Analisis dampak pemekaran wilayah terhadap perekonomian wilayah kepulauan dan pengembangan pariwisata Bahari (Studi kasus di Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat)

(1)

(Studi Kasus di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat)

NELSON SAYORI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Analisis Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Perekonomian Wilayah Kepulauan dan Pengembangan Wisata Bahari (Studi Kasus di Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009

Nelson Sayori NRP. H. 051060081


(3)

NELSON SAYORI. Analysis of Administrative Regional Creation Impact On Islands Regional Economics and Maritime Tourism Development (Case Study in Raja Ampat Regency West Papua Province). Advisors BAMBANG JUANDA and LUKY ADRIANTO.

Raja Ampat is a new regency that is resulted from proliferation of Sorong Regency based on UU 26/2002 about forming 14 Otonomous New Regency just in Tanah Papua, broadly regional 4,6 million hectares (46.296 km2) consisted of 10 districts with population of 32.175 men (2006). The research objectives are to analyze regional creation impact on economics regional and tourism development in Raja Ampat Regency. The reach purpose of the research showed that forming Raja Ampat Regency, reason of politics is more domination is compared to technical reason, because of the proposing passes of initiative right from DPR. Administratif regional creation impact to growth and development of regional economics has not seen manifestly, although tends to increase. Area fiscal capacities increasingly increases after creation as result of the increasing of counter balance fund from central. Agricultural sector (subsector fishery) and mining sector (subsector gas and oil) becomes exeeding and main priority in Raja Ampat Regency. Contribution of tourism sector to economics of region Raja Ampat Regency small still, this thing relates to supporting facilities for supporter infrastructure which minus still and has not existence of region regulation arranging about tourism. The priority of maritime tourism development in Raja Ampat are (1) managing and controlling of natural resources, (2) increasing the pleasantness, (3) increasing the product promotion of maritime tourism, (4) increasing the quality of human resources, (5) expanding tools and infrastructure in tourism, (6) expanding the society culture that related to the tourism sector, (7) supplying more marine transportations, (8) giving guidance to the local citizen so that they can be involved directly in tourism and maintain the environment or natural resources. Based on the society perception, generally people evaluated that the development had increased after the forming of Raja Ampat region.


(4)

NELSON SAYORI. Analisis Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Perekonomian Wilayah Kepulauan dan Pengembangan Pariwisata Bahari (Studi Kasus di Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat). Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA sebagai Ketua dan LUKY ADRIANTO sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Kabupaten Raja Ampat merupakan kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan 14 Kabupaten Otonom Baru di Tanah Papua, dengan luas wilayah 4,6 juta hektar (46.296 km2) yang terdiri dari 10 distrik dengan jumlah penduduk 32.175 jiwa (2006). Penelitian ini mempunyai tujuan untuk: (1) mengidentifikasikan faktor-faktor yang menjadi dasar pertimbangan dalam proses perumusan kebijakan pemekaran wilayah Kabupaten Raja Ampat , (2) mengetahui dampak pemekaran wilayah terhadap perkembangan perekonomian wilayah kepulauan Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Sorong, (3) mengetahui dampak pemekaran wilayah terhadap kapasitas fiskal pemerintah daerah Raja Ampat dan Sorong (4) mengetahui sektor usaha yang menjadi unggulan dan prioritas pengembangan dalam struktur perekonomian wilayah Kepulauan Raja Ampat setelah pemekaran, (5) mengetahui kontribusi sektor pariwisata bahari terhadap ekonomi wilayah kepulauan dan strategi pengembangannya di Kabupaten Raja Ampat, (6) mengetahui dampak pemekaran wilayah terhadap kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Raja Ampat.

Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut dengan menggunakan analisis deskriptif, Indeks Diversitas Entropi (IDE), teknik analisis Location Quotient (LQ) dan analisis Shift Share (SS), analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats) dan Correspondence Analysis, ditemukan bahwa pembentukan 14 Kabupaten di Provinsi Papua termasuk Kabupaten Raja Ampat pada Tahun 2002, alasan politik lebih dominan dibandingkan dengan alasan teknis, karena pengusulannya melalui hak inisiatif DPR sehingga tidak memiliki dokumen indikator pemekaran wilayah. Dampak pemekaran terhadap pertumbuhan dan perkembangan perekonomian wilayah belum tampak secara nyata, walau cenderung meningkat. Kapasitas fiskal daerah semakin meningkat setelah pemekaran akibat meningkatnya dana perimbangan dari pusat. Sektor pertanian (subsektor perikanan) dan sektor pertambangan (subsektor minyak dan gas bumi) merupakan unggulan dan prioritas utama di Kabupaten Raja Ampat. Kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Raja Ampat masih minim, hal ini berkaitan dengan sarana prasarana pendukung yang masih minim dan belum adanya peraturan daerah (Perda) yang mengatur tentang pariwisata. Prioritas pengelolaan dan pengembangan pariwisata bahari di Kepuluan Raja Ampat adalah (1) pengelolaan dan pengawasan terhadap kelestarian sumberdaya alam, (2) peningkatan kenyamanan terhadap wisatawan, (3) peningkatan promosi produk wisata bahari, (4) peningkatan mutu sumberdaya manusia (SDM) penduduk Raja Ampat, (5) membangun infrastruktur dasar (sarana prasarana) yang memadai, (6) mengembangkan budaya-budaya


(5)

sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Berdasarkan persepsi masyarakat, secara umum masyarakat menilai pembangunan meningkat setelah adanya pemekaran Kabupaten Raja Ampat


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

(Studi Kasus di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat)

NELSON SAYORI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan

Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(8)

Perekonomian Wilayah Kepulauan dan Pengembangan Pariwisata Bahari (Studi Kasus di Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat)

Nama : Nelson Sayori

NRP : H051060081

Program Studi : Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD)

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu-Ilmu Dekan Sekolah Pascasarjana Perencanaan Pembangunan Institut Pertanian Bogor Wilayah dan Perdesaan

Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(9)

Puji dan syukur penulis persembahkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Perekonomian Wilayah Kepulauan dan Pengembangan Pariwisata Bahari (Studi Kasus di Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat)”. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan berkat arahan, bantuan, dorongan dan doa berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Bambang Juanda, MS, selaku ketua komisi pembimbing dan

ketua program studi PWD yang dengan segala dedikasi dan antusiasmenya dalam memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan tesis ini. 2. Bapak Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang

dengan sabar memberikan masukan-masukan yang sangat berharga.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc selaku dosen yang telah memberikan mata kuliah ilmu ekonomi sumberdaya dan lingkungan, riset operasi, mikroekonomi dan bersedia jadi penguji luar komisi pada ujian tesis penulis. 4. Drs. Dominggus Mandacan (Bupati Kabupaten Manokwari Provinsi Papua

Barat), yang dengan segala dedikasi dan antusiasmenya dalam mengarahkan dan memotivasi baik berupa moril dan materil kepada penulis untuk melanjutkan studi di Program Studi PWD Sekolah Pascasarjana IPB.

5. Bapak George Celcius Auparay, SH, MM, MH (Sekretaris Daerah Provinsi Papua Barat) yang telah membantu penulis dengan biaya penelitian tesis. 6. Pemerintah Kabupaten Sorong dan Raja Ampat serta para responden, terima

kasih atas kesempatan, bantuan dan informasi serta kerjasama yang diberikan. 7. Para dosen dan staf Program Studi PWD, yang telah banyak memberikan


(10)

Suriana, Bapak Abustan, Bapak Samsul Bakri, Bapak Bambang, Bapak Nindy, Bapak Yunus, Bapak Fadli, Ibu Allan dan Ibu Sitinurani atas bantuan dan kebersamaannya yang merupakan sumber semangat yang tiada habisnya. 9. Bapak Hermus Indou, Bapak Charly Haetubun, Samy Djunire Saiba, Paulus

Mandacan, Kaleb Sayori, Bram Rawiyai, Bapak Obeth Ayok Rumbruren, Firaon Ullo, Atus dan Yahya Sayori yang telah memberikan dukungan baik moril dan materil kepada penulis dalam menempuh studi di IPB.

10.Teman-teman di Asrama Papua Bogor, Wisma Pinus, Ikatan Mahasiswa Papua Bogor atas bantuan baik moril dan materilnya selama penulis di Bogor. 11.Bapak Paulus Sayori dan Mama Korina Indou adalah ayah dan bunda penulis

atas kasih sayangnya yang tiada hentinya dan doa restu yang telah diberikan, begitu pula kepada Mama Tua Annu, Ninceng Sayori Junior, Adik Desy, Kak Fince, Kak Yopina, Kak Demina, Om Jeck Sayori atas semua dukungan doa, moril dan materilnya yang diberikan kepada penulis.

12.Seluruh masyarakat Arfak dan khususnya masyarakat Kampung Demaisi Distrik Minyambou atas semua dukungan doa, moril dan materilnya.

Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu di sini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setingginya. Karya ini merupakan persembahan terbaik penulis, namun tiada gading yang tak retak, tentu masih banyak kekurangnya, namun demikian penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, Januari 2009


(11)

Penulis dilahirkan di Demaisi, Distrik Minyambouw Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat pada tanggal 07 Nopember 1982, merupakan anak tunggal dari Ayahanda Paulus Sayori dan Ibunda Korina Indou.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD YPPGI Demaisi pada Tahun 1994. Pada Tahun 1997 penulis menamatkan sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri Minyambouw dan pada Tahun 2000 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Manokwari. Pada tahun yang sama melanjutkan studi di Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Papua Manokwari, dan lulus pada Tahun 2006 dengan gelar sarjana sains. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dengan sponsor sendiri.


(12)

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ....…...…………...………...… x iv

DAFTAR GAMBAR ... ………...……… xvi

DAFTAR LAMPIRAN ...………...……… xviii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...………..……...… 1

1.2. Perumusan Masalah ...…….………..……...… 6

1.3. Tujuan ...………... 10

1.4. Manfaat ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemekaran Wilayah ... 11

2.2. Konsep Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... 15

2.3. Perekonomian Wilayah ... 19

2.4. Pendapatan Daerah ... 21

2.5. Desentralisasi Fiskal ... 25

2.6. Kesejahteraan Masyarakat ... 28

2.7. Pengembangan Sektor Pariwisata Sebagai Kebijakan Pembangunan Ekonomi Wilayah ... 30

2.8. Problem Ekonomi Pulau-Pulau Kecil (PPK) ... 32

2.9. Tata Kelola Pulau-Pulau Kecil ... 34

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran ... 37

3.2. Kerangka Pendekatan Operasional ... 40

3.3. Hipotesis ... 42

3.4. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

3.5. Jenis dan Sumber Data ... 43

3.6. Metode Pengumpulan Data ... 46

3.7. Metode Analisis ... 47

3.7.1. Analisis Deskriptif dan Skoring ... 47

3.7.2. Analisis Deskriptif ... 48

3.7.3. Analisis Indeks Diversitas Entropi (IDE) ... 49

3.7.4. Analisis Komparatif dan Kompetitif Wilayah ... 50

3.7.5. Analisis Strategi Pengembangan Pariwisata Bahari ... 54

3.7.5. Analisis Koresponden ... 55

3.8. Definisi Operasional ... 59

IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis dan Administrasif ... 60

4.2. Topografi ... 61

4.3. Keanekaragaman Sumberdaya Alam (SDA) ... 62


(14)

4.5. Analisis Kependudukan ... 66

4.5.1. Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 68

4.5.2. Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ... 68

4.5.3. Penduduk Berdasarkan Agama ... 69

4.5.4. Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 70

4.5.5. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 71

4.6. Sistem Sosial Budaya Masyarakat ... 72

4.7. Sarana dan Prasarana Daerah ... 74

4.8. Pengembangan Pariwisata ... 78

V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Proses Kebijakan dan Indikator Pemekaran Raja Ampat ... 81

5.2. Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Struktur Ekonomi ... 88

5.2.1. Pertumbuhan Struktur Ekonomi Wilayah ... 88

5.2.2. Perkembangan Struktur Ekonomi Wilayah ... 105

5.3. Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Kapasitas Daerah ... 107

5.3.1. Pertumbuhan Kapasitas Fiskal Daerah ... 107

5.3.2. Perkembangan Kapasitas Fiskal Daerah ... 115

5.3.3. Pemanfaatan Penerimaan Daerah ... 117

5.4. Perbandingan Umum Tingkat Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi Wilayah dan Kapasisitas Fiskal Daerah Kabupaten Sorong dan Raja Ampat Sebelum dan Setelah Pemekaran ... 120

5.5. Indentifikasi Sektor Basis dalam Perekonomian Wilayah ... 121

5.5.1. Analisis Location Quotient ... 121

5.5.2. Analisis Shift Share ... 126

5.5.3. Penentuan Sektor Unggulan dan Prioritas ... 128

5.6. Kontribusi Sektor Pariwisata terhadap Perekonomian Wilayah .... 129

5.6.1. Kontribusi Sektor Pariwisata terhadap PDRB ... 129

5.6.2. Kontribusi Pariwisata terhadap Pendapatan Daerah ... 131

5.6.3. Kontribusi Pariwisata terhadap Pendapatan Masyarakat .... 133

5.6.4. Strategi Pengembangan Pariwisata Bahari di Kepulauan Raja Ampat ... 135

5.7. Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Kesejahteraan Masyarakat 143 5.7.1. Bidang Ekonomi ... 144

5.7.2. Pelayanan Pemerintah ... 147

5.7.3. Partisipasi Masyarakat ... 148

5.7.4. Fasilitas Umum ... 152

5.7.5. Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Alam ... 158

5.8. Pembahasan Substansi ... 159

VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan ... 166

6.2. Saran ... 167

DAFTAR PUSTAKA ... 168


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Aspek, Variabel, Analisis dan Sumber Pengumpulan Data ... 45

2 Proporsi Responden Tiap Distrik di Kabupaten Raja Ampat ... 47

3 Faktor Strategi Internal ... 54

4 Faktor Strategi Eksternal ... 54

5 Diagram Matrik SWOT ... 54

6 Indikator dalam Kuisioner Penelitian ... 57

7 Jumlah Kampung, Luas Wilayah Daratan, Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Raja Ampat pada Tahun 2006 ... 66

8 Laju Pertumbuhan Penduduk di Tiap Distrik di Kabupaten Raja Ampat dari Tahun 2000-2006 ... 67

9 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Tiap Distrik Di Kabupaten Raja Ampat ... 68

10 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ... 69

11 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama dan Jumlah Sarana Ibadah di Kabupaten Raja Ampat ... 70

12 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Setiap Distrik di Kabupaten Raja Ampat ... 71

13 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kabupaten Raja Ampat ... 72

14 Jumlah PDRB Migas dan Nonmigas serta Laju Pertumbuhannya di Kabupaten Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran ... 88

15 Perkembangan PDRB per Kapita (Ribu Rp/tahun/orang) Daerah Induk (Kabupaten Sorong) dan Daerah Otonom Baru (Kabupaten Raja Ampat) Sebelum dan Setelah Pembentukan ... 92

16 Proporsi Peranan Sektoral terhadap Pembentukan PDRB Kabupaten Sorong Atas Dasar Harga Konstan 1999 dan 2000 ... 93

17 Proporsi Peranan Sektoral terhadap PDRB Kabupaten Raja Ampat Atas Dasar Harga Konstan 2000 (%) ... 95

18 Pertumbuhan sektor PDRB Kabupaten Sorong sebelum & setelah pemekaran ... 96

19 Pertumbuhan sektor-sektor PDRB Kabupaten Raja Ampat setelah pemekaran ... 96

20 Nilai Indeks Diversitas Entropi (IDE) PDRB Kabupaten Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran ... 106

21 Kapasitas fiskal daerah Kabupaten Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran ... 109

22 Proporsi Dana Perimbangan terhadap APBD Kabupaten Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran ... 113

23 Nilai Indeks Diversitas Entropi (IDE) Pendapatan Daerah Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran ... 115

24 Proporsi Pengeluaran/belanja Rutin dan Pembangunan Kabupaten Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran ... 118


(16)

25 Perbandingan Umum Tingkat Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi Wilayah dan Kapasisitas Fiskal Daerah Kabupaten Sorong dan Raja Ampat Sebelum dan Setelah Pemekaran ... 120 26 Perhitungan Location Quation PDRB Raja Ampat (2003-2007)

Menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga Konstan 2000 ... 122 27 Perhitungan Analisis Shift Share Kabupaten Raja Ampat ... 127 28 Matriks Gabungan Laju Pertumbuhan Ekonomi, Location

Quation, Shift Share (DS + PS) Kabupaten Raja Ampat ... 128 29 Kontribusi Sektor Pariwisata Terhadap PDRB Kabupaten Raja

Ampat Tahun 2003-2007 ... 130 30 Potensi pemasukan dari sektor pariwisata bagi Pemda Kabupaten

Raja Ampat ... 131 31 Nilai Ekonomi Total Kegiatan Wisata di Kepulauan Raja Ampat 132 32 Potensi dari Sektor Pariwisata bagi Masyarakat Lokal Raja Ampat 133 33 Faktor Strategi Internal Pengembangan Pariwisata Bahari di

Kepuluan Raja Ampat Provinsi Papua Barat ... 135 34 Faktor Strategi Eksternal Pengembangan Pariwisata Bahari di

Kepuluan Raja Ampat Provinsi Papua Barat ... 136 35 Matrik Pengelolaan dan Pengembangan Pariwisata Bahari di

Kepuluan Raja Ampat Provinsi Papua Barat ... 137


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Unsur Perubahan Paradigma Berpikir Tata Kelola Wilayah

Kepulauan ... 34

2 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 39

3 Kerangka pendekatan operasional ... 41

4 Peta Lokasi Penelitian ... 44

5 PDRB Migas dan Nonmigas Kabupaten Sorong berdasar harga konstan Tahun 1993 dan 2000 ... 89

6 PDRB Migas dan Nonmigas Kabupaten Raja Ampat berdasarkan harga konstan Tahun 2000 ... 90

7 Laju Pertumbuhan PDRB Migas Sorong dan Raja Ampat berdasar harga konstan Tahun 1993 dan 2000 sebelum dan setelah pemekaran ... 91

8 Laju Pertumbuhan PDRB Migas Sorong dan Raja Ampat berdasar harga konstan Tahun 1993 dan 2000 sebelum dan setelah pemekaran ... 91

9 Proporsi sektor PDRB Kabupaten Sorong berdasar harga konstan Tahun 1993 dan Tahun 2000 sebelum dan setelah pemekaran ... 94

10 Proporsi sektor PDRB Kabupaten Raja Ampat berdasar harga konstan Tahun 2000 setelah pemekaran ... 95

11 PDRB sektor pertanian Sorong dan Raja Ampat berdasar harga konstan 1993 dan 2000 sebelum dan setelah pemekaran ... 98

12 PDRB sektor pertambangan dan penggalian Kabupaten Sorong dan Raja Ampat berdasar harga konstan 1993 dan 2000 sebelum dan setelah pemekaran ... 99

13 PDRB sektor industri pengolahan Sorong dan Raja Ampat berdasar harga 1993 & 2000 sebelum & setelah pemekaran ... 100

14 PDRB sektor listrik dan air minum Sorong & Raja Ampat berdasar harga konstan 1993 & 2000 sebelum & setelah pemekaran ... 101

15 PDRB sektor bangunan/konstruksi Sorong & Raja Ampat berdasar harga konstan 1993 & 2000 sebelum & setelah pemekaran ... 102

16 PDRB sektor perdagangan, hotel dan restoran Kabupaten Sorong dan Raja Ampat berdasar harga konstan 1993 dan 2000 sebelum dan setelah pemekaran ... 103

17 PDRB sektor pengangkutan dan komunikasi Kabupaten Sorong dan Raja Ampat berdasar harga konstan 1993 dan 2000 sebelum dan setelah pemekaran ... 103

18 PDRB sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Kabupaten Sorong dan Raja Ampat berdasar harga konstan 1993 dan 2000 sebelum dan setelah pemekaran ... 104

19 PDRB sektor jasa-jasa Kabupaten Sorong dan Raja Ampat berdasar harga konstan 1993 dan 2000 sebelum dan setelah pemekaran ... 105

20 Tingkat perkembangan nilai IDE PDRB Kabupaten Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran ... 106


(18)

21 Proporsi (%) penerimaan Kabupaten Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran ... 110 22 PAD Kabupaten Sorong sebelum dan setelah pemekaran ... 112 23 PAD Kabupaten Raja Ampat setelah pemekaran ... 112 24 Perbandingan Dana Perimbangan Kabupaten Sorong dan Raja

Ampat sebelum dan setelah pemekaran ... 114 25 Tingkat perkembangan nilai IDE Pendapatan Daerah Kabupaten

Sorong dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran ... 116 26 Perbandingan belanja rutin dan pembangunan Kabupaten Sorong

dan Raja Ampat sebelum dan setelah pemekaran ... 119 27 Komposisi Pendapatan Lansung dari Sektor Pariwisata yang

Diterima Mayarakat Raja Ampat ... 134 28 Pola hubungan karakteristik responden dengan tingkat pendapatan

sebagai dampak pemekaran wilayah ... 145 29 Pola hubungan karakteristik responden dengan ketersediaan

lowongan pekerjaan sebagai dampak pemekaran wilayah ... 145 30 Pola hubungan karakteristik responden dengan kesempatan

berusaha sebagai dampak pemekaran wilayah ... 146 31 Pola hubungan karakteristik responden dengan layanan

administrasi kependudukan sebagai dampak pemekaran wilayah ... 147 32 Pola hubungan karakteristik responden dengan layanan

administrasi usaha sebagai dampak pemekaran wilayah ... 148 33 Pola hubungan karakteristik responden dengan ketersediaan

tingkat partisipasi masyarakat (usulan program pembangunan kampung) sebagai dampak pemekaran wilayah ... 149 34 Pola hubungan karakteristik responden dengan partisipasi

masyarakat (kesempatan mengkritik pemerintah) sebagai dampak pemekaran ... 150 35 Pola hubungan karakteristik responden dengan partisipasi

masyarakat (penentuan program pendidikan) sebagai dampak pemekaran wilayah ... 150 36 Pola hubungan karakteristik responden dengan penentuan program

layanan kesehatan sebagai dampak pemekaran ... 151 37 Pola hubungan karakteristik responden dengan penentuan program

pengentasan kemiskinan sebagai dampak pemekaran wilayah ... 152 38 Pola hubungan karakteristik responden dengan fasilitas jalan

sebagai dampak pemekaran wilayah ... 153 39 Pola hubungan karakteristik responden dengan fasilitas air bersih

sebagai dampak pemekaran wilayah ... 154 40 Pola hubungan karakteristik responden dengan fasilitas listrik

sebagai dampak pemekaran wilayah ... 154 41 Pola hubungan karakteristik responden dengan fasilitas

transportasi sebagai dampak pemekaran wilayah ... 155 42 Pola hubungan karakteristik responden dengan fasilitas pasar

sebagai dampak pemekaran wilayah ... 157 43 Pola hubungan karakteristik responden tentang kondisi lingkungan

hidup dan pengelolaan serta pemanfaatan SDA sebagai dampak pemekaran wilayah ... 158


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Kuisioner Penelitian ... 171 2 Luas Wilayah, Jumlah Kampung, Luas Wilayah, Penduduk,

Kepadatan Penduduk Per Km2, Jarak Ke Ibukota Kabupaten Diperinci Dalam Kabupaten Raja Ampat 2006 ... 174 3 Data Indikator Pemekaran Kabupaten Sorong menjadi Kabupaten

Sorong dan Raja Ampat berdasarkan data 2003 ... 175 4 Jumlah, laju dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Sorong dan

Kabupaten Raja Ampat Tahun 1997-2007 ... 176 5 Hasil Penilaian Kelayakan Pemekaran Wilayah Kabupaten Raja

Ampat Berdasarkan PP No. 78 Tahun 2007 Tentang Penilaian Syarat Teknis Pembentukan Daerah Otonom Baru Berdasarkan Data Tahun 2006 ... 177 6 PDRB Kabupaten Sorong atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993

dan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 1997-2007 ... 178 7 PDRB Kabupaten Raja Ampat atas Dasar Harga Konstan 2000

Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003-2007 (Rp Juta) ... 180 8 PDRB Provinsi Papua Barat atas Dasar Harga Konstan 2000

Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003-2007 (Rp Juta) ... 181 9 Proporsi, Laju dan PDRB Per Kapita Kabupaten Sorong Menurut

Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 dan 2000 (Dengan Migas) ... 182 10 Proporsi, Laju dan PDRB Per Kapita Kabupaten Raja Ampat

Menurut Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Dengan Migas) ... 185 11 Perhitungan Indeks Diversitas Entropi (IDE) PDRB Kabupaten

Sorong Tahun 1997-2007 ... 187 12 Perhitungan Indeks Diversitas Entropi (IDE) PDRB Kabupaten

Raja Ampat Tahun 2003-2007 ... 190 13 Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah Kabupaten

Sorong Tahun 1998-2007 ... 192 14 Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah Kabupaten

Raja Ampat Tahun 2004-2007 ... 196 15 Proporsi dan Laju Pendapatan Daerah Kabupaten Sorong Tahun

1998-2007 ... 197 16 Proporsi dan Laju Pendapatan Daerah Kabupaten Raja Ampat

Tahun 2004-2007 ... 198 17 Perhitungan Indeks Diversitas Entropi (IDE) Pendapatan Daerah

Kabupaten Sorong Tahun 1998-2007 ... 199 18 Perhitungan Indeks Diversitas Entropi (IDE) Pendapatan Daerah

Kabupaten Raja Ampat Tahun 2004-2007 ... 201 19 Rekapitulasi Pendapatan Responden Tentang Dampak Pemekaran 202 20 Data Karakteristik dan Pendapat Responden Tentang Dampak


(20)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemekaran wilayah yang terjadi saat ini, karena masyarakat merasa tidak puas dengan pembangunan yang perencanaannya dominan menggunakan pendekatan secara top down, dinilai telah banyak menimbulkan kegagalan. Mulai dari kegagalan memanfaatkan secara penuh potensi produktif yang ada di daerah-daerah, rendahnya kinerja ekonomi hingga kegagalan pemerataan hasil-hasil pembangunan. Hal ini disebabkan karena pemerintah pusat hampir tidak mungkin memiliki informasi selengkap pemerintah daerah baik provinsi apalagi kabupaten yang lebih intensif bersentuhan langsung dengan masyarakat.

Keadaan ini telah menimbulkan berbagai tuntutan daerah, mulai dari keinginan untuk merdeka ataupun melepaskan diri dari ikatan administrasi wilayah di atasnya (isu pemekaran). Tuntutan umumnya berasal dari daerah yang merasa kaya potensi sumberdaya alamnya namun hasil eksploitasinya kurang dapat dirasakan. Praktek pengurasan sumberdaya untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di pusat yang kurang memberi pengaruh balik pada pertumbuhan daerah asal sumberdaya, menjadikan semakin tegas fenomena kesenjangan (Agusniar, 2006).

Untuk mengatasi fenomena tersebut di atas, maka Kabinet Reformasi yang dipimpin Presiden B. J. Habibie, melahirkan produk Undang-Undang yang sangat akomodatif terhadap tuntutan-tuntutan daerah yakni Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang diberlakukan sejak Januari 2001. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 membuka peluang kepada daerah provinsi, kabupaten, dan kota untuk melakukan pemekaran daerah. Aturan pelaksanaan pemekaran diatur dalam PP Nomor 129 Tahun 2000 tentang Kriteria Pemekaran dan Persyaratan Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Perkembangan jumlah daerah otonom baru, mengalami peningkatan yang cukup besar sejak otonomi daerah 2001 yaitu pembentukan 3 provinsi baru, 101 kabupaten baru dan 22 kota baru, sehingga pada tahun 2007 jumlah keseluruhan provinsi menjadi 33 provinsi dan kabupaten/kota menjadi 459 daerah otonom, yang terdiri dari 369 kabupaten dan 99 kota. Di samping itu, khusus untuk


(21)

Provinsi DKI Jakarta terdiri dari 1 kabupaten administratif dan 5 kota administratif (Juanda, 2007).

Pembentukan Kabupaten Raja Ampat merupakan realisasi dari ditetapkannya Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang pemekaran provinsi dan kabupaten, dan diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diberlakukan sejak Januari 2001.

Kabupaten Raja Ampat merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 tanggal 11 Desember 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Mapi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Kerom, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Yahukimo dan Kabupaten Pegunungan Bintang. Kabupaten Raja Ampat merupakan salah satu dari 14 Kabupaten baru di Tanah Papua pada akhir tahun 2002 dan saat ini Kabupaten Raja Ampat merupakan bagian dari Provinsi Papua Barat. Pusat pemerintahan berada di Waisai Distrik (Kecamatan) Waigeo Selatan, sekitar 36 mil dari Kota Sorong. Dengan demikian pada tahun 2002 Kabupaten Sorong telah memekarkan dua wilayah baru yaitu Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Sorong Selatan.

Dijelaskan dalam Undang-undang tersebut, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan bagi pemekaran ini adalah untuk memacu pembangunan di Provinsi Papua pada umumnya, serta Kabupaten Sorong khususnya, serta adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, dipandang perlu meningkatkan penyelenggaran pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat, dan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dengan memperhatikan hal tersebut di atas dan perkembangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, kondisi sosial budaya, kondisi sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lainnya, maka dipandang perlu untuk membentuk Kabupaten Raja Ampat. Pemekaran ini diharapkan dapat mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah.


(22)

Kabupaten Raja Ampat resmi menjadi daerah otonom pada tanggal 12 April 2003 dan kepemerintahannya efektif pada tanggal 16 September 2005. Kabupaten ini terletak di bagian paling barat pulau induk Papua atau biasa disebut daerah kepala burung pulau Papua, dengan luas wilayah keseluruhan (laut dan darat) mencapai 4,6 juta hektar (46.296 km2), meliputi 10 distrik (kecamatan) dan berpenduduk sebanyak 32.175 jiwa (tahun 2006). Sekitar 85% dari luas tersebut merupakan lautan, sisanya merupakan 610 pulau yang kebanyakan tidak berpenghuni, hanya 35 pulau saja yang dihuni oleh penduduk asli dari 10 suku yang ada. Pulau lainnya tidak berpenghuni dan sebagian besar belum memiliki nama. Nama Raja Ampat sendiri berasal dari kehadiran 4 pulau besar, yaitu Misool, Salawati, Batanta dan Waigeo (Anonimous, 2007).

Pemekaran Kabupaten Sorong menjadi Kabupaten Raja Ampat pada akhir tahun 2002 sebagai daerah otonom baru perlu dibijaki dengan baik karena pada hakekatnya bertujuan untuk: 1) Pengalihan sejumlah kewenangan Pemerintah Pusat kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri atas kapasitas dan kemampuan daerah; 2) Pemberdayaan produk lokal agar mampu berperan sebagai subyek pembangunan daerah; 3) Pelaksanaan transformasi struktural dalam bidang pemerintahan dan dalam hubungan sosial ekonomi, sosial budaya, serta sosial politik dalam rangka penanggulangan kemiskinan, pengangguran, kesenjangan sosial serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah dengan berbagai potensi sumberdaya yang dimilikinya. Dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang ada pemerintah daerah harus mampu menaksir potensi sumberdaya yang diperlukan untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan perekonomian daerah.

Agar pembangunan ekonomi daerah dapat berjalan secara efektif dan efisien dalam memanfaatkan berbagai sumberdaya yang ada, dalam hal ini sangat dibutuhkan perencanaan yang matang dan dinamis. Melalui perencanaan pembangunan ekonomi daerah, suatu daerah akan dapat dilihat secara keseluruhan sebagai suatu unit ekonomi yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang berinterkasi satu sama lain.


(23)

Sumberdaya pariwisata merupakan salah satu bentuk potensi sumberdaya yang dapat dikembangkan menjadi satu unit ekonomi melalui kegiatan pariwisata. Dengan adanya kegiatan pariwisata ini akan terjadi interaksi antara satu sektor dengan sektor lainnya. Selanjutnya kegiatan pariwisata ini, apabila dikelola dan dikembangkan secara profesional, maka akan dapat menciptakan efek pengganda (multipler effect) dalam perekonomian daerah yang bersangkutan (Ross, 1998

diacu Rompon, 2006).

Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang dirumuskan dalam visi dan misi Pemerintah Raja Ampat sebagai landasan kebijakan pembangunan ke depan. Visi Kabupaten Raja Ampat adalah : “Mewujudkan Kabupaten Raja Ampat sebagai kabupaten bahari yang didukung oleh potensi sumberdaya pariwisata, perikanan dan kelautan menuju masyarakat Raja Ampat yang madani dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Sedangkan misinya adalah pembangunan perikanan dan kelautan kabupaten Raja Ampat yaitu : 1) Meningkatkan partisipasi masyarakat melalui peningkatan kualitas, pemantapan kelembagaan dan kepastian regulasi. 2) Menjadikan sektor perikanan dan kelautan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi daerah berbasis kampung. 3) Mempertahankan kelestarian dan kualitas serta daya dukung sumberdaya perairan laut, pesisir dan pulau-pulau kecil. Visi ini merupakan lanjutan dari Semangat Tomolol, yang dideklarasikan oleh pejabat bupati pada tanggal 13 Desember 2003. Semangat Tomolol merupakan pertemuan para pemangku kepentingan di Raja Ampat dan merupakan itikad baik dari semua pihak untuk berpatisipasi terbuka merancang program pembangunan berwawasan lingkungan (Anonimous, 2006).

Pariwisata merupakan salah satu sektor penting bagi pembangunan Kabupaten Raja Ampat sebagaimana dituangkan dalam visinya. Dimana saat ini wisata bahari merupakan sektor yang dikembangkan di Kabupaten Raja Ampat, karena Kepulauan Raja Ampat merupakan tempat yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai objek wisata, terutama wisata diving (wisata selam). Perairan Kepulauan Raja Ampat menurut berbagai sumber, merupakan salah satu dari 10 perairan terbaik untuk diving site di seluruh dunia. Bahkan, mungkin juga diakui sebagai nomor satu untuk kelengkapan flora dan fauna bawah air pada saat ini (Anonimous, 2007). Menurut tim ahli dari Conservation International (CI) dan


(24)

The Nature Conservation (TNC) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah melakukan penilaian cepat pada 2001 dan 2002. Hasilnya, mereka mencatat di perairan ini terdapat lebih dari 540 jenis karang keras (75% dari total jenis di dunia), lebih dari 1.000 jenis ikan karang, 700 jenis moluska, dan catatan tertinggi bagi gonodactyloid stomatopod crustaceans. Ini menjadikan 75% spesies karang dunia berada di Raja Ampat, sehingga cukup untuk membuat Raja Ampat dinobatkan sebagai daerah keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia. Tak satupun tempat dengan luas area yang sama memiliki jumlah spesies karang sebanyak ini (Media Indonesia, 07 Juni 2005).

Kegiatan pariwisata di Raja Ampat baru berkembang pada tahun 1998 yaitu dengan adanya satu perusahan asing (PT. Papua Diving) yang didirikan oleh Maximillian J. Ammer (berkebangsaan Belanda) di Pulau Mansuar Distrik Waigeo Selatan yang mempromosikan pariwisata Raja Ampat dan mengembangkan daerah ini sebagai daerah tujuan wisata, khususnya wisata diving

(wisata selam). Kini usahanya semakin melonjak tinggi dengan berkunjungnya wisatawan mancanegara setiap tahun kurang lebih 700 orang.

Kunjugan wisatawan sangat penting artinya dalam perkembangan pariwisata, besar kecilnya kunjungan wisatawan sangat menentukan perkembangan perekonomian daerah itu sendiri dan juga berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar obyek wisata. Jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Raja Ampat dari tahun ke tahun menunjukan peningkatan. Jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung pada tahun 2004 berjumlah 217 orang dan dan pada tahun berikutnya meningkat menjadi 746 orang. Wisatawan mancanegara pada umumnya berasal dari negara Amerika, Perancis, Spanyol, Jerman, Swiss, Inggris, Thailand, Italia, Singapura, Afrika Selatan, Venezuella, Australia, Ukraina, Nederland, Cina, Malaysia, Jepang, Swedia, Austria, Andora dan lainnya (Dinas Pariwisata Raja Ampat, 2006 dalam Anonimous, 2006).

Dengan adanya potensi sumberdaya alam (SDA) yang dimiliki Raja Ampat seperti sektor pariwisata bahari diharapkan mampu memberikan kontribusi yang berarti bagi perekonomian wilayah dan kesejahteran masyarakat, sehingga tujuan pemekaran wilayah sebagaimana tertuang dalam UU No 26 Tahun 2002 dapat tercapai.


(25)

Oleh karena itu, pada dasarnya pemekaran wilayah memang dimungkinkan apabila didukung oleh berbagai potensi SDA yang ada, sehingga hasil pemekaran tersebut mampu mendorong proses pembangunan di suatu wilayah menjadi lebih efisien. Hal ini berarti dengan otonomi yang diperoleh, masyarakat diberi kewenangan untuk mengelola sumberdaya alamnya sendiri sehingga diharapkan bisa terjadi akumulasi nilai tambah yang akan berdampak positif bagi peningkatan dan perkembangan aktivitas perekonomian wilayah.

Menurut Juanda dan Tuerah (2007), tujuan pemekaran daerah yang memiliki suatu pemerintahan daerah otonom adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta menciptakan daerah makin mandiri dan demokratis. Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian Juanda (2007), menyatakan bahwa pemekaran wilayah memberikan beberapa manfaat bagi daerah baru dan masyarakat lokal, yang dikelompokkan ke dalam tujuh manfaat, diantaranya adalah; (1) peningkatan pelayanan pemerintah daerah terhadap masyarakat, (2) kemungkinan pengelolaan sumber daya alam dengan prinsip-prinsip kearifan lokal dan berkelanjutan (3) partisipasi masyarakat dan rasa memiliki dapat semakin meningkat, (4) efisiensi dan efektifitas pengelolaan SDA kemungkinan meningka dan (5) kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dapat terwujud.

Berdasarkan manfaat tersebut di atas serta tujuan dibentuknya Kabupaten Raja Ampat hasil pemekaran wilayah Kabupaten Sorong sebagaimana tertuang dalam UU No.26 Tahun 2002; maka perlu dilakukan analisis dan evaluasi lebih lanjut terutama dalam upaya meningkatkan efisiensi ekonomi wilayah. Oleh karena itu, penelitian ini ingin mengetahui sejauh mana hasil dan upaya pencapaian dari tujuan pemekaran Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat.

1.2. Perumusan Masalah

Sejak otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001, pemekaran daerah kabupaten atau kota dan juga provinsi menjadi sangat populer karena jumlahnya terus bertambah dan seringkali terlihat kurang didasarkan pada kerangka perencanaan wilayah tertentu, meskipun masalah pemekaran wilayah dan kriterianya sudah ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 129 tahun 2000 tentang Kriteria Pemekaran dan Persyaratan


(26)

Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah yang kemudian diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Ini tentunya sangat mengkhawatirkan karena sebagai salah satu negara besar dengan wilayah yang luas, kebijakan perencanaan wilayah menjadi salah satu komponen penting dalam proses pembangunan. Sebenarnya banyak aspek yang bisa dijadikan dasar dalam penentuan kebijakan pemekaran wilayah, namun sepertinnya motivasi kalkulasi secara politik menjadi alasan yang dominan. Seringkali persetujuan terhadap adanya pemekaran wilayah diberikan untuk meredam konflik. Otonomi menjadi suatu komoditas yang bisa diperdagangkan yaitu untuk memberikan kekuasaan kepada daerah tertentu. Meskipun pada beberapa kasus pemekaran ini memang menjadi tuntutan masyarakat akan perlunya otonomi, tetapi tetap saja kaum elit di daerah yang diuntungkan. Pada akhirnya masyarakat tidak pernah menjadi lebih sejahtera dan perkembangan ekonomi wilayahpun menjadi tersendat-sendat.

Manfaat pemekaran wilayah salah satunya adalah efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya alam kemungkinan meningkat, dimana masyarakat ikut berpatisipasi dalam pengelolaan SDA sehingga dapat meningkatkan jumlah penerimaan daerah serta mempermudah alokasi-alokasi penggunaan dana untuk kepentingan publik (Juanda, 2007). Pariwisata merupakan salah satu sumberdaya wilayah yang harus dikelola dan dikembangkan agar dapat meningkatkan pendapatan asli daerah dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Raja Ampat.

Dimana kondisi alam Kepulauan Raja Ampat yang masih asli dan memiliki keanekaragaman hayati tinggi maka kawasan ini memiliki potensi pariwisata yang luar biasa, baik alamnya, tingginya endemisitas keanekaragaman hayati darat dan laut, potensi pesisir, maupun budaya dan adat masyarakat setempat. Obyek-obyek wisata tersebut perlu dikembangkan untuk menarik wisatawan domestik maupun mancanegara, sehingga dapat memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi peningkatan perekonomian masyarakat apabila dikelola dengan baik.

Pemerintah Kabupaten Raja Ampat sendiri sesuai dengan visi dan misinya sebagai kabupaten bahari, yang memberi konsekuensi dan pengelolaan yang terpadu dan terencana. Visi dan misi tersebut yang akan menjadi landasan untuk


(27)

pembangunan di Kabupaten Raja Ampat khususnya sektor pariwisata dan sektor perikanan, yang tentunya akan meningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Guna meningkatkan PAD dari sektor pariwisata, pemerintah Raja Ampat harus berusaha mengembangkan potensi pariwisata yang ada, khususnya pariwisata kelautan (wisata bahari), dimana pemerintah Raja Ampat sendiri menempatkan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan kedua setelah sektor perikanan dan kelautan (Anonimous, 2006). Oleh karena itu perlu adanya pembangunan sarana dan prasarana pariwisata seperti dermaga, hotel, restoran, sarana rekreasi pantai dan daratan, sarana hiburan, olah raga dan arena atraksi budaya serta usaha pariwisata lainnya yang harus menyesuaikan dengan kondisi alam dan memperhatikan kelestariannya. Dengan demikian maka dapat dibayangkan betapa besarnya kontribusi pariwisata bagi PAD Kabupaten Raja Ampat, dan sekaligus dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Dengan adanya permasalahan yang dibahas di atas, maka pemekaran wilayah seharusnya berpatokan pada Peraturan Pemerintah Nomor 129 tahun 2000 tentang Kriteria Pemekaran dan Persyaratan Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah yang kemudian diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 4 ayat (2) bahwa pembentukan daerah kabupaten/kota berupa pemekaran kabupaten/kota dan penggabungan beberapa kecamatan yang bersandingan pada wilayah kabupaten/kota yang berbeda harus memenuhi syarat administratif (pasal 5), teknis (pasal 6), dan fisik kewilayahan (pasal 7-13).

Syarat administratif meliputi; keputusan DPRD Kabupaten/kota, keputusan bupati/walikota induk, keputusan DPR provinsi, keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota; dan rekomendasi menteri. Semua keputusan tersebut diproses berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat. Syarat teknis meliputi; faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintah daerah. Syarat fisik kewilayahan meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibu kota, sarana dan prasarana pemerintahan.


(28)

Tetapi apabila syarat-syarat pemekaran wilayah tersebut tidak dipenuhi dapat diragukan tujuan pemekaran wilayah tidak berjalan secara efektif dan efisien.

Berbagai sumber dan ahli menyatakan bahwa proses pemekaran wilayah diberbagai tempat, disamping memang sesuai dengan persyaratan sebagaimana tersebut di dalam Undang-undang (layak), dijumpai juga proses pemekaran yang lebih karena tujuan untuk memperoleh perimbangan keuangan dari pusat yang lebih besar, sementara berdasarkan persyaratan, sesungguhnya belum memenuhi (tidak layak). Kondisi ini memberi peluang terjadinya peningkatan perekonomian di daerah yang dimekarkan bukan karena meningkatnya kapasitas pengelola pemerintahan, namun lebih karena adanya peningkatan anggaran dan perimbangan keuangan yang lebih besar dari pusat.

Penelitian ini mencoba mengetahui dampak pemekaran Kabupaten Raja Ampat dari Kabupaten Sorong terhadap perkembangan perekonomian wilayah dan khususnya sektor pariwisata bahari. Permasalahan utama tersebut di atas diperinci melalui beberapa pertanyaan sebagai berikut :

1 Faktor-faktor apa saja yang menjadi dasar pertimbangan dalam proses perumusan kebijakan pemekaran wilayah Kabupaten Raja Ampat terutama yang berkaitan dengan penetapan kriteria pemekaran wilayah berdasarkan PP No.129 Tahun 2000 dan diperbaharui dengan PP No.79 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah?

2 Bagaimana dampak pemekaran wilayah terhadap perkembangan perekonomian wilayah kepulauan Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Sorong (kabupaten induk)?

3 Bagaimana dampak pemekaran wilayah terhadap kapasitas fiskal pemerintah daerah Raja Ampat dan Sorong?

4 Sektor usaha apa saja yang menjadi unggulan dan prioritas pengembangan dalam struktur perekonomian wilayah Kepulauan Raja Ampat setelah pemekaran?

5 Bagaimana kontribusi pariwisata bahari terhadap ekonomi wilayah kepulauan dan bagaimana strategi pengembangannya di Kabupaten Raja Ampat?

6 Bagaimana dampak pemekaran wilayah terhadap kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Raja Ampat?


(29)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasikan faktor-faktor yang menjadi dasar pertimbangan dalam

proses perumusan kebijakan pemekaran wilayah Kabupaten Raja Ampat terutama yang berkaitan dengan PP No.129 Tahun 2000 dan diperbaharui dengan PP No.79 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.

2. Mengetahui dampak pemekaran wilayah terhadap perkembangan perekonomian wilayah kepulauan Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Sorong (induk).

3. Mengetahui dampak pemekaran wilayah terhadap kapasitas fiskal pemerintah daerah Raja Ampat dan Sorong.

4. Mengetahui sektor usaha yang menjadi unggulan dan prioritas pengembangan dalam struktur perekonomian wilayah Kepulauan Raja Ampat setelah pemekaran.

5. Mengetahui kontribusi sektor pariwisata bahari terhadap ekonomi wilayah kepulauan dan strategi pengembangannya di Kabupaten Raja Ampat

6. Mengetahui dampak pemekaran wilayah terhadap kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Raja Ampat.

1.4. Manfaat Penelitian

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah bagi Pemerintah Kabupaten Sorong dan Raja Ampat dalam menyempurnakan kebijakan-kebijakan pasca pemekaran wilayah untuk mempercepat pencapaian kesejahteraan masyarakatnya.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemekaran Wilayah

Sejak otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001, pemekaran daerah kabupaten atau kota dan juga provinsi menjadi sangat populer karena jumlahnya terus bertambah. Sebenarnya pembentukan daerah baru dengan pertimbangan mendekatkan pelayanan publik pada masyarakat ataupun pertimbangan strategis geopolitik dan geoekonomi, sudah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia sebelum dikeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diberlakukan sejak Januari 2001. Meskipun masalah pemekaran wilayah dan kriterianya sudah ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 129 tahun 2000 tentang Kriteria Pemekaran dan Persyaratan Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah yang kemudian diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 membuka peluang kepada daerah provinsi, kabupaten, dan kota untuk melakukan pemekaran daerah. Aturan pelaksanaan pemekaran diatur dalam PP Nomor 129 Tahun 2000 tentang Kriteria Pemekaran dan Persyaratan Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah.

Dalam PP Nomor 129 Tahun 2000 ditetapkan beberapa kriteria penilaian indikator yang harus dapat dipenuhi oleh daerah-daerah yang akan dimekarkan. Walaupun UU Nomor 22 Tahun 1999 sudah direvisi menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur 3 persyaratan untuk pembentukan daerah baru yaitu syarat administrasi, teknis dan fisik kewilayahan), namun teknis pengaturan pemekaran daerah mengacu pada PP Nomor 129 Tahun 2000 dan selanjutnya direvisi menjadi PP Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah.

Syarat administrasi untuk kabupaten/kota meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Syarat teknis meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor


(31)

kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Syarat fisik meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan 4 (empat) keeamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan.

Persyaratan tersebut dinilai dengan menggunakan sistem scoring yang terdiri darn 3 rnacam metode yaitu : (1) metode A (metode rata-rata), (2) metode B (metode distribusi.), dan (3) metode C (metode kuota). Metode A adalah metode yang rnernbandingkan besaran/nilai tiap daerah terhadap nilai rata-rata keseluruhan daerah. Semakin dekat dengan nilai rata-rata tertimbang keseluruhan daerah induknya semakin besar nilai skornya, yang berarti kesenjangan antar daerah semakin berkurang. Metode B adalah metode rata-rata yang mempertimbangkan distribusi data. Perhitungan skor dengan metode ini disesuaikan dengan kemampuan dan keruncingan kurva sebaran data. Metode C adalah metode yang menggunakan angka tertentu sebagal kuota penentu skoring. Metode ini ditetapkan pada data jumlah penduduk dan untuk daerah perkotaan saja, misalnya semakin mendekati 150.000 jiwa semakin tinggi nilai skornya.

Menurut Juanda (2007), pemekaran daerah otonom baru diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta menciptakan daerah makin mandiri dan demokratis. Tujuan ini dapat diwujud nyatakan melalui peningkatan profesionalisme birokrat daerah untuk dapat menyelenggarakan pemerintahan yang efisien dan efektif, dapat meningkatkan pelayanan dasar publik, dapat menciptakan kesempatan lebih luas untuk masyarakat, serta dapat akses langsung pada unit-unit pelayanan publik yang tersebar dan mudah dijangkau oleh masyarakat pedesaan maupun kota.

Studi USAID dan DRSP (2007) di Sambas dan Buton menjelaskan bahwa pemekaran daerah memberikan banyak pengaruh positif terhadap daerah otonom baru. Selain itu, pemekaran Daerah menjadi beban terhadap anggaran pendapatan dan belanja nasional (APBN), sebab pemekaran wilayah memberikan dampak signifikan terhadap beban belanja negara. Kenyataan ini diperkuat oleh studi yang dilakukan World Bank dan DCF (2007) mengemukakan bahwa selang 2001-2005


(32)

biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah nasional dan pemerintah daerah untuk pemekaran wilayah diperkirakan sebesar Rp 9.1 triliun. Jika biaya untuk pemekaran digunakan langsung untuk pembangunan fasilitas umum serta peningkatan pelayanan publik, mungkin manfaatnya akan lebih banyak dinikmati masyarakat, dibandingkan dengan hanya untuk pembiayaan pemekaran itu sendiri. Berdasarkan hasil penelitian Juanda (2007), menyatakan bahwa pemekaran daerah memberikan beberapa manfaat bagi daerah baru dan masyarakat lokal, yang dikelompokkan dalam 7 manfaat, yaitu:

1. Peningkatan pelayanan pemerintah daerah terhadap masyarakat. Hal ini disebabkan karena jangkauan wilayah pelayanan akan semakin kecil dibandingkan dengan sebelum daerah tersebut dimekarkan. Badan dan Dinas yang berfungsi memberikan pelayanan langsun kepada masyarakat relatif lebih dekat dengan masyarakat. Selain itu, pemekaran memungkinkan pemerintah daerah menambah membangun fasilitas-fasilitas pelayanan dasar seperti fasilitas kesehatan dan pendidikan yang tersebar lebih meluas di wilayah pedesaan, dimana sebelum pemekaran hanya terkonsentrasi di pusat-pusat kecamatan.

2. Kemungkinan pengelolaan sumber daya alam dengan prinsip-prinsip kearifan lokal dan berkelanjutan. Konsekuensi pemekaran wilayah antara lain, luas wilayah akan semakin berkurang sehingga sumber daya alam yang dimiliki daerah akan semakin mudah untuk dikontrol dan dikelola oleh masyarakat bersama-sama dengan pemerintah daerah. Selain itu, otonomi daerah akan mengurangi intervensi-intervensi pemerintah nasional dalam pengelolaan sumberdaya alam seperti yang terjadi selama era pemerintahan sentralistik lebih dari 30 tahun, sebagai penyebab utama hilangnya sebagian sumber daya alam yang tidak diperbaharui (un-renewable resources) karena kurang kontrol pemerintah nasional dan daerah terhadap pengelolaan dan eksploitasi sumber daya alam sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan secara besar-besaran.

3. Partisipasi masyarakat dan rasa memiliki dapat semakin meningkat. Adanya pemekaran wilayah dapat memberikan ruang yang lebih besar bagi masyarakat lokal untuk berpartisipasi secara langsung dan komprehensif dimulai dengan


(33)

proses perencanaan pembangunan daerah mulai dari tingkat desa atau kelurahan, kecamatan, sampai kabupaten atau kota. Melibatkan masyarakat secara langsung dan aktif dalam proses perencanaan, pelaksanaan pembangunan dan menikmati hasil perencanaan dan pembangunan daerah, akan menciptakan rasa memiliki (sense of belonging) terhadap hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai serta mendorong masyarakat lokal untuk turut serta secara aktif dalam merawat dan memelihara fasilitas-fasilitas serta infrastruktur yang telah dibangun bersama-sama antara masyarakat dan pemerintah daerah.

4. Efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya alam kemungkinan meningkat. Karena masyarakat ikut berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan, maka hasil-hasil pengelolaan sumber daya alam dapat meningkatkan jumlah penerimaan oleh pemerintah daerah serta mempermudah alokasi-alokasi penggunaan dana untuk kepentingan publik sehingga hasil-hasil pengelolaan sumberdaya alam diharapkan akan digunakan untuk membangun infrastruktur dan fasilitas-fasilitas umum serta pelayanan publik akan semakin ditingkatkan dan semakin baik.

5. Kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dapat terwujud. Pemekaran wilayah membuka ruang yang lebih luas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang makin berkualitas. Hal ini lebih realistik terjadi kepada masyarakat lokal sebab bagian terbesar kewenangan pemerintah telah diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (kabupaten dan kota). Demikian juga untuk pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam, pajak daerah, retribusi dan bagi hasil pajak sumber daya alam, minyak dan gas sepenuhnya diserahkan dan dikelola oleh pemerintah daerah. Selain itu, masyarakat lokal menentukan sendiri secara langsung para wakil-wakil mereka di DPRD dan pemimpin daerah (Bupati/Walikota dan wakil). Jadi dengan mengelola dan memanfaatkan secara langsung sumber-sumbernya di daerah oleh pemerintah daerah dan masyarakat lokal; roda pemerintah daerah dikelola dengan prinsip-prinsip good government; pemimpin daerah yang berkepribadian berani dan tegas dalam pengambilan keputusan; serta memiliki


(34)

ciri-ciri entreprenuership, akan memacu lebih cepat terwujudnya masyarakat lokal yang sejahtera dan berkeadilan.

Juanda (2007), menyatakan bahwa meskipun pemekaran wilayah dapat memberikan berbagai manfaat yang dapat menyentuh langsung kepada masyarakat lokal, pemekaran daerah juga berdampak secara langsung terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD Provinsi).

2.2. Konsep Desentralisasi dan Otonomi Daerah 2.2.1. Konsep Desentralisasi

Dalam istilah ketatanegaraan yang dimaksud dengan desentralisasi itu adalah pelimpahan kekuasaan dari pusat ke daerah-daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Logeman dalam Supriatna (1993) diacu Lumbessy (2005) mengemukakan bahwa kelaziman desentralisasi dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :

a. Dekonsentrasi (deconcentratie) atau " ambtelijke decentralisatie" yaitu berkaitan dengan pelimpahan kekuasaan dari alat kelengkapan negara tingkat lebih atas kepada bawahannya guna melancarkan pekerjaan didalam melaksanakan tugas pemerintahan.

b. Desentralisasi ketatanegaraan atau "staatkundige decentralisatie" yang sering disebut sebami desentralisasi politk, yaitu peli mpahan kekuasaan p e r u n d a n g a n d a n p e m e r i n t a h a n k e p a d a d a e r a h o t o n o m d i d a l a m lingkungannya. Di dalam desentralisasi semacam ini, rakyat dengan menggunakan dan memanfaatkan saluran-saluran tertentu (perwakilan) untuk ikut serta dalam pemerintahan, sesuai batas wilayah masing-masing.

Terjadinya Negara Kesatuan yang sentralistik ternyata menimbulkan dampak-dampak negatif yang tidak mengarah kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Sentralisasi kekuasaan tidak memberikan insentif kepada daerah-daerah untuk meningkatkan produktifitasnya, maupun dalam maupun dalam memelihara sumber daya dasar kearah berkelanjutan. Oleh karena itu adanya wacana desentralisasi, kekuasaan pusat yang dilimpahkan


(35)

kepada daerah-daerah otonom diharapkan akan memperbaiki kinerja ekonomi secara lebih produktif dan berkelanjutan di masa depan. (Anwar, 200M).

Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, desentralisasi bermakna penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan tersebut mencakup semua kewenangan bidang pemerintahan, kecuali kewenangan politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan , moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan melalui peraturan pemerintah.

Sementara menurut Abe (2002), desentralisasi dapat memberi sisi positif : 1. Bagi pemerintah pusat desentralisasi tentu akan menjadi jalan

yang mengurangi beban pusat.

2. Program atau rencana-rencana pembangunan yang hendak diwujudkan akan lebih realistis, lebih mengena dan lebih dekat dengan kebutuhan lokal.

3. Memberi kesempatan kepada daerah untuk belajar mengurus rumah tangganya sendiri dan dengan demikian belajar untuk bisa menangkap dan merumuskan aspirasi masyarakat setempat.

4. Dengan adanya pemberian kewenangan (politis kearah devolusi) maka berarti akan membuka peluang bagi keterlibatan rakyat dalam mengontrol jalannya pemerintahan.

Secara spesifik, berdasarkan kepentingan nasional tujuan utama dari desentralisasi adalah: (a). untuk mempertahankan dan memperkuat integrasi bangsa, (b) sebagai sarana untuk training bagi calon-calon pemimpin nasional; dan (c) untuk mempercepat pencapaian kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Sedangkan dari sisi kepentingan daerah, tujuan utama dari desentralisasi meliputi, antara lain: (a) untuk mewujudkan demokratisasi di tingkat lokal

(political equality, local accountability, dan local responsiveness); (b) untuk peningkatan p e l a y a n a n p u b l i k ; ( c ) u n t u k m e n c i p t a k a n e f i s i e n s i d a n e f e k t i f i t a s penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah (Susanto et al, 2004).


(36)

2.2.2. Konsep Otonomi Daerah

Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu autos = sendiri dan

nomos = Undang-undang, yang berarti perundangan sendiri (Izelf Wetgeving).

Ada beberapa ahli yang memberi pengertian tentang otonomi, diantaranya yaitu Manan (1994) yang mendefinisikan otonomi sebagai kemandirian untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri. Otonomi daerah adalah keleluasaan dalam bentuk hak dan wewenang serta tanggung jawab badan pemerintah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya sebagai manivestasi desentralisasi. Definisi lebih sederhana disampaikan oleh Mahwood dalam Sudantoko (2003)yaitu kebebasan dari pemerintah daerah dalam membuat dan mengimplementasikan keputusan.

Pemberian otonomi kepada daerah menurut Riyadi dan Bratakusumah (2003) merupakan upaya pemberdayaan dalam rangka mengelola pembangunan di daerahnya. Kreativitas, inovasi dan kemandirian diharapkan akan dimiliki oleh setiap daerah, sehingga dapat mengurangi tingkat ketergantungannya pada pemerintah pusat. Hal penting lain adalah dengan adanya otonomi daerah, kualitas pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakatnya akan meningkat. Dengan kata lain penyediann barang-barang publik (public goods) dan pelayanan publik (public service) dapat lebih terjamin.

Dijelaskan lebih lanjut bahwa implementasi otonomi daerah harus lebih berorientasi pada upaya pemberdayaan daerah, bila dilihat dari konteks kewilayahan (teritorial), sedangkan bila dilihat dari struktur tata pemerintahan, berupa pemberdayaan pemerintah daerah dalam mengelola sumber-sumber daya yang dimiliki dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip kesatuan bangsa dan negara. Kemudian dalam konteks kemasyarakatan, pemberdayaan yang diupayakan harus lebih berorientasi pemberdayaan masyarakat di masing-masing daerah, sehingga lebih berpartisipasi dalam pembangunan.

Menurut Mustopadidjaja (1999) diacu Riyadi dan Bratakusumah (2003) a d a t i g a h a l y a n g p e r l u d i p e r h a t i k a n o l e h p e me r i n t a h d a l a m u p ay a memberdayakan masyarakatnya, yaitu (1) pengurangan hambatan dan kendala--kendala bagi kreativitas dan partisipasi masyarakat, (2) perluasan akses pelayanan


(37)

untuk menunjang berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan (3) pengembangan program untuk lebih meningkatkan kemampuan dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk aktif serta dalam mengembangkan sumberdaya produktif yang tersedia, sehingga memiliki nilai tambah guna meningkatkan kesejahteraan mereka.

Dijelaskan pula oleh Mustopadidjaja (1999), bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik, ada tujuhprinsip yang harus dikembangkan dan dimplementasikan dengan segala konsekuensi dan implikasinya, yaitu :

- Demokrasi dan pemberdayaan - Pelayanan

- Desentralisasi

- Transparasi dan Akuntabilitas - Partisipasi

- Konsistensi Kebijakan dan Kepastian Hukum

Otonomi daerah di Indonesia bukan merupakan konsep baru, karena sejak Republik ini berdiri, otonomi daerah sudah menjadi bahan pemikiran founding fathers kita. Hal ini terbukti dengan dituangkannya masalah otonomi daerah dalam UUD 1945, yang ditindaklanjuti dengan berbagai UU sejak Tahun 1958 hingga Tahun 1999 dengan UU No. 22 tentang Pemerintahan Daerah yang direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004. Namun dalam implementasinya selama ini kita tidak pernah mampu melaksanakan otonomi daerah secara nyata (Riyadi dan Bratakusumah, 2003). Lebih jauh diterangkan bahwa ada beberapa permasalahan yang perlu dipahami dalam penerapan otonomi, yaitu :

1. K it a h ar u s me mah a mi b ah w a o to no mi d a er a h a d a lah s u at u s is te m pemerintahan dalam sistem ketatanegaraan secara utuh. Ini berarti bahwa otonomi adalah subsistem dalam sistem ketatanegaraan dan merupakan sistem yang utuh dalam pemerintahan. Artinya, seluas apapun otonomi daerah diterapkan tidak akan pernah lepas dari kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Perlu dipahami pula bahwa untuk dapat melaksanakan otonomi secara baik dan benar diperlukan adanya political will (kemauan politik) dari semua


(38)

pihak, baik pemerintah pusat, masyarakat maupun pemerintah daerah. Keamanan politik ini sangat penting, karena diyakini dapat mempersatukan berbagai kepentingan yang berbeda ke dalam suatu wadah pemahaman yang berorientasi pada satu tujuan. Dengan kemajuan politik ini diharapkan pemikiran-pemikiran parsial, primordial, rasial (etnosentris) dan separatisme dapat terbendung, bahkan dapat diakomodasikan secara optimal menjadi suatu kekuatan yang besar bagi proses pembangunan.

3. Perlu adanya komitmen bersama untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan aturan yang berlaku guna mencapai tujuan yang diharapkan.

2.3. Perekonomian Wilayah

Menurut Hasan (1999) diacu Lumbessy (2006), pembangunan ekonomi pada hakekatnya adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, meratakan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan mengusahakan pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Berdasarkan pengertian tersebut, maka arah dari pembangunan ekonomi adalah mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik secara mantap dengan tingkat pemerataan yang sebaik mungkin.

Secara regional, Arsyad (1999) menjelaskan bahwa

pembangunan ekonomi adalah suatu proses mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola, kemitraan antara, pemerintah daerah dengan sektor swasta, untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Dijelaskan lebih lanjut bahwa untuk terlaksananya pembangunan ekonomi daerah tersebut harus ada proses pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri altematif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan dan pengembangan-pengembangan perusahaan baru.

Keragaan perekonomian, suatu wilayah dapat diketahui melalui beberapa indikator pembangunan ekonomi, dengan syarat tersedianya statistik pendapatan


(39)

regional secara berkala. Dari data statistik tersebut nantinya akan diketahui; (1) tingkat pertumbuhan ekonomi, yang tercermin dalam PDRB berdasarkan harga konstan, dimana akan menunjukkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah, baik secara menyeluruh maupun persektor, (2) tingkat kemakmuran daerah, untuk mengetahui tingkat kemakmuran suatu daerah perlu dilakukan perbandingan dengan daerah lain, sedangkan untuk mengetahui perkembangannya melalui perkembangan pendapatan perkapita secara berkala, (3) tingkat inflasi dan deflasi. Peningkatan pendapatan yang diterima oleh masyarakat apabila diikuti oleh laju inflasi yang tinggi mengakibatkan kemampuan daya beli dari pendapatan yang diterima akan menurun dan sebaliknya untuk deflasi. Dalam hal ini inflasi dan deflasi dapat diketahui berdasarkan PDRB harga konstan dan PDRB harga berlaku, dan (4) gambaran struktur perekonomian, yang dapat diketahui melalui sumbangan dari masing-masing sektor pembangunan terhadap PDRB (Arsyad, 1999).

Pembangunan yang dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk mencapai kualitas hidup masyarakat yang lebih baik. Secara umum, untuk mencapai tingkat kehidupan yang lebih baik, pembangunan menuntut pendapatan perkapita yang lebih tinggi, sekalipun pembangunan mencakup aspek yang lebih luas lagi, antara lain pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja, dan lingkungan (Saefudin, 2005).

Sebagaimana digambarkan oleh Todaro (1998), bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensial yang melibatkan proses sosial ekonomi dan institusional yang mencakup usaha-usaha untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Sasaran pembangunan meliputi tiga hal penting yaitu: (1) meningkatkan persediaan dan memperluas distribusi bahan-bahan pokok seperti pangan, sandang, kesehatan, dan perlindungan, (2) meningkatkan taraf hidup, penyediaan lapangan pekerjaan, pendidikan yang lebih baik, serta perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai sosial dan budaya, dan (3) memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi setiap individu dengan cara membebaskan masyarakat dari sikap pembudakan dan ketergantungan.


(40)

adalah merupakan kapasitas dari perekonomian suatu daerah untuk menciptakan dan mempertahankan kenaikan PDRB tahunan pada tingkat yang lebih tinggi. Lebih lanjut Todaro (1998) menyebutkan bahwa pembangunan sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan terhadap suatu masyarakat dan sistem sosial menuju kehidupan yang lebih baik. Untuk itu ada tiga komponen nilai inti yang harus dijadikan basis konseptual dan pedoman praktis: (1) kecukupan (sustenance), adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar mencakup pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan, (2) jati diri ( self-esteem), adalah dorongan diri untuk maju, menghargai diri sendiri, merasa diri pantas dan layak untuk meraih sukses, dan (3) kebebasan dari sikap menghamba (freedom), adalah kemampuan untuk mandiri sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materil semata.

2.4. Pendapatan Daerah

Menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, sumber pembiayaan daerah yang utama dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal terdiri atas : a). Pendapatan Ash Daerah (PAD), b). Dana perimbangan, dan c). Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

2.4.1. Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli daerah (PAD) menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan Asti Daerah (PAD) bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang Sah. Kewenangan daerah untuk memungut pajak dan retribusi diatur dengan UU Nomor 34 Tabun 2000 yang merupakan penyempurnaan dari UU Nomor 18 Tabun 1997 dan ditindaklanjuti peraturan pelaksanaannya dengan PP Nomor 65 Tabun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP Nomor 66 Tabun 2001 tentang Retribusi Daerah.


(41)

diberikan kewenangan untuk memungut 11 jenis pajak dan 28 jenis retribusi. Penetapan jenis pajak dan retribusi didasarkan pertimbangan bahwa jenis pajak dan retribusi tersebut secara umum dipungut oleh hampir sernua daerah dan merupakan jenis pungutan yang secara teoritis dan praktis merupakan, pungutan yang baik. Selain jenis pajak dan retribusi tersebut, daerah juga diberikan kewenangan untuk memungut jenis pajak kecuali propinsi dan retribusi lainnya sesuai kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang. Ditinjau dari kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah, sampai saat ini distribusi kewenangan perpajakan antara daerah dengan pusat terjadi ketimpangan yang relatif besar.

Demikian juga distribusi pajak antar daerah juga sangat timpang sekali dan bervariasi (ratio PAD tertinggi dengan terendah mencapai 600 kali). Peranan pajak dalam pembiayaan daerah yang sangat rendah dan sangat bervariasi juga terjadi karena adanya perbedaan yang cukup besar dalam jumlah penduduk, keadaan geografis (berdampak pada biaya yang relatif mahal), dan kemampuan masyarakat (Saefudin, 2005).

Dijelaskan lebih lanjut, bahwa ketergantungan pada transfer pernerintah pusat yang kini mencapai sekitar 90 persen dari total pendapatan daerah (kotamadya 84 persen) dan kabupaten 92 persen dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) bukanlah tujuan jangka panjang. Transfer tersebut harus dipandang sebagai perangsang bagi daerah untuk meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang harus terus dikurangi baik melalui penciptaan sistem perpajakan baru sesuai dengan kebutuhan daerah maupun melalui pertumbuhan ekonomi.

2.4.2. Dana perimbangan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, dana perimbangan terdiri dari bagi hasil pajak dan bukan pajak, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Dana Bagi Hasil, bersumber dari pajak dan sumber daya alam sementara Dana Alokasi Umum dialokasikan berdasarkan persentase tertentu dan pendapatan dalam negeri netto yang ditetapkan dalam APBN. Dana Alokasi Khusus, dialokasikan dari APBN kepada daerah


(42)

tertentu dalam rangka pendanaan, pelaksanaan desentralisasi untuk mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional serta mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.

a. Dana Bagi Hasil

Merupakan bagian daerah dalam bentuk bagi hasil penerimaan (Revenue Sharing). Untuk menambah pendapatan daerah dalam rangka pembiayaan pelaksanaan fungsi yang menjadi kewenangannya d i l a k u k a n d e n g a n p o l a b a g i hasil penerimaan pajak dan bukan pajak (SDA) antara pusat dan daerah. Sesuai dengan UU Nomor 33 Tahun 2004, pola bagi hasil penerimaan ini dilakukan dengan persentase tertentu yang didasarkan atas daerah penghasil (by origin).

Bagi hasil penerimaan negara tersebut meliputi bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan bagi hasil sumber daya alam (SDA) yang terdiri dari sektor kehutanan, pertambangan umum, minyak bumi dan gas alam, serta perikanan.

b. Dana Alokasi Umum

Untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak antara pusat dan daerah telah diatasi dengan adanya perimbangan keuangan antara pusat dan daerah (dengan kebijakan bagi hasil dan DAU minimal sebesar 26% dari Penerimaan Dalam Negeri). Berdasarkan perimbangan tersebut, khususnya dari DAU akan menimbulkan kepastian bagi daerah dalam memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawabnya.

Sesuai dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa kebutuhan DAU bagi suatu daerah (Provinsi, Kabupaten dan Kota) ditentukan dengan menggunakan pendekatan konsep fiscal gap, dimana kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan atas kebutuhan daerah (fiscal needs) dengan potensi daerah (fiscal capacity). Dengan pengertian lain, DAU digunakan untuk menutup celah yang terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada.


(43)

Berdasarkan konsep fiscal gap tersebut, distribusi DAU kepada daerah-daerah yang memiliki kemampuan relatif besar akan lebih kecil dan sebaliknya daerah-daerah yang mempunyai kemampuan keuangan relatif kecil akan memperoleh DAU yang relatif besar. Dengan konsep ini sebenarnya daerah yang;

fiscal capacity-nyalebih besar dari fiscalneeds hitungan DAUnya akan negatif.

c. Dana Alokasi Khusus

Pada hakikatnya pengertian Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan khusus. Pengalokasian DAK ditentukan dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBN.

Sesuai dengan UU Nomor 33 Tahun 2004, yang dimaksud dengan kebutuhan khusus adalah (i) kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus alokasi umum, dalam pengertian kebutuhan yang tidak sama dengan kebutuhan daerah lain, misalnya: kebutuhan di kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi/prasarana baru, pembangunan jalan di kawasan terpencil, saluran irigasi primer, dan saluran drainase primer; dan (ii) kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.

2.4.3. Lain-lain Pendapatan

Lain-lain pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan dana darurat. Pendapatan dari hibah merupakan bantuan yang tidak mengikat, sedangkan hibah kepada daerah yang bersumber dari luar negeri harus dilakukan melalui pemerintah. Hibah dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara pemerintah daerah dan pemberi hibah.

Pemerintah mengalokasikan dana darurat yang berasal dari APBN untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh daerah dengan menggunakan sumber PAD. Keadaan yang dapat digolongkan sebagai bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa ditetapkan oleh presiden.


(44)

2.5. Desentralisasi Fiskal

Menunat Sidik (2002), desentralisasi fiskal, merupakam komponen utama dari desentralisasi. Apabila Pemerintah Daerah melaksanakan fungsinya secara efektif dan mendapat kebebasan dalam pengambilan keputusan pengeluaran di sektor publik, maka mereka harus mendapat dukungan sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Pinjaman, maupun Subsidi/Bantuan dari Pemerintah Pusat. Pelaksanaan Pelaksanaan desentralisasi fiskal akan berjalan dengan baik kalau didukung faktor-faktor berikut:

1. Pemerintah pusat yang mampu melakukan pengawasan dan enforcement.

2. Sumberdaya Manusia yang kuat pada Pemerintah daerah guna menggantikan peran Pemerintah Pusat.

3. Keseimbangan dan kejelasan dalam pembagian tanggung jawab dan kewenangan dalam melakukan pungutan pajak dan retribusi daerah.

Penyerahan kewenangan dari pusat ke daerah diikuti juga dengan penyerahan kewenangan pembiayaan bagi penyelenggaraan pemerintahan kepada daerah. Desentralisasi fiskal memberikan kebebasan kepada daerah untuk menyusun sendiri program-program kerja dan anggaran sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas daerah. Esensi dari pertimbangan keuangan antara Pemerintah pusat dan daerah sesungguhnya adalah distribusi sumberdaya keuangan (financial sharing) yang bertujuan memberdayakan dan meningkatkan kemampuan ekonomi daerah, mengurangi kesenjangan antar daerah dalam kemampuan membiayai otonominya dan untuk menciptakan sistem pembiayaan yang adil, proporsional, rasional serta kepastian sumber keuangan yang berasal dari wilayah yang bersangkutan.

Dengan adanya desentralisasi fiskal diharapkan pemerintah daerah akan lebih efektif dan mampu untuk memenuhi pelayanan publik yang dibutuhkan, membangun sarana perekonomian serta dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakatnya sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Menurut Mahi (2000), desentralisasi fiskal juga berpeluang meningkatkan pemerataan antara kelompok masyarakat dan antar wilayah. Dengan demikian pelaksanaan desentralisasi fiskal berpotensi mempercepat


(1)

Lanjutan Lampiran 19

No Variabel Jawaban

Keterangan Simbol Responden

49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 1 Pengaruh pemekaran pada bidang ekonomi

Terhadap pendapatan rumah tangga X1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Terhadap lowongan pekerjaan X2 3 2 1 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 1 1 3

Terhadap kesempatan kerja/berusaha X3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

2 Pemekaran terhadap pelayanan pemerintah

Layanan administrasi kpendudukn (KTP, KK dll) X4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Layanan administrasi usaha (ijin usaha, IMB dll) X5 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Pemekaran terhadap partisipasi masyarakat

Realisasi usuln program pmbangunan kampung X6 3 3 2 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2

Terhadap kesempatan mengkritik pemerintah X7 3 2 2 2 1 3 2 3 2 2 2 3 3 3 1 2

Terhadap program pendidikan X8 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3

Terhadap program kesehatan X9 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3

Terhadap program pengentasan kemiskinan X10 3 2 2 2 3 3 2 3 2 3 2 2 3 3 2 3

4 Pengaruh pemekaran terhadap fasilitas umum

Terhadap fasilitas jalan X11 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3

Terhadap fasilitas air bersih X12 3 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2

Terhadap fasilitas listrik X13 3 3 3 2 2 3 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3

Terhadap fasilitas transportasi X14 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3

Terhadap fasilitas pasar X15 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3

5 Pengaruh Terhadap Lingkungan Hidup

Terhadap pengelolaan & pemanfaatan SDA X16 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3

Total Dampak 48 44 39 42 42 46 43 46 45 44 43 46 44 44 39 45

Rata-rata Damapak 3 2,75 2,44 2,62 2,62 2,87 2,69 2,88 2,81 2,75 2,69 2,88 2,75 2,75 2,44 2,81 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 Keterangan :

1 = Menurun

2 = Tidak ada perubahan 3 = Meningkat


(2)

Lanjutan Lampiran 19

No Variabel Jawaban

Keterangan Simbol Responden

65 66 67 68 69 70 71 Total 1-71

Rata-Rata Keterangan Dampak 1 Pengaruh pemekaran pada bidang ekonomi

Terhadap pendapatan rumah tangga X1 1 3 3 3 3 3 3 208 2,93 = 3 Meningkat Terhadap lowongan pekerjaan X2 3 3 2 3 3 3 3 178 2,49 = 2 Tidak ada perubahan

Terhadap kesempatan kerja X3 3 3 3 3 3 3 3 206 2,90 = 3 Meningkat

2 Pengaruh pemekaran terhadap pelayanan pemerintah

Terhdap layanan administrasi kependudukan (KTP, KK dll) X4 3 3 3 3 3 3 3 209 2,94 = 3 Meningkat Terhadap layanan administrasi usaha (ijin usaha, IMB dll) X5 3 3 3 3 3 3 3 210 2,96 = 3 Meningkat 3 Pengaruh pemekaran terhadap partisipasi masyarakat

Terhadap realisasi usulan program pembangunan desa X6 3 2 2 3 3 3 2 187 2,63 = 3 Meningkat Terhadap kesempatan mengkritik pemerintah X7 2 2 1 3 2 3 3 172 2,42 = 2 Tidak ada perubahan

Terhadap program pendidikan X8 3 3 3 3 3 3 3 201 2,83 = 3 Meningkat

Terhadap program kesehatan X9 3 2 3 2 3 3 3 191 2,69 = 3 Meningkat

Terhadap program pengentasan kemiskinan X10 2 2 3 2 3 2 1 172 2,42 = 2 Tidak ada perubahan 4 Pengaruh pemekaran terhadap fasilitas umu

Terhadap fasilitas jalan X11 3 3 2 3 3 3 2 196 2,76 = 3 Meningkat

Terhadap fasilitas air bersih X12 3 2 2 2 3 3 2 168 2,36 = 2 Tidak ada perubahan

Terhadap fasilitas listrik X13 3 3 2 3 3 3 3 191 2,69 = 3 Meningkat

Terhadap fasilitas transportasi X14 3 3 3 3 3 3 2 206 2,90 = 3 Meningkat

Terhadap fasilitas pasar X15 3 3 3 2 3 3 3 201 2,83 = 3 Meningkat

5 Pengaruh Terhadap Lingkungan Hidup

Pengaruh terhadap pengelolaan & pemanfaatan SDA X16 3 2 3 3 3 3 3 205 2,88 = 3 Meningkat

Total Dampak 44 42 41 44 47 47 42 3101

43,73

Jadi Dampak Pemekaran

di Raja Ampat

Meningkat

Rata-rata Damapak 2,75 2,60 2,56 2,75 2,94 2,94 2,63

193,81 43,37

:

16

= 2,73 (3)

3 3 3 3 3 3 3

Keterangan : 1 = Menurun

2 = Tidak ada perubahan 3 = Meningkat


(3)

Lampiran 20. Data Karakteristik dan Pendapat Responden Tentang Dampak Pemekaran

A. DISTRIK WAIGEO SELATAN

No Nama Umur

(Tahun) Pendidikan Pekerjaan

Respon / Jawaban Rata-rata Keterangan

1 Aligonda Korain 1 3 4 3 Meningkat

2 Yosef Hae, ST 2 4 1 3 Meningkat

3 Florce Kamat Obinaru 1 1 4 3 Meningkat

4 Nikolas Mirino 1 3 1 3 Meningkat

5 Faris Umalati 2 3 4 3 Meningkat

6 Alfaris Mambraku 2 4 1 3 Meningkat

7 Anike Mambraku 2 3 4 3 Meningkat

8 Ajai Imbir 2 1 4 3 Meningkat

9 Otto Mambrisaw 1 3 4 3 Meningkat

10 Alfius Mirino 2 3 3 3 Meningkat

11 Hj. Rahman 3 3 4 3 Meningkat

12 Pater Lewi Ibori 1 4 3 3 Meningkat

13 Hj. Muklis 2 2 4 3 Meningkat

14 Ibrahim 2 2 4 3 Meningkat

15 Paskalina Sawiyai 1 3 5 3 Meningkat

16 Hj.Akbar 3 2 4 3 Meningkat

17 Jabir Mambarku 3 1 4 3 Meningkat

18 Pdt. Paulus Luturmasi 2 4 3 3 Meningkat

19 Foni Baransano 1 2 4 2 Tidak ada perubahan

20 Derek Dimara 3 1 4 2 Tidak ada perubahan

21 Yudal Koibur 3 3 2 3 Meningkat

22 Wasti mambrasar 1 3 5 3 Meningkat

23 Hengki Urbinas 1 4 1 3 Meningkat

24 Matius Mambraku 2 4 2 3 Meningkat

Keterangan :

Umur

Pendidikan

Pekerjaan

1 = <40

1 = SD

1 = PNS Distrik / Kabupaten Raja Ampat

2 = 41-60

2 = SMP

2 = DPRD Kabupaten Raja Ampat

3 = >60

3 = SMA

3 = Tokoh Yang Berpengaruh (Kepala Suku & Tokoh Agama)


(4)

B. DISTRIK TELUK MAYALIBIT

No Nama Umur

(Tahun) Pendidikan Pekerjaan

Respon / Jawaban Rata-rata Keterangan

25 Lani Dam 1 2 4 3 Meningkat

26 Fera Rumainum 1 3 5 3 Meningkat

27 Natalia Napasauw 1 1 4 2 Tidak ada perubahan

28 Herman Lagat 3 1 4 3 Tidak ada perubahan

29 Karolina Mayor 1 3 5 3 Meningkat

30 Nataniel Mambrasar 1 4 1 3 Meningkat

31 Tonci Dawa 2 1 4 3 Meningkat

32 Udin Arfan, S.Sos 2 4 1 3 Meningkat

33 Hj. Abdulrahim 2 2 3 2 Tidak ada perubahan

34 Pertonela Rumkabu 1 2 4 3 Meningkat

35 Markus Mayor 3 1 4 2 Tidak ada perubahan

36 Afnor Dawa 1 2 4 3 Meningkat

37 Hendrikus Gaman 3 1 4 2 Tidak ada perubahan

38 Samy Napasaw 2 2 4 2 Tidak ada perubahan

39 Semuel Wanma 1 1 4 2 Meningkat

40 Yansen Dawa 2 1 4 3 Meningkat

41 Evi Lagat 2 1 4 3 Meningkat

42 Lusiana Mambraku 1 1 4 3 Meningkat

43 Permenas Mirino 3 1 4 2 Tidak ada perubahan

44 Maurist Dam 1 1 4 3 Meningkat

45 Petrus Dimara 2 3 3 3 Meningkat

46 Pieter Gaman 2 3 3 3 Meningkat

47 Zakarias Gaman 1 1 4 3 Meningkat

Keterangan :

Umur

Pendidikan

Pekerjaan

1 = <40

1 = SD dan Tidak Sekolah

1 = PNS Distrik / Kabupaten Raja Ampat

2 = 41-60

2 = SMP

2 = DPRD Kabupaten Raja Ampat

3 = >60

3 = SMA

3 = Tokoh Yang Berpengaruh (Kepala Suku & Tokoh Agama)

4 =Perguruan Tinggi

4 = Masyarakat Umum (Petani, Nelayan, Pengusaha, Pedagang, Buruh dan lainnya)


(5)

C. DISTRIK SAMATE

No Nama Umur

(Tahun) Pendidikan Pekerjaan

Respon / Jawaban Rata-rata Keterangan

48 Florentina Dam 2 1 4 3 Meningkat

49 Marthen Umalan 2 4 1 3 Meningkat

50 Siska Korain 1 4 1 3 Meningkat

51 Edison Fakdawer 3 1 4 2 Tidak ada perubahan

52 Eka Putra 1 3 4 3 Meningkat

53 Mustakim 2 2 4 3 Meningkat

54 Petrus Mayor 1 3 4 3 Meningkat

55 La Ode Samidin 2 1 4 3 Meningkat

56 Ibrahim Mapasauw 2 1 3 3 Meningkat

57 Isak Korwa 1 3 5 3 Meningkat

58 Yohan Baransano 1 3 5 3 Meningkat

59 Marthen Luter Watem 2 1 4 3 Meningkat

60 Elisabet Mambrasar 2 1 4 3 Meningkat

61 Rudi 2 1 4 3 Meningkat

62 Hj. Irman Arfan 2 1 3 3 Meningkat

63 Suroto 3 2 4 2 Tidak ada perubahan

64 Budi Santosa 1 2 4 3 Meningkat

65 Hj. Rahmadin 3 1 4 3 Meningkat

66 Pdt. Lukas Mayor 2 4 3 3 Meningkat

67 Isak Nanuru 1 2 4 3 Meningkat

68 Hj. Laode Irianto 2 2 4 3 Meningkat

69 Paulus Mamoribo 3 1 4 3 Meningkat

70 Rudolf Parajaw 1 2 4 3 Meningkat

71 Samsudin Arfan 2 2 4 3 Meningkat

Keterangan :

Umur

Pendidikan

Pekerjaan

1 = <40

1 = SD dan Tidak Sekolah

1 = PNS Distrik / Kabupaten Raja Ampat

2 = 41-60

2 = SMP

2 = DPRD Kabupaten Raja Ampat

3 = >60

3 = SMA

3 = Tokoh Yang Berpengaruh (Kepala Suku & Tokoh Agama)

4 = Perguruan Tinggi

4 = Masyarakat Umum (Petani, Nelayan, Pengusaha, Pedagang, Buruh dan lainnya)


(6)