Gambar 8 Klasifikasi lahan di Jakarta 4.2.4.
Ruang Terbuka Air
Ruang terbuka air atau air permukaan adalah merupakan daerah tangkapan air
yang meliputi : sungai, danau, rawa atau areal-areal yang dikhususkan sebagai daerah
tangkapan air. RTA dalam klasifikasi ini dikategorikan ke dalam klasifikasi tutupan
lahan badan air yang merupakan sebagai penyangga air namun pada Gambar 7
kondisinya
semakin kritis
diakibatkan bahwa banyak daerah bantaran sungai yang
dijadikan pemukiman.
Kondisi ini
mengakibatkan lingkungan sudah tercemar terutama dalam persediaan air bersih. Luas
sungai dan danau terjadi penambahan luas dari 2 021.94 Ha menjadi 3 849.71 Ha
Tabel 3. Hal ini dikarenakan pembangunan banjir kanal timur tahun 2006 yang
dilakukan
oleh pemerintah
untuk menanggulangi banjir.
Rawa merupakan tempat penampungan air dari bahaya banjir, serta tambak
merupakan tempat budidaya ikan dan udang di wilayah pesisir pantai, pada gambar 6 dan
7 terlihat di utara kota Jakarta yang berwarna biru tua. Luas rawa mengalami
penurunan sekitar 0.39 dari luas sekitar 1150 Ha menjadi 887.94 Ha Tabel 3. Hal
ini dikarenakan sebagian luas rawa di Jakarta Utara mengalami perubahan menjadi
pemukiman. Distribusi RTA pada tahun 2006 sebagian besar tersebar di wilayah
Jakarta Utara dan Timur.
4.2.5. Ruang Terbuka Hijau
RTH merupakan ruang terbuka hijau yang ditumbuhi oleh vegetasi yang dapat
berguna sebagai daerah resapan air atau dapat
juga sebagai
paru-paru kota,
keberadaan RTH dalam perkotaan sangat vital dalam lingkungan perkotaan yang
memiliki tingkat polusi udara yang tinggi. Dari Hasil analisis diketahui sebaran
RTH di
Jakarta pada
Gambar 6,
distribusinya masih tersebar luas di beberapa wilayah, terutama di Jakarta Timur, Barat
dan Selatan. Apabila dibandingkan dengan Gambar 7 yang sudah berkurang, warna
hijau bekas RTH telah berubah menjadi warna merah, yang artinya bahwa RTH telah
berkurang dan mengalami alih fungsi menjadi wilayah pemukiman atau urban,
terutama di daerah Jakarta Pusat dan Utara. Lahan RTH mengalami penurunan luas yang
cukup tinggi dari 18 063.36 Ha pada tahun 2000, berkurang menjadi 4 052.59 Ha atau
mengalami penurunan luas 14 010 Ha.
Ketersedian RTH yang cenderung turun dari tahun ke tahun yang seharusnya
mendapat perhatian yang serius bagi pemerintah kota, distribusi RTH saat ini
hanya tersebar sekitar 10 di sekitar Jakarta Timur diikuti oleh Jakarta Selatan
dan Jakarta Utara.
Pada tahun 2006 ketersediaan RTH di Kota Jakarta hanya kurang dari 10 , luas
kondisi RTH
tersebut cukup
mengkhawatirkan dari tingkat kebutuhan Rawa
badan air Lahan
terbuka RTH
Urban Sawah
Awan 2000
1150 2021.94
4275.27 18063.36 38561.94
871.38 1398.42
2006 887.94
3849.71 7678.35
4052.59 49113.76
759.96 5000
10000 15000
20000 25000
30000 35000
40000 45000
50000
Lu as
A r
e a
H a
RTH minimal
berdasarkan ketentuan
Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 1988 tentang penataan ruang terbuka hijau
perkotaan, sebesar 40 dari luas wilayah kota. Kondisi keberadaan RTH di Jakarta
tahun 2006 berada di bawah ketentuan.
Berkurangnya klasifikasi lahan dari RTHdanRTA
disebabkan besarnya
peningkatan jumlah penduduk dari daerah- daerah lain ke Jakarta, baik untuk keperluan
perdagangan, perindustrian, pemukiman, pelebaran
jalan dan
pusat bisnis
menyebabkan kebutuhan akan lahan yang tinggi dari tahun ke tahun. Karena luas
wilayah tidak bertambah dan terbatasnya wilayah untuk beraktivitas, maka terjadilah
alih fungsi lahan untuk dijadikan ruang aktifitas untuk publik.
Gambar 9 Persentasi luas area klasifikasi tahun 2000
Gambar 10 Persentasi luas area klasifikasi lahan tahun 2006
4.3.
Identifikasi sebaran
suhu permukaan
Suhu Permukaan adalah suhu terluar dari objek,
untuk lahan
terbuka suhu
permukaannya berada di lapisan luar permukaan tanah, namun untuk vegetasi
suhu permukaannya berada di kanopi vegetasi, dan untuk badan air suhu
permukaannya berada di permukaan air. Ketika permukaan menyerap radiasi, suhu
permukaan yang dihasilkan akan bervariasi bergantung pada karakteristik fisik objek.
Umumnya emisivitas rendah, kapasitas panas kecil dan konduktivitas termal yang
lebih tinggi akan meningkatkan suhu permukaan. Parameter ini juga mengatur
jumlah aliran panas dari permukaan ke udara Kalthoff et al2006 dalam Tursilowati
2010.
Hasil citra sebaran suhu permukaan yang diperoleh dari citra landsat tahun 2000
diperlihatkan pada Gambar 11 sedangkan sebaran suhu permukaan tahun 2006 pada
Gambar 12.
Sebaran suhu permukaan ini terbagi menjadi 6 selang, yaitu selang 12-15°C
yang diwakili oleh warna kuning muda, selang 16-19 °C diwakili oleh warna
kuning, selang 20-23 °C diwakili oleh warna oranye, selang 24-27 °C diwakili
oleh warna merah muda, selang 28-31°C diwakili oleh warna merah, selang 32-35
°C yang diwakili warna merah agak tua dan yang terakhir selang 36-39 °C yang
diwakili warna merah tua.
Seiring dengan perubahan tutupan lahan yang
cukup tinggi,
mengakibatkan peningkatan suhu permukaan yang terjadi di
Jakarta cukup signifikan. Perubahan suhu permukaan ini secara visual terlihat dari
perbedaan antara gambar 11 dan gambar 12. Pada
gambar 11
penyebaran suhu
permukaan masih merata sekitar 20-32 °C. suhu permukaan dengan interval 32-35 °C
hanya terlihat di beberapa daerah di Jakarta Utara dan sedikit di daerah Jakarta Timur.
Pada gambar 12 terjadi peningkatan suhu permukaan menjadi sekitar 24-38 °C, dan
tampak jelas perbedaan penyebaran suhu dengan interval 32-35°C distribusinya
hampir merata di seluruh kota Jakarta dan suhu permukaan dengan interval 36-39 °C
hanya tersebar di beberapa pusat kota.
Hal ini dikarenakan pengembangan perkotaan semakin cepat dari tahun ke tahun
mengubah wilayah yang dulunya lahan bervegetasi dan berair menjadi aktivitas
publik. Adanya lahan bervegetasi dapat mengikat kandungan CO
2
yang dihasilkan dari
sarana transportasi
yang dapat
menyebabkan peningkatan suhu lokal. Pada suhu permukaan dengan interval antara 28-
31 °C pada gambar 11 distribusinya tersebar di wilayah Jakarta Utara, Pusat,
selatan dan timur dengan tutupan lahan berupa pemukiman atau urban, namun pada
2 3 7
27 58
1 2
RawaTambak Badan Air
Lahan Terbuka RTH
Urban Sawah
Awan
1 6
12 6
74 1
RawaTambak Badan Air
Lahan Terbuka RTH
Urban Sawah
Awan
gambar 12
terjadi pergeseran
suhu permukaan dengan interval 28-31 °C
menjadi 32-35°C pada tutupan lahan yang sama. Sedangkan suhu permukaan dengan
interval rendah 20-23 °C pada gambar 11 masih tersebar di beberapa wilayah Jakarta
Utara, Barat, Timur dan Selatan yang memiliki tutupan lahan berupa RTH, sungai,
sawah dan rawa. Tetapi pada gambar 12terjadi kenaikan suhu permukaan pada
tutupan lahan yang sama terjadi kenaikan suhu permukaan antara 24-27 °C, hal ini,
dikarenakan berkurangnya lahan bervegetasi maupun
lahan berair
yang dapat
mempengaruhi suhu
permukaan di
sekitarnya.
Gambar 11 Peta sebaran suhu permukaan tahun 2000
Gambar 12 Peta sebaran suhu permukaan tahun 2006
Tabel 6 Suhu Permukaan Penutupan Lahan Tahun 2000 dan 2006
Dari hasil pengolahan suhu permukaaan tahun 2000 dan 2006, masing-masing
tutupan lahannya terjadi peningkatan suhu permukaan dari tahun 2000 sampai 2006.
Peningkatan suhu yang paling tinggi adalah urban sekitar 31
°C pada tahun 2000 dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 36 °C
, terutama yang berada di pusat kota. Hal ini,
yang dikenal dengan fenomena pulau panas perkotaan, dimana suhu di tengah kota lebih
tinggi dibandingkan dengan wilayah di sekitarnya. Peningkatan suhu permukaan
masing-masing tutupan lahan, dikarenakan
perubahan penutup dan penggunaan lahan. Perubahan penutup dan penggunaan lahan
dapat merubah reflektansi radiasi surya permukaan
bumi dan
menyebabkan pendinginan atau pemanasan lokal.
4.4 Hubungan konversi lahan dengan