Analysis of transmigration area development, based on local potencies, on rawa pitu district, tulang bawang regency, Province of Lampung

(1)

ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSMIGRASI BERBASIS POTENSI WILAYAH DI KECAMATAN RAWAPITU,

KABUPATEN TULANG BAWANG, PROVINSI LAMPUNG

SETYARDI PRATIKA MULYA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

(3)

ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSMIGRASI BERBASIS POTENSI WILAYAH DI KECAMATAN RAWAPITU,

KABUPATEN TULANG BAWANG, PROVINSI LAMPUNG

SETYARDI PRATIKA MULYA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(4)

(5)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Pengembangan Kawasan Transmigrasi Berbasis Potensi Wilayah di Kecamatan Rawapitu, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2012

Setyardi Pratika Mulya A 156090021


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tesis tanpa mencantumkan nama atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, dan tinjauan masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

ABSTRACT

SETYARDI PRATIKA MULYA. Analysis of Transmigration Area Development, Based on Local Potencies, on Rawa Pitu District, Tulang Bawang Regency, Province of Lampung. Under direction of WIDIATMAKA and DYAH RETNO PANUJU.

 

Concept of development can be applied in transmigration area. In this research, transmigration development was studied based on local potencies, such as natural resources, human resources, and artificial resources. This research was done in transmigration area of Rawa Pitu District, Tulang Bawang Regency. This research aims to identify basic commodities for each village, land use recommendations, and to determine effective institutional model. The results shows that there were some basic commodities such as paddy, maize, and oil-palm. Paddy and maize as food crops are potential to be developed in Southern to Eastern part of the site, while oil-palm are potential to be developed in the Northern part. Land use recommended on site consist of conservation area (32,28 %), residential (1,09%), wetland plants-paddy (34,37 %), dryland crops-maize (21,87 %), estate plants-oil-palm (10,39%). Appropriate model of institutional agriculture was established to support farmers independency, delivered through training, and institutional investment and it was intendend to be implemented by local government.

Keyword : transmigration, primary commodity potency, land use recomendation, institution.


(8)

(9)

RINGKASAN

SETYARDI PRATIKA MULYA. Analisis Pengembangan Kawasan Transmigrasi Berbasis Potensi Wilayah Di Kecamatan Rawapitu, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung. Dibimbing oleh WIDIATMAKA dan DYAH RETNO PANUJU.

Kawasan mempunyai fungsi tertentu, dimana kegiatan ekonomi, sektor dan produk unggulannya, mempunyai potensi mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya. Kawasan secara sendiri-sendiri maupun secara bersama membentuk suatu klaster. Klaster dapat berupa klaster pertanian atau klaster industri, tergantung dari kegiatan ekonomi yang dominan dalam kawasan itu. Konsep inilah yang menjadi dasar pengembangan kawasan dalam penelitian ini. Konsep klasterisasi kawasan dalam penelitian ini digunakan untuk pengembangan kawasan transmigrasi. Pengembangan kawasan transmigrasi juga menggunakan prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan wilayah.

Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis potensi kewilayahan di kawasan transmigrasi Rawa Pitu. Tujuan khususnya adalah (1). Mengidentifikasi komoditas unggulan masing-masing desa dan menentukan pewilayahan komoditas unggulan (2). Menyusun rekomendasi penggunaan lahan, dan (3). Menganalisis dinamika kelembagaan desa dan model kelembagaan yang efektif bagi petani.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 4 (empat) tahap. Tahap pertama adalah identifikasi dan pewilayahan komoditas unggulan. Pada tahap ini, analisis yang digunakan adalah analisis basis aktifitas (Location Quotient-LQ dan Shift Share Analysis-SSA), analisis kesesuaian lahan, dan analisis ekonomi. Berturut-turut data yang digunakan adalah nilai LQ luas tanam, nilai LQ nilai pendapatan, nilai SSA, luas lahan S1 (sesuai), S2 (cukup sesuai), S3 (sesuai marginal), Gross Margin (Rp/ha/tahun), dan aksesibilitas (km). Masing-masing data tersebut selanjutnya di-index-kan, dan dijumlahkan sehingga diperoleh nilai skor. Skor yang paling besar menjadi komoditas unggulan di wilayah tersebut.

Setelah komoditas unggulan diketahui langkah selanjutnya adalah menentukan pewilayahan komoditas unggulan yang diawali dengan analisis


(10)

hirarki wilayah menggunakan skalogram. Langkah berikutnya adalah membuat tabulasi hirarki wilayah, komoditas unggulan per desa, hasil analisis kesesuaian lahan komoditas unggulan, dan kemudian sintesis analisis diatas dideskripsikan untuk memperoleh pewilayahan komoditas unggulan.

Tahap kedua adalah rekomendasi penggunaan lahan. Pada tahap ini analisis yang digunakan adalah klasifikasi terbimbing, dan sistem informasi geografis. Langkah pertam adalah meng-interpretasi citra Landsat TM7+ untuk memperoleh tutupan lahan saat ini. Selanjutnya, peta tutupan lahan ini di overlay-kan dengan peta kesesuaian lahan, sehingga dengan memperbandingoverlay-kan aspek keberlanjutan maka diperoleh rekomendasi penggunaan lahan.

Tahap ketiga adalah menentukan model kelembagaan yang efektif sesuai kebutuhan petani. Tahap ini diawali dengan menentukan dinamika kelembagaan di lokasi penelitian melalui metode indexs kelembagaan. Hasil analisisnya disintesiskan dengan Analysis Hierarchy Process (AHP) untuk memperoleh kelembagaan yang efektif sesuai kebutuhan petani.

Berdasarkan tahapan diatas maka diperoleh hasil : (1). Komoditas unggulan di Kecamatan rawa Pitu adalah padi sawah, jagung dan kelapa sawit. Rincian komoditas unggulan masing-masing desa adalah : padi sawah sebagai komoditas unggulan di desa Gedung Jaya, Rawa Ragil dan Bumi Sari, sedangkan jagung menjadi komoditas unggulan di desa Batanghari, Panggung Mulyo, Andalas Cermin, dan Duta Yoso Mulyo. Komoditas kelapa sawit menjadi unggulan di desa Sumber Agung dan Mulyo Dadi. (2). Pewilayahan komoditas unggulan terdiri dari 4 (empat) wilayah, yaitu : wilayah I sebagai pusat pertumbuhan, pemerintahan, dan pelayanan adalah desa Batanghari dengan basis pengembangan komoditas adalah jagung. Wilayah II sebagai sub pengembangan kawasan dengan pusat kawasan II di desa Duta Yoso Mulyo. Wilayah ini berfungsi sebagai penyuplai dan pendukung wilayah I dalam pengembangan jagung. Desa-desa yang termasuk wilayah II adalah Duta Yoso Mulyo, Andalas Cermin, Panggung Mulyo. Wilayah III sebagai sub pengembangan kawasan berbasis komoditas padi sawah. Desa-desa yang termasuk wilayah III antara lain : Bumi Sari, Gedung Jaya, dan Rawa Ragil. Sub pusat kawasan adalah desa Bumi Sari. Wilayah IV merupakan sub pengembangan kawasan berbasis komoditas


(11)

kelapa sawit. Desa-desa yang termasuk wilayah ini adalah Sumber Agung dan Mulyo Dadi serta berpusat di Sumber Agung. (3).Rekomendasi penggunaan lahan di lokasi penelitian terdiri dari kawasan konservasi (32,28 %), pemukiman (1,09 %), padi sawah (34,37 %), jagung (21,87 %), dan kelapa sawit (10,39 %). (4).

Klasifikasi dinamika kelembagaan desa terdiri dari 3 (tiga) kelas, yaitu: dinamis, sedang, dan kurang dinamis. Desa-desa yang memiliki kelembagaan dinamis adalah Sumber Agung, Batanghari, dan Gedung Jaya, sedangkan yang tergolong sedang adalah di desa Andalas Cermin, Duta Yoso Mulyo, dan Rawa Ragil. Desa dengan kondisi kelembagaan yang tergolong kurang dinamis adalah Panggung Mulyo, Bumi Sari dan Mulyo Dadi. (5). Model kelembagaan pertanian yang efektif menurut persepsi masyarakat adalah model kelembagaan pertanian yang bertujuan untuk kemandirian petani, melalui pelatihan, berbentuk kelembagaan investasi dan didampingi oleh Pemerintah Daerah.

Kata kunci : pengembangan kawasan, transmigrasi, komoditas unggulan, penggunaan lahan, kelembagaan.


(12)

(13)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. Karya tulis ini merupakan hasil penelitian mengenai Analisis Pengembangan Kawasan Transmigrasi Berbasis Potensi Wilayah di Kecamatan Rawa Pitu, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Selama melakukan penelitian dan penyelesaian tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Widiatmaka, DAA dan Dyah Retno Panuju, SP, MSi selaku komisi pembimbing yang selalu memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam penulisan tesis ini.

2. Prof. Dr. Ir. Santun RP Sitorus selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, beserta segenap staf pengajar dan staf manajemen Program Studi PWL.

3. Dr. Ir. Setia Hadi, MSi selaku dosen penguji luar komisi dan Dr. Ir. Tejo Baskoro, MSc sebagai penguji dari wakil pengurus program studi PWL.

4. Teman-teman kelas reguler dan kelas khusus di PS PWL, atas segala dukungan dan kerjasamanya.

5. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri, serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2012


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ponorogo pada tanggal 10 Februari 1984, merupakan putra pertama dari dua bersaudara, pasangan Muljadi, SH dan Dra. Yudi Ratna Setyarsikin. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB, lulus pada tahun 2008. Sebelumnya, pada bulan Mei 2007 sampai Mei 2008 penulis sempat mengikuti program magang yang merupakan kerjasama antara IPB dengan SHIMOTA FARM Ltd di Kota Toride, Ibaraki, Jepang.

Penulis berkerja sebagai freelancer di konsultan EQUATOR Group di Bogor dan beberapa konsultan lainnya. Bidang keahlian penulis adalah ilmu tanah, pemetaan, dan perencanaan wilayah.

Selama mengikuti program S2, penulis menjadi pengurus Forum Komunikasi Pascasarjana Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Selain itu, penulis juga sempat membantu beberapa kegiatan penelitian yang dilakukan oleh dosen. Saat ini penulis telah menikah dengan Dyah Setyorini S.Pt dan masih dalam penantian kelahiran anak pertama.


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………..……….... .xiii

DAFTAR GAMBAR ………..…………... .xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

1. PENDAHULUAN ………... 1

1.1. Latar Belakang ……….... 1

1.2. Perumusan Masalah …………....……….... 3

1.3. Tujuan Penelitian ...………... 5

1.4. Manfaat Penelitian …………....……….. 5

1.5. Kerangka Pemikiran ……….... 5

2. TINJAUAN PUSTAKA …………...………... 8

2.1. Definisi dan Konsep Kawasan ... 8

2.2. Jenis-Jenis Kawasan ...………...…... 10

2.3. Kesesuaian Lahan ...………..………... 11

2.4. Konsep Hirarki Wilayah ...………... 12

2.5. Konsep Transmigrasi dan Kota Terpadu Mandiri ... 14

2.6. Perencanaan Kawasan Berbasis Komoditas Unggulan ... 15

2.7. Interaksi Spasial Wilayah ... 17

2.8. Kelembagaan Masyarakat ... 18

2.9. Struktur Keterkaitan Komoditas Unggulan, Rekomendasi Penggunaan Lahan dan Kelembagaan dalam Pengembangan Wilayah ... 19

3. METODE PENELITIAN ………... 21

3.1. Metode Pengumpulan Data ………... 21

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ………... 21

3.3. Bahan dan Alat ………... 23

3.4. Metode Analisis Data ………... 23

3.4.1. Penentuan Komoditas Unggulan ... 23

3.4.2. Pewilayahan Komoditas Unggulan ... 30

3.4.3. Rekomendasi Spasial Penggunaan Lahan ... 31

3.4.4. Pengembangan Kelembagaan Pertanian ... 34

3.4.5. Sintesis Pengembangan Kawasan Transmigrasi Berbasis Komoditas Unggulan dan Kelembagaan Masyarakat dengan Memperhatikan Potensi Biofisik yang Berkelanjutan ... 36

4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 38

4.1. Letak Geografis dan Administrasi ………...….. 38

4.2. Kependudukan... 39

4.3. Kondisi Geobiofisik Lokasi Penelitian………... 41

4.3.1. Topografi (Kemiringan Lereng dan Ketinggian Tempat) 41 4.3.2. Geologi ………... 44


(16)

4.3.4. Satuan Unit Lahan ………... 46

4.3.5. Tanah ………... 48

4.3.6. Iklim ………... 50

5. HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 52

5.1. Identifikasi Komoditas Unggulan Kawasan ... 52

5.1.1. Basis Aktifitas Komoditas di Kecamatan Rawa Pitu ... 52

5.1.2. Kesesuaian Lahan di Kecamatan Rawa Pitu ... 54

5.1.2.1. Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Jagung ... 54

5.1.2.2. Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Padi Sawah 55 5.1.2.3. Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Karet dan Kelapa Sawit ... 55

5.1.2.4. Analisis Ekonomi Berdasarkan Kesesuaian Lahan ... 56

5.1.3. Penentuan Komoditas Unggulan …...…... 58

5.2. Pewilayahan Komoditas Unggulan ... 62

5.2.1. Hirarki Wilayah dan Fungsi Desa ...…………... 62

5.2.2. Pewilayahan Komoditas Unggulan ... 64

5.3. Rekomendasi Spasial Penggunaan Lahan ……... 68

5.3.1. Interpretasi Tutupan Lahan Eksisting dengan Klasifikasi Citra Terbimbing ... 68

5.3.2. Rekomendasi Penggunaan Lahan ………... 68

5.4. Pengembangan Kelembagaan Pertanian yang Efektif ... 74

5.4.1. Dinamika Kelembagaan Masyarakat ...…….………... 74

5.4.2. Kelembagaan Pemasaran Komoditas Unggulan ... 75

5.4.3. Kelembagaan Pertanian sesuai Persepsi Masyarakat ... 77

5.4.4. Model Kelembagaan Pertanian yang Efektif ... 81

5.5. Sintesis Pengembangan Kawasan Transmigrasi Berbasis Komoditas Unggulan dan Kelembagaan Masyarakat dengan Memperhatikan Potensi Biofisik yang Berkelanjutan ... 82

5.5.1. Arahan Pengembangan Desa ... 82

5.5.2. Model Pengembangan Kawasan Transmigrasi Rawa Pitu ... 86

6. SIMPULAN DAN SARAN ………... 89

6.1. Simpulan ………... 89

6.2. Saran ………... 90

DAFTAR PUSTAKA ………... 91


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Matriks Analisis Penelitian ...………..... 22

Tabel 2 Aspek dan variabel dalam rekomendasi penggunaan lahan ... 33

Tabel 3 Kriteria Penentuan Dinamika Kelembagaan Masyarakat ... 35

Tabel 4 Luas Kecamatan Rawa Pitu Menurut Desa Tahun 2008 ... 40

Tabel 5 Jumlah Penduduk Per Desa Tahun 2008 dan Tahun 2009 ... 41

Tabel 6 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2009 ……….... 42

Tabel 7 Sebaran Lahan Berdasarkan Tingkat Kemiringan Lereng ... 43

Tabel 8 Sebaran Lahan Berdasarkan Ketinggian ... 43

Tabel 9 Formasi Geologi di Lokasi Penelitian ... 45

Tabel 10 Sistem Lahan di Lokasi Penelitian ... 46

Tabel 11 Satuan Unit Lahan di Lokasi Penelitian ... 47

Tabel 12 Sebaran Jenis Tanah di Lokasi Penelitian ... 49

Tabel 13 Curah Hujan Rata-rata dan Iklim Kabupaten Tulang Bawang ... 50

Tabel 14 Nilai Indeks LQ Berdasarkan Luas Tanam dan Produksi (Nilai Pendapatan) di Masing-masing Desa ... 53

Tabel 15 Nilai Dekomposisi Pergeseran Pertumbuhan ... 53

Tabel 16 Tingkat Kesesuaian Lahan di Lokasi Penelitian ... 55

Tabel 17 Nilai Komponen GM, Rasio BC, IRR, dan NPV ... 59

Tabel 18 Skor Indeks Komoditas Unggulan Berbasis Desa ...…..…… 61

Tabel 19 Hirarki desa, hasil analisis berdasarkan jumlah fasilitas, sarana prasarana, dan aksesibilitas ... 63

Tabel 20 Fungsi Desa Berdasarkan Hirarki Wilayahnya ... 64

Tabel 21 Pewilayahan Komoditas Unggulan Desa ……..……….... 67

Tabel 22 Tutupan Lahan di Lokasi Penelitian ………... 69

Tabel 23 Rekomendasi Penggunaan Lahan di Wilayah Penelitian ... 72

Tabel 24 Jumlah Penduduk Produktif ……….…………. 74

Tabel 25 Dinamika Kelembagaan Berdasarkan Jumlah Kelembagaan di Lokasi Penelitian ... 78

Tabel 26 Sepuluh Nilai Kombinasi Indexs Tertinggi ... ……….….. 80


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian ……….. 7

Gambar 2. Alur Klasifikasi Terbimbing untuk Menentukan Tutupan Lahan Eksisting ...... ...33

Gambar 3. Struktur AHP Persepsi Kelembagaan Pertanian ... ...36

Gambar 4. Bagan Alir Kerangka Analisis Penelitian ………... ...37

Gambar 5. Diagram jarak masing-masing pusat desa di Kecamatan Rawa Pitu ke ibukota kecamatan dan ibukota kabupaten ... ...39

Gambar 6. Peta Administrasi Kecamatan Rawa Pitu ………... ...40

Gambar 7. Peta Kemiringan Lereng di Lokasi Penelitian ... ...43

Gambar 8. Peta Ketinggian Tempat di Lokasi Penelitian ... ...44

Gambar 9. Sebaran Formasi Geologi di Lokasi Penelitian ……….. ...45

Gambar 10. Sistem Lahan di Lokasi Penelitian ……….. ...47

Gambar 11. Unit Lahan di Lokasi Penelitian` ……….... ...48

Gambar 12. Peta Tanah Lokasi Penelitian ……….. ...49

Gambar 13. Peta Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Jagung ... ...56

Gambar 14. Peta Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Sawah ... ...57

Gambar 15. Peta Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Karet dan Kelapa Sawit ... ...58

Gambar 16. Peta Hirarki Wilayah Desa ……….. ...63

Gambar 17. Puskesmas dan Balai Penyuluhan Pertanian di Desa Batanghari ... ...64

Gambar 18. Peta Pewilayahan Komoditas Unggulan ...………….….. ...66

Gambar 19. Peta Tutupan Lahan Eksisting Hasil Klasifikasi Terbimbing ...69

Gambar 20. Rekomendasi Penggunaan Lahan di Lokasi Penelitian …….. ...73

Gambar 21. Diagram Hasil Analytic Hierarchy Process Kelembagaan Pertanian yang diinginkan oleh masyarakat ...……… ...79


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Analisis Skalogram Berbobot Berbasis Desa …………... 94

Lampiran 2. Hasil Analisis Laboratorium Sampel Kesuburan Tanah Lokasi Penelitian ………... 97

Lampiran 3. Hasil Analisis Sampel Fisik Tanah di Lokasi Penelitian ... 98

Lampiran 4. Persyaratan Penggunaan Lahan untuk Padi Sawah (Oryza sativa) ………... 99

Lampiran 5. Persyaratan Penggunaan Lahan untuk Jagung (Zea mays)... 100

Lampiran 6. Persyaratan Penggunaan Lahan untuk Karet (Hevea brassiliensis M.A.)……….... 101

Lampiran 7. Persyaratan Penggunaan Lahan untuk Kelapa Sawit (Elaeis guinensis JACK.) ……….... 102

Lampiran 8. Koordinat Pengambilan Sampel Tanah Primer Kimia dan Fisika ………... 103

Lampiran 9. Luas Tanam Beberapa Komoditas ………... 103

Lampiran 10. Jumlah Luas Tanam, Produksi, Harga, dan Produksi Hasil Masing-masing Komoditas ………... 104

Lampiran 11. Analisis LQ Nilai Pendapatan (produksi x harga) ....…... 106

Lampiran 12. Input dan Output Usahatani Tanaman Padi Sawah per Hektar di Wilayah Penelitian dengan manajemen sedang... 107

Lampiran 13. Input dan Output Usahatani Tanaman Jagung per Hektar di Wilayah Penelitiandengan manajemen sedang (1x tanam).. 108

Lampiran 14. Input dan Output Usahatani Tanaman Tahunan Karet per Hektar (Karet selama 30 tahun) ………... 109

Lampiran 15. Hasil Perhitungan Analisis Ekonomik untuk Usaha Karet Input Sedang ………... 112

Lampiran 16. Input dan Output Usahatani Tanaman Tahunan untuk Usaha Kelapa Sawit Input Sedang ... 116

Lampiran 17. Hasil Perhitungan Analisis Ekonomik untuk Usaha Kelapa Sawit Input Sedang ………... 119

Lampiran 18. Hasil Analisis Identifikasi Komoditi Unggulan Desa …... 123

Lampiran 19. Rekomendasi Penggunaan Lahan ………... 126

Lampiran 20. Urutan Skor Hasil Analisis AHP ... 131

Lampiran 21. Kelembagaan Sosial dan Ekonomi di Lokasi Penelitian... 136

Lampiran 22. Data Luas Panen di Kecamatan Rawa Pitu dan Kabupaten Tulang Bawang Tahun 2007/2008 dan 2009/2010 ... 137


(20)

(21)

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kawasan mempunyai fungsi tertentu, dimana kegiatan ekonominya, sektor dan produk unggulannya, mempunyai potensi mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya. Kawasan ini secara sendiri-sendiri maupun secara bersama membentuk suatu klaster. Klaster dapat berupa klaster pertanian atau klaster industri, tergantung dari kegiatan ekonomi yang dominan dalam kawasan itu (Bappenas, 2004). Konsep inilah yang menjadi batasan perencanaan kawasan dalam penelitian ini.

Perkembangan kawasan menjadi sebuah kota yang maju dan berkembang merupakan salah satu tujuan dalam perencanaan kawasan. Irawanto (2004) menyatakan bahwa kota dengan segala pertumbuhan dan perkembangannya telah menjadi pusat daya tarik masyarakat dan disinilah sebagian besar roda ekonomi, kegiatan sosial dan budaya berputar. Tingginya peluang berusaha di kota menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk hidup dan bekerja di kota. Faktor lain yang mempengaruhi kondisi ini adalah akibat dari pelaksanaan pembangunan yang mengarah kepada bias kota, sehingga alokasi pembangunan lebih diprioritaskan ke kota dibanding dengan kawasan pedesaan.

Secara alami, sebuah kota terbentuk dari perkembangan suatu wilayah desa. Pengertian desa dalam kawasan transmigrasi dapat berupa Satuan Pemukiman (SP). Manuwiyoto (2007) menyatakan bahwa kawasan transmigrasi (Kota Terpadu Mandiri atau KTM) dibangun berdasarkan prinsip-prinsip pengembangan wilayah yang penerapannya diwujudkan dalam kerangka struktur tata ruang kawasan transmigrasi. Pembangunan KTM merupakan bagian atau hasil dari pengembangan Wilayah Permukiman Transmigrasi (WPT), yakni wilayah yang di dalamnya terdapat sejumlah Satuan Kawasan Pengembangan (SKP). Setiap SKP merupakan kumpulan dari Satuan Pemukiman (SP) dan desa-desa sekitar serta memiliki desa-desa utama sebagai pusat kegiatan. Sementara itu, menurut PP No. 2 Tahun 1999, pada pasal 17 disebutkan bahwa WPT dilengkapi dengan sarana antara lain pusat kegiatan ekonomi wilayah, pusat kegiatan industri pengolahan hasil, pusat pelayanan jasa dan perdagangan, pusat pelayanan kesehatan, pusat pendidikan tingkat menengah, dan pusat pemerintahan.


(22)

2

Hamdi (2000) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pada pertengahan 1980-an, kegiatan transmigrasi telah menggunakan 6% dari anggaran nasional dengan biaya memindahkan satu keluarga lebih dari 7.000 dolar. Dana tersebut berasal dari Bank Dunia. Selain itu, pada kurun waktu tahun 1966-1998 telah dilakukan pemindahan penduduk dari Pulau Jawa, Madura, Bali dan Lombok ke wilayah-wilayah lain di Indonesia sebanyak 3 juta jiwa.

Widiatmaka et al. (2009) menyatakan bahwa kegiatan perencanaan kota, arah dan proses perkembangan suatu tempat dari desa (rural) menjadi kota (urban/city) perlu dirancang secara komprehensif sehingga dapat mengakomodir seluruh kebutuhan masyarakat secara seimbang tetapi tetap memperhatikan aspek keberlanjutan. Perencanaan ini umumnya bersifat mengikat masyarakat untuk menjalankan program-program yang telah direncanakan. Hal ini juga berlaku bagi pengembangan kawasan transmigrasi di Indonesia.

Dasar kebijakan transmigrasi menurut Brian (2003) adalah pemukiman transmigrasi yang direncanakan sebagai salah satu program prioritas Pemerintah Republik Indonesia. Konsep dasar dari Pemerintah terkait pembangunan kawasan transmigrasi adalah membangun sebuah komunitas yang terstruktur dan layak, di dalam sebuah bangsa yang bersatu. Selain itu, pemerintah memfasilitasi transmigran untuk mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara serta dapat hidup secara mandiri dalam suatu komunitas. Selaras dengan uraian diatas, kebijakan transmigrasi yang dicanangkan pemerintah memiliki arti penting bagi kesetaraan kesejahteraan bagi individu-individu di masyarakat.

Secara teknis, pengembangan kawasan transmigrasi melibatkan berbagai aspek, diantaranya adalah kebutuhan sumberdaya lahan. Oleh karena itu, kondisi daerah yang padat penduduknya tetapi memiliki daya dukung yang terbatas menghadapi berbagai permasalahan, antara lain penguasaan lahan pertanian per rumah tangga petani menjadi sempit, kesempatan kerja sangat terbatas, dan cepatnya proses urbanisasi dengan disertai tumbuhnya pemukiman yang kurang memenuhi syarat kehidupan yang layak. Sebaliknya, daerah yang jarang penduduknya, tetapi masih memiliki daya dukung yang cukup tersedia, memerlukan tambahan tenaga kerja dan investasi. Dengan terbangunnya kawasan transmigrasi di suatu wilayah diharapkan nantinya mampu menopang


(23)

3

kebutuhannya sendiri, memecahkan masalah-masalah pengembangan daerah, dan dapat mengembangkan sektor-sektor non pertanian.

Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah yang menjadi tujuan program transmigrasi. Salah satu lokasi yang menjadi kawasan transmigrasi sejak tahun 1990 adalah Kecamatan Rawa Pitu, Kabupaten Tulang Bawang. Setelah 20 tahun sejak ditempatkannya transmigran di Kecamatan Rawa Pitu, telah terjadi perubahan yang signifikan di wilayah ini. Sebelumnya, daerah ini merupakan wilayah yang terisolir, hal ini terlihat dari sulitnya menuju lokasi ini.

Kabupaten Tulang Bawang merupakan pemekaran dari Kabupaten Lampung Utara pada tahun 1997 yang memiliki luas ± 344.632 hektar. Kabupaten ini mempunyai ketersediaan lahan yang bisa dikembangkan sebagai daerah pembangunan kawasan transmigrasi. Lokasi penelitian ini adalah Kecamatan Rawa Pitu, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung. Batasan penelitian ini adalah diarahkan untuk menggali potensi wilayah di dalam kawasan (inward), sehingga bahasan terkait interaksi antar wilayah (outward) tidak banyak diuraikan.

1.2. Perumusan Masalah

Pengembangan kawasan transmigrasi Rawa Pitu memerlukan strategi pengembangan wilayah yang komprehensif. Penelitian ini dibatasi cakupannya dengan hanya mengkaji potensi di dalam kawasan terutama aspek pengembangan komoditas unggulan, aspek perencanaan penggunaan lahan serta aspek pengembangan kelembagaan.

Lokasi penelitian Kecamatan Rawa Pitu merupakan salah satu kawasan transmigrasi di Provinsi Lampung yang masih perlu dikembangkan. BPS (2010b) menyebutkan bahwa luas Kecamatan Rawa Pitu adalah 169,18 km2 (3.466, 32 km2 luas Kab. Tulang Bawang), dengan kepadatan penduduknya 89 jiwa/km2 (105 jiwa/km2 kepadatan Kabupaten Tulang Bawang). Kepadatan penduduk yang masih lebih rendah jika dibandingkan dengan kepadatan penduduk di Kabupaten Tulang Bawang menunjukkan kawasan ini masih ideal untuk dikembangkan..

Kecamatan Rawa Pitu adalah salah satu penghasil tanaman pangan (beras) di Provinsi Lampung. Data BPS (2009c) menunjukkan bahwa Kecamatan Rawa Pitu memiliki luas panen terbesar di Kabupaten Tulang Bawang, yaitu 10.186


(24)

4

hektar. Namun demikian, jumlah produksi di Kecamatan Rawa Pitu masih lebih sedikit dibandingkan dengan Kecamatan Rawajitu Selatan. Produksi di Kecamatan Rawa Pitu dengan luas panen sekitar 10.000 hektar sebanyak 48.058 ton, sedangkan Kecamatan Rawajitu Selatan dengan luas panen 8.641 hektar, produksinya bisa mencapai 49.945 ton.

Potensi sumberdaya yang cukup menjanjikan disertai dengan dukungan pemerintah diharapkan wilayah ini dapat menjadi pusat pertumbuhan yang lebih maju. Oleh karenanya, salah satu tantangan yang dihadapi wilayah ini adalah menentukan komoditas pertanian mana yang paling tepat, yaitu secara teknis dapat diterapkan, secara ekonomis menguntungkan, secara sosial dapat diterima, dan secara ekologis berkelanjutan.

Sisi sumberdaya fisik, wilayah ini cukup ideal untuk pengembangan beberapa komoditas pertanian. Kondisi alam, topografi, ketinggian tempat, geologi, dan jenis tanah yang mendukung tersebut salah satunya adalah kemiringan lereng di dominasi kelas lereng 0-3 %, yaitu seluas 20.682,05 hektar atau setara dengan 99,80 % dari luas wilayah penelitian.

Minimnya infrastruktur wilayah seperti kondisi jalan, alat transportasi, penerangan dan air bersih menjadi penyebab kurang berkembangnya wilayah, seperti di lokasi penelitian ini yang masih terbatas dan bahkan belum tersedia. Wilayah penelitian memiliki keunggulan dalam menghasilkan produk pertanian dan non pertanian. Terbatasnya infrastruktur yang ada dan minimnya pengolahan pasca panen menyebabkan nilai tambah produk tersebut rendah.

Kondisi kelembagaan pertanian juga merupakan faktor penting dalam pengembangan kawasan. Sejalan dengan peningkatan produksi sebagai dampak positif penerapan teknologi dan input lainnya muncul berbagai permasalahan yang berkaitan dengan proses produksi, pascapanen (pengeringan, sortasi, dan lain-lain), penyimpanan, pengangkutan dan pemasaran. Sejauh ini proses produksi dan penanganan hasil panen komoditas lebih banyak menekankan pada kemampuan dan keterampilan individu. Proses yang melibatkan kelembagaan, baik dalam bentuk lembaga organisasi maupun kelembagaan norma dan tata pengaturan, pada umumnya masih terpusat pada proses pengumpulan dan pemasaran dalam skala tertentu. Sebagian besar wilayah, eksistensi kelembagaan pertanian dan petani


(25)

5

belum terlihat perannya. Fungsi kelembagaan pertanian sangat beragam, antara lain adalah sebagai penggerak, penghimpun, penyalur sarana produksi, pembangkit minat dan sikap, dan lain-lain. Hal ini menjadi permasalahan sekaligus tantangan untuk menemukan model pemberdayaan masyarakat di sektor pertanian.

Penelitian ini dikhususkan untuk mengkaji potensi dan kondisi saat ini di dalam kawasan (lokasi penelitian), sehingga berdasarkan permasalahan dan batasan diatas, dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian, diantaranya:

1. Apa komoditas pertanian yang menjadi komoditas unggulan dan dimana arealnya?

2. Bagaimana rekomendasi penggunaan lahannya?

3. Bagaimana dinamika kelembagaan desa dan model kelembagaan pertanian seperti apa yang dibutuhkan oleh petani setempat?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk melakukan analisis potensi kewilayahan di kawasan transmigrasi Rawa Pitu. Tujuan khususnya adalah:

1. Mengidentifikasi komoditas unggulan masing-masing desa dan menentukan pewilayahan komoditas unggulan.

2. Menyusun rekomendasi penggunaan lahan.

3. Menganalisis dinamika kelembagaan desa dan model kelembagaan yang efektif bagi petani.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah (1) pengembangan komoditas unggulan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, (2) rekomendasi penggunaan lahan, dan (3) pengembangan kelembagaan efektif yang dapat mendorong pemanfaatan ruang dan optimalisasi sumberdaya lokal.

1.5. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini difokuskan pada aspek penentuan komoditas unggulan berikut pewilayahannya, rekomendasi penggunaan lahan dan kelembagaan pertanian yang efektif. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan


(26)

6

dalam perencanaan pengembangan kawasan transmigrasi Rawa Pitu khususnya terkait ketiga aspek tersebut. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.


(27)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian


(28)

(29)

8

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Konsep Kawasan

Kawasan adalah wilayah yang berbasis pada keberagaman fisik dan ekonomi tetapi memiliki hubungan erat dan saling mendukung satu sama lain secara fungsional demi mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat (Bappenas, 2004). Definisi kawasan menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.

Menurut UU No. 26 Tahun 2007, penataan ruang dengan pendekatan kegiatan utama kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan ruang kawasan perdesaan. Kawasan perkotaan menurut besarannya, dapat berbentuk kawasan perkotaan kecil, kawasan perkotaan sedang, kawasan perkotaan besar, kawasan metropolitan, dan kawasan megapolitan. Penataan ruang kawasan metropolitan dan kawasan megapolitan, khususnya kawasan metropolitan yang berupa kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional dan dihubungkan dengan jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi, merupakan pedoman untuk keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah administrasi di dalam kawasan, dan merupakan alat untuk mengkoordinasikan pelaksanaan pembangunan lintas wilayah administratif yang bersangkutan. Penataan ruang kawasan perdesaan diselenggarakan pada kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten atau pada kawasan yang secara fungsional berciri perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten pada 1 (satu) atau lebih wilayah provinsi. Kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten dapat berupa kawasan agropolitan.

Definisi pembangunan kawasan menurut Bappenas (2004) adalah usaha untuk mengembangkan dan meningkatkan hubungan kesalingtergantungan dan interaksi antara sistem ekonomi (economic system), masyarakat (sosial system), dan lingkungan hidup beserta sumberdaya alamnya (ecosystem). Setiap sistem ini memiliki tujuannya masing masing, sehingga tujuan dari pengembangan kawasan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:


(30)

9

1. Membangun masyarakat pedesaan, beserta sarana dan prasarana yang mendukungnya;

2. Mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan;

3. Mengurangi tingkat kemiskinan melalui peningkatan pendapatan masyarakat;

4. Mendorong pemerataan pertumbuhan dengan mengurangi disparitas antar daerah;

5. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan konservasi sumberdaya alam demi kesinambungan pembangunan daerah;

6. Mendorong pemanfaatan ruang desa yang efisien dan berkelanjutan.

Pengembangan kawasan dilaksanakan berdasarkan pada prinsip-prinsip yang sesuai dengan arah kebijakan ekonomi nasional, yaitu:

1. Mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan.

2. Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global, sesuai dengan kemajuan teknologi, dengan membangun keunggulan kompetitif berdasarkan kompetensi produk unggulan di setiap daerah.

3. Memberdayakan pengusaha kecil, menengah dan koperasi, agar mampu bekerjasama secara efektif, efisien dan berdaya saing global.

4. Mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman sumberdaya bahan pangan dan hortikultura, kelembagaan, dan budaya lokal.

5. Mempercepat pembangunan ekonomi daerah dengan memberdayakan para pelakunya sesuai dengan semangat otonomi daerah.

6. Mempercepat pembangunan perdesaan dalam rangka pemberdayaan masyarakat daerah, khususnya para petaninya, dengan kepastian dan kejelasan hak dan kewajiban semua pihak.

7. Memaksimalkan peran pemerintah sebagai fasilitator dan pemantau seluruh kegiatan pembangunan di daerah.


(31)

10

2.2 Jenis-Jenis Kawasan

Kawasan produktif dibangun berdasarkan basis sektor yang ada, sesuai dengan kondisi dan potensi lahan serta ekosistem-nya. Menurut Bappenas (2004), terdapat 10 (sepuluh) jenis kawasan, yaitu:

1. Kawasan Hutan Rakyat, suatu kawasan yang dibangun dan dikembangkan dengan berbasis pada sub sektor kehutanan, dengan konsep pemanfaatan dan pelestarian hutan bagi kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.

2. Kawasan Perkebunan Rakyat, suatu kawasan yang dikembangkan berdasarkan sub sektor perkebunan dengan wewenang pegelolaan berada di tangan masyarakat atau rakyat dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.

3. Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura, suatu kawasan yang dibagun berbasiskan subsektor tanaman pangan dan hortikultura, dengan konsep peningkatan produtifitas dan kualitas hasil pertanian dan swasembada pangan, demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

4. Kawasan Peternakan Rakyat, suatu kawasan yang dibangun berdasarkan sub sektor peternakan dengan pendekatan agribisnis yang berkelanjutan demi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

5. Kawasan Perikanan, suatu kawasan yang dikembangkan berdasarkan sub sektor perikanan dengan wewenang manajemen di tangan rakyat, dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat.

6. Kawasan Pertambangan Rakyat, suatu kawasan yang dikembangkan berbasiskan pada sektor pertambangan dengan wewenang manajerial ada di tangan rakyat, demi peningkatan kesejahteraan rakyat sekitarnya.

7. Kawasan Agro-wisata, suatu kawasan yang dikembangkan berbasiskan pada sektor kepariwisataan, dengan manajemen di tangan rakyat, demi peningkatan kesejahteraan rakyat.

8. Kawasan Technopark, suatu kawasan yang dibangun berbasiskan sub sektor techno-wisata, untuk meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.


(32)

11

9. Kawasan Industri Kecil, suatu kawasan yang dikembangkan berbasiskan pada industri kecil dan menengah untuk meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat.

10.Kawasan Kerajinan, suatu kawasan yang dikembangkan berbasis pada industri kerajinan tangan (handmade), untuk penciptaan dan perluasan lapangan kerja di daerah, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan pendapatan pemerintah daerah.

2.3 Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Evaluasi kesesuaian lahan pada hakekatnya berhubungan dengan evaluasi untuk suatu penggunaan tertentu, seperti untuk budidaya padi, jagung, dan sebagainya (Sitorus, 1985). Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (present) atau setelah diadakan perbaikan (improvement), lebih spesifik lagi kesesuaian lahan tersebut ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungannya, yang terdiri atas iklim, tanah, topografi, hidrologi, dan atau drainase sesuai untuk suatu usaha tani atau komoditas tertentu yang produktif (Djaenudin et al. 2003).

Menurut Djaenudin et al. (2003) struktur klasifikasi kesesuaian lahan dapat dibedakan menurut tingkatannya sebagai berikut:

Ordo : Keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan yang tergolong tidak sesuai (N).

- Ordo S (sesuai) adalah lahan yang dapat digunakan dalam jangka waktu yang tidak terbatas untuk suatu tujuan yang telah dipertimbangkan.

- Ordo N (tidak sesuai) adalah lahan yang mempunyai kesulitan sedemikian rupa sehingga mencegah penggunaannya untuk suatu tujuan yang telah direncanakan dikarenakan adanya suatu penghambat.

Kelas : Keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Pada tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu lahan yang sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (N). Lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas.


(33)

12

- Kelas S1 (sangat sesuai): Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas yang bersifat minor dan tidak akan mereduksi produktifitas lahan secara nyata.

- Kelas S2 (cukup sesuai): Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktifitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri.

- Kelas S3 (sesuai marginal): Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktifitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta. Tanpa bantuan tersebut petani tidak mampu mengatasinya.

- Kelas N (tidak sesuai): Lahan yang tidak sesuai (N) karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan atau sulit diatasi.

Saat ini, banyak berkembang metode analisis kesesuaian lahan. Beberapa metode diantaranya sudah mulai mengintegrasikan antara aspek ekonomi, biofisik, dan spasial (Geographical Information System/GIS). Analisis kesesuaian lahan dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu manual maupun expert system. Cara manual yang umum dilakukan adalah matching antara kriteria komoditas dengan kondisi eksisting lahan dengan menggunakan data tabular seperti yang digunakan dalam penelitian ini, sedangkan cara analisis yang berupa expert system diantaranya adalah Automated Land Evaluation System (ALES), kombinasi EconSuit dan GIS (Samranpong, C. et al, 2009), LEIGIS dan lain sebagainya.

2.4 Konsep Hirarki Wilayah

Konsep pusat dan daerah belakang (hinterland) dalam suatu wilayah nodal mempunyai hubungan yang bersifat simbiotik dan mempunyai fungsi yang spesifik sehingga keduanya tergantung secara internal. Johnston (1976) dalam Rustiadi et al. (2009) memandang wilayah sebagai bentuk istilah teknis klasifikasi


(34)

13

spasial dan merekomendasikan dua tipe wilayah: (1) wilayah formal, merupakan tempat-tempat yang memiliki kesamaan-kesamaan karakteristik, dan (2) wilayah fungsional atau nodal, merupakan konsep wilayah dengan menekankan kesamaan keterkaitan antar komponen atau lokasi/tempat. Pusat wilayah berfungsi sebagai: (1) tempat terkonsentrasinya penduduk (pemukiman); (2) pusat pelayanan terhadap daerah hinterland; (3) pasar bagi komoditas-komoditas pertanian maupun industri; dan (4) lokasi pemusatan industri manufaktur (manufactory) yakni kegiatan mengorganisasikan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan suatu output tertentu. Hinterland berfungsi sebagai: (1) pemasok (produsen) bahan-bahan mentah dan atau bahan baku; (2) pemasok tenaga kerja melalui proses urbanisasi dan commuting (menglaju); (3) daerah pemasaran barang dan jasa industri manufaktur; dan (4) penjaga keseimbangan ekologis.

Perkembangan suatu pusat sangat tergantung pada perkembangan daerah belakang atau sebaliknya. Pusat wilayah menjadi pusat kegiatan masyarakat yang terbentuk sebagai kawasan yang paling dinamis, merupakan denyut nadi perkembangan suatu wilayah. Ia memiliki kecenderungan untuk menjadi besar dan berkembang dengan dukungan wilayah sekitarnya atau hinterland-nya. Berbagai fasilitas dan lapangan kerja yang lebih bervariasi membuat suatu wilayah sebagai tempat yang menarik bagi masyarakat di luar kawasan. Menurut Sutomo (2008) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya pusat-pusat wilayah adalah:

• Faktor Lokasi Ekonomi. Letak wilayah yang strategis menyebabkan suatu wilayah dapat menjadi suatu pusat.

• Faktor Ketersediaan Sumber Daya. Ketersediaan sumber daya alam pada suatu wilayah akan menyebabkan wilayah tersebut menjadi pusat.

• Kekuatan Aglomerasi. Kekuatan aglomerasi terjadi karena ada sesuatu yang mendorong kegiatan ekonomi sejenis untuk mengelompok pada suatu lokasi karena adanya sesuatu keuntungan. Selanjutnya akan menyebabkan timbulnya pusat-pusat wilayah.

• Faktor Investasi Pemerintah.

Pusat wilayah mempunyai hirarki. Hirarki dari suatu pusat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:


(35)

14

• Jumlah penduduk yang bermukim pada pusat tersebut;

• Jumlah fasilitas pelayanan umum yang tersedia; dan

• Jumlah jenis fasilitas pelayanan umum yang tersedia.

Tujuan identifikasi pusat pelayanan menurut Rustiadi et al. (2009) adalah: (1) mengidentifikasi pusat pusat pelayanan dan daerah pelayanan pada tingkat yang berbeda; (2) penentuan dan fasilitas infrastruktur pokok untuk memuaskan kebutuhan beragam sektor dan penduduk; dan (3) pengintegrasian atau pengelompokan pelayanan pada tingkat yang berbeda dan penentuan dan keterkaitan atau jaringan jalan untuk mengembangkan aksesibilitas dan efisiensi.

2.5 Konsep Transmigrasi dan Kota Terpadu Mandiri

Pembangunan transmigrasi merupakan upaya penyebaran penduduk dari satu daerah ke daerah lainnya, yang ditujukan antara lain untuk mendukung pembangunan daerah dan sekaligus memperluas lapangan kerja, memperbaiki taraf hidup rakyat serta memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Usaha tersebut dilakukan karena penyebaran penduduk yang kurang seimbang, khususnya bilamana dikaitkan dengan penyebaran potensi sumberdaya alam.

Tujuan pembangunan transmigrasi antara lain adalah membangun permukiman baru yang mampu tumbuh dan berkembang secara mandiri dan berkelanjutan, sehingga menjadi pusat produksi, pusat pertumbuhan dan pusat pemerintahan. Tujuan tersebut harus dicapai dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian, agar masyarakat dapat mencapai kesejahteraan dalam waktu yang telah ditentukan, namun juga tetap mempertimbangkan keberlanjutan penggunaan sumberdaya. Dengan demikian penanganan pembinaan masyarakat transmigrasi mencakup aspek bio-fisik lingkungan maupun sosial budaya dan kelembagaan.

Widiatmaka et al. (2010) menyatakan bahwa tahap awal pembangunan di lokasi transmigrasi merupakan tahap inisiasi, pembentukan dan pembangunan awal. Tahap awal, telah dilakukan berbagai kegiatan seperti berbagai persiapan pencadangan lokasi, studi RTSP, RKSKP, penempatan, pembentukan UPT, sampai transmigran dapat hidup di atas lahan yang tadinya berupa hutan atau penggunaan non-budidaya lain. Selanjutnya, berbagai dinamika pembangunan di


(36)

15

lokasi berlangsung. Semua hal tersebut diarahkan agar kehidupan transmigran dapat berlangsung secara sustainable.

Pusdatintrans (2004) dalam Widiatmaka et al. (2009) menyatakan bahwa program transmigrasi telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pembangunan bangsa dan negara. Hal tersebut terbukti dari kenyataan bahwa transmigrasi telah mendorong tumbuh dan berkembangnya berbagai peluang usaha dan peluang kerja. Program transmigrasi telah berhasil mengembangkan sekitar 3.000-an Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) dengan berbagai infrastrukturnya, 945 UPT diantaranya telah berkembang menjadi desa baru. Desa-desa baru tersebut sekarang dihuni oleh kurang lebih 12 juta jiwa dan telah tumbuh mendorong terbentuknya kecamatan dan kabupaten baru. Dari data yang ada, eks-UPT yang telah mendorong perkembangan daerah menjadi pusat pemerintahan adalah sebanyak 235 kecamatan dan 66 kabupaten.

Terkait konteks pengembangan kawasan transmigrasi, sekitar tahun 2000-an telah berkemb2000-ang konsep pengemb2000-ang2000-an wilayah berbasis kawas2000-an transmigrasi, yaitu Kota Terpadu Mandiri (KTM). Definisi KTM menurut Depnakertrans (2010) adalah kawasan yang pertumbuhannya dirancang untuk menjadi pusat pertumbuhan melalui pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan yang mempunyai fungsi sebagai: (i) pusat kegiatan pertanian berupa pengolahan barang pertanian jadi dan setengah jadi serta kegiatan agribisnis; (ii) Pusat pelayanan agroindustri khusus (special agroindustry services), dan pemuliaan tanaman unggul; (iii) Pusat pendidikan, pelatihan di sektor pertanian, industri dan jasa; dan (iv) Pusat perdagangan wilayah yang ditandai dengan adanya pasar-pasar grosir dan pergudangan komoditas sejenis.

2.6 Perencanaan Kawasan Berbasis Komoditas Unggulan

Komoditas unggulan merupakan komoditas yang memiliki nilai strategis berdasarkan pertimbangan fisik (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur, kondisi sosial budaya) untuk dikembangkan di suatu wilayah. Keberadaan komoditas unggulan pada suatu daerah dapat memudahkan upaya pengembangan agribisnis. Hanya saja, persepsi dan memposisikan kriteria serta


(37)

16

instrumen terhadap komoditas unggulan belum sama. Akibatnya, pengembangan komoditas tersebut menjadi salah urus bahkan menjadi kontra produktif bagi peningkatan produksi komoditas unggulan dimaksud. Menurut Dirjen Bangda, Departemen Dalam Negeri menentukan kriteria komoditas unggulan sebagai berikut :

1. Mempunyai kandungan lokal yang menonjol dan inovatif di sektor pertanian, industri dan jasa;

2. Mempunyai daya saing tinggi di pasaran, baik ciri, kualitas maupun harga yang kompetitif serta jangkauan pemasaran yang luas, baik di dalam negeri maupun global;

3. Mempunyai ciri khas daerah karena melibatkan masyarakat banyak (tenaga kerja setempat);

4. Mempunyai jaminan dan kandungan bahan baku lokal yang cukup banyak, stabil dan berkelanjutan;

5. Fokus pada produk yang memiliki nilai tambah yang tinggi, baik dalam kemasan maupun pengolahannya;

6. Secara ekonomi menguntungkan dan bermanfaat untuk meningkatkan pendapatan dan kemampuan SDM masyarakat;

7. Ramah lingkungan, tidak merusak lingkungan, berkelanjutan serta tidak merusak budaya setempat;

Sementara itu, pengelompokan komoditas unggulan, sebagai rujukan untuk menempatkan posisi produk pertanian dari sisi teori keunggulan komoditas, antara lain:

1. Komoditas unggulan komparatif : komoditas yang diproduksi melalui dominasi dukungan sumber daya alam, di mana daerah lain tak mampu memproduksi produk sejenis. Komoditas hasil olahan yang memiliki dukungan bahan baku yang tersedia pada lokasi usaha tersebut.

2. Komoditas unggulan kompetitif : komoditas yang diproduksi dengan cara yang efisien dan efektif. Komoditas tersebut telah memiliki nilai tambah dan daya saing usaha, baik dari aspek kualitas, kuantitas, maupun kontinuitas dan harga.


(38)

17

3. Komoditas unggulan spesifik : komoditas yang dihasilkan dari hasil inovasi dan kompetensi pengusaha. Produk yang dihasilkan memiliki keunggulan karena karakter spesifiknya.

4. Komoditas unggulan strategis : komoditas yang unggul karena memiliki peran penting dalam kegiatan sosial dan ekonomi.

Hal terpenting bagi ukuran komoditas adalah memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif sehingga mampu bersaing di pasar dengan komoditas pesaingnya. Oleh karena itu, sangat perlu diketahui apakah komoditas yang ada saat ini memiliki salah satu atau keduanya dari kriteria tersebut. Keunggulan komparatif beberapa komoditas pertanian didefinisikan sebagai kemampuan sistem komoditas untuk memperoleh produksi secara optimal karena komoditas yang dibudidayakan memiliki kesesuaian lahan yang tinggi dibanding komoditas lain.

Berbeda dari keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif didefinisikan sebagai kemampuan sistem agribisnis dalam menghasilkan keuntungan finansial pada produsen dan pelaku ekonomi lain yang terlibat secara riil. Analisis keunggulan kompetitif didasarkan pada sistem harga-harga pada pasar yang berlaku (dihadapi). Hal ini berarti sistem pasar baik pasar input, pasar output maupun pasar komoditas telah dipengaruhi oleh intervensi kebijakan pemerintah.

Teknik penilaian komoditas unggulan dapat dilakukan melalui beberapa cara diantaranya adalah index komoditas unggulan, multi criteria analysis, Model Perbandingan Eksponensial (MPE), dan analisis bertahap (fisik dan non fisik).

2.7 Interaksi Spasial Wilayah

Aspek spasial adalah fenomena yang alami. Sangat wajar apabila perkembangan suatu wilayah lebih dipengaruhi oleh wilayah di sebelahnya atau lebih dekat dibandingkan wilayah lain yang lebih berjauhan akibat adanya interaksi sosial-ekonomi antar penduduk. Selain itu, interaksi spasial merupakan suatu mekanisme yang menggambarkan dinamika yang terjadi di suatu wilayah karena aktifitas yang dilakukan oleh sumberdaya manusia didalam atau diluar wilayah tersebut. Aktifitas-aktifitas yang dimaksud dapat berupa mobilitas kerja, migrasi, seminar atau kegiatan sejenis lainnya, pemanfaatan fasilitas pribadi atau


(39)

18

pelayanan publik, arus informasi atau komunikasi lainnya dan bahkan tukar-menukar pengetahuan (Rustiadi et al. 2009).

Interaksi spasial dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu internal dan eksternal. Interaksi spasial internal wilayah berarti bahwa dinamika terjadi pada sub-sub wilayah (desa) dalam suatu wilayah tertentu (kecamatan). Interaksi spasial eksternal wilayah adalah interaksi suatu wilayah dengan wilayah lain yang ditunjuk oleh aliran-aliran keluar masuk diantara wilayah tersebut.

2.8 Kelembagaan Masyarakat

Kelembagaan memiliki beberapa pengertian, diantaranya adalah kelembagaan sebagai satuan aturan main (rule of the game) dalam interaksi interpersonal dan kelembagaan sebagai suatu organisasi yang memiliki hierarki, sebagai aturan main maka kelembagaan akan mengatur berbagai aktifitas antar pihak/individu dalam satu sistem sosial baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Tata nilai norma yang ada dalam masyarakat, adat istiadat, dan peraturan-peraturan yang tertulis ataupun tidak tertulis merupakan bagian dari kelembagaan sebagai aturan main.

Kelembagaan berasal dari kata dasar lembaga atau institusi, yang merupakan organisasi formal yang menghasilkan dan melindungi perubahan atau secara sosiologis, menunjuk pada pola-pola normatif yang merumuskan cara-cara bertindak atau hubungan-hubungan sosial yang wajar, sah atau yang diharapkan. Organisasi adalah suatu sistem yang terdiri dari orang-orang dan hubungan terstruktur di antara mereka, yang diciptakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu (Eaton, 1986).

Organisasi dapat dinamakan institusi (lembaga) jika telah mengembangkan kemampuan untuk bertindak sebagai wakil masyarakat yang lebih luas dengan menyediakan fungsi-fungsi dan pelayanan-pelayanan berharga. Lebih dari itu, institusi merupakan model untuk menentukan pola-pola normatif dan nilai-nilai yang sah, melestarikan dan melindunginya bagi masyarakat yang lebih besar.

Pengertian kelembagaan sebagai ekonomi, adalah kelembagaan sebagai organisasi yang menggambarkan aktivitas ekonomi, dimana mengkoordinasikannya bukan oleh sistem harga-harga tetapi oleh mekanisme


(40)

19

kewenangan dan administrasi. Kelembagaan inilah yang akan mengkoordinasikan seluruh aktivitas yang terjadi dalam kehidupan sosial ekonomi maupun politik masyarakat (Yasin, 2005). Sehubungan dengan alokasi sumberdaya, Anwar (1999) menyatakan bahwa penentuan pilihan kelembagaan (institution) yang tepat akan dapat mengukur penggunaan dan alokasi sumberdaya atau input kearah efisien yang tinggi, keadilan (fairness) ke arah pembagian yang lebih merata, aktifitas ekonomi dapat langgeng (sustainable).

2.9 Struktur Keterkaitan Komoditas Unggulan, Rekomendasi Penggunaan Lahan dan Kelembagaan dalam Pengembangan Wilayah

Masalah pemilihan lahan yang tepat untuk budidaya agribisnis komoditas tertentu sudah lama dan telah menjadi isu empiris yang utama. Meskipun banyak peneliti, organisasi, lembaga dan pemerintah telah berusaha untuk menyediakan sebuah kerangka pemanfaatan lahan pertanian yang optimal, ditengarai bahwa banyak lahan pertanian yang digunakan di bawah kemampuan yang optimal (Kalogirou S, 2001). Kondisi ini menyebabkan kerusakan lahan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sementara itu, dalam penelitian ini akan merekomendasikan suatu lahan yang berbasis desa dengan tujuan pemanfaatan lahan pertanian yang optimal.

Rekomendasi penggunaan lahan merupakan upaya mencapai efisiensi ekonomi, sosial, ekologi dan lingkungan, yang seharusnya menjadi hasil akhir dari pemanfaatan sumber daya lahan. Evaluasi efisiensi penggunaan lahan secara umum sangat penting dalam revisi perencanaan dan peraturan penggunaan lahan. Evaluasi ini diharapkan dapat memberi pengaruh yang besar pada penggunaan lahan, pembangunan masyarakat, dan ekonomi secara berkelanjutan (Chen SY et al. 2007).

Pengembangan suatu kawasan bergantung pada kondisi sumberdaya alam masing-masing lokasi (spesifik lokasi). Lokasi penelitian yang mencakup wilayah kecamatan tergolong pada wilayah perencanaan yang tidak terlalu luas. Namun demikian, kondisi sumber daya manusia, ekonomi, sosial dan kelembagaan di masing-masing desa memiliki kondisi yang berbeda-beda tingkat


(41)

20

perkembangannya. Oleh karena itu, memerlukan formulasi yang tepat untuk masing-masing desa dalam mengkombinasikan aspek-aspek tersebut.

Teridentifikasikannya komoditas unggulan di masing-masing desa dapat menjadi modal dasar dalam pengembangan kawasan. Masing-masing desa memiliki komoditas unggulan tertentu. Selanjutnya adalah menghitung potensi lahan untuk pengembangan komoditas unggulan tersebut. Fokus prioritas pembangunan kawasan melalui penguatan pertanian dapat diutamakan, sehingga lebih tepat sasaran. Teridentifikasinya kelembagaan dan model kelembagaan yang diharapkan masyarakat dapat mendukung aktifitas-aktifitas pertanian yang ada di masing-masing desa, terutama dalam hal pengembangan komoditas unggulan. Kelembagaan masyarakat ini diarahkan untuk mendukung pengembangan komoditas unggulan, sehingga selain dari fisik, aspek sosial ekonomi juga diperhatikan agar sinergitas pengembangan dapat efektif dan efisien dan mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu kesejahteraan masyarakat.


(42)

(43)

21

3. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan diantaranya sampel tanah untuk kimia dan fisik, data kelembagaan, dan harga pasar. Sampel tanah di lokasi penelitian diambil melalui survei lapang, sedangkan data kelembagaan dan harga pasar di gali dengan metode wawancara semi terstruktur, dengan kuisioner.

Data sekunder diperoleh dari lembaga pemerintahan di lokasi studi (kantor kecamatan dan kelurahan), Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura serta instansi-instansi lain yang berkompeten dengan data-data yang diperlukan. Data-data tersebut diantaranya adalah peta administrasi, peta RTRW, peta jenis tanah, peta kelas lereng, data iklim (peta curah hujan), data luas lahan dan produksi pertanian tanaman padi dan lain sebagainya. Berdasarkan substansi tujuannya, matriks analisis penelitian disajikan pada Tabel 2.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah Kecamatan Rawa Pitu. Kecamatan ini merupakan salah satu dari 13 (tiga belas) kecamatan di Kabupaten Tulang Bawang hasil pemekaran wilayah kabupaten pada tahun 2009, yaitu menjadi Kabupaten Tulang Bawang dan Kabupaten Mesuji. Kecamatan Rawa Pitu berbatasan langsung dengan:

‐ Sebelah Utara : Kecamatan Rawajitu Utara dan Penawar Tama

‐ Sebelah Selatan : Kecamatan Gedung Meneng

‐ Sebelah Timur : Kecamatan Rawajitu Selatan

‐ Sebelah Barat : Kecamatan Penawar Tama dan Gedung Aji

Desa-desa yang menjadi lokasi penelitian ini adalah: desa Batanghari, Sumber Agung, Panggung Mulyo, Andalas Cermin, Duta Yoso, Gedung Jaya, Rawa Ragil, Mulyo Dadi, Bumi Sari (Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan


(44)

22

Transmigrasi Kabupaten Tulang Bawang). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan November 2010.

Tabel 1. Matriks Analisis Penelitian

No Substansi

Tujuan Jenis Data Sumber Data

Metode Pengumpulan

Data

Metode Analisis

1. Identifikasi Komoditas Unggulan

Data Pertanian (luas tanam, produksi, harga jual),

Peternakan (jumlah dan asumsi harga)

BPS BPS/BAPPEDA Kab Tulang Bawang Analisis Komoditas Unggulan (LQ) dan SSA Peta tanah

Peta RBI Skala 1:50.000 Peta Geologi, Peta dan Data hidrologi lokasi Primer/Tabular, Data Iklim dan curah hujan selama 1 thn

Data Boring dan Profil Tanah Primer (melalui survei tnh)

Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Depnakertrans Pusat, atau Dinas Nakertrans di daerah Analisis Kesesuaian Lahan

Data InputOutput Usaha (Harga Bibit, Harga Pupuk, Pestisida, Upah Tenaga Kerja (HOK), Pengangkutan, Transportasi dan Harga Pasar

Wawancara Masyarakat Setempat dan PPL Analisis Ekonomi Penentuan Komoditas Unggulan

Hasil Analisis Tabulasi Index

Komoditas Unggulan

Pewilayahan Komoditas Unggulan

Data Sekunder (Tabular),

PODES, 2008

BPS Kab/Pusat

Studi Pustaka Analisis Skalogram

Peta Hasil Analisis Skalogram, Komoditas Unggulan, dan Kesesuaian lahan

Hasil Analisis Overlay Analisis Sistem Informasi Geografi

Pewilayahan Komoditas Unggulan

Hasil Analisis Tabulasi dan Peta

Tabulasi 2 Rekomendasi

Penggunaan Lahan

Tutupan Lahan Eksisting Citra Landsat TM+7 Interpretasi Citra Analisis Pengindera an jauh Rekomendasi Penggunaan Lahan

Hasil Analisis Overlay Peta Kesesuaian Lahan dan Tutupan Lahan Eksisting Analisis Sistem Informasi Geografi 3 Model

Kelembagaan Masyarakat

Dinamika Kelembagaan Stakeholder terkait

Wawancara dan Studi Pustaka

Index

Kelembagaan

Data Hasil Kuisioner Unsur

Stakeholder

Kec, Tokoh Masyarakat

Wawancara Analisis Proses Hirarki (AHP)


(45)

23

3.3. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan antara lain :

1. Peta Digital Rupabumi Indonesia, Bakosurtanal skala 1:50.000 dan skala 1:250.000.

2. Laporan dan peta–peta hasil penelitian dari lembaga atau dinas lain. 3. Data Citra Landsat TM 7+ Tahun 2009.

4. Kuisioner.

Peralatan yang digunakan terdiri dari : 1. Perangkat keras (Hardware) :

o Bor Belgie, GPS, Munsell Soil Color Chart, Kompas o Seperangkat komputer dan printer

o Kamera dan alat tulis

2. Perangkat lunak (Software) : Arc GIS 9.3, Arc View 3.3, Microsoft Office

3.4. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dibawah ini.

3.4.1. Penentuan Komoditas Unggulan

Uraian analisis-analisis yang digunakan dalam penentuan komoditas unggulan diuraikan sebagai berikut:

3.4.1.1. Analisis Penentuan Basis Aktifitas

Penentuan basis aktifitas desa dalam penelitian ini dianalisis dengan metode Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Analisis LQ digunakan untuk mengetahui lokasi pemusatan/basis aktivitas Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah luas panen dan nilai produksi (produksi x harga). Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) pola-pola aktivitas bersifat seragam dan (3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang sama. Nilai LQ diketahui dengan rumus sebagai berikut :


(46)

24

Dimana :

= nilai LQ untuk aktivitas ke-j di wilayah ke-i

= luas tanam (ha)/nilai pendapatan (Rp) untuk komoditas ke-j di desa ke-i

= luas tanam (ha)/nilai pendapatan total (Rp) pada desa ke-i = luas tanam (ha)/nilai pendapatan (Rp) komoditas ke-j pada total

wilayah

= luas tanam (ha)/nilai pendapatan (Rp) seluruh komoditas di wilayah studi

i = desa yang diteliti j = komoditas

Interpretasi hasil analisis adalah sebagai berikut :

¾ Jika nilai > 1, komoditas ke-i memiliki keunggulan komparatif untuk dikembangkan di suatu wilayah (desa)

¾ Jika nilai < 1, komoditas ke-i tidak memiliki keunggulan komparatif untuk dikembangkan di suatu wilayah (desa)

Disamping LQ untuk penetapan komoditas unggulan juga digunakan analisis shift share. Analisis shift share merupakan suatu teknik yang digunakan untuk memahami pergeseran struktur aktifitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi (dengan cakupan wilayah lebih luas) dalam dua titik waktu. Lokasi tersebut adalah Kecamatan Rawa Pitu, dibandingkan dengan Kabupaten Tulang Bawang.

Analisis shift share dapat digunakan untuk menetapkan target/sektor dan menganalisis dampak ekonomi. Selain itu memungkinkan dapat digunakan untuk mengidentifikasi keunggulan daerahnya dan menganalisa industri/sektor yang menjadi dasar perekonomian daerah (Blakely dan Bradshaw, 2002).

Berdasarkan hasil analisis shift share diperoleh gambaran kinerja aktifitas di suatu wilayah. Menurut Blakely dan Bradshaw (2002) gambaran kinerja ini dapat dijelaskan menjadi 3 (tiga) komponen hasil analisis, yaitu:


(47)

25

1. Komponen Laju Pertumbuhan Total (komponen share). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah.

2. Komponen Pergeseran Proporsional (komponen proportional shift). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total aktifitas tertentu secara relatif, dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan dinamika sektor/aktifitas total dalam wilayah.

3. Komponen Pergeseran Diferensial (komponen differential shift). Ukuran ini menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktifitas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor/aktifitas tersebut dalam wilayah. Komponen ini menggambarkan dinamika (keunggulan/ketidakunggulan) suatu sektor/aktifitas tertentu di sub wilayah tertentu terhadap aktifitas tersebut di sub wilayah lain. Persamaan analisis shift-share ini adalah sebagai berikut:

⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − + ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − + ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − =

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

SSA

t i t i t ij t ij t t t i t i t t ) 0 ( ) 1 ( ) 0 ( ) 1 ( ) 0 ( ) 1 ( ) 0 ( ) 1 ( ) 0 ( ) 1 (

..

..

..

..

1 ... (2)

a b c

dimana : a = komponen share

b = komponen proportional shift c = komponen differential shift, dan X.. = luas lahan pertanian

Xi = total luas lahan untuk usahatani komoditas ke-i Xij = luas lahan untuk komoditas ke-j di wilayah desa ke-i t1 = titik tahun akhir

t0 = titik tahun awal

3.4.1.2. Analisis Kesesuaian Lahan

Analisis kesesuaian lahan adalah suatu teknik analisis penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (present) atau setelah diadakan perbaikan (improvement), lebih spesifik


(48)

26

lagi kesesuaian lahan tersebut ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungannya, yang terdiri atas iklim, tanah, topografi, hidrologi, dan atau drainase sesuai untuk suatu usaha tani atau komoditas tertentu yang produktif (Djaenudin et al., 2003). Kriteria kesesuaian lahan yang digunakan adalah dari kriteria yang disusun oleh Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007). Proses evaluasi lahan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara matching (mencocokkan) antara karakteristik lahan dari setiap SPT dengan persyaratan tumbuh atau kriteria kesesuaian lahan. Hasil analisis kesesuaian lahan yang diperoleh nantinya berupa kesesuaian lahan aktual.

3.4.1.3. Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kelayakan finansial usahatani. Selain itu, analisis ini dilakukan untuk mempelajari dan memprediksi besarnya pendapatan dan keuntungan usahatani berdasarkan alokasi sumberdaya yang ada. Keberhasilan dalam mengelola usahatani diukur melalui besarnya pendapatan yang diterima dari usahatani tersebut.

Analisis ekonomi yang dilakukan adalah Gross Margin (GM), Benefit Cost Ratio (BCR/Ratio BC, Net Present Value (NPV), dan Internal Rate of Return (IRR). Komoditas terpilih yang dianalisis didasarkan pada data hasil survei lapang dan analisis komoditas unggulan. Identifikasi pilihan komoditas dilihat dari banyak/sedikitnya komoditas tersebut dibudidayakan oleh petani, selain itu dilihat dari potensi sumberdaya fisik lahannya, komoditas tersebut antara lain: padi, jagung, karet, dan kelapa sawit.

Gross Margin (GM)

Gross Margin (GM) adalah keuntungan ekonomi, yaitu rerata jumlah pendapatan dikurangi rerata jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan pada suatu luasan lahan tertentu (misalnya adalah per hektar) dalam jangka waktu tertentu (misalnya adalah per tahun). Gross Margin merupakan pendapatan hasil pertanian (produksi x harga) dikurangi biaya.


(49)

27

B/C ratio =

= = = = + + n t t t t n t t t t i C i B 1 1 ) 1 ( ) 1 (

Secara matematis dapat ditulis :

Gross Margin = produksi ki * harga produk ki - inputji * harga inputji...(3)

Keterangan :

ki : jenis unit produkai ke i,

ji : jenis input ke i

Benefit Cost Ratio (Ratio BC)

Benefit Cost Ratio (Ratio BC) adalah nilai pendapatan sekarang (Present Value (PV) in) dibagi dengan nilai biaya sekarang (Present Value (PV) out). Usahatani yang memiliki Ratio BC tertinggi adalah usahatani yang memiliki tingkat kelayakan paling tinggi atau paling baik. Apabila Ratio BC lebih besar dari satu maka usahatani tersebut layak untuk dilanjutkan, namun apabila Ratio BC kurang dari satu, maka usahatani tersebut tidak layak untuk dilanjutkan.

Secara matematis dapat ditulis :

... (4)

Keterangan :

Bt : manfaat usahatani sampai tahun ke t Ct : biaya usahatani sampai tahun ke t i : tingkat suku bunga

t : tahun

Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) merupakan nilai pendapatan sekarang di akhir usaha (Present Value (PV) in) dikurangi nilai biaya sekarang (Present Value (PV) out). Pengertian yang lain, NPV adalah nilai uang sekarang yang didapat sebagai hasil penerapan suatu penggunaan lahan (TPL) pada suatu luasan tertentu selama waktu penggunaan lahan tersebut bukan per tahun pembukuan seperti pada Gross Margin. Apabila hasil analisis yang diperoleh menunjukkan bahwa NPV bernilai positif maka

ki


(50)

28

usahatani tersebut dapat dikatakan menguntungkan, dan apabila NPV bernilai negatif berarti usahatani tersebut tidak menguntungkan.

Secara matematis dapat ditulis

... (5)

Keterangan :

Bt : manfaat usahatani sampai tahun ke t Ct : biaya usahatani sampai tahun ke t i : tingkat suku bunga

t : tahun

Internal Rate of Return (IRR).

Internal Rate of Return (IRR) adalah besarnya potongan agar nilai pendapatan sekarang sama dengan nilai biaya sekarang. Jika IRR lebih tinggi dari bunga bank maka usahatani yang diterapkan akan menguntungkan. Secara matematis IRR adalah discount rate (bunga) di mana IRR merupakan positif risiko keuangan suatu usahatani, makin tinggi IRR risiko makin berkurang, karena pendapatan lebih pasti.

Secara matematis dapat ditulis :

... (6)

Keterangan :

i’ : tingkat discount rate pada saat NPV positif i” : tingkat discount rate pada saat NPV negatif NPV’ : nilai NPV positif

NPV” : nilai NPV negatif

Untuk memprediksi matriks dan parameter ekonomi, sebelumnya harus diperoleh data atau prediksi kemampuan produksi untuk masing-masing kelas kesesuaian lahan. Asumsi yang digunakan mengacu pada Dent (1983) dalam Sidik (2002), yaitu produksi pada kelas kesesuaian lahan S1 ≥ 80 % dari produksi optimal, lahan S2 antara 60 % - 80 % dari produksi optimal, lahan S3 antara 40-60 % dari produksi optimal, dan lahan N hanya mencapai 40 % dari produksi optimal.

IRR = i’ + (i” – i’)

)

( ' "

'

NPV NPV

NPV

NPV =

= + − n t t i Ct Bt


(51)

29

3.4.1.4. Penentuan Komoditas Unggulan

Penentuan komoditas unggulan bertujuan untuk mengidentifikasi komoditas unggulan masing-masing desa. Komoditas unggulan ditentukan melalui indeks multi kriteria komoditas unggulan, dengan cara menetapkan 6 (enam) variabel hasil analisis yang digunakan, yaitu: hasil analisis LQ (luas tanam dan nilai produksi), SSA, kesesuaian lahan, ekonomi, dan aksesibilitas. Penentuan komoditas unggulan ini diasumsikan bahwa variabel-variabel tersebut bersifat indeferents atau sama penting. Aspek fisik dan non fisik dalam penelitian ini diasumsikan memiliki bobot yang sama.

Menurut jenis data dan satuannya, dapat dijelaskan bahwa dalam penentuan basis aktifitas digunakan data hasil analisis LQ dan SSA, yaitu berupa: nilai LQ luas tanam, nilai LQ nilai pendapatan, dan nilai SSA, sedangkan dalam analisis kesesuaian lahan, hasil analisis yang digunakan adalah jumlah luas lahan S1 (sesuai), S2 (cukup sesuai), dan S3 (sesuai marginal). Sementara itu, untuk analisis ekonomi, hasil analisis yang digunakan adalah nilai Gross Margin (GM) dengan satuan Rp/ha/tahun. Analisis penentuan komoditas unggulan ini juga ditambahkan variabel aksesibilitas, yaitu: jarak dari pusat desa ke lokasi pemasaran masing-masing komoditas dengan satuan kilometer (km).

Selanjutnya, setelah masing-masing hasil analisis diperoleh, langkah selanjutnya adalah men-tabulasi data tersebut per komoditas per desa. Masing-masing data dihitung nilai indeks-nya, dengan rumus matematis sebagai berikut:

Keterangan :

i = wilayah desa = 1,2,....n; n = 9 Xij = nilai variabel ke-j pada wilayah i j = 1,2,....,6

X1 = LQ luas tanam

X2 = LQ nilai produksi

X3 = nilai SSA

X4 = kesesuaian lahan


(1)

No Tujuan Faktor Kriteria Strategi Aktor Skor Urutan 29 Kemandirian Petani Kelembagaan Investasi Sekolah Lapang LSM 0,009 29

30 Kemandirian Petani Sumberdaya Fisik Tanaman Pangan Studi Banding PEMDA 0,009 30 31 Kemandirian Petani Sosial Ekonomi Budaya Pendampingan PEMDA 0,009 31 32 Kemandirian Petani Kelembagaan Investasi Studi Banding Lainnya (Swasta) 0,009 32 33 Produktifitas Pertanian Kelembagaan Investasi Pelatihan LSM 0,008 33 34 Kemandirian Petani Kelembagaan Usaha Bersama Pelatihan LSM 0,008 34 35 Produktifitas Pertanian Kelembagaan Investasi Sekolah Lapang PEMDA 0,008 35 36 Kemandirian Petani Kelembagaan Usaha Bersama Sekolah Lapang PEMDA 0,008 36 37 Kemandirian Petani Sosial Ekonomi Ekonomi Studi Banding LSM 0,007 37 38 Produktifitas Pertanian Kelembagaan Investasi Pendampingan LSM 0,007 38 39 Kemandirian Petani Kelembagaan Usaha Bersama Pendampingan LSM 0,007 39 40 Produktifitas Pertanian Kelembagaan Usaha Bersama Pelatihan PEMDA 0,007 40 41 Produktifitas Pertanian Sosial Ekonomi Ekonomi Studi Banding PEMDA 0,007 41 42 Produktifitas Pertanian Kelembagaan Usaha Bersama Pendampingan PEMDA 0,006 42 43 Kemandirian Petani Sumberdaya Fisik Tanaman Pangan Pelatihan LSM 0,006 43 44 Kemandirian Petani Sumberdaya Fisik Tanaman Pangan Sekolah Lapang PEMDA 0,006 44 45 Kemandirian Petani Kelembagaan Investasi Sekolah Lapang Lainnya (Swasta) 0,006 45 46 Kemandirian Petani Sumberdaya Fisik Tanaman Pangan Pendampingan LSM 0,006 46 47 Produktifitas Pertanian Sumberdaya Fisik Tanaman Pangan Pelatihan PEMDA 0,006 47 48 Produktifitas Pertanian Kelembagaan Investasi Pelatihan Lainnya (Swasta) 0,005 48 49 Kemandirian Petani Kelembagaan Usaha Bersama Pelatihan Lainnya (Swasta) 0,005 49 50 Kemandirian Petani Sosial Ekonomi Ekonomi Sekolah Lapang LSM 0,005 50 51 Kemandirian Petani Sumberdaya Fisik Perkebunan Pelatihan PEMDA 0,005 51 52 Produktifitas Pertanian Sumberdaya Fisik Tanaman Pangan Pendampingan PEMDA 0,005 52 53 Kemandirian Petani Sosial Ekonomi Ekonomi Studi Banding Lainnya (Swasta) 0,005 53 54 Produktifitas Pertanian Kelembagaan Investasi Pendampingan Lainnya (Swasta) 0,005 54 55 Kemandirian Petani Kelembagaan Usaha Bersama Pendampingan Lainnya (Swasta) 0,005 55 56 Produktifitas Pertanian Sosial Ekonomi Ekonomi Pelatihan LSM 0,005 56 57 Produktifitas Pertanian Sosial Ekonomi Ekonomi Sekolah Lapang PEMDA 0,005 57 58 Kemandirian Petani Sumberdaya Fisik Perkebunan Pendampingan PEMDA 0,005 58


(2)

No Tujuan Faktor Kriteria Strategi Aktor Skor Urutan

59 Kemandirian Petani Sosial Ekonomi Budaya Studi Banding PEMDA 0,005 59

60 Kemandirian Petani Sumberdaya Fisik Tanaman Pangan Pelatihan Lainnya (Swasta) 0,004 60

61 Produktifitas Pertanian Sosial Ekonomi Ekonomi Pendampingan LSM 0,004 61

62 Kemandirian Petani Sumberdaya Fisik Tanaman Pangan Pendampingan Lainnya (Swasta) 0,004 62

63 Produktifitas Pertanian Kelembagaan Investasi Studi Banding LSM 0,004 63

64 Kemandirian Petani Kelembagaan Usaha Bersama Studi Banding LSM 0,004 64

65 Kemandirian Petani Sosial Ekonomi Ekonomi Sekolah Lapang Lainnya (Swasta) 0,004 65

66 Produktifitas Pertanian Kelembagaan Usaha Bersama Studi Banding PEMDA 0,003 66

67 Kemandirian Petani Sosial Ekonomi Budaya Pelatihan LSM 0,003 67

68 Produktifitas Pertanian Sosial Ekonomi Ekonomi Pelatihan Lainnya (Swasta) 0,003 68

69 Kemandirian Petani Sosial Ekonomi Budaya Sekolah Lapang PEMDA 0,003 69

70 Kemandirian Petani Sumberdaya Fisik Tanaman Pangan Studi Banding LSM 0,003 70

71 Kemandirian Petani Sosial Ekonomi Budaya Pendampingan LSM 0,003 71

72 Produktifitas Pertanian Sosial Ekonomi Budaya Pelatihan PEMDA 0,003 72

73 Produktifitas Pertanian Sosial Ekonomi Ekonomi Pendampingan Lainnya (Swasta) 0,003 73

74 Produktifitas Pertanian Kelembagaan Investasi Sekolah Lapang LSM 0,003 74

75 Kemandirian Petani Kelembagaan Usaha Bersama Sekolah Lapang LSM 0,003 75

76 Produktifitas Pertanian Sumberdaya Fisik Tanaman Pangan Studi Banding PEMDA 0,003 76

77 Produktifitas Pertanian Sosial Ekonomi Budaya Pendampingan PEMDA 0,003 77

78 Produktifitas Pertanian Kelembagaan Investasi Studi Banding Lainnya (Swasta) 0,003 78

79 Kemandirian Petani Kelembagaan Usaha Bersama Studi Banding Lainnya (Swasta) 0,003 79

80 Produktifitas Pertanian Kelembagaan Usaha Bersama Pelatihan LSM 0,002 80

81 Kemandirian Petani Sumberdaya Fisik Perkebunan Studi Banding PEMDA 0,002 81

82 Produktifitas Pertanian Kelembagaan Usaha Bersama Sekolah Lapang PEMDA 0,002 82

83 Produktifitas Pertanian Sosial Ekonomi Ekonomi Studi Banding LSM 0,002 83

84 Kemandirian Petani Sosial Ekonomi Budaya Pelatihan Lainnya (Swasta) 0,002 84

85 Produktifitas Pertanian Kelembagaan Usaha Bersama Pendampingan LSM 0,002 85

86 Kemandirian Petani Sumberdaya Fisik Tanaman Pangan Sekolah Lapang LSM 0,002 86

87 Kemandirian Petani Sumberdaya Fisik Tanaman Pangan Studi Banding Lainnya (Swasta) 0,002 87


(3)

No Tujuan Faktor Kriteria Strategi Aktor Skor Urutan 89 Produktifitas Pertanian Sumberdaya Fisik Tanaman Pangan Pelatihan LSM 0,002 89

90 Produktifitas Pertanian Sumberdaya Fisik Tanaman Pangan Sekolah Lapang PEMDA 0,002 90 91 Produktifitas Pertanian Kelembagaan Investasi Sekolah Lapang Lainnya (Swasta) 0,002 91 92 Kemandirian Petani Kelembagaan Usaha Bersama Sekolah Lapang Lainnya (Swasta) 0,002 92 93 Kemandirian Petani Sumberdaya Fisik Perkebunan Pelatihan LSM 0,002 93 94 Produktifitas Pertanian Sumberdaya Fisik Tanaman Pangan Pendampingan LSM 0,002 94 95 Kemandirian Petani Sumberdaya Fisik Perkebunan Sekolah Lapang PEMDA 0,002 95 96 Produktifitas Pertanian Kelembagaan Usaha Bersama Pelatihan Lainnya (Swasta) 0,002 96 97 Produktifitas Pertanian Sosial Ekonomi Ekonomi Sekolah Lapang LSM 0,002 97 98 Kemandirian Petani Sumberdaya Fisik Perkebunan Pendampingan LSM 0,002 98 99 Produktifitas Pertanian Sumberdaya Fisik Perkebunan Pelatihan PEMDA 0,002 99 100 Kemandirian Petani Sosial Ekonomi Budaya Studi Banding LSM 0,002 100 101 Produktifitas Pertanian Sosial Ekonomi Ekonomi Studi Banding Lainnya (Swasta) 0,002 101 102 Produktifitas Pertanian Kelembagaan Usaha Bersama Pendampingan Lainnya (Swasta) 0,001 102 103 Kemandirian Petani Sumberdaya Fisik Tanaman Pangan Sekolah Lapang Lainnya (Swasta) 0,001 103 104 Produktifitas Pertanian Sumberdaya Fisik Perkebunan Pendampingan PEMDA 0,001 104 105 Produktifitas Pertanian Sosial Ekonomi Budaya Studi Banding PEMDA 0,001 105 106 Produktifitas Pertanian Sumberdaya Fisik Tanaman Pangan Pelatihan Lainnya (Swasta) 0,001 106 107 Kemandirian Petani Sumberdaya Fisik Perkebunan Pelatihan Lainnya (Swasta) 0,001 107 108 Produktifitas Pertanian Sumberdaya Fisik Tanaman Pangan Pendampingan Lainnya (Swasta) 0,001 108 109 Produktifitas Pertanian Kelembagaan Usaha Bersama Studi Banding LSM 0,001 109 110 Kemandirian Petani Sosial Ekonomi Budaya Sekolah Lapang LSM 0,001 110 111 Produktifitas Pertanian Sosial Ekonomi Ekonomi Sekolah Lapang Lainnya (Swasta) 0,001 111 112 Kemandirian Petani Sumberdaya Fisik Perkebunan Pendampingan Lainnya (Swasta) 0,001 112 113 Kemandirian Petani Sosial Ekonomi Budaya Studi Banding Lainnya (Swasta) 0,001 113 114 Produktifitas Pertanian Sosial Ekonomi Budaya Pelatihan LSM 0,001 114 115 Produktifitas Pertanian Sosial Ekonomi Budaya Sekolah Lapang PEMDA 0,001 115 116 Produktifitas Pertanian Sumberdaya Fisik Tanaman Pangan Studi Banding LSM 0,001 116 117 Produktifitas Pertanian Sosial Ekonomi Budaya Pendampingan LSM 0,001 117 118 Kemandirian Petani Sumberdaya Fisik Perkebunan Studi Banding LSM 0,001 118


(4)

No Tujuan Faktor Kriteria Strategi Aktor Skor Urutan

119 Produktifitas Pertanian Kelembagaan Usaha Bersama Sekolah Lapang LSM 0,001 119

120 Produktifitas Pertanian Kelembagaan Usaha Bersama Studi Banding Lainnya (Swasta) 0,001 120

121 Kemandirian Petani Sosial Ekonomi Budaya Sekolah Lapang Lainnya (Swasta) 0,001 121

122 Produktifitas Pertanian Sumberdaya Fisik Perkebunan Studi Banding PEMDA 0,001 122

123 Produktifitas Pertanian Sosial Ekonomi Budaya Pelatihan Lainnya (Swasta) 0,001 123

124 Produktifitas Pertanian Sumberdaya Fisik Tanaman Pangan Sekolah Lapang LSM 0,001 124

125 Produktifitas Pertanian Sumberdaya Fisik Tanaman Pangan Studi Banding Lainnya (Swasta) 0,001 125

126 Produktifitas Pertanian Sosial Ekonomi Budaya Pendampingan Lainnya (Swasta) 0,001 126

127 Kemandirian Petani Sumberdaya Fisik Perkebunan Sekolah Lapang LSM 0,001 127

128 Kemandirian Petani Sumberdaya Fisik Perkebunan Studi Banding Lainnya (Swasta) 0,001 128

129 Produktifitas Pertanian Kelembagaan Usaha Bersama Sekolah Lapang Lainnya (Swasta) 0,001 129

130 Produktifitas Pertanian Sumberdaya Fisik Perkebunan Pelatihan LSM 0,001 130

131 Produktifitas Pertanian Sumberdaya Fisik Perkebunan Sekolah Lapang PEMDA 0,001 131

132 Produktifitas Pertanian Sumberdaya Fisik Perkebunan Pendampingan LSM 0,000 132

133 Produktifitas Pertanian Sosial Ekonomi Budaya Studi Banding LSM 0,000 133

134 Produktifitas Pertanian Sumberdaya Fisik Tanaman Pangan Sekolah Lapang Lainnya (Swasta) 0,000 134

135 Kemandirian Petani Sumberdaya Fisik Perkebunan Sekolah Lapang Lainnya (Swasta) 0,000 135

136 Produktifitas Pertanian Sumberdaya Fisik Perkebunan Pelatihan Lainnya (Swasta) 0,000 136

137 Produktifitas Pertanian Sosial Ekonomi Budaya Sekolah Lapang LSM 0,000 137

138 Produktifitas Pertanian Sumberdaya Fisik Perkebunan Pendampingan Lainnya (Swasta) 0,000 138

139 Produktifitas Pertanian Sosial Ekonomi Budaya Studi Banding Lainnya (Swasta) 0,000 139

140 Produktifitas Pertanian Sumberdaya Fisik Perkebunan Studi Banding LSM 0,000 140

141 Produktifitas Pertanian Sosial Ekonomi Budaya Sekolah Lapang Lainnya (Swasta) 0,000 141

142 Produktifitas Pertanian Sumberdaya Fisik Perkebunan Sekolah Lapang LSM 0,000 142

143 Produktifitas Pertanian Sumberdaya Fisik Perkebunan Studi Banding Lainnya (Swasta) 0,000 143


(5)

Lampiran 21.

Kelembagaan Sosial dan Ekonomi di Lokasi Penelitian

No Wilayah

Perencanaan

Kelompok Tani

Koperasi

Pasar Toko/Kios

Warung

Jumlah Anggota

Jumlah

1 Sumber

Agung

19 648

2

1 16

2 Batanghari

13 395

1

1 40

3 Panggung

Mulyo

10 328

0

0 13

4 Andalas

Cermin

24 762

0

1 39

5 Duta

Yoso

Mulyo

20 567

0

1 34

6 Gedung

Jaya

16 575

1

1 50

7 Rawa

Ragil

18 556

1

1 15

8 Bumi

Sari

13 303

0

0 14

9 Mulyo

Dadi

14 291

0

0 6

JUMLAH

147

4425

5

6

227

Lampiran 21.

(lanjutan)

Kelompok Tani

Koperasi

Pasar Toko/Kios

Warung

Jumlah Dinamika

Jumlah Anggota Jumlah

0,13 0,15 0,40 0,17

0,07

0,91

Dinamis

0,09 0,09 0,20 0,17

0,18

0,72

Dinamis

0,07 0,07 0,00 0,00

0,06

0,20

Kurang Dinamis

0,16 0,17 0,00 0,17

0,17

0,67

Sedang

0,14 0,13 0,00 0,17

0,15

0,58

Sedang

0,11 0,13 0,20 0,17

0,22

0,83

Dinamis

0,12 0,13 0,20 0,17

0,07

0,68

Sedang

0,09 0,07 0,00 0,00

0,06

0,22

Kurang Dinamis

0,10 0,07 0,00 0,00

0,03

0,19

Kurang Dinamis


(6)

Lampiran 22.

Data Luas Panen di Kecamatan Rawa Pitu dan Kabupaten Tulang Bawang Tahun 2007/2008 dan 2009/2010

**Kec, Rawa Pitu

*Kab, Tulang Bawang

2007/2008 2009/2010

2007/2008

2009/2010

Luas Panen (Ha)

Padi

6,336

13,348

81,341 38,000

Jagung 627

627

12,837

14,080

Kelapa Sawit

687

635

36,294

36,742

Karet 350

348 23,505

23,308

Jumlah 8,000

14,958

153,977

112,130