18 Gambar 2.11 Pola XRD dari KIsilika mesopori dengan konsentrasi KI 5, 10,
dan 15 w Samart, dkk., 2009 Puncak karakteristik K
2
O kristal kubik berpusat muka teramati pada 2 θ =
25,3; 41,9; 51,9 dan 66,9° dan puncak karakteristik fasa silikat hidrat SiO
2
·H
2
O teramati pada 2 θ = 21,8 dan 35,7°. Intensitas puncak K
2
O terus meningkat sesuai dengan peningkatan konsentrasi KI yang diimpregnasikan pada
silika mesopori.
2.4.3 Adsorpsi Nitrogen
Adsorpsi nitrogen merupakan adsorpsi fisik fisisorpsi yang digunakan untuk menentukan distribusi ukuran pori dan luas permukaan spesifik
suatu padatan Haber, dkk., 1995. Bentuk dan ukuran pori material penting untuk diamati karena selain sangat menentukan proses difusi melewati material
tersebut, bentuk dan ukuran pori ini secara langsung mempengaruhi selektivitas reaksi katalisis. Luas permukaan spesifik adalah luas permukaan partikel tiap
satuan massa atau volume dari material. Teori adsorpsi digunakan untuk penentuan luas permukaan spesifik adsorben.
Hubungan antara jumlah yang terabsorp dengan tekanan kesetimbangan atau tekanan relatif pada suhu tertentu didefinisikan sebagai
isoterm adsorpsi desorpsi. Isoterm secara umum diilustrasikan dalam bentuk kurva dari Vads Volume gas yang teradsorpsi terhadap P atau PPo P =
tekanan kesetimbangan, Po = tekanan penguapan. Menurut IUPAC bentuk isoterm bisa diklasifikasikan dalam enam tipe isoterm, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.12. Skema klasifikasi isoterm adsorpsi desorpsi menurut IUPAC ini
didasarkan pada klasifikasi Brunauer. Brunauer mengklasifikasikan ada lima tipe isoterm, yaitu tipe I, II, III, IV dan V. Tipe I merupakan tipe langmuir.
Tipe ini khas untuk padatan mikropori dan adsorbsinya monolayer. Tipe II dan tipe III berturut-turut menggambarkan interaksi adsorpsi antara
adsorbat adsorben secara kuat dan lemah. Tipe II untuk material yang tidak
berpori dan umumnya fisisorpsi. Sedangkan tipe III adalah untuk material berpori dengan gaya kohesi yang lebih besar antara molekul adsorbat daripada
19 kekuatan adhesi antara molekul-molekul adsorbat dan adsorben. Isoterm tipe IV
dan tipe V karakteristik untuk adsorben mesopori yang berturut-turut merupakan adsorpsi monolayer dan multilayer yang disertai dengan adanya
kondensasi kapiler. Adanya pori pada permukaan padatan akan memberikan efek pembatasan jumlah lapisan pada adsorbat dan terjadi fenomena
kondensasi kapiler. Kondensasi kapiler ini menyebabkan terjadinya histerisis Adamson, 1997, Rouquerol, dkk., 1999. Tipe VI merupakan padatan tak
berpori yang mempunyai permukaan seragam. Tipe ini tidak termasuk dalam klasifikasi Brunauer.
Gambar 2.12 Klasifikasi isoterm adsorpsi desorpsi menurut IUPAC Adamson, 1997, Rouquerol, dkk., 1999
Adsorpsi nitrogen merupakan adsorpsi fisik yang digunakan dalam metode BET Haber, dkk., 1995. Isotherm Langmuir terbatas pada adsorpsi
monolayer. Sedangkan pada pembentukan multilayer dimodelkan menggunakan isotherm Brunauer-Emmet-Teller BET dengan dasar isotherm Langmuir dan
mengembangkannya pada adsorpsi fisis secara multilayer. Oleh karenanya, asumsi yang digunakan dalam isotherm BET adalah sebagai berikut: 1. Adsorpsi
terjadi pada kisi, 2. Layer pertama teradsorp pada permukaan padatan dan tiap- tiap lapisan dapat mulai teradsorpsi sebelum yang lain lepas, 3. Kecuali pada
lapisan pertama, molekul dapat teradsorpsi pada lapisan n apabila lapisan n-1
20 telah terasorpsi dan entalpi adsorpsi H
1
sama untuk tiap lapisan dan 4. Pada tekanan penjenuhan P
o
jumlah lapisan yang teradsorpsi adalah terbatas.
Isotermal BET mengikuti persamaan:
1 1
p p
C V
C C
V p
p V
p
m m
⋅ −
+ =
−
2.4 di mana:
V : jumlah gas yang teradsorp pada tekanan p
V
m
p : jumlah gas dalam monolayer
V → ∞ pada P = P
: tekanan penjenuhan
C : konstanta yang didefinisikan sebagai berikut
∆ −
∆ =
RT H
H C
cond ad
exp 2.5
H
ad
dan H
cond
adalah entalpi adsorpsi pada layer pertama dan seterusnya. plot antara:
p p
V p
− sebagai sumbu y dan
p p sebagai sumbu x akan
dihasilkan persamaan garis lurus dengan gradien = C
V C
m
1 −
dan intersep = C
V
m
1 .
Sehingga didapatkan: V
m
2.6 = 1slope + intersep
Kemudian untuk menghitung luas permukaan, digunakan rumus berikut:
18
10 0224
,
−
× ⋅
⋅
=
m m
A N
V SA
2.7 di mana:
SA : luas permukaan Surface Area
V
m
: volume adsorbat cm
3
0,0224 cm per gram padatan
3
N : bilangan Avogadro
= 22,4 L1000
A
m
: permukaan cross-sectional dari molekul adsorbat nm
21 Mc Cash, 2000
Persamaan BET hanya dapat digunakan untuk adsorpsi isoterm dengan nilai PPo berkisar antara 0,05–0,3 Adamson, 1997. Persamaan tersebut
didasarkan pada asumsi bahwa 1 terjadi adsorpsi banyak lapis, bahkan pada tekanan yang sangat rendah diabaikan, 2 interaksi antar molekul yang
teradsorpsi. 3 kecepatan adsorpsi mempunyai nilai yang sama dengan kecepatan desorpsi. 4 adsorben mempunyai permukaan yang homogen, yaitu mempunyai
keadaan energi yang sama. Perhitungan luas permukaan spesifik dari isotermal BET dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.7.
ZSM-5 dengan rasio molar SiO
2
Al
2
O
3
20 mempunyai luas permukaan spesifik BET 304 m
2
g
-1
dan volume mesopori 0,25 cc g
-1
. Volume mesopori semakin meningkat dengan semakin kecilnya rasio molar SiO
2
Al
2
O
3
. Grafik isoterm pada Gambar 2.13 memperlihatkan histerisis pada PPo = 0,5-0,99
untuk semua sampel ZSM-5. Loop histerisis paling besar diperlihatkan oleh sampel ZSM-5 rasio SiO
2
Al
2
O
3
20 yang mengindikasikan bahwa jumlah mesopori pada ZSM-5 rasio molar SiO
2
Al
2
O
3
20 paling banyak Khalifah, 2010.
Gambar 2.13 Grafik isoterm adsorpsi desorpsi N
2
dari ZSM-5 dengan variasi Rasio molar
SiO
2
Al
2
O
3
20 Rasio molar
SiO
2
Al
2
O
3
50 Rasio molar
SiO
2
Al
2
O
3
100 Adsorpsi
Desorpsi
22 rasio molar SiO
2
Al
2
O
3
20, 50 dan 100 Khalifah, 2010. Samart, dkk. 2009 melaporkan silika mesopori mempunyai luas
permukaan BET 801 m
2
g
-1
Qafisheh, dkk. 2007 mempelajari pengaruh pemanasan terhadap luas permukaan dari K
. Luas permukaan BET dari KIsilika mesopori tidak bisa ditentukan. Ini karena pori-pori silika tertutup oleh logam kalium. Sehingga
sifat silika yang berpori porous silica berubah menjadi mirip dengan sifat padat tidak berpori non porous solid, yang tidak bisa ditentukan dengan tepat oleh
BJH model.
3
PO
4
. Hasil adsorpsi nitrogen menunjukkan bahwa K
3
PO
4
tanpa pemanasan mempunyai luas permukaan 2,22 m
2
g
-1
. Setelah K
3
PO
4
dipanaskan pada suhu 200 dan 600
o
C, luas permukaannya berturut-turut menjadi 3,39 dan 4,56 m
2
g
-1
. Peningkatan luas permukaan K
3
PO
4
disebabkan perubahan morfologi permukaan setelah K
3
PO
4
dipanaskan.
2.5 Biodiesel dari Refined Palm Oil RPO