Indikator Ketenagakerjaan Analisis faktor faktor yang mempengaruhi migrasi internasional tenaga kerja Indonesia ke luar negeri tahun 2007

121 rendahnya kinerja pembangunan manusia Kabupaten Majalengka berkaitan dengan masih rendahnya ”daya beli” penduduk.

4. Indikator Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan merupakan aspek yang amat mendasar dalam kehidupan manusia, karena mencakup dimensi ekonomi dan sosial. Setiap upaya pembangunan, selalu diarahkan pada perluasan kesempatan kerja dan berusaha, sehingga penduduk dapat memperoleh manfaat langsung dari pembangunan. Salah satu sasaran utama pembangunan dalam PJP II adalah terciptanya lapangan kerja baru dalam jumlah dan kualitas yang memadai untuk dapat menyerap tambahan angkatan kerja yang memasuki pasar kerja setiap tahun. Pertumbuhan penduduk secara langsung berpengaruh pada perkembangan ketenagakerjaan dan lapangan kerja. Tingkat pertambahan penduduk yang relatif tinggi merupakan masalah yang umum dialami negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Dengan pertambahan penduduk usia kerja akan meningkatkan jumlah angkatan kerja. Pertumbuhan angkatan kerja tersebut seyogianya sebanding dengan kesempatan kerja yang ada, namun masalah yang dihadapi adalah kesempatan kerja formal sangat terbatas. Kondisi kesempatan kerja yang 122 terbatas, maka sebagian besar penduduk berusaha untuk menciptakan lapangan kerja untuk dirinya sendiri pada sektor informal.

a. Penduduk Usia kerja

Secara garis besar, kegiatan penduduk suatu wilayah dibedakan atas penduduk yang dikelompokkan partisipatif dalam memutar roda perekonomian yaitu penduduk usia kerja dan penduduk yang termasuk dalam kelompok tidak partisipatif dalam perekonomian keluarga yang disebut penduduk bukan usia kerja penduduk berumur kurang dari 10 tahun. Banyaknya penduduk usia kerja dalam jumlah besar bukan merupakan jaminan akan meningkatkan tenaga kerja yang potensial, karena tidak semua penduduk usia kerja masuk dalam angkatan kerja, bisa saja masuk dalam kelompok bukan angkatan kerja. Tabel 4.14 mengambarkan kondisi ketenagakerjaan di Kabupaten Majalengka untuk tahun 2005. Jumlah penduduk yang termasuk usia kerja adalah sebanyak 939.535 jiwa. Dari penduduk usia kerja ini yang termasuk ke dalam angkatan kerja sebanyak 571.412 jiwa dan bukan angkatan kerja sebanyak 368.123 jiwa. Sebagian dari angkatan kerja tersebut yang sudah bekerja yaitu 511.870 jiwa 89,58 dan 59.542 jiwa 10,42 masih mencari pekerjaan. Kegiatan orang yang termasuk kelompok bukan angkatan kerja meliputi sekolah sebanyak 123.421 jiwa 33,53, mengurus rumah tangga sebanyak 195.677 53,16, dan lainnya seperti orang jompo 123 dan orang yang tidak mampu melakukan kegiatan sebesar 49,025 jiwa 13,32. Kegiatan mengurus rumah tangga masih didominasi oleh penduduk perempuan. Hal ini kemungkinan karena masih adanya anggapan yang cukup kuat bahwa yang harus bekerja untuk mencari nafkah adalah laki-laki, sedangkan bagi perempuan lebih baik mengurus rumah tangga, anak-anak dan suami. Kalaupun ada yang bekerja hanya diakibatkan oleh dorongan kebutuhan ekonomi. Tabel 4.14 Penduduk Kabupaten Majalengka Usia 10 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama Seminggu yang Lalu dan Jenis Kelamin Tahun 2005 Laki-laki Perempuan Jumlah Kegiatan Usaha Jumlah Jumlah Jumlah Angkatan Kerja 366.082 100,00 205.330 100,00 571.412 100,00 Bekerja 345.854 94,47 166.016 80,85 511.870 89,58 Mencari Pekerjaan 20.228 5,53 39.314 19,15 59.542 10,42 Bukan Angkatan Kerja 93.441 100,00 274.682 100,00 368.123 100,00 Sekolah 69.775 74,67 53.646 19,53 123.421 33,53 Mengurus RT 616 0,55 195.161 71,05 195.677 53,16 Lainnya 23.050 24,77 25.875 9,42 49.025 13,32 Jumlah 459.523 480.012 939.535 Sumber: Susenas, 2005

b. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

Tingginya persentase penduduk usia muda di Kabupaten Majalengka akan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap penyediaan angkatan kerja di masa mendatang. Salah satu usaha untuk menghambat angkatan kerja muda adalah melalui perluasan sarana pendidikan. Dengan kata lain, pendidikan dapat mengurangi Tingkat 124 Partisipasi Angkatan Kerja TPAK-Labour Force Participation Rate LFTR. Di samping memperluas sarana pendidikan, peningkatan mutu pendidikan juga perlu ditingkatkan. Dengan demikian diharapkan dapat tercipta tenaga kerja yang terampildan tepat guna. Semua ini perlu didasarkan pada data yang baik dan benar. Tabel 4.15 TPAK, TPT, dan TKK Penduduk Kabupaten Majalengka Menurut Jenis Kelamin Tahun 2001-2005 Tahun Lapangan Usaha 2001 2002 2003 2004 2005 Laki-laki TPAK 75,83 76,41 80,95 78,52 79,67 TPT 3,31 5,38 7,65 7,93 5,53 TKK 96,69 94,62 92,35 92,07 94,47 Perempuan TPAK 39,26 47,52 50,56 35,72 42,78 TPT 4,83 18,31 16,08 17,88 19,15 TKK 95,14 81,69 83,92 82,12 80,85 Laki-laki + Perempuan TPAK 57,14 61,67 65,86 56,69 60,82 TPT 3,85 10,46 10,88 11,13 10,42 TKK 96,15 89,54 89,12 88,87 89,58 Sumber: Susenas 2001-2005 Catatan: TPAK = Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPT = Tingkat Pengangguran Terbuka TKK = Tingkat Kesempatan Kerja TPAK di Kabupaten Majalengka mengalami peningkatan dari 56,69 pada tahun 2004 menjadi 60,82 pada tahun 2005. Dimana TPAK laki-laki sebesar 79,67 dan 42,78 untuk perempuan. Masih 125 tampak bahwa peran serta perempuan di Kabupaten Majalengka sangat kurang dalam angkatan kerja dibandingkan dengan peran serta laki- laki. Akibatnya terjadi ketimpangan dalam pasar kerja, dimana perempuan cenderung kurang memiliki akses untuk memasuki dunia kerja. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sebagian besar perempuan usia produktif berperan sebagai ibu rumah tangga. Tingkat Pengangguran Terbuka TPT menunjukkan proporsi pendudu yang mencari pekerjaan secara aktif terhadap seluruh angkatan kerja. Tinggi rendahnya angka ini memiliki kepekaan terhadap dinamika pasar kerja dan tingkat kesejahteraan masyarakat. TPT Kabupaten Majalengka pada tahun 2005 mengalami penurunan, yaitu 11,13 pada tahun 2004 menjadi 10,42 di tahun 2005. TPT penduduk laki-laki sebesar 5,3 dan TPT penduduk perempuan sebesar 19,15.

c. Penduduk Yang Bekerja

Fenomena yang sering menjadi ukuran untuk melihat keberhasilan pelaksanaan pembangunan adalah sejauh mana dunia kerja itu dapat menyerap sebesar-besarnya tenaga kerja pada penduduk di wilayah tersebut. Di lain pihak, dewasa ini isu sentral yang menjadi pembahsan dalam berbagi kesempatan adalah produktivitas dan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kegiatan ekonomi di 126 berbagai sektor lapangan usaha akan berdampak langsung terhadap penciptaan lapangan kerja. Dilihat dari lapangan kerja, ternyata sektor pertanian masih tetap merupakan sektor yang menampung paling banyak tenaga kerja pada tahun 2005 yaitu sebanyak 29,95, kemudian diikuti oleh sektor perdagangan sebanyak 26,15, sektor industri pengolahan sebanyak 18,36 dan sektor jasa-jasalainnya sebanyak 8,28. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.16 di bawah ini. Tabel 4.16 Persentase Penduduk Kabupaten Majalengka Usia 10 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Tahun 2001-2005 Tahun No Lapangan Usaha 2001 2002 2003 2004 2005 1 Pertanian 52,12 39,37 50,13 36,82 29,95 2 Pertambangan dan Penggalian 0,46 0,69 1,35 1,45 2,29 3 Industri Pengolahan 11,60 18,89 15,19 19,06 18,36 4 Listrik, Gas dan Air Minum 0,06 0,07 0,08 0,09 0,39 5 BangunanKontruksi 3,19 3,30 2,25 4,89 7,93 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 21,18 22,53 19,41 23,83 26,15 7 Angkutan dan Komunikasi 4,39 5,09 4,94 5,50 5,97 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2,03 3,66 0,47 0,47 0,68 9 Jasa-jasaLainnya 4,97 6,40 5,88 7,89 8,28 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Susenas 2001-2005 127 Indikator lain yang dapat digunakan untuk memberikan gambaran tentang kedudukan pekerja adalah status pekerjaan. Seperti yang ditampilkan pada tabel 4.17 dibawah ini. Status pekerjaan buruhkaryawan merupakan status pekerjaan yang paling banyak yaitu sebesar 36,10. Cukup besarnya penduduk yang berstatus sebagai buruhkaryawan, mengindikasikan juga bahwa di Kabupaten Majalengka investasi modal yang diarahkan kepada sektor-sektor yang bersifat padat karya yang lebih banyak menyerap tenaga kerja. Penduduk yang berstatus berusaha sendiri menempati urutan kedua terbanyak yaitu 25,79. Berusaha dengan buruh tidak tetap biasanya terjadi pada sektor pertanian, di mana petani dalam mengerjakan lahannya menggunakan pekerja bebas yang melakukan kegiatan hanya terbatas pada saat-saat tertentu saja atau dibantu oleh pekerja tidak dibayar anak atau anggota keluarga yang lain. Tabel 4.17 Persentase Penduduk Kabupaten Majalengka Usia 10 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin pada Tahun 2005 Status Pekerjaan Utama Laki-laki Perempuan Jumlah Berusaha sendiri 27,87 21,45 25,79 Berusaha dengan dibantu buruh tidak tetap 28,90 11,32 23,20 Berusaha dengan dibantu buruh tetap 1,46 1,21 1,38 Buruhkaryawan 38,19 31,75 36,10 Pekerja tidak dibayar 3,58 34,27 13,53 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber: Susenas, 2005 128 Masih tingginya penduduk yang bekerja sebagai pekerja tidak dibayarpekerja keluarga memberi indikasi masih kurang optimalnya pemanfaatan tenaga kerja di Kabupaten Majalengka. Mereka yang masuk kelompok ini, pada umumnya perempuan, mereka hanya sekedar membantu usaha yang dilakukan oleh keluarga dengan tingkat produktivitas yang rendah dan tidak mendapatkan upahgaji atau sekalipun ada balas jasa yang diterima sangat jauh dari memadai. Indikator ini juga merefleksikan masih lemahnya perekonomian daerah dalam penyerapan tenaga kerja yang produktif. Faktor lain yang juga akan mempengaruhi tingkat produktivitas kerja seseorang adalah jumlah jam kerja setiap harinya. Jumlah jam kerja itu sendiri akan ditentukan oleh lapangan kernya. Pada sektor formal biasanya jumlah jam kerja sudah ditentukan oleh suatu peraturan. Penduduk yang bekerja di sektor informal, misalnya di sektor pertanian, jumlah jam kerjanya akan sangat ditentukan sekali oleh musim. Pada waktu musim menggarap tanah, para petani terpaksa harus bekerja lebih giat dan sudah barang tentu jam kerjanya akan lebih banyak. Tetapi pada saat bibit sudah ditanam dan tinggal menunggu panen, maka jam kerja akan lebih sedikit. Tabel 4.18 Persentase Penduduk Kabupaten Majalengka Usia 10 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Jam Kerja dan Jenis Kelamin Tahun 2005 Jumlah Jam Kerja Laki-laki Perempuan Jumlah 4,61 4,76 4,66 01 – 09 1,42 3,87 2,22 129 10 – 24 8,89 22,35 13,26 25 – 34 12,52 15,22 13,40 35 – 44 18,65 21,15 19,58 45 – 59 41,41 15,10 32,88 ≥ 60 12,50 17,19 14,02 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber: Susenas, 2005 Sementara tidak bekerja Tabel 4.18 di atas memperlihatkan perbedaan jumlah jam kerja seminggu antara laki-laki dan perempuan. Jumlah jam kerja seminggu ini pun dapat digunakan untuk mengukur mereka yang termasuk pada kelompok setengah menganggur. Seseorang dikatakan setengah menganggur apabila jumlah jam kerja dalam seminggu kurang dari 35 jam. Mengacu pada konsep ini, ternyata sekitar 27,44 dari pekerja laki-laki di Kabupaten Majalengka pada tahun 2005 tergolong ke dalam setengah pengangguran, sementara untuk perempuan yaitu sebesar 46,20. Dengan tingginya angka setengah pengangguran tersebut berarti pekerja di Kabupaten Majalengka secara umum masih rendah tingkat produktivitasnya. Hal ini berarti pula rendahnya pendapatan yang diperoleh, yang mencerminkan betapa masih tingginya penduduk yang secara ekonomis dikatakan miskin.

B. Analisis Data Peneliltian

1. Analisis Deskriptif