Berkelanjutan. Adanya undang-undang ini diharapkan lahan-lahan persawahan di lokasi penelitian dapat dipertahankan. Dengan lestarinya lahan-lahan ini,
diharapkan kebutuhan pangan lokal terpenuhi, sehingga kesejahteraan masyarakat di lokasi penelitian pada khususnya dan Lampung pada umumnya dapat tercapai.
Pembatasan pengembangan budidaya karet di kawasan ini juga berlaku untuk tanaman tahunan lainnya, termasuk kelapa sawit.
5.2. Pewilayahan Komoditas Unggulan
5.2.1. Hirarki Wilayah dan Fungsi Desa
Kecamatan Rawa Pitu merupakan salah satu kawasan transmigrasi yag dibangun pada era tahun 1980-an. Status kawasan ini sudah diserahkan kepada
Pemerintah Daerah atau sering disebut Pemukiman Transmigrasi yang sudah diserahkan PTD. Perkembangan wilayah di dalam kawasan transmigrasi tumbuh
secara perlahan. Banyak hal yang menyebabkan perkembangan di kawasan ini lambat, salah satunya adalah aksesibilitas keluar maupun ke dalam kawasan
transmigrasi yang kurang baik, baik sisi infrastruktur jalan maupun letaknya yang jauh dari pusat pemerintahan.
Identifikasi penentuan pusat pertumbuhan dan pusat-pusat pelayanan lainnya dapat dilakukan dengan pendekatan analisis skalogram hirarki wilayah.
Jenis variabel yang digunakan dalam analisis ini adalah jumlah penduduk, luas desa, jarak desa dengan ibukota kecamatan, waktu tempuh, jarak desa dengan
ibukota kabupaten, jumlah sarana pendidikan TK, SD, SLTP, SLTA, kesehatan puskesmas, tempat praktek dokter, tempat mantribidan, perdagangan pasar,
restoran, warung, transportasi jumlah motor, klotok, gerobak hewan, fasilitas umun tempat ibadah, dan tempat olahraga, dan pertanian jumlah penggilingan
padi, hand tractor, koperasi. Berdasarkan analisis skalogram diperoleh hasil
sesuai disajikan pada Tabel 19 dan Gambar 16.
Berdasarkan hasil analisis, desa yang memiliki hirarki I adalah Desa Batanghari. Hirarki I memiliki karakteristik jumlah dan jenis fasilitas yang lebih
banyak daripada hirarki II dan hirarki III, seperti: fasilitas pasar, sarana kesehatan dan pertokoan. Oleh karena itu, hirarki I menjadi pusat kegiatan wilayah
administrasi, pemerintahan, ekonomi. Desa yang memiliki hirarki 1 dapat juga
disebut sebagai desa berkembang dan direncanakan sebagai pusat kegiatan wilayah, termasuk pemerintahan, dan perekonomian kawasan. Hal ini didorong
juga oleh fasilitas eksisting untuk pusat kegiatan dan pemerintahan sudah berada di desa ini. Bangunan-bangunan pelayanan masyarakat maupun pemerintahan
kantor kecamatan, puskesmas dan lain-lain sudah berada di desa ini. Beberapa fasilitas pelayanan yang terdapat di desa Batanghari ditampilkan pada
Gambar 17.
Tabel 19. Hirarki desa, hasil analisis berdasarkan jumlah fasilitas, sarana
prasarana, dan aksesibilitas
No Nama Desa
Jumlah Penduduk jiwa Hirarki
1 Batanghari 2.074
Hirarki 1 2
Duta Yoso Mulyo 1.851
Hirarki 2 3 Sumber
Agung 2.533
Hirarki 3 4 Andalas
Cermin 3.018
Hirarki 3 5 Rawa
Ragil 2.698
Hirarki 3 6 Gedung
Jaya 3.838
Hirarki 3 7 Panggung
Mulyo 1.400
Hirarki 3 8 Bumi
Sari 1.165
Hirarki 3 9 Mulyo
Dadi 996
Hirarki 3 Jumlah
19.573
Gambar 16. Peta Hirarki Wilayah Desa
Hirarki II dan hirarki III memiliki karakteristik jumlah dan jenis fasilitas pelayanan yang lebih sedikit daripada hirarki I sehingga menjadi wilayah
hinterland yang berfungsi sebagai kawasan produksi untuk men-suplay ke
wilayah hirarki I. Selain itu, berdasarkan hasil analisis hirarki diatas, dapat ditentukan fungsi masing-masing hirarki dalam memenuhi kebutuhan lokasi
penelitian. Fungsi masing-masing hirarki disajikan pada Tabel 20.
Gambar 17. Puskesmas dan Balai Penyuluhan Pertanian di Desa Batanghari Tabel 20. Fungsi Desa Berdasarkan Hirarki Wilayahnya
Hirarki Desa Fungsi
I Batanghari
Pusat Kegiatan Wilayah pemerintahan, administrasi, ekonomi
II Duta
Yoso Mulyo
Pusat Kegiatan Lokal memberikan pelayanan dengan cakupan satuan wilayah
masing-masing III Sumber
Agung, Andalas
Cermin, Rawa Ragil, Gedung Jaya, Panggung Mulyo, Bumi
Sari, Mulyo Dadi Pusat Kegiatan Lokal membangkitkan
kegiatan pada lingkup desa serta memberikan pelayanan kepada wilayah
desa tersebut
Keberhasilan program pengembangan kawasan transmigrasi ditentukan oleh pembagian yang tepat dalam fungsi dan tugas masing-masing desa. Dengan
demikian nantinya masing-masing desa tersebut dapat bersinergis dan tidak terjadi overlapping
dalam menjalankan program-program pengembangan kawasan yang sudah ditetapkan.
5.2.2. Pewilayahan Komoditas Unggulan
Pewilayahan komoditas pertanian mempertimbangkan beberapa analisis, yaitu analisis-analisis yang digunakan dalam penentuan komoditas unggulan dan
ditambahkan dengan analisis hirarki wilayah. Dasar pewilayahan clustering ini adalah kombinasi hirarki desa dengan komoditas unggulan masing-masing desa.
Tabulasi hasil analisis ini, disajikan pada Tabel 21. Peta pewilayahan komoditas unggulan disajikan pada Gambar 18.
Analisis hirarki wilayah desa di lokasi penelitian menunjukkan bahwa desa Batanghari memiliki hirarki I. Hirarki I dalam hal ini menunjukkan bahwa
desa tersebut memiliki jumlah dan jenis fasilitas kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan lain-lain lebih banyak daripada desa-desa lainnya. Jumlah yang
lebih banyak dan beragamnya fasilitas di desa tersebut, secara mudah kita dapat menilai bahwa penduduk di desa tersebut lebih sejahtera, karena akses terhadap
beberapa pelayanan maupun fasilitas publik lebih mudah. Selain desa Batanghari ber-hirarki I, komoditas unggulan di desa ini adalah jagung. Hal ini didukung oleh
aspek sumberdaya alam dan aspek ekonomi. Desa Batanghari direncanakan sebagai pusat pertumbuhan kawasan pemerintahan dan pelayanan. Desa ini
dijadikan sebagai wilayah I. Berdasarkan analisis hirarki wilayah menunjukkan bahwa desa Duta Yoso
Mulyo, Panggung Mulyo dan Andalas Cermin ber-hirarki II dan III. Karena berhirarki II, desa Duta Yoso Mulyo dijadikan sebagai pusat sub kawasan di
wilayah II. Wilayah ini berfungsi sebagai pendukung wilayah I dalam upaya pengembangan komoditas jagung. Kawasan ini dijadikan sebagai wilayah II.
Secara administratif desa-desa yang termasuk wilayah III adalah Bumi Sari, Gedung Jaya dan Rawa Ragil. Pusat sub kawasan wilayah ini adalah desa
Bumi Sari. Secara letak, desa-desa ini terletak di bagian barat lokasi penelitian yang merupakan wilayah dengan karakteristik tanah mineral, topografi-nya relatif
datar sampai bergelombang, dan termasuk lahan kering. Oleh karena itu, wilayah III ini diarahkan untuk pengembangan komoditas tanaman padi sawah.
Wilayah IV merupakan desa dengan fokus pengembangan agribisnis berupa komoditas kelapa sawit. Desa-desa yang termasuk ke dalam wilayah IV
adalah desa Sumber Agung dan desa Mulyo Dadi. Desa Sumber Agung menjadi pusat sub kawasan IV dan direncanakan juga sebagai pusat pelayanan pendidikan,
karena di desa ini beberapa sarana pendidikan dari mulai tingkat setara SD sampai SLTA sudah tersedia di lokasi ini.
Gambar 18. Peta Pewilayahan Komoditas Unggulan
66
Tabel 21. Pewilayahan Komoditas Unggulan Desa
No Hirarki Desa
Komoditas Unggulan
Desa Kesesuaian Lahan
Pewilayahan Komoditas Pertanian Berbasis Desa
Luas ha
1 I Batanghari Jagung Jagung = S3-nr
Wilayah I : berhirarki I dengan basis tanaman lahan kering jagung. Kondisi infrastruktur penunjang kesehatan,
pendidikan, pemerintahan serta kapasitas sumberdaya manusia yang baik pusat kawasan
2.130,73 2 II
Duta Yoso
Mulyo Jagung Jagung = S3-nr, S3-nrrc, N-oa
Wilayah II : berhirarki II dan III, dengan basis tanaman jagung. Kapasitas sumberdaya manusia dan teknologi yang
baik. Sebagai pendukung produksi jagung wilayah I. Pusat Sub Kawasan II : Desa Duta Yoso Mulyo
1.739,22 3 III
Andalas Cermin
Jagung Jagung = S3-nr, S3-nrrc, N-oa 2.325,92
4 III Panggung
Mulyo Jagung Jagung = S3-nr, S3-nrrc
1.365,73 5 III
Bumi Sari
Padi Padi = S3-nr, S3-rc, S3-nrrc
Wilayah III : berhirarki III, dengan basis tanaman padi sawah. Pengolahan Pasca Panen. Dekat dengan lokasi
pemasaran, namun perlu ditingkatkan infrastruktur penunjangnya jalan, jembatan dll.Pusat Sub Kawasan III
: Desa Bumi Sari 2.041,19
6 III Gedung
Jaya Padi Padi = S3-nr, S3-rc, S3-nrrc
2.756,53 7 III
Rawa Ragil Padi
Padi = S3-nr, S3-rc, S3-nrrc 2.771,66
8 III
Sumber Agung Kelapa sawit
Kelapa Sawit = S2-nr, S2-nroa, N-oa
Wilayah IV, berhirarki III, dengan basis tanaman kelapa sawit . Kapasitas sumberdaya manusia baik. Perlu input
teknologi dan peningkatan pengetahuan masyarakat terkait budidaya tanaman perkebunan. Berfungsi juga sebagai
pusat pelayanan pendidikan. Pusat Sub Kawasan II : Desa Sumber Agung
4.084,59 9 III
Mulyodadi Kelapa Sawit
Kelapa Sawit = S2-nroa, S3- nrrc, N-oa
1.506,39 Jumlah 20.721,96
Keterangan : S1 = Sesuai, S2 = Cukup Sesuai, S3 = Sesuai Marginal, N = Tidak Sesuai; nr = retensi hara, oa = ketersediaan oksigen, rc = media perakaran
67
5.3. Rekomendasi Spasial Penggunaan Lahan
5.3.1. Interpretasi Tutupan Lahan Eksisting dengan Klasifikasi Citra Terbimbing
Lahan merupakan bentang alam landscape yang terdiri dari lingkungan fisik termasuk iklim, topografi relief, tanah, hidrologi, serta vegetasi alam yang
semuanya berpengaruh terhadap penggunaan lahan secara potensial FAO, 1976. Tutupan lahan merupakan kenampakan permukaan bumi yang memiliki fungsi
tertentu.
Perkembangan teknologi informatika berdampak pada perkembangan teknologi dibidang sumberdaya lahan, salah satu contohnya adalah interpretasi
tutupan lahan menggunakan citra satelit. Penelitian ini menggunakan data citra Landsat TM7+ yang selanjutnya dilakukan interpretasi.
Interpretasi tutupan lahan dilakukan melalui proses klasifikasi terbimbing, yaitu dimulai dari koreksi geometrik, kemudian koreksi radiomatrik. Tahap
selanjutnya adalah memotong citra sesuai batasan wilayah penelitian cropping data, kemudian dilakukan klasifikasi terbimbing. Setelah diperoleh hasil
tutupan lahan wilayah penelitian, selanjutnya hasil spasial interpretasi citra di- layout
menggunakan software Arc GIS 9.3. Klasifikasi terbimbing berbasis piksel, dalam pelaksanaannya peran
pengguna lebih berperan karena nilai pixel yang direpresentasikan sebagai suatu kelas di tentukan dahulu melalui pemilihan warna, yaitu dinamakan training set.
Oleh karena itu, sebelum melakukan pengklasifikasian harus terlebih dahulu menentukan training set sesuai dengan pengkelasan yang diinginkan.
Berdasarkan hasil interpretasi citra melalui klasifikasi terbimbing, diketahui terdapat 13 tigabelas kelas tutupan lahan, yaitu Awan, Belukar, Hutan,
Hutan RawaNipah, Kebun Campuran, Kelapa Sawit, Pemukiman, Pertanian Lahan Kering, Rawa, Sawah Bera, Sawah Berair, Tanah Terbuka, dan Tubuh Air.
Hasil interpretasi citra selengkapnya disajikan pada Gambar 19 dan Tabel 22.
5.3.2.
Rekomendasi Penggunaan Lahan
Rekomendasi penggunaan diperoleh dari overlay peta tutupan lahan eksisting
hasil interpretasi citra dengan peta kesesuaian lahan. Hasil overlay kedua
peta tersebut selanjutnya dilakukan penilaian sehingga diperoleh rekomendasi penggunaan lahan.
Tabel 22. Tutupan Lahan di Lokasi Penelitian No Tutupan
Lahan Luas
ha
1 Awan 27,01
0,13 2 Belukar
1.340,83 6,40
3 Hutan 3.049,30
14,55 4 Hutan
RawaNipah 2.590,00
12,36 5 Kebun
Campuran 11,95
0,06 6 Kelapa
Sawit 435,37
2,08 7 Pemukiman
228,54 1,09
8 Pertanian Lahan Kering
4.582,34 21,87
9 Rawa 851,10
4,06 10 Sawah
Bera 1.628,50
7,77 11 Sawah
Berair 4.884,98
23,31 12 Tanah
Terbuka 1.049,30
5,01 13 Tubuh
Air 273,14
1,30 Jumlah
20,952.36 100.00
Gambar 19. Peta Tutupan Lahan Eksisting Hasil Klasifikasi Terbimbing