Manajemen Fasilitas Pola Pertama, pengembangan sapi potong yang tidak dapat dilepaskan

membutuhkan dukungan ketersediaan sumber-sumber permodalan yang sesuai dengan karakteristik masing-masing usaha. Sesuai dengan tingkat pengembangannya pada kawasan baru umunya peternak belum banyak mengenal atau berhubungan dengan lembaga keuangan terutama yang formal. Langkah pertama yang harus di lakukan adalah memperkenalkan bank kepada peternak melalui bantuan permodalan dalam bentuk dana bergulir dengan sistem penyaluran langsung bank ke kelompok peternak. Bantuan permodalan tidak hanya mengandalkan Pemerintah tetapi juga dari pihak swasta dan masyarakat. Bentuk kerjasama permodalan yang sesuai bagi kelompok peternak pemula di kampung Sakabu, Kalobo dan Waijan adalah sistem bagi hasil dalam bentuk perguliran ternak.

e. Manajemen

Sistem pegelolaan peternakan sapi potong oleh peternak di kampung Sakabu, Kalobo dan Waijan masih bersifat ekstensif, tidak ada recording ternak dan pembukuan usaha, hal ini karena tingkat pendidikan peternak yang relatif rendah. Dalam hal perencanaan, peternak belum dapat menyusun rencana usaha jangka pendek maupun jangka panjang, tidak bisa meramalkan tingkat produksi maupun biaya produksi yang harus disediakan untuk tahun-tahun yang akan datang. Kondisi ini disebabkan tujuan beternak sapi potong oleh peternak hanya sebatas sebagai tabungan atau cadangan penghasilan yang akan digunakan sewaktu-waktu.

f. Fasilitas

Fasilitas penunjang dasar seperti holding ground, pos keswan, laboratorium diagnostik dan kandang karanrtina ternak telah di bangun di Unit Pelaksnana Teknis Daerah UPTD Sapi Potong di Kampung Kalobo, namun fasilitas ini belum dapat dipergunakan sebagaimana mestinya karena keterbatasan sumber daya manusia yang mengelolanya. Aksesibilitas ke fasilitas penunjang ini di dukung dengan jalan yang cukup memadai terutama dari kampung Sakabu dan Waijan. Penyaluran sarana produksi peternakan terutama vaksin dan obat-obatan sepenuhnya masih di tangani pemerintah dalam bentuk bantuan layanan kesehatan hewan. Strategi Pengembangan Kawasan Sapi Potong Dalam rangka menyusun suatu strategi pengembangan kawasan peternakan sapi potong di Kabupaten Raja Ampat, proses perencanaan dan pengambilan keputusan dilakukan secara efektif dan efisien pada level strategis dan taktis. Penelaahan pada level strategis dilakukan dengan menggunakan teknik analisis SWOT. Hasil kajian pada level strategis ini akan menghasilkan suatu arahan sebagai masukan untuk penelaahan pada level taktis. Penelaahan pada level taktis dilakukan dengan menggunakan metode IFAS Internal Strategic Factors Analysis Summary dan EFAS External Strategic Factors Analysis Summary. Analisis Faktor Internal-Eksternal Analisis SWOT 1. Kekuatan Analisis kekuatan dalam pengembangan kawasan ternak sapi potong pada wilayah penelitian kampung Kalobo, Sakabu, dan Waijan melibatkan beberapa aspek penting yaitu : a kapasitas tampung ternak, b kesesuaian agroklimat, c ketersediaan sumber daya manusia, d persepsi atau kebiasaan masyarakatpeternak membudidayakan sapi potong, e organisasi peternak, f kondisi geografis, g ketersediaan sarana penyedia input produksi, dan h ketersediaan pasar dan pemasaran. Kombinasi antara kondisi lahan dan agroklimat merupakan unsur kekuatan yang dapat mendukung pengembangan ternak sapi potong di daerah tersebut. Kombinasi tersebut memungkinkan sebagian besar sapi potong di wilayah tropis seperti halnya sapi Bali dapat berkembang dengan baik, yang didukung oleh posisi geografis yang strategis. Lokasi kawasan yang dekat dengan kota Sorong sebagai pasar bagi produk sapi potong, merupakan akses yang mudah dengan menggunakan sarana transportasi laut yang cukup lancar. Demikian halnya dengan kemudahan penyediaan sarana input peternakan sapi potong, kepulauan Raja Ampat yang terkenal indah memungkinkan pengembangan wilayah tersebut menuju kawasan AgroEcoTourism yang terintegrasi berbasis sumberdaya lokal. Lahan yang tersedia sebesar 12 749 ha dapat dimanfaatkan untuk budidaya ternak sapi potong dengan daya tampung kurang lebih 17 792.55 satuan ternak. Disamping itu,. lahan sawah di daerah sekitarnya yang relatif masih luas dapat dioptimalkan pemanfaatannya sebagai areal pengembalaan sapi potong. Limbah pertanian dari sawah, lahan pekarangan dan perkebunan sagu merupakan sumber pakan potensial untuk ternak sapi potong. Struktur penduduk di wilayah kawasan pengembangan sebagian besar 75 adalah petani atau nelayan merupakan modal tenaga kerja yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sapi potong di daerah tersebut. Keragaan penduduk seperti ini mengindikasikan potensi yang relatif besar bagi upaya pengembangan sapi potong karena dari kelompok inilah sebagian besar menjadi ujung tombak aktivitas peternakan di tingkat dasar. Minat dan persepsi masyarakat untuk mengembangkan sapi potong cukup besar, karena kontribusi dari padi sawah kurang mendukung peningkatan pendapatan petani ternak. Disamping itu kebiasaan petani yang selalu memelihara ternak sapi sebagai bagian dari usaha taninya. Kondisi ini tentunya merupakan dukungan bagi pengembangan sapi potong yang tidak dapat berjalan sendiri, tetapi memerlukan masyarakat petani di daerah sekitarnya. Kerjasama pemerintah UPTD-Peternakan Kabupaten Raja Ampat sebagai inti dan peternak di kawasan peternakan sapi potong sebagai plasma merupakan kekuatan bagi upaya pengembangan sapi potong. Petani peternak dapat dihimpun dalam wadah kelompok taniternak dan dioptimalkan peran aktif para anggota peternaknya. Meski sebagian besar peternak berkualifikasi pemula, setidaknya proses kerjasama ini akan mengefektifkan proses percepatan pengembangan sapi potong di Kabupaten Raja Ampat, dan meningkatkan posisi bersaing peternak di wilayah tersebut dengan berbagai sub sistem yang lain. Beberapa lembaga penyedia input produksi peternakan telah tersedia pada wilayah sekitar lokasi penelitian meskipun belum memadai. Keberadaan UPTD- Peternakan Kabupaten Raja Ampat Gambar 10, yang terletak di kampung Kalobo telah dibangun gedung poskeswan yang menyediakan obat-obatan ternak dan gudang untuk menampung sarana peternakan. Disamping itu industri penggilingan padi dan usaha perikanan secara tidak langsung berperan sebagai lembaga penyedia pakan ternak tambahan konsentrat yang relatif murah. Ketersediaan pasar dan pemasaran bagi hasil ternak sapi potong berupa daging berlangsung relatif baik, hal ini disebabkan konsumsi daging masyarakat Kabupaten Raja Ampat masih sangat tergantung dari daerah lain. Disamping itu kebutuhan akan daging berkualitas oleh perusahan-perusahan penambangan besar disekitar wilayah tersebut sangat menjamin bagi pengembangan usaha ternak sapi potong. Saat ini di lokasi penelitian belum terdapat TPHRPH, dan pemasaran hasil ternak banyak dilakukan oleh pedagang secara tradisional. Gambar 11. UPTD- Peternakan Sapi Potong di kampung Kalobo

2. Kelemahan