19
D. Pembiayaan dengan Prinsip Sewa Operating Lease and Financial Lease
Dalam syariah Islam prinsip sewa menyewa dibedakan berdasarkan akad, yaitu: Ijarah dan Ijarah Muntahiya bit-tamlik.
1. Ijarah Ijarah merupakan perjanjian pemindahan hak guna atau manfaat
atau suatu barang atau jasa dengan membayar sewa untuk jangka waktu tertentu tanpa diikuti pemindahan hak kepemilikan atas barang tersebut.
2. Ijarah Muntahiya Bittamlik Ijarah Muntahiya Bittamlik merupakan akad suatu perjanjian yang
merupakan kombinasi antara jual-beli dan sewa-menyewa suatu barang antara bank dengan nasabah dimana nasabah penyewa diberi hak untuk
membeli atau memiliki obyek sewa pada akhir akad.
Gambar 2.4 Skema Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik
B. Milik
3. Sewa beli 2. Beli Objek Sewa A. Milik
1.Pesan objek
sewa
Sumber: Bank Syariah, dan Teori ke Praktik, Antonio 2001 Penjual
Objek sewa
Nasabah
Bank
20
E. Pembiayaan dengan Prinsip Bagi Hasil Profit Loss Sharing
1. Al-Mudharabah Trust Financing, Trust Investment
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses
seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usahanya. Secara teknis, mudharabah adalah akad kerja sama atau usaha antara dua belah
pihak pertama sebagai pemilik dana shahibul mal menyediakan seluruh 100 modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola mudahrib.
Keuntunganya usaha jenis pembiayaan mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu akibat karena kecurangan atau
kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
21
Gambar 2.5 Skema Pembiayaan al-Mudharabah
Perjanjian Bagi Hasil
Keahlian Modal 100
Nisbah X Nisbah Y
Pengambilan modal pokok
Sumber: Bank Syariah, dan Teori ke Praktik, Antonio 2001
2. Al-Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua belah pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi modal atau amal expertise dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan. Berbeda dengan mudharabah, dalam pembiayaan jenis musyarakah pihak pengusaha nasabah mudharib menambahkan sebagian
modalnya sendiri pada modal yang disediakan oleh shahibul mal, maka mudharib atau nasabah tersebut membuka diri terhadap resiko kehilangan
modal. Adanya tambahan modal dari nasabah mudharib maka ia dapat mengklaim suatu persentase bagi hasil yang lebih besar.
Nasabah Mudharib
Bank Shahibul Mal
Proyek Usaha
Pembagian Keuntungan
Modal
22
Gambar 2.6 Skema Pembiayaan al-Musyarakah
Sumber: Bank Syariah, dan Teori ke Praktik, Antonio 2001 Semua pembiayaan yang telah diberikan tidak semuanya
membayar atau mengembalikan pinjamannya tepat waktu, maka pihak bank harus melakukan penilaian untuk menilai kualitas pembiayaan.
F. Kualitas Pembiayaan
Pembiayaan menurut kualitanya pada hakikatnya didasarkan atas risiko kemungkinan terhadap kondisi dan kepatuhan nasabah pembiayaan dalam
memenuhi kewajiban-kewajiban untuk membayar bagi hasil serta melunasi pembiayaanya. Jadi unsur utama dalam menentukan kualitas pembiayaan
Nasabah Bank
Keuntungan
Bagi hasil keuntungan sesuai porsi konstibusu modal nisbah
Proyek Usaha
23
adalah waktu pembayaran bagi hasil dan angsuran maupun pelunasan pokok pembiayaan dan diperinci atas:
9
1. Pembiayaan Lancar pas
Pembiayaan yang dapat digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Pembayaran angsuran pokok dan atau bunga tepat waktu; b. Memiliki mutasi rekening yang aktif;
c. Bagian dari pembiayaan yang dijamin dengan agunan tunai 2. Dalam Perhatian Khusus special mention
Pembiayaan yang dapat digolongkan khusus apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau bunga bagi hasil yang belum melampaui sembilan puluh hari;
b. Kadang-kadang terjadi cerukan; c. Mutasi rekening relatif aktif;
d. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; e. Didukung oleh pinjaman baru.
3. Kurang Lancar substandard Pembiayaan yang digolongkan pembiayaan kurang lancar apabila
memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga bagi hasil;
9
Veithzal Rivai dan Andia P Veithzal, Islamic Financial Management Jakarta: PT Grafindo Persada, 2008, h.33-37
24
b. Sering terjadi cerukan; c. Frekuensi mutasi rekening relatif rendah;
d. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari sembilan puluh hari;
e. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; f. Dokumen pinjaman yang lemah.
4. Diragukan doubtful Pembiayaan yang digolongkan pembiayaan diragukan apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut: a. Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau bunga;
b. Terjadi cerukan yang bersifat permanen; c. Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari;
d. Terjadi kapitalisasi bunga; e. Dokumen hukum yang lemah, baik untuk perjanjian maupun
peningkatan jaminan. 5. Macet loss
Pembiayaan yang digolongkan pembiayaan macet apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga; b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru;
c. Dari segi hukum dan kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.
25
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kualitas pembiayaan yang dilakukan oleh bank harus dapat dilakukan untuk menilai kemampuan
membayar nasabah dalam pinjaman yang dilakukan.
G. Pembiayaan Bermasalah Non Performing Finance
Salah satu resiko yang dihadapi oleh bank adalah resiko tidak terbayarnya pembiayaan yang telah diberikan atau sering disebut resiko
pembiayaan. Resiko pembiayaan umumnya timbul dari berbagai pembiayaan yang masuk dalam kategori bermasalah atau Non Performing Finance NPF.
Ada beberapa pengertian pembiayaan bermasalah, yaitu:
10
a. Pembiayaan yang didalam pelaksanaannya belum mencapai atau memenuhi target yang diinginkan oleh pihak bank.
b. Pembiayaan yang memiliki kemungkinan timbulnya resiko dikemudian hari bagi bank dalam arti luas.
c. Mengalami kesulitan didalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya dan atau pembayaran
bunga, denda keterlambatan serta ongkos-ongkos bank yang menjadi beban nasabah yang bersangkutan.
d. Pembiayaan dimana pembayaran kembalinya dalam bahaya, terutama apabila sumber-sumber pembayaran kembali yang diharapkan
diperkirakan tidak cukup untuk membayar kembali pembiayaan, sehingga belum memenuhi target yang diinginkan oleh bank.
10
Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Hand Book, Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktisi Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006, h.475.
26
e. Pembiayaan dimana terjadi cidera janji dalam pembayaran kembali sesuai perjanjian, sehingga terdapat tunggakan atau ada potensi
kerugian di perusahaan nasabah sehingga memiliki kemungkinan timbulnya resiko di kemudian hari.
f. Mengalami kesulitan didalam penyelesaian kwajiban-kewajibannya terhadap bank, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya,
pembayaran bunga, pembayaran ongkos-ongkos bank yang menjadi beban nasabah yang bersangkutan.
g. Pembiayaan golongan perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet serta golongan lancar yang berpotensi menunggak.
Untuk mengetahui besarnya NPF suatu bank, BI menginstruksikan perhitungan NPF dalam laporan keuangan perbankan nasional sesuai surat
edaran No.623DPNP tanggal 31 Mei 2004, tentang perhitungan Rasio Keuangan Bank yang dirumuskan sebagai berikut:
Rasio tersebut ditunjukan untuk mengukur tingkat permasalahan pembiayaan yang dihadapi bank syariah. Dimana semakin tinggi rasio ini
menunjukkan kualitas pembiayaan bank syariah. Dimana semakin tinggi rasio ini menunjukkan kualitas pembiayaan bank syariah semakin buruk. Nilai rasio
ini kemudian dibandingkan dengan kriteria kesehatan NPF bank syariah yang ditetapkan Bank Indonesia seperti yang tertera dalam tabel berikut.
27
Tabel 2.1 Kriteria Kesehatan
Non Performing Finance NPF Bank Syariah No.
Nilai NPF Predikat
1 NPF = 2
Sehat 2
2 NPF 5 Sehat
3 5 NPF 8
Cukup Sehat 4
8 NPF 12 Kurang Sehat
5 NPF 12
Tidak Sehat Sumber: Bank Indonesia
H. Faktor-faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah