Tingkat keuntungan13a11a×100 Balas jasa pemilik faktor-faktor produksi

56 Tabel 27 Perbandingan Nilai Tambah pengolahan keripik singkong geprek dan kerupuk renggining singkong Variabel Keripik singkong geprek Keripik singkong Bahan Baku per bulan Kgbulan 625 320 Nilai Tambah RpKg 7 013 9 335 Margin RpKg 22 405.5 12 625 Hasil perhitungan nilai tambah dari penelitian Ishak et al.2012 pada produk keripik rengginang singkong. Tabel 27 menunjukkan UKM keripik singkong geprek menerima pendapatan yang lebih besar dibandingkan usaha pembuatan kerupuk renggining singkong.Berdasarkan nilai marginnya, keripik singkong geprek menerima margin sebesar 14 003 125 rupiah per bulan dari penjualan keripik singkong. Nilai tersebut diperoleh dari bahan baku yang dipakai dikali dengan besarnya margin per kilogram. Nilai ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan yang diterima oleh KWT Melati Jaya 1sebagai industri skala rumah tangga pembuatan rengginang keripik singkong seperti yang telah dibahas dalam tinjauan pustaka, yaitu 4 040 000 rupiah per bulan. Margin ini dapat dibandingkan dengan pendapatan karena hasil perhitungan margin diatas berdasarkan nilai output dikurangi dengan nilai bahan baku yang dikeluarkan. Berdasarkan hasil perhitungan diatas, dapat disimpulkan bahwa industri pengolahan ubi kayu singkong menjadi produk keripik singkong geprek memberikan nilai yang cukup besar untuk skala industri rumah tangga. Dari hasil perhitungan nilai tambah produsen dapat mengetahui keuntungan bersih yang diterima dari pengolahan singkong.Nilai keuntungan bersih ini dapat digunakan sebagai parameter dalam memperkirakan umur ekonomis bisnisnya. Dengan demikian, produsen mengetahui jangka waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk menerima kembali investasi awal yang telah dikeluarkan. Apabila dilihat dari peluang dalam meningkatkan nilai tambah menurut Kaplinsky 2000 dalam Trienekens 2011 pada Usaha pengolahan keripik singkong dapat dibagi menjadi lima kategori diantaranya yaitu : 1. Trade Rents : Apabila dilihat dari produksi ubi kayu di Indonesia, tidak terjadi kelangkaan pada produksi ubi kayu, hal tersebut ditunjukkan pada tabel 1 dari Badan Pusat Statistik tahun 2014. Walaupun terjadi fluktuasi produksi dari tahun 2010-2014 akan tetapi kuantitas produksi tetap tinggi yaitu sebesar 24 558 778 ton pada tahun 2014. Dari produksi yang cukup tinggi maka kesempatan dalam pengolahan produk ubi kayu yang memiliki nilai tambah terbuka lebar dengan ketersediaan yang melimpah pada bahan input utama berupa ubi kayu. Akan tetapi permasalahan yang terjadi adalah masih lemahnya pengetahuan petani mengenai pemasaran ubi kayu dalam waktu yang relatif cepat mengingat kelemahan dari ubi kayu itu sendiri yang tidak tahan lama dalam kondisi segar. Oleh karena itu unit usaha mikro maupun makro pengolahan ubi kayu dapat membantu mensejahterakan para petani. 2. Technological Rents : Dari segi pemakaian teknologi usaha mikro pada pengolahan komoditi ubi kayu pada umumnya masih menggunakan