16
3.2 Pembahasan
Kisaran kualitas air yang mencakup suhu pada media pemeliharaan ikan lele masih tergolong optimal untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan lele. Suhu
pada setiap media pemeliharaan selama penelitian berlangsung berkisar antara 25,7-28,8
o
C. Menurut Boyd 1990 suhu optimal untuk tumbuh bagi ikan yaitu 25-32 °C. Effendi 2003 menyatakan suhu merupakan faktor yang sangat penting
pengaruhnya terhadap aktivitas vital pada tubuh ikan, terutama bernafas, tumbuh dan reproduksi, peningkatan suhu sebesar 10
o
C akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 2-3 kali lipat, karena laju metabolisme juga akan meningkat.
Kisaran nilai pH selama penelitian pada semua perlakuan antara 6,01 sampai 7,65. Menurut Effendi 2003, sebagian besar biota akuatik sensitif
terhadap perubahan pH dan pertumbuhan optimal pada nilai pH sekitar 7-8,5. Menurut Boyd 1982 pH yang optimal untuk pertumbuhan sebagian besar spesies
ikan berkisar antara 6,5-9,0. Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 2, oksigen terlarut
yang terukur pada setiap perlakuan berkisar antara 1.36-6,8. Pada kandungan oksigen terlarut terjadi kecenderungan penurunan nilai sejalan dengan
peningkatan kepadatan dan pertumbuhan ikan lele. Hal ini diduga terjadi karena oksigen terlarut pada setiap perlakuan tidak hanya digunakan untuk respirasi ikan
dan proses nitrifikasi yang terjadi dalam kolam, akan tetapi digunakan juga untuk proses nitrifikasi yang terjadi dalam wadah biofilter. Salah satu penyebab
menurunnya konsentrasi oksigen terlarut pada wadah pemeliharaan dipengaruhi oleh beberapa hal salah satunya nafsu makan ikan yang semakin meningkat
sejalan dengan pertumbuhannya menyebabkan terjadinya penumpukan produk metabolit ikan dan limbah organik, sehingga oksigen lebih banyak diperlukan
oleh bakteri untuk melakukan proses penguraian. Bakteri nitrosomonas dan nitrobacter memerlukan banyak oksigen dalam proses nitrifikasi, minimum 80
saturasi untuk proses yang normal Kordi Tancung, 2007. Kandungan oksigen terlarut untuk pemeliharaan budidaya ikan lele 1 ppm BBAT, 2005. Menurut
Boyd 1982 oksigen terlarut yang optimal untuk pertumbuhan ikan harus lebih dari 5 ppm. Menurut Boyd 1990 menurunnya kandungan oksigen di air
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain jumlah dan ukuran ikan yang
17 diperlihara. Makin tinggi kepadatan ikan maka jumlah ikan yang mengkonsumsi
oksigen meningkat dan limbah metabolisme yang dikeluarkan akan semakin banyak, dan sejalan dengan bertambahnya bobot ikan maka tingkat konsumsi
oksigen dan limbah metabolisme per ekor ikan pun meningkat pula. Kadar amonia media pemeliharaan ikan lele pada semua perlakuan
perbedaan padat tebar menunjukkan dari awal pemeliharaan sampai hari ke dua puluh mengalami penurunan, namun pada hari ke tiga puluh meningkat lagi untuk
P1 dan P2, pada hari ke empat puluh menurun kembali. Peningkatan pada hari ke dua puluh tersebut disebabkan oleh limbah dari aktivitas budidaya ikan seperti
sisa pakan, feses dan urin yang merupakan sumber bahan pencemar nitrogen. Limbah dari sisa pakan, feses dan urin ikan sangat nyata dapat memperburuk
kualitas air karena dapat meningkatkan konsentrasi total nitrogen yaitu nitrit, nitrat, amonium dan bahan organik terlarut di dalam kolam, sedangkan oksigen
terlarut akan mengalami penurunan Sindilariu et al., 2008. Menurut Chen et al. 2005 proses nitrifikasi dipengaruhi beberapa faktor diantaranya substrat dan
konsentrasi kelarutan oksigen, proses nitrifikasi ini memerlukan oksigen yang cukup banyak. Diduga bahwa adanya konsumsi oleh bakteri nitrifikasi
menyebabkan kelarutan oksigen rendah sehingga menyebabkan kenaikan nilai amonia. Berkurangnya oksigen terlarut pada media pemeliharan ikan berakibat
berkurangnya kemampuan mengosidasi amonia menjadi produk lain NH
3
→ NH
4 +
→ NO
2 -
→NO
3 -
. Pillay 1993 menyebutkan ambang batas maksimum konsentrasi amonia untuk kegiatan budidaya adalah 0,02
mgℓ meskipun tingkat toleransi ikan terhadap amonia berkisar antara 0 - 2,0
mgℓ. Konsentrasi nitrit yang terukur pada setiap perlakuan berkisar antara
0,013-0,069 ppm. Voslarova et al. 2008 menyatakan bahwa nitrit bersifat toksik terhadap ikan, sifat toksik dapat bersifat kronik dan mematikan. Hasil analisis data
ANOVA pada selang kepercayaan 95 menunjukkan bahwa perbedaan padat tebar memberikan hasil yang berbeda nyata P0,05 untuk P1 dan kontrol
terhadap nitrit pada H0. Konsentrasi nitrit yang berkisar antara 0,003-0,856 ppm masih menghasilkan tingkat kelangsungan hidup sebesar 70 untuk ikan yang
dipelihara dengan sistem resirkulasi Murtiati et al., 2010. Kisaran konsentrasi nitrit yang diperoleh selama penelitian masih memenuhi kriteria baku mutu air
18 dimana nilai ambang baku mutu konsentrasi nitrit menurut Pillay 1993 untuk
budidaya sebagian besar jenis ikan diupayakan agar lebih kecil dari 0,1 ppm. Nitrat merupakan senyawa nitrogen mudah larut dalam air dan bersifat
stabil Effendi, 2003. Kandungan nitrat di perairan dipengaruhi kandungan oksigen terlarut, jika oksigen terlarut dalam air tinggi maka nitrit dalam air
teroksidasi menjadi nitrat. Proses nitrifikasi oleh bakteri nitrifikasi mengubah sekitar 93-96 amonia menjadi nitrat dalam kondisi yang optimal dalam unit
biofiltrasi Tyson, 2007. Hasil penelitian pemeliharaan ikan lele dengan perlakuan perbedaan padat tebar menunjukkan bahwa sejalan dengan penurunan
amonia terjadi peningkatan nitrit diduga proses penguraian nitrit menjadi nitrat tidak berjalan karena adanya akumulasi nitrit sebagai akibat kerja Nitrobacter
terganggu , sehingga nitrat tidak mengalami penguraian secara sempurna. Secara umum peningkatan kepadatan ikan cenderung menyebabkan
terjadinya perubahan kualitas air media budidaya. Perubahan yang terjadi berupa penurunan kualitas air sebagai akibat dari peningkatan padat tebar ikan. Hal ini
terlihat dari perubahan nilai parameter kualitas air yang terjadi pada masing- masing kepadatan ikan. Walaupun terjadi penurunan, kualitas air media budidaya
masih berada pada kisaran yang memungkinkan ikan lele untuk hidup dengan baik. Namun demikian penurunan kualitas air tersebut cenderung mempengaruhi
beberapa parameter kehidupan ikan lele antara lain pertumbuhan, kelangsungan hidup dan konsumsi pakan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa tingkat kelangsungan hidup ikan lele yang ditebar cukup tinggi, seperti dapat dilihat pada
Gambar 7, rata-rata tingkat kelangsungan hidup kontrol adalah sebesar 79,89 P1 sebesar 80,62 dan P2 sebesar 81,61. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
perbedaan padat tebar menunjukan hasil yang tidak berpengaruh nyata P0,05 terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan lele. Kisaran nilai kelangsungan hidup
dari masing-masing perlakuan kepadatan dianggap masih cukup baik. Seperti pada pengamatan pertumbuhan, salah satu faktor yang mungkin dapat
menyebabkan penurunan tingkat kelangsungan hidup pada kepadatan ikan yang meningkat adalah kualitas air yang telah menurun. Subagja dan Sulhi 2009,
menyatakan bahwa pendederan ikan lele di bak plastik yang menggunakan sistem
19 resirkulasi dengan memakai biofilter mampu meningkatkan pertumbuhan dan
keseragaman ikan, dibanding pendederan pada kolam plastik dengan air yang tergenang. Laju pertumbuhan spesifik menggambarkan persentase pertambahan
bobot ikan lele setiap harinya. Laju pertumbuhan spesifik tertinggi dicapai pada P2 sebesar 5,40±0,14, sedangkan nilai terendah terdapat pada kontrol sebesar
4,97±0,18. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor kualitas air dan pakan pada masing-masing kolam tersebut. Selama kondisi pakan tercukupi dan kondisi
perairan terkontrol dan mendukung sistem budidaya, maka peningkatan kepadatan ikan tidak menurunkan laju pertumbuhan harian, sehingga hasil yang akan
diperoleh juga akan semakin meningkat dengan meningkatnya kepadatan ikan. Penambahan padat tebar pada penelitian ini juga diiringi penambahan jumlah
pakan melalui perhitungan FR yang disesuaikan dengan biomassa. Menurut Hepher dan Pruginin 1981, parameter pemeliharaan ikan pada kepadatan tinggi
adalah hasil yang maksimal. Pada pemeliharaan ikan secara intensif peningkatan padat penebaran biasa dilakukan untuk mengetahui hasil maksimal yang dapat
dicapai. Jika hasil yang didapat belum mencapai hasil maksimal atau belum terlihat menurun, maka peningkatan kepadatan masih dimungkinkan walaupun
pertumbuhan ikan cenderung lambat. Pada penelitian ini belum terlihat titik maksimal, karena itu disimpulkan bahwa dengan kualitas air yang ada, maka
kepadatan ikan lele masih mungkin untuk ditingkatkan hingga melebihi 150 ekorm
2
. Nilai Feed Conversion Ratio FCR pada control, P1 dan P2 secara
berturut-turut adalah 1,37±0,04, 1,52±0,10, dan 1,47±0,03 Gambar 12. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan padat penebaran tidak berpengaruh
nyata P0,05 terhadap nilai Feed Conversion Ratio FCR. Hal ini diduga karena pemberian pakan berdasarkan perhitungan FR pada ikan akan
menghasilkan pertumbuhan yang maksimal tetapi nilai konversi pakannya juga tinggi, sedangkan pemberian pakan dengan jumlah yang lebih sedikit akan
menghasilkan pertumbuhan yang optimum dan diikuti dengan nilai konversi pakan yang cenderung lebih baik atau lebih rendah Goddard, 1996.
20 Hasil produksi optimal pada pembesaran ikan lele dengan sistem
resirkulasi outdoor terbaik yang ditunjukkan pada penelitian ini terdapat pada P2 dengan padat tebar 150 ekorm
2
. Hasil produksi yang diperoleh pada kontrol, P1, dan P2 masing
–masing , yaitu sebesar 30.1±1.57 kg, 67,5±6,20 kg dan 116,6±1,84 kg. Sistem resirkulasi outdoor yang digunakan pada penelitian ini
mampu menjaga kualitas air pada kolam pemeliharaan tetap layak untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan lele. Hal ini dapat dilihat dari hasil
tingkat kelangsungan hidup semua perlakuan yang tidak berbeda nyata, namun jika dilihat dari pertumbuhan bobot dan panjang, perlakuan P2 menunjukkan hasil
yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya sehingga hasil produksi terbaik pada pembesaran ikan lele terdapat pada P2 dengan kepadatan 150 ekorm
2
.
21
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa padat tebar yang berbeda pada setiap perlakuan untuk pembesaran ikan lele sangkuriang Clarias sp. dengan
sistem resirkulasi outdoor menunjukkan perubahan kualitas air yang masih dalam kisaran yang layak untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan tersebut.
Padat penebaran 150 ekorm
2
memberikan hasil produksi yang paling tinggi.
4.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap penambah kepadatan padat tebar pada kolam dengan sistem resirkulasi untuk kegiatan pembesaran ikan lele
ini dalam rangka peningkatan produktivitas, efisiensi lahan serta penghematan sumber daya air yang digunakan.