Hasil Produksi Feed Convertion Ratio FCR

15

3.1.2.5 Hasil Produksi

Hasil produksi yang diperoleh pada akhir pemeliharaan untuk kontrol, P1, dan P2 secara berturut-turut, yaitu sebesar 30.1±1.57 kg, 67,5±6,20 kg dan 116,6±1,84 kg Gambar 11. Hasil analisis data ANOVA pada selang kepercayaan 95 menunjukkan bahwa perbedaan padat tebar semua perlakuan berbeda nyata P0,05 terhadap hasil produksi ikan lele Lampiran 12. Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata P0,05 Gambar 11. Hasil produksi ikan lele pada setiap perlakuan selama pemeliharaan.

3.1.2.6 Feed Convertion Ratio FCR

Nilai Feed Conversion Ratio FCR pada kontrol, P1 dan P2 secara berturut-turut adalah 1,37±0,04, 1,52±0,10, dan 1,47±0,03 Gambar 12. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan padat penebaran tidak berpengaruh nyata P0,05 terhadap nilai Feed Conversion Ratio FCR. Lampiran 13. Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata P0,05 Gambar 12. Nilai Feed Convertion Ratio FCR ikan lele selama pemeliharaan 30.1±1.57 a 67.5±6.20 b c 116.6±1.84 1.37±0.04 1.52±0.10 1.47±0.03 a a a 16

3.2 Pembahasan

Kisaran kualitas air yang mencakup suhu pada media pemeliharaan ikan lele masih tergolong optimal untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan lele. Suhu pada setiap media pemeliharaan selama penelitian berlangsung berkisar antara 25,7-28,8 o C. Menurut Boyd 1990 suhu optimal untuk tumbuh bagi ikan yaitu 25-32 °C. Effendi 2003 menyatakan suhu merupakan faktor yang sangat penting pengaruhnya terhadap aktivitas vital pada tubuh ikan, terutama bernafas, tumbuh dan reproduksi, peningkatan suhu sebesar 10 o C akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 2-3 kali lipat, karena laju metabolisme juga akan meningkat. Kisaran nilai pH selama penelitian pada semua perlakuan antara 6,01 sampai 7,65. Menurut Effendi 2003, sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan pertumbuhan optimal pada nilai pH sekitar 7-8,5. Menurut Boyd 1982 pH yang optimal untuk pertumbuhan sebagian besar spesies ikan berkisar antara 6,5-9,0. Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 2, oksigen terlarut yang terukur pada setiap perlakuan berkisar antara 1.36-6,8. Pada kandungan oksigen terlarut terjadi kecenderungan penurunan nilai sejalan dengan peningkatan kepadatan dan pertumbuhan ikan lele. Hal ini diduga terjadi karena oksigen terlarut pada setiap perlakuan tidak hanya digunakan untuk respirasi ikan dan proses nitrifikasi yang terjadi dalam kolam, akan tetapi digunakan juga untuk proses nitrifikasi yang terjadi dalam wadah biofilter. Salah satu penyebab menurunnya konsentrasi oksigen terlarut pada wadah pemeliharaan dipengaruhi oleh beberapa hal salah satunya nafsu makan ikan yang semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhannya menyebabkan terjadinya penumpukan produk metabolit ikan dan limbah organik, sehingga oksigen lebih banyak diperlukan oleh bakteri untuk melakukan proses penguraian. Bakteri nitrosomonas dan nitrobacter memerlukan banyak oksigen dalam proses nitrifikasi, minimum 80 saturasi untuk proses yang normal Kordi Tancung, 2007. Kandungan oksigen terlarut untuk pemeliharaan budidaya ikan lele 1 ppm BBAT, 2005. Menurut Boyd 1982 oksigen terlarut yang optimal untuk pertumbuhan ikan harus lebih dari 5 ppm. Menurut Boyd 1990 menurunnya kandungan oksigen di air disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain jumlah dan ukuran ikan yang