kehilangan dan berduka, kecemasan, stres, serta depresi yang memerlukan waktu lebih lama untuk pemulihan psikisnya. Dengan demikian, bisa jadi wanita yang
mengalami abortus masih membawa masalah psikisnya sampai ke rumah setelah kepulangannya dari rumah sakit. Untuk itu sangat diperlukan asuhan keperawatan
yang holistik dengan menyediakan lingkungan yang memungkinkan proses duka berlangsung sehat karena wanita yang berduka tidak mampu memperoleh
dukungan emosi yang diharapkan dari keluarga dan teman mereka Raj an, 1994 dalam Alexander, etal 2007.
Berdasarkan survey pendahuluan yang telah peneliti lakukan di BPK RSUD Dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan pada tanggal 13 sd 14 April 2009,
didapatkan data jumlah pasien dengan diagnosa abortus pada tahun 2008 sebanyak 106 orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 83 orang berdomisili di kota
Tapaktuan. Peneliti juga mendapatkan suatu fenomena yang menunjukkan bahwa asuhan keperawatan holistik pada wanita yang mengalami abortus yang dirawat di
BPK RSUD Dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan belum diterapkan. Untuk dapat melaksanakan asuhan keperawatan yang holistik pada wanita yang mengalami
abortus di rumah sakit ini, maka sebagai langkah awal peneliti menganggap penting dan merasa tertarik untuk meneliti karakteristik koping wanita yang
mengalami abortus di Kota Tapaktuan.
2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteritistik koping wanita yang mengalami abortus di Kota Tapaktuan.
Universitas Sumatera Utara
4
3. Pertanyaan Penelitian
Bagaimanakah karakteristik koping wanita yang mengalami abortus di Kota Tapaktuan?
4. M anfaat Penelitian
4.1 Bagi pendidikan keperawatan
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan tambahan yang berguna bagi mahasiswa nantinya dalam
memberikan asuhan keperawatan pada wanita yang mengalami abortus.
4.2 Bagi praktek keperawatan maiernitas
Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dijadikan sumber pengetahuan tambahan dalam mengembangkan strategi asuhan keperawatan yang
holistik khususnya bagi wanita yang mengalami abortus.
4.3 Bagi penelitian keperawatan
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan serta sebagai sumber ide bagi penelitian selanjutnya, khususnya yang
terkait dengan masalah dan asuhan keperawatan pada wanita yang mengalami abortus.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Abortus
Abortus adalah kehamilan yang berhenti prosesnya pada umur kehamilan di bawah 20 minggu, atau berat fetus yang lahir 500 gram atau kurang Chalik,
1998. Sedangkan Llewollyn Jones 2002 mendefenisikan abortus adalah keluarnya
janin sebelum mencapai viabilitas, dimana masa gestasi belum mencapai 22 minggu dan beratnya kurang dari 500 gram.
WHO merekomendasikan viabilitas apabila masa gestasi telah mencapai 22 minggu atau lebih dan berat janin 500 gram atau lebih.
1.1 Mekanisme Terjadinya Abortus
Mekanisme terjadinya abortus dimulai dengan proses perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya. Hal tersebut
menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing di dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus
berkontraksi untuk mengeluarkannya.
1.2 Penyebab Abortus
Secara umum abortus dapat disebabkan oleh : Wanita itu sendiri maternal yaitu : abnormalitas traktus genitalis, trauma, infeksi rubella, infeksi
chlamydia, penyakit-penyakit vaskular, kelainan endokrin, penyakit sistemik, faktor imunologis, dimana jika kondisi ini tidak terkontrol
5
Universitas Sumatera Utara
6
dengan baik dapat meningkatkan resiko keguguran Edmonds, 1992 dalam Bennett Brown, 1999.
Kejadian abortus meningkat pada wanita hamil yang berumur 30 tahun atau 35 tahun, hal ini disebabkan meningkatnya kelainan genetik seperti mutasi dan
kelainan maternal pada usia tersebut Chalik, 1998. Menurut Llewellyn-Jones 2002 frekuensi abortus meningkat bersamaan dengan meningkatnya angka
graviditas. Apabila terdapat riwayat abortus, maka kemungkinan terjadi abortus pada kehamilan yang selanjutnya akan meningkat Henderson dan Jones, 2006.
Janin : seperti kelainan kromosom, kelainan ovum, blighted ovum, abnormalitas
pembentukan plasenta.
Sperma : sperma yang mengalami translokasi kromosom apabila
berhasil menembus zona pellusida dari ovum akan menghasilkan zigot yang memiliki material kromosom yang tidak normal sehingga dapat menyebabkan
keguguran. Penyebab eksternal: radiasi, obat-obatan dan bahan kimia. Penyebab lain yang tidak diketahui.
Setengah dari kasus abortus disebabkan oleh abnormalitas janin dengan jumlah sisanya sebagian diakibatkan oleh sebab- sebab yang tidak diketahui dan
oleh berbagai penyebab lain Bennett Brown, 1999.
1.3 Klasifikasi Abortus
Samapraja 2008 dalam Erlina, 2008 menyatakan bahwa ada 2 jenis keguguran yaitu keguguran yang dikenali dan keguguran yang tidak dikenali.
Keguguran yang dikenali terjadi pada wanita yang telah mengetahui dan membuktikan dirinya hamil. Sedangkan keguguran yang tidak dikenali terjadi
Universitas Sumatera Utara
pada wanita yang belum mengetahui dirinya hamil, hal ini dapat terjadi pada wanita yang menstruasinya datang terlambat.
Berdasarkan proses terjadinya abortus dapat digolongkan dalam dua golongan yaitu abortus spontan dan abortus provokatus buatan. Abortus
provokatus terbagi ke dalam dua jenis yaitu abortus provokatus terapeutik dan abortus provokatus kriminalis. Selain itu dikenal juga istilah-istilah seperti:
Abortus imminens atau abortus mengancam. terjadi perdarahan dari uterus, hasil konsepsi masih berada di dalam uterus, tanpa adanya dilatasi serviks.
Abortus insipiens terjadi perdarahan dari uterus dengan disertai dilatasi serviks yang meningkat, rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah
tetapi hasil konsepsi masih berada di dalam uterus. Abortus servikalis, keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium
uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga hasil konsepsi terkumpul di dalam kanalis servikalis dan serviks uteri menjadi lebih besar dengan dinding yang
menipis. Abortus Incompletus, terjadi pengeluaran sebagian hasil konsepsi. Pada
pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum,
dapat menyebabkan perdarahan yang banyak sehingga menyebabkan syok. Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan. Abortus
kompletus, seluruh hasil konsepsi sudah dikeluarkan, ostium uteri menutup dan uterus mengecil.
Universitas Sumatera Utara
Missed Abortion, keadaan dimana janin sudah meninggal, tetapi tetap berada
dalatn rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih.
Abortus Habitualis, abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut- turut. Abortus infeksiosus, abortus yang disertai infeksi pada genetalia
Abortus Septik, abortus infeksiosus berat disertai penyebaran kuman atau toksin
ke dalam peredaran darah atau peritoneum.
2. Dampak Psikologis Abortus : Kehilangan dan Berduka Kehilangan loss adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang
dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi
perasaan kehilangan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupannya. Setiap individu akan bereaksi
terhadap kehilangan. Respon terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respon individu terhadap kehilangan sebelumnya Potter dan Perry, 1997.
Pengalaman kehilangan bayi pada tahap kehamilan adalah sangat mengecewakan bagi orang tua, dan berpotensi menimbulkan akibat-akibat psikologis yang
merugikan Henderson dan Jones, 2006. Peristiwa kehilangan dapat terjadi tiba-tiba atau bertahap. Pengalaman kehilangan bersifat unik bagi setiap individu.
Jenis-jenis kehilangan terdiri dari kehilangan objek eksternal, kehilangan lingkungan yang dikenal, kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti,
kehilangan suatu aspek diri, dan kehilangan hidup Potter Perry, 2005.
Berduka grieving adalah keadaan dimana individu dan keluarga
mengalami kehilangan yang aktual atau potensial, kehilangan ini dapat berupa
Universitas Sumatera Utara
orang, benda, fungsi, status, dan hubungan Carpenito, 1984 dalam Rothrock, 2000.
Berduka merupakan reaksi terhadap kehilangan yang merupakan respon emosional yang normal. Hal ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada
setiap individu berdasarkan pada pengalaman pribadi, ekspektasi budaya dan keyakinan spiritual yang dianutnya. Intensitas dan durasi respon berduka
bergantung kepada persepsi kehilangan, usia, keyakinan agama, perubahan kehilangan yang dibawa ke dalam kehidupannya, kemampuan personal untuk
mengatasi kehilangan dan sistem pendukung yang ada Sanders, 1998 dalam Bobak, 2005.
Menurut Kubler-Ross dalam Potter dan Perry, 2005, respon berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap-tahap berikut: Tahap
pcngingkaran, reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya, mengerti atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan
benar-benar terjadi. Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis,
gelisah, dan seringkali individu tidak tahu harus berbuat apa. Tahap marah, pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering
diproyeksikan kepada orang lain atau diri sendiri. Orang yang mengalami kehilangan juga dapat menunjukkan prilaku agresif, berbicara kasar, menyerang
orang lain, menolak pengobatan, bahkan menuduh perawat atau dokter tidak kompeten. Respon fisik antara lain muka merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah
tidur, tangan mengepal.
Universitas Sumatera Utara
Tahap tawar-menawar, pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas
kenyataan terjadinya kehilangan dan dapat mencoba membuat kesepakatan secara halus atau terang-terangan seolah-olah kehilangan itu dapat dicegah.Reaksi sering
dinyatakan dengan kata-kata seandainya saya hati-hati.
Tahap depresi, pada tahap ini individu menunjukkan sikap menarik diri,
kadang-kadang bersikap sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, rasa tidak berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri.
Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain menolak makan, susah tidur, letih,
turunnya libido. Tahap penerimaan, Tahap ini berkaitan dengan
reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat pada objek yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima kenyataan
kehilangan yang dialaminya dan mulai memandang ke depan. Gambaran tentang objek atau orang yang hilang akan mulai dilepaskan secara bertahap.
Perhatiannya akan beralih pada objek yang baru. Apabila individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima dengan perasaan yang damai, maka dia
dapat mengakhiri proses berduka serta dapat mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas. Kegagalan untuk masuk ke tahap penerimaan akan
mempengaruhi kemampuan individu tersebut dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.
Sedangkan menurut Bowlby dan Park 1970 serta Davidson 1984 dalam Bobak 2005, tahap berduka dapat diidentifikasi menjadi empat dimensi
berduka, yaitu:
Syok dan hilang rasa, dialami orang tua ketika mereka mengungkapkan perasaan
sangat tidak percaya, panik, tertekan, atau marah. Pengalaman ini
Universitas Sumatera Utara
dapat diinterupsi oleh letupan emosi. Pengambilan keputusan sulit dilakukan pada fase
«
Universitas Sumatera Utara
ini dan fungsi normal menjadi terganggu. Fase ini mendominasi selama 2 minggu pertama setelah kehilangan. Para orang tua mengatakan bahwa mereka seperti
berada dalam mimpi buruk dan mereka akan bangun dan segala sesuatunya akan menjadi baik.
Mencari dan merindukan, dapat diidentifikasi sebagai perasaan gelisah, marah,
bersalah dan mendua ambiguitas. Dimensi ini merupakan suatu kerinduan akan sesuatu yang dapat terjadi dan merupakan proses pencarian jawaban mengapa
kehilangan terjadi. Fase ini terjadi saat kehilangan terjadi dan memuncak 2 minggu sampai 4 bulan setelah kehilangan. Orang tua mengatakan bahwa mereka
begitu ingin memeluk bayinya, mereka bangun karena mendengar suara bayi
menangis dan mereka mengalami mimpi yang mengganggu. Disorganisasi,
diidentifikasi saat individu yang berkabung mulai berbalik, dari menguji apa yang nyata menjadi sadar terhadap realitas kehilangan. Perasaan tertekan, sulit
konsentrasi pada pekerjaan dan penyelesaian masalah, dan perasaan bahwa ia merasa tidak nyaman dengan kondisi fisik dan emosinya yang muncul. Fase ini
memuncak sekitar 5 sampai 9 bulan dan secara perlahan menghilang. Banyak orang tua merasa bahwa mereka tidak akan pernah keluar dari rasa kehilangan,
kehilangan pikiran mereka dan merasa nyeri secara fisik. Reorganisasi, terjadi
bila individu yang berduka dapat berfungsi di rumah dan di tempat kerja dengan lebih baik disertai peningkatan harga diri dan rasa percaya diri. Individu yang
berduka memiliki kemampuan untuk menghadapi tantangan baru dan menempatkan kehilangan tersebut dalam perspektif. Reorganisasi memuncak
setelah tahun pertama.
Universitas Sumatera Utara
Adapun jenis-jenis berduka adalah : Berduka normal, terdiri dari
perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap kehilangan seperti kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian, dan menarik diri dari aktifitas untuk
sementara.
Berduka antisipatif, yaitu proses melepaskan diri yang muncul sebelum
kehilangan yang sesungguhnya terj adi.
Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap
berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa berduka seolah-olah tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan individu tersebut dengan orang
lain.
Berduka tertutup, yaitu kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui
secara terbuka. Berduka juga dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan Bobak, 2005
yaitu:
Berduka ringan uncomplicated bereavement, yaitu merasakan kesedihan
tetapi masih dapat melakukan kegiatan sehari-hari yang biasa dilakukan meskipun tidak dengan antusiasme dan energi sebesar sebelum kehilangan. Seseorang yang
mengalami berduka ringan tidak mengalami depresi dan merasa lebih baik seiring waktu.
Berduka Berat complicated bereavement, kesulitan yang dialami individu
dalam berduka atau eksaserbasi masalah-masalah sebelumnya yang menjadi semakin berat selama proses berkabung, seperti:
Universitas Sumatera Utara
Mengalami gejala cemas dan depresi yang mempengaruhi fungsi sosialkeluarga, pekerjaan dan kesehatan fisik.
Memiliki pikiran bunuh diri terus-menerus, yang hampir menjadi konstan atau mengungkapkan keinginan yang serius untuk bunuh diri atau mengembangkan
suatu rencana untuk bunuh diri. Berhenti pada fase mencari dan merindukan yang terbukti oleh rasa marah yang
persisten, rasa bersalah atau pemikiran obsesif tentang kehilangan. Penyalahgunaan bahan kimiawi pengubah perasaan secara berlebihan.
Mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan pasangan, anak-anak, keluarga, dan orang lain.
Wanita yang mengalami abortus beresiko mengalami depresi 2,5 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami abortus Neugebauer,
et al, 1997 dalam Amir, 2005. Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu yang pendek dengan adanya faktor pencetus yang jelas.
Depresi merupakan gejala psikotik bila keluhan individu tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat menilai realitas, dan tidak dapat dimengerti orang lain.
Proses berduka membuat individu mengalami gejala berduka Bobak, 2005 yaitu:
Efek fisik yaitu letih, selera makan hilang, masalah tidur, kurang tenaga, berat
badan menurunmeningkat, nyeri kepala, pandangan kabur, sulit bernafas, palpitasi, gelisah.
Efek emosional dan psikologis yaitu menyangkal, rasa bersalah,
marah, bencidendam, pahitgetir, depresi, sedih, merasa gagal, konsentrasi pada
Universitas Sumatera Utara
masalah,
Universitas Sumatera Utara
gagal menerima kenyataan, terpaku pada kematian, konfusi waktu time confusion, iritabilitas mudah tersinggung.
Efek sosial yaitu menarik diri dari aktivitas normal, isolasi emosi dan fisik dari
pasangan, keluarga dan teman-teman. Stres pada wanita yang mengalami abortus dapat disebabkan karena
wanita tersebut tidak mengetahui apa yang terjadi pada janinnya dan prosedur perawatan yang mengharuskan wanita tersebut beristirahat di tempat tidur tanpa
penjelasan lebih lanjut Llewellyn-Jones, 2005. Pada wanita yang mengalami abortus untuk pertama kalinya akan timbul
kekhawatiran bahwa mereka tidak dapat memiliki anak lagi. Rasa marah juga dapat timbul setelah kehilangan kehamilan. Perasaan ini dapat ditujukan pada diri
wanita itu sendiri ataupun kepada orang-orang disekitamya termasuk kepada profesional kesehatan Henderson Jones, 2006.
Worden 1991 dalam Bennett Brown, 1999 mengidentifikasi empat tahap tugas individu yang berduka yaitu menerima realitas kehilangan, menerima
sakitnya rasa duka, menyesuaikan diri dengan lingkungan, dan melanjutkan kehidupan reorganisasi.
3. Koping
3.1 Pengertian
Koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan keinginan yang akan dicapai dan respon
terhadap situasi yang menjadi ancaman bagi diri individu Mustikasari, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Keliat 1999 mendefenisikan koping sebagai cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan,
serta respon terhadap situasi yang mengancam. Sedangkan menurut Lazarus 1985, dalam Mustikasari, 2006 koping
adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal atau eksternal khususnya yang melelahkan atau
melebihi sumber individu.
3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Koping
Cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu meliputi Fachri, 2009:
Kesehatan fisik, kesehatan merupakan hal yang penting karena selama dalam
usaha mengatasi stres, individu dituntut untuk mengarahkan tenaga yang cukup besar.
Keyakinan atau pandangan yang positif, keyakinan menjadi sumber daya
psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib eksternal locus of control yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan
helplessness yang akan menurunkan kemampuan strategi koping yang berfokus pada masalah.
Keterampilan memecahkan masalah, keterampilan ini meliputi kemampuan
untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan
altematif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai dan akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.
Universitas Sumatera Utara
Keterampilan sosial, ketnampuan ini meliputi kemampuan berkomunikasi dan
bertingkah laku dengan cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat.
Dukungan sosial, dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan
kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orangtua, anggota
keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitamya.
Materi, dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang, atau layanan
yang biasanya dapat dibeli.
3.3 Klasifikasi Koping
Menurut Lazarus dan Folkman 1985, dalam Keliat, 1999 koping dapat
dikaji dari berbagai aspek, salah satunya adalah aspek psikososial yaitu: Koping berorientasi pada masalah tugas, mencakup penggunaan kemampuan kognitif
untuk mengurangi stres, memecahkan masalah, menyelesaikan konflik, dan memenuhi kebutuhan. Perilaku berorientasi tugas memberdayakan seseorang
untuk secara realistik menghadapi tuntutan stresor. Tiga tipe umum perilaku yang berorientasi pada tugas adalah perilaku menyerang, perilaku menarik diri, dan
perilaku kompromi.
Koping berorientasi pada emosi Mekanisme pertahanan ego, adalah perilaku
tidak sadar yang memberikan perlindungan psikologis terhadap peristiwa yang menegangkan. Mekanisme ini digunakan untuk membantu melindungi dari
perasaan tidak berdaya. Kadang mekanisme pertahanan diri dapat menyimpang
Universitas Sumatera Utara
dan tidak lagi mampu untuk membantu seseorang dalam menghadapi stresor.
Universitas Sumatera Utara
17
Menurut Stuart 2007; Stuart Sundeen 1995 dalam Mustikasari 2006 menggolongkan koping menjadi dua, yaitu :
Koping Adaptif, adalah koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan,
belajar, dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang, dan
aktifitas konstruktif.
Koping Maladaptif, adalah koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah
pertumbuhan, menurunkan otonomi, dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan tidak makan, bekerja berlebihan, dan
menghindar. Respon maladaptif adalah respon kronis dan berulang atau pola respon sesuai
dengan berjalannya waktu tidak menunjukkan sasaran adaptasi. Sasaran adaptasi dapat dikategorikan kedalam tiga area yaitu fisik, psikologis, dan sosial. Respon
maladaptif yang membahayakan sasaran tersebut meliputi kesalahan penilaian dan koping yang tidak memadai Lazarus, 1991 dalam Murwani, 2008.
3.4 Koping Terhadap Kehilangan Abortus
Cara seseorang berespon terhadap kehilangan bergantung kepada usia, jenis kelamin, budaya, agama, status sosial ekonomi, cara individu lain di
lingkungannya berespon terhadap kehilangan dan koping individu tersebut terhadap kehilangan sebelumnya Bobak, 2005.
Sedangkan Hidayat 2006 menyatakan bahwa koping seseorang terhadap kehilangan yang dihadapi dipengaruhi oleh :
Universitas Sumatera Utara
Faktor Genetik, individu yang dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga dengan
riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
Kesehatan fisik, individu dengan kesehatan fisik yang baik serta pola hidup yang
teratur cenderung mempunyai kemampuan yang tinggi dalam mengatasi perasaan kehilangan dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan kesehatan
fisik.
Kesehatan mental, Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan pesimis, akan sulit dalam menghadapi situasi kehilangan.
Pengalaman kehilangan di masa lalu, kehilangan atau perpisahan dengan orang
yang dicintai pada masa kanak-kanak akan mempengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa.
Struktur kepribadian, individu dengan konsep diri yang negatif dan perasaan
rendah diri akan menyebabkan berkurangnya rasa percaya diri dan tidak objektif terhadap kehilangan yang dihadapi.
Adanya stresor perasaan kehilangan, stresor ini dapat berupa stresor yang nyata
ataupun imajinasi individu itu sendiri, seperti kehilangan biopsikososial. Koping yang sering digunakan individu dengan respon kehilangan antara
lain : pengingkaran, regresi, intelektualisasi, disosiasi, supresi dan proyeksi. Dalam keadaan yang patologis maladaptif, koping yang digunakan sering secara
berlebihan atau tidak memadai Hidayat, 2006.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengidentiflkasi koping
wanita yang mengalami abortus di Kota Tapaktuan. Pada wanita yang mengalami abortus dapat timbul efek psikologis
kehilangan dan berduka ; kecemasan, stres dan depresi yang disebabkan oleh berakhirnya kehamilan, kurangnya pengetahuan akan keadaan yang dialaminya,
atau masa istirahat yang dijalaninya selama perawatan Llewellyn Jones, 2002. Dalam mengatasi keadaan psikologisnya tersebut, wanita yang mengalami abortus
menggunakan koping. Dalam penelitian ini koping digolongkan menjadi dua yaitu koping
adaptif dan koping maladaptif.
Penyebab Abortus: •
Maternal •
Janin •
Sperma •
Penyebab eksterna •
Penyebab yang tidak diketahui
i
Respon :Kehilangan
dan Berduka Faktor-faktor Koping:
• Kesehatan Fisik
• Keyakinan yang positif
• Keterampilan memecahkan
masalah •
Keterampilan sosial •
Dukungan social •
Materi Adaptif
Maladaptif Skema3.1 Kerangka Konseptual Karakteristik Koping Wanita
yang Mengalami Abortus : Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti 19
1
Koping
Universitas Sumatera Utara
20
2. Defenisi Operasional
Koping adalah cara yang dilakukan wanita abortus dalam menyelesaikan masalahnya, menyesuaikan diri terhadap abortus yang dialaminya berdasarkan
tahap berduka Kubler-Ross, yaitu pengingkaran denial, marahanger, tawar-menawar bargaining, depresi depression, dan penerimaan acceptance.
Koping dinilai dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 20 pemyataan yang dikaitkan dengan skala Likert. Hasil pengukuran koping
dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu : Koping maladaptif skor 20-50, yang menghambat fungsi integrasi,
memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi, cenderung menguasai lingkungan, dan menghindar.
Koping adaptif skor 51-80, yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar, dan mencapai tujuan yaitu berbicara dengan orang lain,
memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang, dan aktifitas konstruktif.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif eksploratif. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik koping wanita yang
mengalami abortus di Kota Tapaktuan.
2. Populasi dan Sampel
2.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah wanita yang pernah mengalami abortus dan dirawat di BPK RSUD Dr. H. Yuliddin Away, Tapaktuan. Data
rekam medis di rumah sakit tersebut, jumlah pasien yang terdiagnosa abortus Bulan Juni 2008 sampai dengan Juni 2009 yang berdomisili di Kota Tapaktuan
adalah 61 orang.
2.2 Sampel
Dengan mempertimbangkan data wanita yang pernah mengalami abortus di Kota Tapaktuan pada tahun 2008 maka pengambilan sampel dilakukan
dengan teknik total sampling. Menurut Arikunto 2002 , bila jumlah subjek penelitian kurang dari 100 orang maka lebih baik diambil semuanya.
Kriteria untuk subjek penelitian adalah pasien yang mengalami abortus dalam satu tahun terakhir, berdomisili di Kota Tapaktuan, dapat berbahasa
Indonesia dan bersedia menjadi responden.
21
Universitas Sumatera Utara
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Tapaktuan sejak 20 Juli hingga 30 September 2009. Akses peneliti ke target populasi diawali dari BPK RSUD Dr.
H. Yuliddin Away Tapaktuan dengan pertimbangan bahwa rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pemerintah daerah satu-satunya di kota Tapaktuan dan
merupakan rumah sakit rujukan di Kabupaten Aceh Selatan. Pertimbangan lainnya adalah penelitian ini dilakukan pada liburan semester genap sehingga
memudahkan bagi peneliti melakukan penelitian karena peneliti berdomisili di Kota Tapaktuan.
4. Pertimbangan Etik Penelitian
Penelitian akan dilakukan setelah proposal penelitian disetujui oleh institusi pendidikan dan memperoleh izin pengambilan data dari direktur BPK
RSUD Dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan dan Camat Kecamatan Tapaktuan. Peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu, kemudian menjelaskan
maksud dan tujuan penelitian kepada responden yang terlampir dengan lembar persetujuan menjadi responden. Jika responden bersedia untuk diteliti maka
responden menandatangani lembar persetujuan tersebut. Jika responden menolak untuk diteliti, peneliti tidak berhak untuk memaksakan tetapi menghormati
hak-hak responden. Untuk menjaga kerahasiaan responden, maka peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data yang telah diisi
oleh responden.
Universitas Sumatera Utara
5. Instrumen Penelitian