6
2.1.1 Katalis Heterogen Untuk Memproduksi Biodiesel
Katalis heterogen umumnya menggunakan material padatan yang memiliki luas permukaan yang besar. Katalis padatan lebih sering digunakan karena proses
pemisahan katalis dari produknya lebih mudah dan biasanya lebih ekonomis, serta lebih tahan terhadap temperatur tinggi, sehingga banyak digunakan pada industri.
Macam-macam katalis heterogen yang digunakan untuk memproduksi biodiesel dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Macam-Macam Katalis Heterogen untuk Memproduksi Biodiesel
No Katalis
Jenis minyak
nabati Hasil H
atau Konversi K
Kondisi Referensi
Jumlah katalis
Suhu
o
Waktu C
Minyak Alkohol
1. ZnO-
Al
2
O
3
Minyak kacang
kedelai ZSM-5
H = 99,00 8
62 20
memit 4,55 ml
10 g Kim, dkk.,
2009 2.
K
3
PO
4
Minyak Jelantah
H = 97,30 4
60 2 jam
6 Guan, dkk.,
2009 3.
KFCa-Al Hidrotalsit
Minyak kelapa
sawit H = 97,14
5 65
1 jam 12
Gao, dkk., 2010
4.. CaO-ZnO
Minyak biji kelapa
sawit H = 96,00
10 60
1 jam 30
Ngamcharuss- rivichai, dkk.,
2008 5.
KI Silika
mesopori Minyak
kacang kedelai
K = 90,09 5
70 8 jam
16 Samart, dkk.,
2009 6.
Mg MCM-41
Minyak kacang
kedelai K = 85,00
10 60
24 jam 65 ml
5 g Georgogianni,
dkk., 2009 7.
KNO
3
Al
2
O Minyak
kacang kedelai
3
K = 84,00 6
70 6 jam
12 Vyas, dkk.,
2009
berat katalis dari berat minyak
Berdasarkan Tabel 2.2, katalis yang terbanyak menghasilkan biodiesel adalah ZnO-Al
2
O
3
ZSM-5. Kim dkk. 2009 menyelidiki pengaruh natrium pada aktivitas katalitik yang didukung campuran logam oksida SnO-Al
2
O
3
dan ZnO- Al
2
O
3
pada nano ZSM-5 untuk transesterifikasi minyak kacang kedelai menjadi biodiesel. Ketika natrium hidroksida tidak terlibat dalam prosedur pembuatan
katalis, campuran katalis logam oksida SnO-Al
2
O
3
dan ZnO-Al
2
O
3
tidak menunjukkan aktivitas katalitik terukur untuk reaksi transesterifikasi. Aktifitas
katalis ZnO-Al
2
O
3
ZSM-5 dan SnO-Al
2
O
3
ZSM-5 yang terkontaminasi natrium
7 tidak berasal dari situs logam oksida, tetapi dari permukaan gugus hidroksil yang
terikat dengan natrium. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa aktivitas katalitik dari logam oksida, untuk reaksi transesterifikasi minyak nabati dengan metanol
yang dilaporkan dalam literatur, mungkin berhubungan dengan jenis alkali yang terlibat dalam metode pembuatan katalis.
Menurut Guan dkk. 2009, K
3
PO
4
tidak larut dalam metanol dan minyak. Ketika K
3
PO
4
diaduk di dalam metanol pada suhu 60
o
C selama 30 menit dengan rasio molar metanolminyak = 6:1., filtrat metanol tidak reaktif pada reaksi
tranesterifikasi lihat Gambar 2.1. Hal ini menunjukkan bahwa K
3
PO
4
hampir tidak larut di metanol atau tidak membentuk CH
3
OK di fase metanol pada kondisi tersebut.
Gambar 2.1. Efek K
3
PO
4
Guan, dkk., 2009. yang larut pada transesterifikasi minyak jelantah
Kelemahan K
3
PO
4
adalah dapat larut dalam air dan menyebabkan berkurangnya aktivitas katalitik K
3
PO
4
. Selain itu, ion K
+
dari K
3
PO
4
dapat berekasi dengan FFA membentuk sabun. K
3
PO
4
dapat menjadi K
2
HPO
4
dan atau KH
2
PO
4
selama reaksi transesterifikasi, karena bereaksi dengan metanol. K
3
PO
4
yang sudah digunakan dapat diregenerasi dengan menggunakan larutan KOH, sehingga dapat digunakan kembali untuk reaksi transesterifikasi menghasilkan
biodiesel 87,20 Guan, dkk., 2009. K
3
PO
4
yang sudah digunakan dapat diregenerasi menurut persamaan:
8 K
2
HPO
4
+ KOH ═ K
3
PO
4
+ H
2
KH O
2.1
2
PO
4
+ 2KOH ═ K
3
PO
4
+ 2H
2
O 2.2
Gao dkk. 2010 menyelidiki pengaruh rasio massa KFCa-Al hidrotalsit pada hasil biodiesel. Gambar 2.2 menunjukkan peningkatan rasio massa KF yang
diimpregnasikan pada Ca-Al hidrotalsit mengakibatkan peningkatan hasil biodiesel. Berdasarkan data XRD, peningkatan hasil biodiesel berhubungan
dengan peningkatan jumlah fase KCaF
3
, KCaCO
3
F dan CaAl
2
F
4
OH. Rasio massa KF 80 dan 100 menghasilkan biodiesel yang terbanyak dalam
transesterifikasi minyak kelapa sawit.
Gambar 2.2. Pengaruh rasio massa KFCa-Al hidrotalsit pada hasil biodiesel pada suhu 65
o
C, rasio molar metanolminyak = 12:1 Gao, dkk., 2010
2.1.2 Padatan Pendukung Support Katalis