Kita mendapat gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mekanisme kemasyarakatannya, serta proses pembudayaanya. Sastra sebagaimana dengan sosiologi, berurusan dengan manusia, bahkan sastra diciptakan oleh anggota masyarakat untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat ia terikat oleh status sosial tertentu dan tidak dapat mengelak dari adanya pengaruh yang diterimanya dari lingkungan yang membesarkan sekaligus membentuknya. “Meskipun sosiologi dan sastra adalah dua hal yang berbeda namun dapat saling melengkapi,” (Laurenson dan Swingewood dalam Endraswara 2003: 77).

Keduanya sama-sama membahas tentang masalah dalam kehidupan masyarakat. Berdasarkan uraian dari tiga telaah sosiologi tersebut secara khusus analisis ini ditekankan pada analisis sosiologi karya sastra yang mengungkapkan tentang karya sastra sebagai pokok permasalahan. Di dalam karya sastra terdapat hubungan-hubungan kenyataan sosial yang mengandung amanat-amanat.

Hal tersebut dapat disimpulkan, novel Tea for Two karya Clara Ng dianalisis berdasarkan pendekatan sosiologi sastra yang meliputi : 1) sistem sosial (sistem kemasyarakatan, pengaruh lingkungan, pengaruh teknologi). 2) kelas sosial (mata pencaharian).


(12)

Masalah yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat itu dapat berupa konflik. Konflik inilah yang dapat membuat karya sastra ini semakin realita. Karena dapat saja konflik yang dialami tokoh pernah dialami pembaca. Sehingga membuat novel tersebut semakin menarik. Konflik adalah “Suatu proses sosial di mana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan,”(Soekanto, 1985: 15).

Berdasarkan defenisi konflik adalah proses sosial yang terjadi dalam masyarakat. Bagaimanapun keadaannya, baik pada masyarakat modern maupun pada masyarakat tradisional. Proses sosial yang terjadi karena interaksi sosial dalam masyarakat akan menimbulkan berbagai masalah, salah satunya adalah Kekerasan dalam Rumah Tangga atau disingkat dengan KDRT, hal ini dipertegas dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga pasal 1 disebutkan:

KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dan lingkup rumah tangga.

Undang-undang di atas menjelaskan bahwa kasus KDRT adalah segala jenis kekerasan (baik fisik maupun psikis) yang dilakukan oleh anggota keluarga kepada anggota keluarga yang lain. Misalnya yang dilakukan suami kepada istri dan anaknya, atau oleh ibu kepada anaknya, bahkan sebaliknya. Meskipun demikian, korban yang dominan adalah kekerasan terhadap istri dan anak oleh seorang suami. KDRT dapat menimpa siapa saja termasuk ibu, bapak, suami, istri, anak atau pembantu rumah tangga. Namun secara umum pengertian KDRT lebih dipersempit artinya sebagai penganiayaan oleh suami terhadap istri. Hal ini dapat


(13)

dimengerti karena kebanyakan korban KDRT adalah istri. Sudah barang tentu pelakunya suami. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan suami dapat pula sebagai korban KDRT oleh istrinya.

Diskriminasi terhadap perempuan dapat diartikan sebagai setiap pembedaan, pengucilan, atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang bertujuan atau berpengaruh untuk menghalangi, meniadakan pengakuan terhadap dinikmatinya atau dilaksanakannya hak asasi manusia dan kebebasan dasar oleh kaum perempuan, (Schuler dan Thomas, 2001: 46). Perempuan yang menjadi korban kekerasan maupun tindak kejahatan bukan hanya dilakukan oleh seorang penjahat, tetapi dapat dilakukan oleh keluarga atau kerabat dekat.

Kekerasan dalam lingkup rumah tangga atau keluarga banyak dilakukan oleh seorang suami, seperti suami melakukan kekerasan terhadap istrinya dengan memukul atau menampar istrinya, menendang, dan memaki-maki dengan ucapan yang kotor. Kultur budaya masyarakat yang mengedepankan laki dapat dipastikan posisi perempuan bersifat subordinasi terhadap laki-laki. Segala bentuk kekerasan yang terjadi bagi perempuan selalu mempunyai legitimasi kultural masyarakat, karena memang posisi perempuan lebih rendah dari laki-laki.

Pencegahan kekerasan dilakukan secara terus-menerus dengan diberlakukannya sistem hukum yang diharapkan dapat mengatasi masalah tindak kekerasan terhadap perempuan, (Katjasungkana, 2002: 161). Perempuan yang menjadi korban kekerasan karena adanya ketidakseimbangan relasi antara laki-laki dan perempuan dalam relasi pasangan perkawinan, keluarga, atau hubungan intim.


(14)

Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyatakan bahwa dasar perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia. Kenyataannya yang terjadi di tengah masyarakat justru sebaliknya, kekerasan terhadap perempuan masih banyak dilakukan di berbagai daerah maupun di kota-kota besar. Perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga cenderung memilih diam untuk mempertahankan nilai-nilai keharmonisan keluarga tersebut. Akibatnya perempuan juga cenderung memilih penyelesaian secara perdata melalui perceraian daripada menuntut pelaku kekerasan, (Saraswati, 2004: 26-28).

Terjadinya kekerasan dalam keluarga akan menimbulkan dampak yang negatif pada anak bahkan keluarga itu sendiri, seperti istri menuntut untuk bercerai karena tidak tahan akan perilaku suami yang keras. Gunarsa (2007: 89) berpendapat bahwa “Perbedaan pertentangan dan kekecewaan baik dalam segi materi, mental maupun seksual, telah membentuk dinding pemisah antara suami dan istri.”

Ketidaksesuaian ini memberi kesempatan bagi terbentuknya hubungan segitiga atau lebih. Hubungan yang tidak wajar lagi antara beberapa individu ini memperbesar dinding pemisah dan merusak keutuhan keluarga. Penderitaan ini akan lebih dirasakan oleh kaum istri, kerena istri merupakan penampung emosi dari suami.

Dari hal tersebut diambil kesimpulan bahwa segala perbuatan tindakan KDRT merupakan perbuatan melanggar hak asasi manusia yang dapat dikenakan sanksi pidana maupun hukum perdata.


(15)

Hal yang menarik dalam novel Tea for Two karya Clara Ng adalah permasalahan yang diungkapkannya. Novel ini mengungkap konflik yang penuh kekejaman dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Tea for Two adalah perusahaan biro jodoh milik Sassy. Baginya tidak ada tanggung jawab dan kebahagiaan yang lebih besar daripada mempertemukan dua orang yang awalnya saling tidak mengenal kemudian mengantarkan mereka pada kehidupan yang diidam-idamkan. Apakah benar pernikahan adalah satu-satunya jalan terindah bertabur bunga yang diimpikan dan dicita-citakan semua orang? Ternyata tidak semua orang setuju. Contohnya dapat dilihat pada pernikahan Sassy di dalam novel Tea for Two karya Clara Ng. Pada pernikahan tersebut mengandung rangkaian rahasia kecil yang menjadi kebohongan besar-besaran.

Hal ini terlihat dalam sinopsis novel yang dapat ditemukan di belakang kulit sampul pada novel Tea for Two tersebut yakni : setelah pernikahan di bulan madunya Sassy malah mendapat tamparan tepat dipipinya hanya karena Alan cemburu terhadap seorang bule yang berbicara dengan Sassy. Sassy kecewa, kaget melihat sisi Alan yang lain, tertusuk oleh kata-kata pelacur yang keluar dari mulut Alan. Dengan sikap Alan yang tidak mudah ditebak, Sassy berusaha untuk memaafkan lelaki sempurna itu, setidaknya sempurna dalam harapannya. Hari-hari selanjutnya adalah Hari-hari-Hari-hari penuh kejutan, kejutan yang diberikan Alan kepada Sassy. Alan adalah lelaki yang mampu berlaku semanis madu sekaligus bersikap sepahit empedu di waktu yang berdekatan. Alan dapat marah hanya karena hal-hal sepele, Alan mampu mengasari tidak hanya di mulut, tetapi pukulan. Alan membenci sahabat-sahabat Sassy, Alan semakin sulit dibaca dari hari kehari. Alan tidak menemani Sassy melahirkan, Alan menganggap Sassy gemuk dan jelek setelah melahirkan dan muak dengan bau susu dari tubuh Sassy yang memang sedang menyusui anaknya,

(Goodreads, http://www.goodreads.com : 2009) diakses 29 Maret 2009.

Clara Ng adalah seorang novelis, penulis buku anak, dan cerpenis yang karya-karyanya menghiasi kolom sastra di media massa. Singkatan Ng diambil dari marga suaminya yakni Nicholas Ng. Di mana marga tersebut lazim di kalangan Tionghoa di Indonesia, yakni Marga Hanyu Pinyi : Wang. Sebagai penulis buku anak, Clara Ng telah memenangkan Adikarya Ikapi selama tiga


(16)

tahun berturut-turut, yaitu tahun 2006-2008. Lulusan Ohio State University jurusan Interpersonal Communication ini dengan senang hati menyebut dirinya sebagai penulis. Seluruh novelnya membahas tentang perempuan, keluarga dan cinta. Saat ini Clara Ng tinggal di Jakarta bersama keluarganya. Tea for Two

adalah karyanya yang sebelas yang terbit pada tahun 2009. Biografi singkat Clara Ng dapat ditemukan di halaman terakhir novel yakni pada halaman 312, (Indiana Lesmana, http://clara-ng.blogdrive.com : 2009).

Alasan penulis menganalisis novel ini adalah penulis merasa tertarik karena adanya permasalahan KDRT yang sangat kompleks yang ada di dalamnya melalui tinjauan sosiologi sastra. Selain itu sepanjang pengetahuan penulis novel ini belum pernah dianalisis, terutama yang dianalisis dari tinjauan sosiologi.

1.1.2 RumusanMasalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan dianalisis adalah: 1. Bagaimanakah bentuk-bentuk KDRT pada novel Tea for Two karya Clara

Ng?

2. Faktor-Faktor apa sajakah yang mempengaruhi munculnya KDRT pada novel Tea for Two karya Clara Ng?

1.1.3 Batasan Masalah

Suatu penelitian harus mempunyai batasan masalah. Dengan pembatasan masalah yang ada, penelitian dapat terarah dan tidak terjadi kesimpangsiuran masalah yang hendak diteliti sehingga tujuan yang dimaksudkan peneliti dapat tercapai.


(17)

1. Penelitian ini membahas bentuk-bentuk KDRT pada novel Tea for Two

karya Clara Ng?

2. Penelitian ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya KDRT pada tokoh-tokoh yang ada pada novel Tea for Two karya Clara Ng.

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.2.1 Tujuan penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis bentuk-bentuk KDRT pada novel Tea for Two

karya Clara Ng?

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi KDRT yang dialami tokoh-tokoh pada novel Tea for Two karya Clara Ng.

1.2.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini yang dapat diambil adalah:

1. Memperkaya pengkajian dan pengapresiasian karya sastra di Indonesia. 2. Membantu pembaca untuk memahami gambaran KDRT yang dialami


(18)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 588), konsep didefenisikan sebagai berikut,

1. Rancangan dan buram surat dsb,

2. Ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret: satu istilah dapat mengandung dua yang berbeda dan

3. Ling gambaran mental dari objek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal yang lain. Dari defenisi di atas, penulis menilai bahwa defenisi ketiga adalah yang paling tepat untuk mengambarkan konsep dalam skripsi ini yaitu, gambaran mental dari objek , proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Dengan demikian, konsep digunakan sebagai kerangka atau pijakan untuk menjelaskan, atau pun memaparkan suatu objek atau topik pembahasan. Dalam hal ini, konsep yang dimaksudkan adalah gambaran dari objek berupa novel berjudul Tea for Two yang akan dibedah dalam suatu pembahasan skripsi yang berjudul Analisis KDRT pada Novel Tea for Two Karya Clara Ng yang dianalisis dari tinjauan Sosiologi Sastra.

Skripsi ini akan melibatkan beberapa konsep yang akan menjadi dasar pembahasan pada bab selanjutnya, yaitu:


(19)

2.1.1 Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari kata sos (Yunani) yang berarti bersama, bersatu, kawan, teman, dan logi (logos) berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Sastra dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajarkan, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. kesimpulan dari definisi tersebut, keduanya memiliki objek yang sama yaitu manusia dan masyarakat. Grebstein (dalam Damono,1984: 4-5) menjelaskan bahwa karya sastra tidak dapat dipahami secara menyeluruh dan tuntas jika dipisahkan dari budaya masyarakat yang menghasilkannya. Dengan demikian, kesamaan permasalahan antara sosiologi dengan sastra adalah sama-sama berurusan dengan manusia dan masyarakat. Namun, seorang sosiolog hanya dapat melihat fakta berdasarkan kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat. Sedangkan sastrawan mampu mengungkapkan kenyataan melalui imajinasinya.

Uraian di atas dipertegas oleh pendapat Ratna (2004: 399) yang mengatakan bahwa sosiologi sastra adalah “Analisis karya sastra dalam kaitannya dengan masyarakat”. Jadi, sosiologi adalah kajian terhadap suatu karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya baik yang berhubungan dengan penciptanya, gambaran masyarakat dalam karya itu, maupun pembacanya.

2.1.2 Konflik

Konflik berasal dari kata kerja Latin, yakni configure yang bermaksud saling memukul. Dari sudut sosiologi konflik adalah suatu proses sosial antara dua orang atau lebih, boleh juga dalam kumpulan/organisasi di mana salah satu


(20)

pihak berusaha menyingkirkan pihak yang lain. Konflik berlaku disebabkan perbedaan pendapat oleh individu dalam interaksi. Perbedaan tersebut ialah berkaitan dengan fisik, kepandaian, pengetahuan, adat dan budaya, keyakinan, agama dan sebagainya, (http://rakansiswa 01.wordpress.com).

2.1.3 KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)

KDRT merupakan fakta sosial yang bersifat universal karena dapat terjadi dalam sebuah rumah tangga tanpa pembedaan budaya, agama, suku bangsa, dan umur pelaku maupun korbannya. Karena itu, ia dapat terjadi dalam rumah tangga dari keluarga sederhana, miskin dan terbelakang maupun rumah tangga dari keluarga kaya, terdidik, terkenal, dan terpandang. Tindak kekerasan ini dapat dilakukan oleh suami atau istri terhadap pasangan masing-masing, atau terhadap anak-anak, anggota keluarga yang lain, dan terhadap pembantu mereka secara berlainan maupun bersamaan.

Perilaku merusak ini berpotensi kuat menggoyahkan sendi-sendi kehidupan rumah tangga dengan sederetan akibat di belakangnya, termasuk yang terburuk seperti tercerai-berainya suatu rumah tangga.

Menurut Budiary 2008 KDRT adalah segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh salah satu anggota dalam rumah tangga misalnya suami terhadap istri yang berakibat menyakiti secara fisik, psikis, seksual dan ekonomi, termasuk ancaman, perampasan kebebasan yang terjadi dalam rumah tangga atau keluarga. Selain itu, hubungan antara suami dan istri diwarnai dengan penyiksaan secara verbal, tidak adanya kehangatan emosional, ketidaksetiaan dan menggunakan kekuasaan untuk mengendalikan istri, (http://liputankita.com).

Dari uraian di atas banyak contoh-contoh KDRT yang sering terjadi di dalam rumah tangga. Hal tersebut memberi pelajaran bagi kita untuk lebih berhati-hati dalam memilih pasangan hidup dan lebih berhati-hati dalam menjalani kehidupan berumah tangga.


(21)

2.1.4 Novel Tea for Two

Novel adalah salah satu jenis karya sastra. Pada umumnya novel merupakan hasil daya cipta seorang pengarang akan pengalaman hidupnya serta bentuk-bentuk kehidupan masyarakat. Masyarakat sering mengatakan bahwa novel merupakan wadah untuk mengungkapkan kehidupan manusia dari berbagai aspek karena mengungkapkan berbagai macam perasaan di dalamnya misalnya latar belakang kehidupan masyarakat itu menjadi dasar penciptaan sebuah karya sastra. Misalnya pada novel Tea for Two banyak menceritakan lika-liku kehidupan dalam berumah tangga.

Makna Tea for Two dalam Kamus Inggris Indonesia adalah kata tea memiliki arti teh, for bermakna untuk, sedangkan two bermakna dua. Jadi Tea for Two adalah teh untuk dua. Maksud dari pengertian tersebut pada novel ini adalah di mana penulis ingin menceritakan dua orang yang tidak saling mengenal bertemu di suatu tempat perjodohan sembari minum teh. Awal pertemuan tersebut berlanjut hingga ke pernikahan dan mengambarkan segala liku-liku kehidupan. Dari pertemuan tersebut mengambarkan perjalanan hidup tokoh utama Sassy dari awal pertemuan dengan Alan hingga pada pernikahan yang penuh dengan kebohongan. Hal tersebut dapat ditemukan pada novel Tea for Two karya Clara Ng.


(22)

2.2 Landasan Teori

Dalam penelitian ini membutuhkan landasan teori yang mendasari, karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang digunakan hendaknya mampu menjadi tumpuan seluruh pembahasan. Dalam analisis ini penulis akan menggunakan teori sosiologi sastra untuk menganalisis data-data yang diperlukan sebagai penunjang atas keberhasilan analisis ini.

Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak belakang dari orientasi kepada semesta, namun dapat juga bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca. Menurut pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan. Kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra.

Menurut Ratna (2004: 332) ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan dengan demikian harus diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat, sebagai berikut.

1. Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, ketiganya adalah anggota masyarakat.

2. Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat.

3. Medium karya sastra baik lisan maupun tulisan dipinjam melalui kompetensi masyarakat yang dengan sendirinya telah mengandung masalah kemasyarakatan.


(23)

4. Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, dan adat-istiadat dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetik, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat berkepentigan terhadap ketiga aspek tersebut. 5. Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas,

masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa sosiologi sastra dapat meneliti melalui tiga perspektif, pertama, perspektif teks sastra, artinya peneliti menganalisisnya sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya. Kedua, persepektif biografi pengarang yaitu peneliti menganalisis dari sisi pengarang. Perspektif ini akan berhubungan dengan kehidupan pengarang dan latar kehidupan sosial, budayanya. Ketiga, perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.

Sosiologi karya sastra itu sendiri lebih memperoleh tempat dalam penelitian sastra karena sumber-sumber yang dijadikan acuan mencari keterkaitan antara permasalahan dalam karya sastra dengan permasalahan dengan masyarakat lebih mudah diperoleh. Di samping itu, permasalahan yang diangkat dalam karya sastra biasanya masih relevan dalam kehidupan masyarakat.

Sastra dapat dikatakan sebagai cermin masyarakat, atau diasumsikan sebagai salinan kehidupan, tidak berarti struktur masyarakat seluruhnya dapat tergambar dalam sastra. Yang didapat di dalamnya adalah gambaran masalah masyarakat secara umum ditinjau dari sudut lingkungan tertentu yang terbatas dan berperan sebagai mikrokosmos sosial. Seperti lingkungan bangsawan, penguasa, gelandangan, rakyat jelata, dan sebagainya.


(24)

Selain sosiologi sastra penulis juga akan membicarakan tentang konflik yang terjadi pada tokoh-tokoh di dalam novel tersebut. Teori sosiologi berhubungan erat dengan konflik.

Kedua hal inilah yang digunakan penulis. Karena menganalisis sebuah karya sastra itu selalu berhubungan dengan ilmu-ilmu lain yang mendukung dalam pengkajian tersebut. Salah satunya adalah sosiologi. Penulis ingin mengkaji dilihat berdasarkan konflik yang terdapat dalam novel Tea for Two karya Clara Ng, untuk mengkajinya penulis menghubungkannya dengan teori sosiologi sastra.

Menurut Kamus Merriam Webster dan Advance (Ubaydillah, http://www.e-psikologi.com : 2007)

Konflik adalah :

1. Perlawanan mental sebagai akibat dari: kebutuhan, dorongan, keinginan atau tuntutan yang berlawanan

2. Tindakan perlawanan karena ketidakcocokan / ketidakserasian 3. Berkelahi, berperang, atau baku hantam

Salah satu contoh konflik sosial adalah KDRT. KDRT adalah penganiayaan yang terjadi di dalam rumah tangga. Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 (2007: 4) Bentuk-bentuk KDRT itu ada 4 macam yakni:

1) Kekerasan Fisik

Kekerasan Fisik adalah segala perbuatan suami yang menimbulkan rasa sakit atau luka pada istri. Para korban mengaku ada yang dipukul, ditendang, diseterika, disundut dengan rokok, kepala dibotakin sampai disiram air keras. 2) Kekerasan Psikis

Kekerasan Psikis adalah tindakan suami yang mengarah pada kondisi istri (korban) merasakan ketakutan. Istri menjadi tertekan, lalu depresi, karena ruang geraknya jadi terbatas dan tak lagi merasakan kebebasannya sebagai individu.


(25)

Contohnya pernyataan suami pada istrinya, "Kamu kan hidup menumpang". Atau suami mengancam istri untuk tidak ke luar rumah, dan kalau melanggar, harus menanggung akibatnya.

3) Kekerasan seksual

Kekerasan Seksual adalah lebih ke arah pemaksaan hubungan seks. Apalagi sekarang banyak yang mengajarkan cara atau teknik berhubungan seks melalui VCD atau media lain. Akibatnya, suami ingin menerapkannya tanpa kesepakatan dengan sang istri lebih dulu. Akibatnya, istri mengalami tekanan batin. Di satu sisi, mereka merasa jijik, tapi di sisi lain takut ditinggalkan suami jika menolak.

4) Kekerasan ekonomi

Kekerasan Ekonomi adalah bentuk kesulitan ekonomi yang dialami oleh istri karena suami tidak memberi nafkah. Misalnya, setiap hari istri dijatah Rp 10 ribu untuk keperluan rumah tangga. Cukup nggak cukup, harus cukup. Bahkan, ada yang tiap bulan harus bikin laporan keuangan, berapa pemasukan dan pengeluaran keluarga. Biasanya, apa yang dilakukan suami semata-mata karena latar belakang keluarganya. Salah satu contoh, ibu sang suami sangat royal, sehingga sang ayahlah yang mengontrol keuangan keluarga. Nah, ia sering mendengar keluhan ayahnya tentang sifat perempuan yang boros dan suka menghambur-hamburkan uang. Inilah yang kemudian diterapkan pada istrinya.

Hal lain yang masuk kategori ini adalah larangan untuk bekerja. Jika ini disepakati bersama, tidak ada masalah. Yang jadi masalah, sebelum menikah, calon suami sudah memberi syarat, jika sudah menikah, istri harus berhenti bekerja dan mengurus keluarga saja. Ketika rumah tangga mengalami kesulitan


(26)

ekonomi, suami tetap bersikukuh istri tidak boleh bekerja dalam kondisi apa pun, istri memiliki hak untuk bekerja, apalagi jika ia memiliki keahlian.

Dilihat dari semua bentuk-bentuk KDRT tersebut. Penulis ingin mengkaji novel Tea for Two karya Clara Ng dilihat berdasarkan bentuk KDRT berdasarkan kekerasan fisik dan psikis. Tetapi pada novel ini lebih banyak mengkaji secara kekerasan psikis dan dihubungkan dengan sosiologi yang mempengaruhinya. 2.3 Tinjauan Pustaka

Novel Tea for Two karya Clara Ng ini sebenarnya adalah novel yang sangat menarik sekali untuk dikaji, diteliti, dan diulas dalam beberapa forum diskusi di internet seperti http://www.rakansiswa01.wordpress.com, www.goodreads.com, karena isi dari novel tersebut terdapat masalah-masalah kehidupan yang tidak asing lagi bagi pembaca.

Novel Tea for Two ini sebenarnya sudah pernah dibahas sebelumnya oleh Caroline. Caroline adalah salah satu pengemar novel Tea for Two karya Clara Ng. Pembahasan mengenai novel ini masih hanya seputar kritik para pembaca yang dituangkan dalam bentuk forum diskusi maupun resensi mengenai pemikiran dan gaya bercerita Clara Ng dalam karya-karyanya yang terbilang sederhana. Hal ini disebabkan pengarang menggunakan bahasa pandai merangkai kata-kata di dalam novel tersebut. Sepanjang pengetahuan penulis, belum ada yang meneliti novel ini secara khusus dalam rupa skripsi. Selain itu, pembahasan yang sudah ada mengenai novel ini juga cenderung membahas masalah kehidupan rumah tangga tokoh utama yakni Sassy, sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis kali ini lebih cenderung kepada konflik sosial yang terjadi di dalam kehidupan rumah tangga Sassy sebagai tokoh utama di dalam novel Tea for Two karya Clara


(27)

Ng. Pembahasan yang telah membicarakan novel Tea for Two ini masih hanya sebatas komentar atau forum diskusi di dunia maya antara lain.

1. Tea for Two : Gaya penceritaan Clara Ng sebagai seorang pengarang, Caroline adalah salah satu pembaca novel Tea for Two. Mengawali komentar, disebutkan bahwa novel Tea for Two terbitan Kompas yang diberi label cerita bersambung. Dikomentari lebih lanjut, Buku ini bagus untuk membuka mata kita akan KDRT. Ceritanya sih gak melulu soal ketakutan atau kecemasan akan KDRT, bukan itu. Malahan, kalau dapat dibilang, porsi-nya gak banyak. Selain itu, ceritanya seolah-olah dibikin dua model. Satu dari sisi pengarang (menggunakan sudut pandang orang ketiga) dan di sisi lain dari sudut pandang Sassy, tentang apa yang dia rasakan dan pikirkan. Di bagian ini, mau tidak mau kita menjadi lebih mengerti, mengapa seorang perempuan seperti Sassy dapat terjebak dalam pernikahan KDRT.

Gaya bahasa dan penulisannya. Entah baru di buku ini aja atau di buku-buku lain juga, karena gue baru paham. Clara Ng ini benar-benar menggunakan bahasa Indonesia yang baik (meskipun belum tentu benar). Nyaris tidak ada istilah bahasa Inggris, kecuali memang istilah yang belum ada padanan bahasa Indonesianya atau mungkin yang masih terasa asing, tetapi bukan berarti bahasa percakapannya menjadi kaku, enggak. Terasa lebih Indonesia aja :). Di saat nyaris seluruh fiksi kategori Chicklit atau Metropop menggunakan bahasa Inggris ke dalam bahasa percakapan sehari-hari, membaca buku Clara Ng yang minim bahasa Inggris dalam percakapan, ternyata menyegarkan juga :). Mungkin karena Clara Ng dapat menempatkan terjemahan kalimat kalimat tersebut ke dalam kalimat-kalimat yang terdengar wajar, www.blogspot.com ditulis pada tanggal 28 February 2010.

2. Sekilas tentang Clara Ng by Dito Gendut

Dito Gendut, salah satu pembaca setia karya-karya Clara Ng. Dito mengagumi semua karya-karya Clara Ng. Baginya Clara Ng sangat pandai dalam menggunakan kata-kata di dalam karyanya. Dikomentari lebih lanjut, Tulisan


(28)

Clara Ng itu bebas. Kata-katanya benar-benar bebas. Semua yang ada di sekitar kita, yang selama ini kita acuhkan, meskipun kita sadari keberadaannya, semua hal yang kita anggap tabu, Clara Ng dengan berani menuliskannya dengan kata-kata yang indah dan jujur, apa adanya. Buku-bukunya yang tidak pernah lepas dari kehidupan metropop dan wanita karir, sungguh sangat menginspirasiku untuk menjadi sesukses para wanita khayalan dalam bukunya itu. Tapi, ada juga yang aku sayangkan dari buku-buku yang ditulis oleh Clara Ng, yaitu unsur percintaannya yang nggak dapat lepas dari namanya hubungan intim, atau lebih jauh lagi kita sebut ML (making love). Meskipun aku akui, Clara Ng dapat meramu kata-katanya dengan baik sehingga jadi tidak terlalu vulgar banget. Clara Ng selalu dapat menggambarkan kehidupan kota besar dengan sangat mengagumkan, kalau aku bilang, (www.wordpress.com dituliskan pada tanggal 28 February 2009).

Penelitian dengan menggunakan Teori Sosiologi Sastra telah banyak dilakukan oleh para penikmat sastra sebelumnya, khususnya para mahasiswa sastra yang ingin meraih gelar sarjananya. Namun sepanjang pengetahuan penulis, penelitian dengan menggunakan Teori Sosiologi Sastra terhadap Novel Tea for Two ini belum pernah ada. Penelitian yang menggunakan teori Sosiologi Sastra adalah berupa skripsi mahasiswi, salah satunya antara lain:

Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata : Analisis Sosiologi Sastra Skripsi ini disusun oleh mahasiswa Fakultas Sastra USU angkatan tahun 2005 bernama Listi Mora Rangkuti. Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah aspek- aspek atau nilai-nilai Sosiologi yang terdapat pada diri pengarang dalam novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata.


(29)

Penelitian diawali pada pembahasan aspek intrinsik sastra yang dianggap perlu seperti plot, perwatakan, alur dan tema. Kemudian dilanjutkan pada pembahasan ekstrinsik yang terkandung dalam novel Sang Pemimpi yakni:

1. Kesadaran sosial (keinginan untuk memperoleh pendidikan, dorongan, untuk mewujudkan cita-cita, pengaruh kekuatan cinta, pengaruh kekuatan reigi).

2. Sistem sosial (sistem kemasyarakatan, pengaruh teknologi) 3. Kelas sosial (mata pencaharian)

Analisis struktural dan sosiosastra dilakukan karena karya memoar Andrea Hirata ini merupakan cermin masyarakat yang dapat dijadikan sebagai dokumen sosial budaya.

Berdasarkan tinjauan tersebut maka diputuskan untuk membedah dan menemukan akar permasalahan novel Tea for Two tersebut dengan menggunakan teori Sosiologi Sastra sebagai pisau bedahnya.


(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Teknik Pengumpulan Data

Setiap karya ilmiah sudah tentu memerlukan data-data yang dapat dipercaya untuk membantu pembahasan dan pengambilan suatu keputusan. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang akan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari isi novel Tea for Two itu sendiri, sedangkan data sekunder diambil dari buku-buku yang mencakup tentang KDRT, Sastra dan Sosiologi Sastra. Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan melalui metode membaca heuristik dan hermeneutik. Membaca karya sastra sebagaimana yang dikemukakan oleh Riffatere ( dalam Jabrohim, 2001 : 12) yakni:

Dimulai dengan langkah-langkah heuristik, yaitu membaca dengan jalan meniti tataran gramatikalnya dari segi mimetisnya dan dilanjutkan dengan pembacaan retroaktif, yaitu bolak balik sebagaimana yang terjadi pada metode hermeneutik untuk menangkap maknanya.

Metode ini dianggap tepat untuk memahami karya sastra, Karena selain menggunakan bahasa sebagai mediumnya, sastra merupakan kebenaran imajinasi di mana pengumpulan data dilakukan dengan teknik yakni data-data diperoleh dari pembacaan heuristik dan hermeneutik tentang konflik sosial yang dihubungkan dengan sosiologi sastra dipindahkan langsung ke bahan skripsi.


(31)

3.2 Bahan Analisis

Adapun yang menjadi sumber data primer dari novel Tea for Two karya Clara Ng yaitu:

Judul : Tea for Two

Karya : Clara Ng

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Tebal Buku : 312 Halaman

Ukuran buku : 20 cm

Cetakan : 11

Tahun : 2009

Jenis : Novel

Warna sampul : Perpaduan warna hitam dan cokelat muda Gambar sampul : Gambar dua manusia, yakni seorang wanita

menggunakan gaun panjang berwarna hitam sedang berdiri di belakang seorang lelaki dengan mengguka n baju berwarna abu-abu

Desain sampul : @ Lise Metzger/Riser/Getty Images

Sedangkan yang menjadi data sekunder akan di peroleh dari membaca buku-buku yang berhubungan dengan KDRT, Sastra, dan Sosiologi.

3.3 Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dalam mengkaji data. Dalam analisis deskriptif ini, data yang diperoleh dicatat dan dipilih berdasarkan perbutir masalah yang terdapat dalam novel Tea for Two.


(32)

1. peneliti membaca data yang dikumpulkan untuk memahaminya secara keseluruhan.

2. peneliti akan mengidentifikasikan dan mengklasifikasikan seluruh data berdasarkan butiran masalah.

3. peneliti kembali menafsirkan seluruh data untuk menemukan kepaduan dan hubungan antardata, sehingga diperoleh pengetahuan secara utuh tentang makna karya tersebut.

Data yang telah terkumpul kemudian diinterpretasikan sehingga terjalin antarstruktur yang saling berkaitan. Hasil yang diperoleh berupa uraian penjelasan karena penelitian ini bersifat deskriptif.


(33)

BAB IV

ANALISIS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PADA NOVEL TEA FOR TWO KARYA CLARA NG

4.1 KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PADA NOVEL TEA FOR TWO KARYA CLARA NG.

KDRT merupakan sebuah fenomena menarik yang terjadi di masyarakat dan sudah menjadi isu global. Munculnya berbagai persoalan KDRT kerap terjadi dan umumnya menimpa kaum perempuan. Hal ini menunjukkan masih terbentangnya jurang yang lebar bagi kaum perempuan untuk meraih hak-haknya, khususnya hak untuk mendapatkan perlindungan hukum.

Sebagian besar perempuan sering bereaksi pasif dan apatis terhadap tindak kekerasan yang dihadapi. Ini memantapkan kondisi tersembunyi terjadinya tindak kekerasan pada istri yang diperbuat oleh suami. Kenyataan ini menyebabkan minimnya respon masyarakat terhadap tindakan yang dilakukan suami dalam ikatan pernikahan. Istri memendam sendiri persoalan tersebut, tidak tahu bagaimana menyelesaikan dan semakin yakin pada anggapan yang keliru, suami dominan terhadap istri. Rumah tangga, keluarga merupakan suatu institusi sosial paling kecil dan bersifat otonom, sehingga menjadi wilayah domestik yang tertutup dari jangkauan kekuasaan publik.

Tindakan kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga merupakan salah satu bentuk kekerasan yang seringkali terjadi pada perempuan dan terjadi di balik pintu tertutup. Tindakan ini seringkali dikaitkan dengan penyiksaan baik fisik


(34)

maupun psikis yang dilakukan oleh orang yang mempunyai hubungan yang dekat. Bentuk-bentuk KDRT pada Novel Tea for Two adalah :

4.1.1 Kekerasan Fisik

Pada Novel Tea for Two kekerasan fisik ini adalah Pada mulanya adalah curhat seorang sahabat. “Di suatu sore, teman baik saya mengirim sms ke saya. Katanya, dia ingin menceritakan sesuatu kepada saya,” ujar Clara Ng, penulis novel Tea for Two, yang dibahas dalam acara eve’s Book Club awal Juli lalu di Cheese Cake Factory Cikini, Jakarta. Maka, Clara dan teman baiknya itu pun sepakat untuk bertemu keesokan harinya. “Ketika bertemu, dia bercerita apa yang terjadi pada dirinya dan apa yang akan dia lakukan, keputusan dia selanjutnya. Ternyata dia mengalami kasus, KDRT,” ungkap Clara.

Dalam Tea for Two, adegan KDRT langsung disajikan Clara pada bagian-bagian awal. Bahkan, Clara menuliskan kekerasan itu terjadi pada saat bulan madu yang menjadi korbannya adalah Sassy. Pelakunya adalah suami Sassy yakni Alan.

Apa jadinya, kalau seorang mak comblang, masih mempertanyakan tentang apakah ada cinta sejati diluar sana buat dia. seseorang yang punya bisnis jodoh menjodohkan orang lain, ternyata belum bertemu dengan jodohnya sendiri dan masih terus mencari sosok yang tepat dalam hidupnya. Itulah yang terjadi pada sosok seorang wanita, tokoh utama dalam cerita ini, yang punya nama Sassy. Seorang wanita yang cukup mapan, dan punya bisnis yang menarik bernama Tea for Two. Perusahaan yang dijalankan Sassy ini adalah sebuah perusahaan mak comblang, yang selalu punya misi untuk mencarikan sosok yang tepat untuk orang lain. Dia dan timnya sering mengadakan sebuah pertemuan-pertemuan, yang pada


(35)

tujuannya adalah menjodohkan orang-orang yang ikut dalam pertemuan tersebut. Ibarat kata, Tea for Two adalah perusahaan yang punya banyak klien jomblo yang sudah mempunyai keinginan untuk menikah tapi belum bertemu dengan jodohnya.

Tea for Two merupakan wedding organizer bagi para kliennya, intinya yang namanya cinta is all around every time every day, tetapi ironisnya bukan buat Sassy. Itu masalahnya. Walaupun menjadi otak dari proses terjadinya perjodohan tapi dia sendiri belum bertemu dengan Mr. Rightnya. Bahkan sahabatnya sendiri Naya bertanya “apakah kamu percaya akan cinta sejati?” Dan sassy pun bingung dengan jawabannya. Adakah cinta sejati untuknya.

Sampai suatu hari ketika dia bertemu dengan sosok seorang pria bernama Alan. Tampan, mapan, baik, dan punya banyak sifat lain yang diinginkan oleh seorang wanita pada seorang pria idamannya. Jatuh cinta pada pandangan pertama itulah yang terjadi pada Sassy dan Alan juga. Setelah berkencan keduanya pun menikah. Akhirnya mak comblang yang punya banyak jasa pada banyak kliennya menemukan Mr. Right with his true love.

Kita nggak dapat menyalahkan kehidupan pernikahan itu sendiri. Karena nggak ada yang salah dengan pernikahan, Yang mungkin tidak berjalan sesuai rencana adalah orang-orang yang menjalankannya dan bagaimana mereka menjalankan pernikahan itu. Hal ini terlihat di dalam novel Tea for Two karya Clara Ng (2007: 15 )

Bagi Sassy Alan adalah sosok suami yang begitu sempurna. Tampan, Punya pekerjaan tetap, dan romantis. Tapi kemudian yang terjadi adalah kebalikan dari apa yang dilihat oleh sassy dari penampilan luar seorang Alan. Ternyata Alan adalah sosok yang suka melakukan kekerasan. Sejak pertama kali berbulan madu Alan melakukan pemukulan dan kekerasan lain yang tentu saja bikin Sassy terkejut. Siapa sangka kalo Alan yang


(36)

begitu terlihat lembut dan romantis dapat ngelakuin sesuatu yang menyakitkan. Adapun kekerasan fisik yang dilakukan Alan pada Sassy dapat kita lihat dibahwah ini. Alan mendorong Sassy menampar tiga kali. Bunyi plak-plak seperti suara gelegar petir di langit yang gelap. Sessy terdorong ke belakang, kehilangan keseimbangan, lalu jatuh. Sinar mata Alan berkelebat kelam, seperti sinar kejaman yang membuat Sassy tidak sanggup memandanya. Alan berdiri di samping Sassy. Tubunhnya tinggi menjulang disamping perempuan itu. “kamu membuatku gila, Sas! Aku gak mau dengan orang yang membuatku gila! Dasar perempuan nista! Alan berjalan begitu saja, meninggalkan Sassy.

Meninggalkan Sassy sendirian, tergeletak di lantai. Dan meninggalkanya dengan rasa yang teramat pahit.

Berdasarkan kutipan teks novel diatas dapat disimpulkan bahwa kekerasan fisik yang dialami oleh Sassy sangat menyakitkan hatinya dan menerima tamparan sebanyak tiga kali dari Alan. Dan kenyataan-kenyataan seperti inilah yang harus dihadapi oleh Sassy. Ketika dia berusaha buat nemukan orang yang tepat buat orang lain, ternyata dia sendiri bertemu dengan orang yang salah. Apalagi sebagai wanita berpendidikan Sassy nggak nyangka akan menjadi korban dari KDRT. Sassy juga mengalami sebuah kebingungan tentang apakah ia akan bercerita pada orang lain atau tidak, inilah yang menjadi pergulatan batin Sassy karena dia juga percaya bahwa Alan dapat berubah.

Gaya bahasanya mungkin dapat dibilang tidak tergolong susah, tidak terlalu banyak gaya bahasa yang sulit, apa adanya dengan kejadian-kejadian yang tidak terlalu luar biasa karena memang sering kita lihat atau kita alami sendiri dalam keseharian kita. Kehidupan Sassy sewaktu lajang dan mencari cinta sampai kemudian menikah dan punya anak dapat kita lihat di sini. Sebuah potret lain tentang bagaimana kehidupan rumah tangga, tidak mudah memang dan tidak selalu jelek tapi juga tidak selalu baik-baik saja. Semua kemungkinan itu ada, dan


(37)

kebetulan saja Tea for Two mengangkat sisi lain dari manusia yang menjalankan pernikahan dengan bumbu-bumbu yang kurang sedap.

4.1.2 Kekerasan Psikis

Kekerasan psikis adalah suatu tindakan penyiksaan secara verbal (seperti: menghina, berkata kasar dan kotor) yang mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan tidak berdaya. Kekerasan psikis ini, apabila sering terjadi maka dapat mengakibatkan istri semakin tergantung pada suami meskipun suaminya telah membuatnya menderita. Di sisi lain, kekerasan psikis juga dapat memicu dendam di hati istri.

Kekerasan psikologis atau emosional dalam novel Tea for Two adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Prilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau, menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak. dapat kita lihat pada isi novel Tea for Two karya Clara Ng (2007: 168) di bawah ini :

“Alan mulai mengkritik gaya hidup dan penampilan saya. “Kenapa sih kamu selalu harus memotong rambut pendek.” “Panjang dong. Baru panjang sedikit saja sudah ke salon.” “Kan dari dulu rambutku selalu pendek.”

“Kamu tidak kelihatan dewasa dengan rambut pendek seperti itu. Kamu kayak balita sehat. Aku kayak opa-opa girang di sebelah kamu.”

“Tapi aku pantas dendan rambut pendek.”

“Kamu mau aku kelihatan seperti om buncit yang menggandeng anak muda, ya?”

“Kamu nyindir?” “Kamu juga Nyindir?”

“Ya! Aku nyindir. Terus terang, aku malu berjalan di sebelahmu,” kata Alan, membuang muka kesal. “Cewek-cewek lain dapat memanjangkan rambutnya, kenapa kamu nggak dapat? Kamu seperti bayi yang baru lahir.”


(38)

Saya mengelak dari tatapan Alan yang menghujam. Terasa melecehkan, menembus ke jantung hati saya. Saya merasa diri saya buruk rupa. Saat itu juga saya merasa rambut saya adalah benda terburuk yan menempel di tubuh. Saya merasa diri saya cerdil.

“Please deh. Jangan pakai sepatu itu lagi! Haknya terlalu tinggi. Kamu seperti cewek penggoda. Pakai saja sepatu yang berhak rendah.”

“Warnanya terlalu ngejreng. Kamu mau dianggap pereknya?” “Atasan Kamu norak.. Bikin kamu kelihatan seperti nenek-nenek.” “Dasar nggak punya selera berpakaian! Beli baju dimana sih?”

“Potongan Rambutmu Jelek! Nggak dapat cari salon yang lebih eksklusif?!”

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk tindak kekerasan yang juga dialami oleh Sassy dalam novel Tea for Two berupa kekerasan psikis. Kekerasan psikologis atau emosional adalah perilaku yang menghancurkan nonfisik, seperti menyerang kompetensi sosial dan diri, bentuk dari kekerasan ini adalah penolakan, mengisolasi, meneror, dan menghindari.

Kekerasan psikis merupakan kekerasan yang dilakukan Alan tidak ditujukan untuk menyakiti tubuh tetapi lebih banyak pada psikis Sassy. Oleh karena itu terjadinya tindak kekerasan psikis tidak melalui kontak fisik antara pelaku tindak kekerasan dengan seseorang yang dikenai oleh tindak kekerasan. Berdasarkan isi novel Tea for Two sedikit mengalami kekerasan psikis yang menyebabkan Sassy tidak dapat berbuat apa-apa.

Tindak kekerasan psikis yang dialami Sassy terjadi dalam berbagai bentuk dari hanya sekedar menghina sampai membodoh-bodohkan Sassy karena dianggap kurang mampu menangkap apa yang Alan inginkan. Bentuk tindak kekerasan psikis yang ditemukan dalam Novel Tea for Two adalah berupa dihina, dicaci-maki, dihardik, atau dibodoh-bodohi.

Bentuk kekerasan psikis lain yang juga sangat berpengaruh pada Sassy dalam novel Tea for Two adalah memberi julukan atau nama panggilan yang


(39)

memalukan di luar nama aslinya. Perlakuan kekerasan psikis pada Sassy akan memberi konsekuensi pada masa tuanya, seperti ketidakmampuan untuk percaya diri, self-esteem yang rendah (atau perasaan tidak berharga). Dalam agama tidak dibenarkan memanggil nama orang dengan panggilan yang jelek, karena nama yang diberikan merupakan doa dari orangtuanya terhadap anaknya.

4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Munculnya KDRT pada Novel Tea for Two karya Clara Ng

KDRT pada istri tidak akan terjadi jika tidak ada penyebabnya. Di negara Indonesia, kekerasan pada perempuan merupakan salah satu budaya negatif yang tanpa disadari sebenarnya telah diturunkan secara turun temurun. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan suami terhadap istri, dalam novel

Tea for Two antara lain:

4.2.2 Sistem Sosial (Sistem Kemasyarakatan, Pengaruh Lingkungan, dan Pengaruh Teknologi)

Faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap istri dalam Novel Tea for Two berhubungan dengan kekuasaan suami/istri dan diskriminasi gender di masyarakat. Dalam masyarakat, suami memiliki otoritas, memiliki pengaruh terhadap istri dan anggota keluarga yang lain, suami juga berperan sebagai pembuat keputusan. Pembedaan peran dan posisi antara suami dan istri dalam masyarakat diturunkan secara kultural pada setiap generasi, bahkan diyakini sebagai ketentuan agama. Hal ini mengakibatkan suami ditempatkan sebagai orang yang memiliki kekuasaan yang lebih tinggi daripada istri. Kekuasaan suami terhadap istri juga dipengaruhi oleh penguasaan suami dalam sistem ekonomi, hal


(40)

ini mengakibatkan masyarakat memandang pekerjaan suami lebih bernilai. Kenyataan juga menunjukkan bahwa kekerasan juga menimpa pada istri yang bekerja, karena keterlibatan istri dalam ekonomi tidak didukung oleh perubahan sistem dan kondisi sosial budaya, sehingga peran istri dalam kegiatan ekonomi masih dianggap sebagai kegiatan sampingan.

Masayarakat dalam novel Tea for Two sangat mempengaruhi kehidupan dalam keluarga Alan dan Sassy dimana gosip masyarakat di sekitarnya membuat hati Alan dan Sassy tidak tenang dalam bekerja, di mana masyarakat di lingkungannya selalu membuat isu yang kurang sedap sehingga membuat Alan merasa dihianati, yang membuat Alan marah-marah bahkan memukuli istrinya.

Dari pernyataan di atas dapat kita simpulkan bahwa masyarakat merupakan salah satu faktor terjadinya KDRT Alan dan Sassy, untuk itu sangat diharapkan kepada masyarakat agar tidak mencampuri urusan keluarga seseorang dan juga diharapkan kepada keluarga yang baru membentuk rumah tangga agar dapat menanamkan rasa saling percaya, agar tidak terjadinya kesalah pahaman antara suami-istri yang dapat mencegah terjadinya kekerasan dalam keluarga.

Teknologi juga sangat mempengaruhi hidup di dalam rumah tangga Alan dan Sassy dimana dalam novel Tea for Two ini teknologi yang menyebabkan terjadinya KDRT adalah berupa Telepon, televisi dan juga internet. Dalam Tea for Two kita dapat melihat bahwa terjadi kecurigaan bahkan kecemburuan Alan pada Sassy waktu menelepon seorang temannya. Hal ini dilihat pada isi novel Tea for Two karya Clara Ng (2007: 170)di bawah ini :

”Ngobrol sama siapa”

Sassy mematikan ponselnya. Dia bergerak terkejut, menatap Alan. Tidak menduga alan berada disampinya. Dia kira Alan sedang tidur di Kamar.


(41)

”Rose”, sahut Sassy singkat sambil tersenyum. Dia mendekati Alan, hendak membelai lengannya.

”Kenapa Kelihatan kaget”tanya Alan datar. ”Aku kira kamu udah tidur”

”Udah tidur...hahahahah....” Alan mendecakkan lidah ”Siapa yang dapat tidur kalau tahu istrinya sedang selingkuh di telepon?”

”Hah?” Sassy terkejut.

”Ngapain telepon malam-malam? Kamu kelihatan tenang dan tersenyum-senyum, padahal sebenarnya sedang menyimpan sesuatu!” Alan menaikkan tensi nadanya, memandang Sassy yang perlahan-lahan memuncat.

”Hari ini Rose sakit. Aku menelepon menanyakan kabarnya.” ”Dasar cewek manja! Pura-pura sakit.”

”Dia benaran sakit”

Alan tersenyum tanpa mengangkat wajah. Sassy melihat kesinisan di dalam percikan mata lelaki itu. ”Hmmm, begitu ya,” gumamnya.”Aku sering pura-pura tidur, mendengar kamu teleponan. Kamu pikir aku ngak tahu?”

Ruangan hening. Raut muka Sassy semakin pucat. ”Aku... ngak mau mengganggu tidur... kamu.” ”Oh yag? Nggak pengin ganggu?”

”Aku kangen mereka. Aku sengaja menelepon Rose malam-malam waktu kamu tidur agar waktu milikku nggak terbagi buat teman-temanku. Waktuku hanya buat kamu.”

”Memangnya ada apa antara kamu dan Rose?” Alan tersenyum misterius. Sassy hampir menghela napas.

”Jawab!”

Sassy terdiam, tercenung. Dia mendongak, menatap Alan yang sedang memandangnya dengan tatapan dingin dan kosong.

”Aku... kami temanan. Seperti biasa.” ”Temenan seperti apa?” selidiknya. ”Temenan seperti sesama teman lainnya.”

Alan membuang wajah kesal, menyilangkan tangannya. Begitu ya?” ”Kamu tahu persahabatanku dengan Naya, Rose dan Cermanita.” ”Mencurigakan.”

”Apa?”

”Mencurigakan!” ”Mencurigakan apa?”

Brak! Alan menghantam meja.

”jangan pura-pura sok innocnent. Sok berkorban, mendahulukan kepentingan oran lain!” bentuk Alan tiba-tiba. ”Kamu selingkuh di telepon dengan siapa?”

Hening. Makin hening.

”Aku...” Sassy mengkreret. ”... Nggak selingkuh... Aku ngggak selingkuh!”

Alan memajukan tubuhnya. Terlihat mengancam. Tanpa sadar, Sassy mundur dua langkah. Kekeringatnya mengalir deras.


(42)

”Tadi aku sudah bilang...”

”Karena aku...” Sasy menelan ludah, ”... bersahabat denangan mereka.” Brak! Alan menhantam meja sekali lagi.

”Kamu nggak pernah mau menuruti permintaanku! Aku sudah bilang mereka itu gak baik buat kamu! Nggak baik!” bentak Alan.” hitung berapa kali kamu nggak menempati janjimu!”

Sunyi. Sassy menatap Alan dengan gemetar. Pandangan mata alan dingin, beku, tapi menyala-nyala. Membakar, penuh percik-percik maut.

”Aku...,” jawab Sassy tergagap. ”Maaf...”

Alan menyisir rambutnya dengan tangan. Dia tertawa kecil. ”Alan?”

”Apa?!” bentak Alan ketus.

Sassy mendekap mulut. Rasanya pahit. Tangannya pahit di bibir.” jangan marah-marah.... minta maaf...”

”Hahahaha, aku ngak marah-marah,” kata Alan. Matanya berkedut. ”Kamu Pikir Aku Orang Suci yang nggak punya emosi ngeliat istrinya tidak menempati janjinya? Kamu pikir aku begitu ya? Hah?”

Sassy tertawa getir. Jadi Alan memang marah-marah. Tapi dia bilang tidak marah. Siapa yang percaya membentak tidak berarti marah? Sebenarnya siapa sih Alan itu? Apa dia adalah orang yang sama yang dulu Sassy kenal dan cintai?

Sassy berjalan mendekati Alan, berusaha menggapainya.

Berdasarkan isi novel Tea for Two di atas dapat disimpulkan bahwa alat teknologi sangat menimbulkan adanya kecurigaan antara suami istri apabila disalah gunakan yang dapat menyebabkan terjadinya Kekerasan dalam rumah tangga. Untuk itu disini diharapkan peran pemerintah dalam menangani masalah teknologi suaya tidak menambah terjadinya masalah di dalam rumah tangga.

Dengan disahkan undang-undang KDRT, pemerintah dan masyarakat lebih berupaya menyadarkan dan membuka mata serta hati untuk tidak berdiam diri bila ada kasus KDRT lebih ditingkatkan pengawasannya.

4.2.3 Kelas Sosial (Mata Pencaharian)

Sassy adalah seorang perempuan pengusaha biro jodoh, yang diberi nama

Tea for Two dan punya moto “hidup bahagia selama-lamanya”. Tea for Two

memang bukan biro jodoh yang sekadar mempertemukan kliennya dengan sembarang orang, tetapi selalu berupaya agar kliennya mendapat pasangan yang


(43)

benar-benar tepat. Banyak orang telah dibantu Sassy untuk mendapatkan pasangan. Selain itu, Sassy juga juga menangani pekerjaan sebagai wedding organizer dan wedding planner. Dapat dilihat pada kutipan pada novel Tea for Two karya Clara Ng (2007: 165 )di bawah ini.

Suatu hari Alan menantang saya untuk memikirkan masa depan saya di perusahaan ini. Dia mengeluhkan kesibukan saya yang tak kunjung selesai. Dia cemburu dengan para klien yang datang dan pergi. Dia kesal dengan waktu kami berdua yang berkurang karena harus berbagi dengan urusan pekerjaan.

“Aku dapat menjaga kamu. Aku dapat mengurus kamu, sas.” “Aduh, udah ah.”

“kenapa tidak membiarkan aku mengurus hidupmu?”

“sekarang kamu sudah menikah. Seharusnya keluarga kamu adalah seluruh hidup kamu.”

“Aku menikah, menjadikanmu istriku, bukan nyari pembantu. Aku butuh pendamping hidup. Di mana istriku saat aku butuh kehadirannya?”

“istrimu sedang berada di rapat, bertemu dengan klien, mengurus bisnis yang memutar roda kehidupan ekonomi bagi banyak orang. Gini, aku bekerja bukan hanya untuk diriku, aku bekerja agar orang-orang lain yang tergantung pada perusahaan ini tidak tersisihkan di masayarakat”.

“kamu dapat menjual perusahaanmu”

Saya menatap Alan dengan pandangan terluka. “Menjualnya?! Aku gak salah dengan?!”

“Katamu, banyak orang yang bergantung pada hidup di perusahaan. Kalau kamu gak dapat menutupnya, kamu dapat menjualnya. Toh kehidupan karyawan-karyawanmu tetap terjamin.”

“Aku tak pernah berpikir hendap menutup atau menjual.”

“Nah.” Alan menyiringai. Raut wajahnya tetap serius. Saya terkadang bertanya-tanya bagaimana dia dapat melakukan kombinasi paras muka yang berbeda seperti itu? “Kamu mulai memikirkannya sekarang.”

“Aku gak mau memikirkannya! Menjual perusahaanku? Gila! Rasanya rasanya sakit banget.”

“Berati kamu nggak peduli dengan kepentingan keluargamu. Kamu nggak mau peduli padaku.”

“Nggak ada hubungannya!” “Semuanya berhubungan?!” “Kamu tahu maksudku!”

“Kamu sungguh-sungguh waktu aku bilang aku mencintaimu.” “Well, aku sungguh-sungguh waktu aku bilang aku mencintaimu.” Ini lagi. Ini lagi. Ini lagi.

Saya merasa hidup saya perlahan-lahan memudar. Seperti warna baju yang sering dicuci dan dijemur di bawah terik matahari. Seperti siluet tubuh yang menggelap disergap rembang petang.


(44)

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa kekerasan ekonomi adalah suatu tindakan yang membatasi istri untuk bekerja di dalam atau di luar rumah untuk menghasilkan uang dan barang, termasuk membiarkan istri yang bekerja, sementara suami tidak memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Sebagian suami juga tidak memberikan gajinya pada istri karena istrinya berpenghasilan, suami menyembunyikan gajinya,mengambil harta istri, tidak memberi uang belanja yang mencukupi, atau tidak memberi uang belanja sama sekali, menuntut istri memperoleh penghasilan lebih banyak, dan tidak mengijinkan istri untuk meningkatkan karirnya.

KDRT menurut Undang-undang RI no. 23 tahun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau pe-rampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Penindasan terhadap wanita terus menerus menjadi perbincangan hangat. Salah satunya adalah KDRT. Perjuangan penghapusan KDRT nyaring disuarakan organisasi, kelompok atau bahkan negara yang meratifikasi konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (Convention on Tea Elimination of All Form of Discrimination/CEDAW) melalui Undang-undang No 7 tahun 1984. Juga berdasar Declarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan yang dilahirkan PBB tanggal 20 Desember 1993 dan telah di artifikasi oleh pemerintah Indonesia. Bahkan di Indonesia telah disahkan Undang-undang No 23 Tahun 2004 tentang ‘Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga’.


(45)

Perjuangan penghapusan KDRT berangkat dari fakta banyaknya kasus KDRT yang terjadi dengan korban mayoritas perempuan dan anak-anak. Hal ini berdasarkan sejumlah temuan Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dari berbagai organisasi penyedia layanan korban kekerasan.

Tanggal 22 September 2004 merupakan tanggal bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada tanggal tersebut, perjuangan perempuan Indonesia, terutama yang tergabung dalam Jaringan Advokasi Kebijakan Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan (Jangka-PKTP), yang merupakan gabungan LSM perempuan se-Indonesia, membuahkan hasil disahkannya RUU Penghapusan KDRTmenjadi UU.

Kelompok mencoba mengidentifikasikan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya KDRT yaitu pertama faktor pembelaan atas kekuasaan laki-laki di mana laki-laki dianggap sebagai sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita. Kedua, faktor Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi, dimana diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi perempuan untuk bekerja mengakibatkan perempuan (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan. Ketiga, faktor beban pengasuhan anak dimana istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak. Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan, maka suami akan menyalahkan istri sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga. Keempat yaitu faktor wanita sebagai anak-anak, dimana konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan keleluasaan laki-laki


(46)

untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita. Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib, Kelima faktor orientasi peradilan pidana pada laki-laki, dimana posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya sering ditunda atau ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni keluarga. Penerapan sistem itu telah meluluh-lantakkan sendi-sendi kehidupan asasi manusia.

Untuk persoalan ini, dibutuhkan penerapan hukum yang menyeluruh oleh negara. Kalau tidak akan terjadi ketimpangan. Sebagai contoh sulit untuk menghilangkan pelacuran, kalau faktor ekonomi tidak diperbaiki. Kekerasaan dalam rumah tangga, kalau hanya dilihat dari istri harus mengabdi kepada suami, pastilah tidak seimbang. Padahal dalam Agama, suami diwajibkan berbuat baik kepada istri. Kekerasaan yang dilakukan oleh suami seperti menyakiti fisiknya dapat diberikan sanksi. Disinilah letak penting tegaknya hukum yang tegas dan menyeluruh.

Di samping itu, diperlukan sosialisasi yang memadai bagi masyarakat luas, terutama bagi para pihak yang berpotensi melakukan KDRT, sebagai upaya pencegahan. Bagi pihak yang mungkin menjadi korban KDRT, sosialisasi perlu, agar bila terjadi KDRT, ia dapat memperbaiki nasibnya karena telah mengetahui hak-haknya.


(47)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Tea for Two memaparkan salah satu cerita fakta yang banyak terjadi di sekitar kita, tapi kita sendiri nggak tahu. entah karena memang korban KDRT ini tidak terbuka atau masyarakat kurang menyadarinya. Tea for Two ini hanya sepenggal cerita yang menunjukkan pada kita bahwa melihat seseorang dari luarnya saja mungkin tidak cukup untuk menilai bahwa seseorang itu baik-baik saja, karena dapat jadi ada tanda-tanda lain yang dapat kita baca pada sifat-sifat seseorang. Jatuh cinta itu memang indah dan dapat dibilang sejuta rasanya tapi kalau jatuh cinta sudah menutupi banyak logika dapat jadi malah akan menjerumuskan.

1 Adapun bentuk-bentuk KDRT yang dialami Sassy sebagai tokoh utama adalah kekerasan fisik dan kekerasan psikis yakni :

A Kekerasan Fisik adalah segala perbuatan suami yang menimbulkan rasa sakit atau luka pada istri. Para korban mengaku ada yang dipukul, ditendang, diseterika, disundut dengan rokok, kepala dibotakin sampai disiram air keras. Hal ini dapat dilihat dalam rumah tangga Sassy yang sering mendapat tamparan dari suaminya Alan.

B Kekerasan Psikis adalah Kekerasan psikis adalah suatu tindakan penyiksaan secara verbal (seperti: menghina, berkata kasar dan kotor) yang mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan tidak berdaya. Hal ini dapat dilihat saat Alan menghina Sassy


(48)

sebagai istrinya dari mulai rambut sampai cara berpakaian Sassy yang menyebabkan Sassy tidak percaya diri.

2 Faktor-aktor yang menyebabkan munculnya KDRT dalam novel Tea for Two adalah:

A Sistem Sosial yang menyangkut massyarakat, lingkungan, teknologi dan Kelas sosial. Faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap istri dalam Novel Tea for Two berhubungan dengan kekuasaan suami/istri dan diskriminasi gender di masyarakat.

B Teknologi sangat mempengaruhi hidup di dalam rumah tangga Alan dan Sassy dimana dalam novel Tea for Two ini teknologi yang menyebabkan terjadinya KDRT adalah berupa Telepon, televisi dan juga internet di dalam novel Tea for Two dapat dilihat bahwa terjadi kecurigaan bahkan kecemburuan Alan pada Sassy waktu menelepon seorang temannya.

C Kelas Sosial di dalam rumah tangga juga memiliki peran yang terpenting, karena jika istri bekerja di luar rasa kecemburuan suami terhadap istri terlalu besar. Hal ini mendorong terjadinya KDRT terhadap rumah tangga.

KDRT merupakan sebuah fenomena menarik yang terjadi di masyarakatdan sudah menjadi isu global. Munculnya berbagai persoalan KDRT kerap terjadi dan umumnya menimpa kaum perempuan. Hal ini menunjukkan masih terbentangnya jurang yang lebar bagi kaum perempuan untuk meraih hak-haknya, khususnya hak untuk mendapatkan perlindungan hukum.

Dengan adanya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, diharapkan mampu memberikan perlindungan terhadap perempuan korban KDRT dan mampu menutupi kekurangan yang terdapat dalam KUHP dan KUHAP.


(49)

5.2 Saran

Ada beberapa saran yang perlu diperhatikan dalam skripsi ini antara lain: 1 Penelitian ini khusus membahas KDRT pada novel Tea for Two. Oleh sebab itu, penulis menyarankan untuk penelitian selanjutnya meneliti novel Tea for Two dalam ruang lingkup yang lebih luas lagi dan diharapkan dengan adanya Undang-undang KDRT dapat mengurangi kasus KDRTini.

2 Dalam penelitian ini sebaiknya tidak bertumpu pada satu pendapat para ahli melainkan diperlukan beberapa pendapat para ahli. Hal ini bertujuan agar penelitian tersebut memiliki kompleksitas dan bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Budiary. 2008. KDRT: http://liputankita.com diakses 14 Oktober 2008.

Citra Umbara. 2007. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Bandung: Citra Umbara

Clara Ng. 2009. Tea for Two. Jakarta : PT gramedia Pustaka Utama.

Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi Sastra : Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta : Media Pressindo (Anggota IKAPI).

Goodreads. 2009. Tea for Two by Clara Ng : http://www.goodreads.com diakses 29 Maret 2009.

Gunarsa, Singgih. 2007. Psikologi Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia. http://www.rakansiswa01.wordpress.com (03 Oktober 2009).

Indiana, Lesmana. 2009. Tentang Clara Ng : http://clarang.blogdrive.com diakses 20 Agustus 2009.

Jabrohim, dkk. (Ed). 2001. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta : Hanindita Graha Widya.

Katjasungkana, Nursyahbani. 2002. Keadilan Hukum Untuk Perempuan Korban Kekerasan, Jurnal Perempuan No. 26. Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan. Marhijanto, Bambang. 1999. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Masa Kini. Surabaya:

Terbit Terang.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka

Rangkuti, Listi Mora. 2009. Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata: Analisis Sosiosastra. Medan : Departemen Sastra Indonesia

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Saraswati, Rika. 2006. Perempuan dan Penyelesaian Kekerasan dalam Rumah Tangga. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Schuler, Margaret A. & Thomas, Doroty Q (penyunting). 2001. Hak Asasi Manusia Kaum Perempuan Langkah Demi Langkah. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.


(51)

Soekanto, Soerjono. 1985. Sosiologi : Suatu Pengantar Ringkas. Jakarta : Rajawali

Ubaydillah. 2007. Pengertian Konflik: http://www.e-psikologi.com diakses 13 Agustus 2007.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesustraan (Terjemahan oleh Budianta). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama


(1)

untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita. Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib, Kelima faktor orientasi peradilan pidana pada laki-laki, dimana posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya sering ditunda atau ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni keluarga. Penerapan sistem itu telah meluluh-lantakkan sendi-sendi kehidupan asasi manusia.

Untuk persoalan ini, dibutuhkan penerapan hukum yang menyeluruh oleh negara. Kalau tidak akan terjadi ketimpangan. Sebagai contoh sulit untuk menghilangkan pelacuran, kalau faktor ekonomi tidak diperbaiki. Kekerasaan dalam rumah tangga, kalau hanya dilihat dari istri harus mengabdi kepada suami, pastilah tidak seimbang. Padahal dalam Agama, suami diwajibkan berbuat baik kepada istri. Kekerasaan yang dilakukan oleh suami seperti menyakiti fisiknya dapat diberikan sanksi. Disinilah letak penting tegaknya hukum yang tegas dan menyeluruh.

Di samping itu, diperlukan sosialisasi yang memadai bagi masyarakat luas, terutama bagi para pihak yang berpotensi melakukan KDRT, sebagai upaya pencegahan. Bagi pihak yang mungkin menjadi korban KDRT, sosialisasi perlu, agar bila terjadi KDRT, ia dapat memperbaiki nasibnya karena telah mengetahui hak-haknya.


(2)

46 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Tea for Two memaparkan salah satu cerita fakta yang banyak terjadi di sekitar kita, tapi kita sendiri nggak tahu. entah karena memang korban KDRT ini tidak terbuka atau masyarakat kurang menyadarinya. Tea for Two ini hanya sepenggal cerita yang menunjukkan pada kita bahwa melihat seseorang dari luarnya saja mungkin tidak cukup untuk menilai bahwa seseorang itu baik-baik saja, karena dapat jadi ada tanda-tanda lain yang dapat kita baca pada sifat-sifat seseorang. Jatuh cinta itu memang indah dan dapat dibilang sejuta rasanya tapi kalau jatuh cinta sudah menutupi banyak logika dapat jadi malah akan menjerumuskan.

1 Adapun bentuk-bentuk KDRT yang dialami Sassy sebagai tokoh utama adalah kekerasan fisik dan kekerasan psikis yakni :

A Kekerasan Fisik adalah segala perbuatan suami yang menimbulkan rasa sakit atau luka pada istri. Para korban mengaku ada yang dipukul, ditendang, diseterika, disundut dengan rokok, kepala dibotakin sampai disiram air keras. Hal ini dapat dilihat dalam rumah tangga Sassy yang sering mendapat tamparan dari suaminya Alan.

B Kekerasan Psikis adalah Kekerasan psikis adalah suatu tindakan penyiksaan secara verbal (seperti: menghina, berkata kasar dan kotor) yang mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan tidak berdaya. Hal ini dapat dilihat saat Alan menghina Sassy


(3)

sebagai istrinya dari mulai rambut sampai cara berpakaian Sassy yang menyebabkan Sassy tidak percaya diri.

2 Faktor-aktor yang menyebabkan munculnya KDRT dalam novel Tea for Two adalah:

A Sistem Sosial yang menyangkut massyarakat, lingkungan, teknologi dan Kelas sosial. Faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap istri dalam Novel Tea for Two berhubungan dengan kekuasaan suami/istri dan diskriminasi gender di masyarakat.

B Teknologi sangat mempengaruhi hidup di dalam rumah tangga Alan dan Sassy dimana dalam novel Tea for Two ini teknologi yang menyebabkan terjadinya KDRT adalah berupa Telepon, televisi dan juga internet di dalam novel Tea for Two dapat dilihat bahwa terjadi kecurigaan bahkan kecemburuan Alan pada Sassy waktu menelepon seorang temannya.

C Kelas Sosial di dalam rumah tangga juga memiliki peran yang terpenting, karena jika istri bekerja di luar rasa kecemburuan suami terhadap istri terlalu besar. Hal ini mendorong terjadinya KDRT terhadap rumah tangga.

KDRT merupakan sebuah fenomena menarik yang terjadi di masyarakatdan sudah menjadi isu global. Munculnya berbagai persoalan KDRT kerap terjadi dan umumnya menimpa kaum perempuan. Hal ini menunjukkan masih terbentangnya jurang yang lebar bagi kaum perempuan untuk meraih hak-haknya, khususnya hak untuk mendapatkan perlindungan hukum.

Dengan adanya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, diharapkan mampu memberikan perlindungan terhadap perempuan korban KDRT dan mampu menutupi


(4)

48 5.2 Saran

Ada beberapa saran yang perlu diperhatikan dalam skripsi ini antara lain: 1 Penelitian ini khusus membahas KDRT pada novel Tea for Two. Oleh sebab itu, penulis menyarankan untuk penelitian selanjutnya meneliti novel Tea for Two dalam ruang lingkup yang lebih luas lagi dan diharapkan dengan adanya Undang-undang KDRT dapat mengurangi kasus KDRTini.

2 Dalam penelitian ini sebaiknya tidak bertumpu pada satu pendapat para ahli melainkan diperlukan beberapa pendapat para ahli. Hal ini bertujuan agar penelitian tersebut memiliki kompleksitas dan bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Budiary. 2008. KDRT: http://liputankita.com diakses 14 Oktober 2008.

Citra Umbara. 2007. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Bandung: Citra Umbara

Clara Ng. 2009. Tea for Two. Jakarta : PT gramedia Pustaka Utama.

Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi Sastra : Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta : Media Pressindo (Anggota IKAPI).

Goodreads. 2009. Tea for Two by Clara Ng : http://www.goodreads.com diakses 29 Maret 2009.

Gunarsa, Singgih. 2007. Psikologi Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia. http://www.rakansiswa01.wordpress.com (03 Oktober 2009).

Indiana, Lesmana. 2009. Tentang Clara Ng : http://clarang.blogdrive.com diakses 20 Agustus 2009.

Jabrohim, dkk. (Ed). 2001. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta : Hanindita Graha Widya.

Katjasungkana, Nursyahbani. 2002. Keadilan Hukum Untuk Perempuan Korban Kekerasan, Jurnal Perempuan No. 26. Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan. Marhijanto, Bambang. 1999. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Masa Kini. Surabaya:

Terbit Terang.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka

Rangkuti, Listi Mora. 2009. Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata: Analisis Sosiosastra. Medan : Departemen Sastra Indonesia

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Saraswati, Rika. 2006. Perempuan dan Penyelesaian Kekerasan dalam Rumah Tangga. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.


(6)

l

Soekanto, Soerjono. 1985. Sosiologi : Suatu Pengantar Ringkas. Jakarta : Rajawali

Ubaydillah. 2007. Pengertian Konflik: http://www.e-psikologi.com diakses 13 Agustus 2007.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesustraan (Terjemahan oleh Budianta). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama