Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Saus Cabai Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

(1)

Lampiran 1. Pembuatan Larutan Standar Tembaga (Cu) − 100 ppm dari 1000 ppm

V1.N1 = V2.N2 V1.1000 = 100. 100 V1 = 10 mL

− 10 ppm dari 100 ppm V1.N1 = V2.N2 V1.100 = 100. 10 V1 = 10 mL

− 1 ppm dari 10 ppm V1.N1 = V2.N2 V1.10 = 50. 1 V1 = 5 mL

− 0,8 ppm dari 10 ppm V1.N1 = V2.N2 V1.10 = 50. 0,8 V1 = 4 mL

− 0,6 ppm dari 10 ppm V1.N1 = V2.N2 V1.10 = 50. 0,6 V1 = 3 mL

− 0,4 ppm dari 10 ppm V1.N1 = V2.N2 V1.10 = 50. 0,4 V1 = 2 mL


(2)

Lampiran 1. (Lanjutan) − 0,2 ppm dari 1 ppm

V1.N1 = V2.N2 V1.1 = 50. 0,2 V1 = 10 mL


(3)

Lampiran 2. Gambar Kurva Kalibrasi

Data kalibrasi

No X Y XY X2 Y2

1 0,2000 0,0355 0,0071 0,04 0,00126025

2 0,4000 0,0737 0,02948 0,16 0,00543169

3 0,6000 0,1087 0,06522 0,36 0,01181569

4 0,8000 0,1435 0,1148 0,64 0,02059225

5 1,0000 0,1780 0,1780 1,0 0,031684

Ʃx = 3

X = 0, 6

Ʃy=0,5394

Y= 0,10788

Ʃxy= 0,3946 Ʃx2= 2,2 Ʃy2 = 0,07078388

� =Σ�� −Σ (Σ�×Σ�)/� �2−(Σ�)2/

= 0,3946– (3 × 0,5394 ) / 5 2,2−(3)2/5


(4)

=0,3946−0,32364 2,2−1,8 =0,07096

0,4 = 0,1774

Lampiran 2. (Lanjutan)

� = � − ��

= 0,10788– 0,1774 (0,6) = 0,10788– 0,10644

= 0,00144

Persamaan Garis korelasi Y= ax+b

= 0,17740x + 0,0014400

�= Σ�� −(Σ�×Σ�)/�

�(Σ�2−(Σ�)2/) (Σ�2−(Σ�)2/

= 0,3946 – (3.0 x0,5394)/5

�2,2 – (3)2 / 5 (0,07078388 – 0,5394 )2 /5

= 0,07096

�(2,2−1,8)(0,07078388)−0,058190472)

= 0,07096

�(0,4)(0,012593408)

= 0,07096 0,0709743841


(5)

Lampiran 2. (Lanjutan) Perhitungan Kadar Logam Cu

Sampel A Abs = 0,0128

y = 0,17740x + 0,0014400 0,0128 = 0,17740x + 0,0014400

x = 0,0128−0,0014400 0,17740 x = 0,0640 µg/mL Sampel B

Abs = 0,0134

y = 0,17740x + 0,0014400 0,0134 = 0,17740x + 0,0014400

x = 0,0134−0,0014400 0,17740 x = 0,0674 µg/mL

Kadar logam = ��������� ���� µ �

���������� ���� (��)������������������ ���������� (��)��������� (�)

= Sampel A: 0,0640 µ�

��� 50 ��� 1

4,7193 � = 0,6780 mg/kg

=SampelB: 0,0674 µ�

��� 50 ��� 1

5,0824 � =0,6630mg/kg

Rata-rata sampel = 0,6780 + 0,6630


(6)

Lampiran 3. Gambar Alat dan Bahan

AAS (SHIMADZU AA- 7000) HOTPLATE

NERACA ANALITIK(METTLER TOLEDO) DESIKATOR


(7)

Lampiran 3. (Lanjutan)

LEMARI ASAM PEREAKSI HNO3 65%

AQUADES ASAM AQUABIDES ASAM


(8)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal. 266-268.

Apriantono, A., Fardlaz, D., Puspitasari, N.L., Sedarnawati, Budianto, S. (1989). Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Univesitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Hal. 16.

Badan Standarisasi Nasional.(2006).Saus Cabai .SNI 2976-2006. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional.

Badan Standarisasi Nasional. Cara Uji Cemaran Logam dalam Makanan. SNI 01-2896-1998. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional.

Bender, G.T. (1987). Principal Of Chemical Instrumentation. Philadelphia: W.B.Sounders Company. Hal. 98.

Connel, Des W., dan Miller G. J. ( 1995). Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta: UI- Press. Hal. 344.

Darmono. (1995). Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: UI Press. Hal. 9, 13, 25.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan I.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 298- 299, 305 - 306, 310 - 312, 319 - 322.

Haris, A. dan Gunawan. (1992). Prinsip Dasar Spektrofotometri Atom. Semarang: Badan Pengelola MIPA- UNDIP. Hal. 55.

Imamkhasani, S. (1984). Proceedings of the second ASEAN Workshop on Food Analytical Techniques. Bandung: National Institute Chemistry Indonesia. Hal. 15.

Kristianingrum, S. ( 2012). Kajian Berbagai Proses Destruksi Sampel dan Efeknya.Yogyakarta: MIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Hal. 197. Di akses tanggal 27 April2016.

Khopkar, S.M. (1985). Basic Concepts of Analytical Chemistry. Penerjemah: Saptorahardjo, A., dan Nurhadi, A. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press. Hal. 275, 279.


(9)

Novary, E.W. (1999). Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Jakarta: PT Penebar Swadaya. Hal. 173.

Palar, H. (2008). Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 23, 61.

Putra I.R., Asterina, dan Isrona L. (2014). Gambar Zat Pewarna pada Saus Cabai yang Terdapat pada Jajanan yang Dijual di Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Padang Utara. Padang: UNAND. Hal. 297. Diakses Tanggal 22 April 2016.

Vogel, A. I. (1985). Textbook of Macro And Semimicro Qualitative Inorganic Analysis. Penerjemah: Pudjatmaka dan Setiono. Buku Teks Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik Makro dan Semimakro. Edisi V. Bagian I. Jakarta: Kalman Medika Pustaka. Hal. 229, 289.


(10)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Instrumen Balai Riset dan Standarisasi (Baristand) Industri Medan yang berada di Jalan Sisingamangaraja No. 24 Medan pada tanggal 1– 31 Maret 2016.

3.2 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan Batang pengaduk, Bunsen, Bola hisap, Bola semprot, Corong gelas, Cawan Porselen, Erlenmeyer, Desikator, Kertas saring Whatmann No. 42, Labu ukur, Lampu katoda berongga Cu ( Hallow Cathode Lamp), Lemari Asam, Pemanas listrik, Pipet volumetric, Spektrofotometer Serapan Atom (SHIMADZU AA- 7000), Tissue, Tanur ( thermolyne), Timbangan analitik (mettler toledo) (SNI 01-2896-1998).

3.3 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah Aquades Asam, Aquabidest Asam, Asam Nitrat (HNO3) pekat p.a. , Gas Asetilen (C2H2), Larutan Cu 1000 ppm, dan Saus Cabai.

3.4 Prosedur

3.4.1Preparasi Saus Cabai

Ditara cawan, kemudian ditimbang seksama 5 g Saus Cabai masing- masing dibuat sampel A dan sampel B, dibakar sampel A dan sampel B menggunakan bunsen sampai menjadi arang. Kemudian diamati sampel Saus Cabai tidak mengeluarkan asap, kemudian dimasukkan kedalam tanur dengan


(11)

suhu 550° C, biarkan sampai betul- betul menjadi abu, lalu keluarkan cawan dari tanur dan di dinginkan, kemudian ditambahan akuades hangat 2- 3 tetes untuk membasahi sampel A dan B, setelah itu dimasukkan 3 mL HNO3 p.a ke dalam sampel A dan B lalu diaduk dengan batang pengaduk, kemudian ditambahkan akuades setengah dari wadah cawan lalu dikocok dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, kemudian addkan dengan akuades asam sampai garis tanda, setelah itu homogenkan kemudian disaring dengan Kertas Whatmann No. 42 dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer untuk di analisis, diberi label (SNI 01-2896-1998).

3.4.2 Pembuatan Pereaksi Aquabides Asam

1 liter aquabidest ditambahkan 1,5 mL HNO3 p.a. kemudian dikocok hingga homogen (SNI 01-2896-1998) .

3.4.3 Pembuatan Larutan Standar Tembaga (Cu)

Pembuatan larutan kerja logam tembaga 100 mg/L

Dipipet 10 mL larutan Cu 1000 ppm dimasukkan ke dalam labu 100 mL, encerkan dengan akuabides asam sampai garis tanda lalu homogenkan(SNI 01-2896-1998).

Pembuatan larutan kerja logam tembaga 10 mg/L

Dipipet 5mL dari larutan Cu 100 ppm dimasukkan ke dalam labu 100 mL, encerkan dengan akuabides asam sampai garis tanda lalu homogenkan(SNI 01-2896-1998).


(12)

Pembuatan larutan kerja logam tembaga 0,2 mg/L

Dipipet 1 mL larutan baku Cu10 mg/L, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, dan ditepatkan dengan akuabidest asam sampai garis tanda dan homogenkan (SNI 01-2896-1998).

Pembuatan larutan kerja logam tembaga 0,4 mg/L

Dipipet 2 mL larutan baku Cu 10 mg/L, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, dan ditepatkan dengan akuabidest asam sampai garis tanda dan homogenkan (SNI 01-2896-1998).

Pembuatan larutan kerja logam tembaga 0,6 mg/L

Dipipet 3mL larutan baku Cu 10 mg/L, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, dan ditepatkan dengan akuabidest asam sampai garis tanda dan homogenkan (SNI,2011).

Pembuatan larutan kerja logam tembaga 0,8 mg/L

Dipipet 4 mL larutan baku Cu 10 mg/L, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, dan ditepatkan dengan akuabidest asam sampai garis tanda dan homogenkan (SNI 01-2896-1998).

Pembuatan larutan kerja logam tembaga 1 mg/L

Dipipet 5 mL larutan baku Cu 10 mg/L, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, dan ditepatkan dengan akuabidest asam sampai garis tanda dan homogenkan (SNI 01-2896-1998).


(13)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Penetapan kadar tembaga pada saus cabai dengan metode spektrofotometri serapan atom diperoleh kadar sebagai berikut:

Tabel 4.1 Penetapan Kadar Logam Cu Pada Saus Cabai

Kadar rata – rata sampel : 0,6705 mg/kg

Perhitungan penetapan kadar dapat di lihat pada lampiran hal. 25 4.2Pembahasan

Penetapan kadar tembaga (Cu) menggunakan alat Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) AA- 7000 diperoleh hasil bahwa tembaga pada saus cabai yaitu 0,6705 mg/kg. Berdasarkan SNI 01- 2976-2006 mengenai persyaratan mutu cemaran logam dimana batas maksimum logam tembaga (Cu) pada saus cabai sebesar 5 mg/kg. Dari data di atas dinyatakan bahwa kadar tembaga (Cu) pada saus cabai telah memenuhi syarat SNI.

Adanya sejumlah kecil kandungan tembaga pada saus cabai dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan bagi tubuh manusia karena tembaga termasuk ke dalam

Parameter Berat Awal

Faktor pengenceran

Pembacaan AAS

Satuan Hasil UJi

Cu mg/kg

Cu A 4,7193 g 1,00 0,0640 ppm 0,6780


(14)

logam esensial bagi manusia, namun dalam jumlah berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Menurut Palar (2008), kebutuhan manusia terhadap tembaga cukup tinggi, pada dewasa membutuhkan Cu 30 µg/kg berat tubuh, pada anak-anak jumlah Cu yang dibutuhkan 40 µg/kg berat tubuh, sedangkan pada bayi dibutuhkan 80 µg/kg berat tubuh.


(15)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kadar tembaga yang diperoleh pada saus cabai sebesar 0,6705 mg/kg. Kadar tersebut memenuhi syarat SNI 01- 2976-2006 dari batas maksimum yaitu 5,0 mg/kg.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan uji parameter lainnya menurut persyaratan mutu SNI pada saus cabai.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cabai (Capsicum sp)

Cabai (Capsicum sp) adalah salah satu jenis sayuran yang berasal dari benua Amerika. Penyebarannya segera meluas ke berbagai tempat sejak Columbus menemukan benua ini. Kini tak kurang benua Asia, Afrika, dan sebagian Eropa sudah akrab mengenal sayuran penyedap rasa ini. Tanaman cabai berbentuk semak dengan buah yang beraneka bentuk, ukuran, warna, maupun rasa pedasnya (Novary, 1999).

2.1.1 Saus Cabai

Saus Cabai merupakan bahan pelengkap yang digunakan sebagai tambahan untuk menambah kelezatan makanan dapt berupa cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna menarik (biasanya merah), mempunyai daya simpan panjang karena mengandung asam, gula, garam, dan sering kali pengawet (Putra,dkk., 2014).

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01- 2976 tahun 2006, saus cabai adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum Sp), baik yang diolah dengan penambahan bumbu- bumbu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dengan bahan tambahan pangan yang diizinkan.

2.1.2 Persyaratan Saus Cabe


(17)

Tabel 2.1Persyaratan mutu saus cabai

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan

1. 1.1 1.2 Keadaan: Bau Rasa normal normal

2. Jumlah padatan terlarut

%(b/b) Min 20

3. Mikroskopis Cabe positip

4. PH Maks 4

5. Bahan tambahan pangan :

5.1 Pewarna 5.2 Pengawet 5. Pemanis buatan

%(b/b)

Sesuai peraturan di bidang makanan yang berlaku

6. Cemaran logam: 6.1 Timbal (Pb) 6.2 Tembaga (Cu) 6.3 Seng (Zn) 6.4 Timah (Sn) 6.5 Raksa ( Hg)

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maks 2,0 Maks 5,0 Maks 40,0 Maks 40,0/ 250

Maks 0,03 7. Cemaran arsen (As) mg/kg Maks 1,0


(18)

8 Cemaran mikroba: 8.1Angka lempeng total

8.2Bakteri koliform 8.3Kapang

Koloni/g

APM/g Koloni/g

Maks 1 x 104

< 3 Maks 50

Sumber: SNI 01- 2976-2006 2.2 Logam Berat

Logam berat berasal dari kerak bumi yang mengandung bahan- bahan murni, organik, dan anorganik. Logam merupakan bahan pertama yang dikenal oleh manusia dan digunakan sebagai alat- alat yang berperan penting dalam sejarah peradaban manusia (Darmono, 1995).

Menurut Widowati (2008), logam berat dibagi dalam 2 jenis, yaitu:

1. Logam berat essensial, yakni logam dalam jumlah tertentu yang sangat dibutuhkan oleh organisme. Dalam jumlah yang berlebihan logam tersebut bisa menimbulkan efek toksik. Contohya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya.

2. Logam berat tidak essensial, yakni logam yang keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya, bahkan bersifat toksik, seperti Hg, Cd, Pb, Cr, dan lain- lain.

2.2.1 Sumber Logam Berat 1. Sumber Alamiah


(19)

Logam- logam di atmosfer berdasarkan sumber alamiahnya berasal dari debu- debu kegiatan gunung berapi, erosi dan pelapukan tebing dan tanah, asap dari kebakaran hutan, dan partikulat dari permukaan laut. Secara alamiah unsur tembaga dapat masuk ke dalam lingkungan sebagai akibat dari peristiwa alam seperti erosi dari batuan mineral ( Connel dan Miller, 1995).

2. Sumber Pencemaran

Pencemaran logam berat dapat terjadi pada daerah lingkungan yang bermacam-macam dan ini dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu udara, air, dan tanah.Di Indonesia pencemaran logam berat cendrung meningkat sejalan dengan proses industrialisasi.Di daerah perkotaan dan industri pencemaran udara disebabkan karena uap sisa pembakaran bahan bakar kendaraan dan asap pabrik. Udara di daerah ini akan tercemar oleh logam berat dan kemudian terbawa oleh air hujan, sehingga air hujan tersebut juga mengandung logam berat. Air yang mengandung logam berat ini akan mencemari tanah dan lingkungan.Hal ini juga dapat disebabkan karena penggunaan logam sebagai bahan baku berbagai jenis industri untuk memenuhi kebutuhan manusia juga semakin meningkat.Seperti penggunaan pembasmi hama (peptisida), pemupukan atau limbah buangan pabrik yang menggunakan logam. ( Widowati, 2008; Darmono, 1995).

2.3Tembaga

Tembaga (Cu) merupakan logam yang bewarna merah muda yang lunak.Memiliki titik lebur 1038°C, tidak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encerdan mudah larut dalam asam nitrat. Logam tembaga dapat diidentifikasi dengan beberapa reaksi kualitatif yaitu dengan penambahan H2S akan membentuk endapan hitam dari CuS, dimana endapan ini tidak dapat larut dalam H2SO4 encer


(20)

dan larut dalam HNO3 pekat. Reaksi indentifikasi tembaga dapat dilakukan menggunakan uji nyala menghasilkan nyala hijau dengan pembasahan asam klorida pekat sebelum pemanasan (Vogel, 1985).

Unsur tembaga di alam ditemukan dalam bentuk logam bebas, namun lebih banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan ion seperti CuCO3, CuOH dan lain sebagainya. Unsur tembaga juga terdapat dalam bentuk mineral yang terdapat pada tanah dan batuan seperti CuFeS2, Cu2S, dan Cu5FeS4 (Palar, 2008).

Tembaga dianggap sebagai zat gizi essensial pada tahun 1928, ketika ditemukan bahwa anemia hanya dapat dicegah bila tembaga dan besi keduanya ada di dalam tubuh dalam jumlah cukup. Tembaga memegang peranan dalam mencegah anemia dengan cara membantu absorpsi besi dan merangsang sintesis hemoglobin sehingga melepas simpanan besi dari feritin dalam hati.Tembaga ada di dalam tubuh sebanyak 50-120 mg, sekitar 40% ada di dalam otot, 15% di dalam hati, 10% di dalam otak, 6% di dalam darah dan selebihnya di dalam tulang, ginjal, dan jaringan tubuh lain. Di dalam plasma, 60% dari tembaga terikat pada seruloplasmin, 30% pada transkuprein dan selebihnya pada albumin dan asam amino (Almatsier, 2004).

Di dalam tubuh tembaga berfungsi sebagai bagian dari enzim, contohnyaenzim metaloprotein yang terlibat dalam fungsi rantai sitokrom dalam oksidasi di dalam mitokondria. Fungsi lain tembaga diantaranya adalah sebagai sintesis protein-protein kompleks jaringan kolagen di dalam kerangka tubuh dan pembuluh darah, tembaga yang terdapat di dalam sel darah merah terdapat sebagai metaloenzim superoksidadismutase yang terlibat dalam pemusnahan radikal


(21)

bebas, berperan dalam sintesis pembawa rangsangan saraf (neurotransmiter) seperti noradrenalin, juga berperan dalam mencegah anemia (Almatsier, 2004).

Kelebihan tembaga secara kronis menyebabkan penumpukan tembaga di dalam hati yang dapat menyebabkan nekrosis hati, konsumsi sebanyak 10-15 mg tembaga sehari dapat menimbulkan muntah-muntah, diare, berbagai tahap perdarahan intravaskular dapat terjadi, begitupun nekrosis sel-sel hati dan gagal ginjal, konsumsi dosis tinggi dapat menyebabkan kematian.Gejala defisiensi tembaga yaitu terjadi penurunan kadar Cu-serum, lalu terjadi anemia yang serupa dengandefisiensi Fe , menggangu pertumbuhan dan metabolisme (Almatsier, 2004).

2.4Destruksi

Untuk menentukan kandungan mineral bahan makanan, bahan harusdidestruksi dulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry ashing) dan pengabuan basah (wet digestion). Pemilihan cara tersebut tergantung pada sifat zat organik dalam bahan, sifat zat anorganik yang ada di dalam bahan, mineral yang akan dianalisa serta sensitivitas cara yang digunakan. Pada destruksi kering sering terjadi kehilangan unsur- unsur mikro tertentu karena suhu pemanasan yang tinggi, dapat juga terjadi reaksi antara unsur dengan wadah. Pada pengabuan basah suhu yang digunakan tidak melebihi titik didih larutan dan pada umumnya karbon lebih cepat hancur daripada menggunakan cara pengabuan kering(Apriantono, dkk., 1989).

Destruksi kering merupakan perombakan organik logam di dalam sampel menjadi logam-logam anorganik dengan jalan pengabuan sampel dalam tanur dan memerlukan suhu pemanasan tertentu. Pada umumnya dalam destruksi kering ini


(22)

dibutuhkan suhu pemanasan antara 400-800°C, tetapi suhu ini sangat tergantung pada jenis sampel yang akan dianalisis. Untuk menentukan suhu pengabuan dengan sistem ini terlebih dahulu ditinjau jenis logam yang akan dianalisis. Bila oksida-oksida logam yang terbentuk bersifat kurang stabil, maka perlakuan ini tidak memberikan hasil yang baik. Untuk logam Fe, Cu, dan Zn oksidanya yang terbentuk adalah Fe2O3, FeO, CuO, dan ZnO. Semua oksida logam ini cukup stabil pada suhu pengabuan yang digunakan. Oksida-oksida ini kemudian dilarutkan ke dalam pelarut asam encer baik tunggal maupun campuran, setelah itu dianalisis menurut metode yang digunakan (Kristianingrum, 2012).

2.5 Spekrofotmetri Serapan Atom

Spektrofotometri serapan atom pertama kali di gunakan pada tahun 1955 oleh Walsh.Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode yang digunakan untuk mendeteksi atom-atom logam dalam fase gas. Metode ini mengandalkan nyala untuk mengubah logam dalam larutan sampel menjadi atom-atom logam berbentuk gas yang digunakan untuk analisis kuantitatif logam dalam sampel (Bender, 1987; Gandjar dan Rohman, 2007).

Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur- unsur logam dalam jumlah sekelumit ( trace) dan sangat kelumit ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut.Cara ini cocok untuk analisislogam, karena mempunyai kepekaan yang tinggi ( batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan gangguannya sedikit. Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom- atom netral, dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau


(23)

ultraviolet.Metode Spektrofotometri serapan atom (SSA) mendasarkan pada prinsip absorbansi cahaya oleh atom. Atom – atom akan meyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Sebagai contoh tembaga menyerap cahaya pada panjang gelombang 324,7 nm. Cahaya dengan panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Dengan menyerap suatu energi, suatu atom pada keadaan dasar dapat dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi(Gandjar dan Rohman, 2007).

2.5.1Instrumentasi AAS 1. Sumber sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Katoda tersebut berbentuk silinder berongga yang permukaannya dilapisi dengan unsur yang sama dengan unsur yang dianalisis. Pemberian tekanan dengan potensial tinggi pada arus tertentu antara anoda dan katoda, akan menyebabkan logam mulia, memijar sehingga menabrak atom-atom logam katoda hingga terlempar keluar dan tereksitasi dan memancarkan radiasi pada panjang gelombang tertentu yang sama dengan panjang gelombang atom yang dianalisis. Salah satu kelemahan penggunaan lampu katoda berongga adalah satu lampu digunakan untuk satu unsur, akan tetapi saat ini telah banyak dijumpai suatu lampu katoda kombinasi, yakni satu lampuj dilapisi beberapa unsur sehingga dapat digunakan untuk analisis beberapa unsur (Gandjar dan Rohman, 2007; Khopkar, 1985).


(24)

2. Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan dasar. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi uap atom-atomnya, yaitu:

a. Nyala ( falme)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan jugaberfungsi untuk atomisasi. Pada cara spektrofotometri emisi atom, nyala ini berfungsi untuk mengeksitasikan atom dari tingkat dasar ke tingkat yang lebih tinggi.Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas- gas yang digunakan, misalkan untuk gas batubara- udara, suhunya kira- kira sebesar 1800°C; gas alam- udara: 1700°C; asetilen- udara: 2200°C; dan gas asetilen- dinitrogen oksida (N20) sebesar 3000°C.

b. Tanpa nyala (Flameless)

Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil sedikit (hanya beberapa μL), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2007).

3. Monokromator

Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian


(25)

banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda berongga (Gandjar dan Rohman, 2007).

4. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton (Gandjar dan Rohman, 2007).

5.Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2007).

Gambar 2.1 Gambar sistem peralatan spektrofotometer serapan atom 2.5.2 Gangguan- gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom

Gangguan-gangguan (interference) pada Spektrofotometri Serapan Atom adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), gangguan-gangguan yang terjadi pada spektrofotometri serapan atom adalah:


(26)

a. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala.

b. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala.

c. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala.


(27)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01- 2976 tahun 2006, saus cabai adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum Sp), baik yang diolah dengan penambahan bumbu- bumbu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dengan bahan tambahan pangan yang diizinkan.

Kemungkinan cemaran logam, terutama logam berat, ke dalam makanan akibat kontaminasi dari lingkungan, memunculkan alasan dilakukan analisis untuk kontrol kualitas. Hal tersebut untuk menjamin kebutuhan nutrisi masyarakat dan pengawasan bahan- bahan berbahaya yang mungkin terdapat dalam makanan dan berbahaya terhadap kesehatan masyarakat, salah satu nya adalah saus cabai ( Imamkhasani, 1984).

Logam tembaga termasuk logam essensial yang dalam dosis tertentu dibutuhkan sebagai nutrisi, namun bila kadar logam ini melebihi jumlah dosis tertentu akan meyebabkan keracunan dan menimbulkan bahaya bagi kesehatan, baik pada manusia, hewan, tanaman, maupun lingkungan (Darmono, 1995).

Sesuai atau tidaknya kadar tembaga yang terkandung pada saus cabai yang beredar di Indonesia dilihat berdasarkan persyaratan mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2976-2006.

Spektrofotometri Serapan Atom merupakan metode yang digunakan untuk menentukan kadar logam dalam suatu sampel. Metode ini dipilih karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm),


(28)

pelaksanaannya relatif sederhana, waktu pengerjaan yang cepat, alatnya yang sensitif, dan sangat spesifik untuk unsur yang akan dianalisis(Haris & Gunawan 1992; Gandjar dan Rohman, 2007).

Berdasarkan hal diatas, penulis tertarik untuk mengambil judul tugas akhir berjudul “Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Dalam Saus Cabai Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom”.

1.2 Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

Untuk mengetahui kadar logam tembaga (Cu) pada saus cabai dengan menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) berdasarkan persyaratan SNI (Standar Nasional Indonesia).

1.2.2 Manfaat

Untuk memberikan informasi tentang kadar logam tembaga (Cu) pada saus cabai.


(29)

PENETAPAN KADAR TEMBAGA (Cu) PADA SAUS CABAI

DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN

ATOM (SSA)

ABSTRAK

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01- 2976 tahun 2006, saus cabai adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum Sp), baik yang diolah dengan penambahan bumbu- bumbu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dengan bahan tambahan pangan yang diizinkan.Namun saus cabai ini dapat mengandung berbagai lgam salah satunya tembaga (Cu) yang dapat terjadi karena kontaminasi dari lingkungan.

Saus Cabaiterlebih dahulu didestruksi secara destruksi kering menggunakan tanur (550°C) kemudian ditambahkan 3 mL asam nitrat pekat. Serapan logam tersebut diuji secara spektrofotometri serapan atom (AAS)denganmenggunakan gas pembakarudara-asetilen dengan panjang gelombang 324,7 nm. Keuntungan dari metode ini mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1ppm), dan pelaksanaannya relatif sederhana.

Pada hasil pengujian menunjukkan bahwa saus cabai mengandung 0,6705 mg/kg. Berdasarkan batas aman yang tertera pada Standar Nasional Indonesia 01- 2976 tahun 2006 yaitu sebesar 5,0 mg/kg, sampel saus cabai masih di bawah batas aman ddan layak untuk dikonsumsi.


(30)

PENETAPAN KADAR TEMBAGA (Cu) PADA SAUS CABAI

DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN

ATOM (SSA)

TUGAS AKHIR

OLEH:

RISKA SEVANI NIM 132410014

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DANMAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(31)

(32)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Penetapan Kadar Tembaga (Cu) Pada Saus Cabai dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom”.

Tujuan Penyusunan tugas akhir ini sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan berdasarkan yang penulis lakukan pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Riset Standarisasi (Baristand) Industri Medan.

Selama menyusun Tugas Akhir ini, penulis juga mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr.Masfria,M.S.,Apt., Selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si, Apt., selaku wakil Dekan I Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr.Karsono, Apt., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir.

5. Bapak Martias, Kepala Laboratorium Instrumen dan Ibu Marisa Naufa, M.Si., dan Bapak Dicky Hariadi Pratama selaku Pembimbing PKL di Baristand Industri Medan di Laboratorium Instrumen di Baristand Industri Medan.


(33)

6. Bapak Drs. Chairul Azhar Dalimunthe, M.Sc., Apt., selaku Dosen Pembimbing Akademik, Ibu dan Bapak Dosen beserta seluruh staf di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

7. Sahabat-sahabat penulis, Desfi, Gita, Mirta, dan Lisayang senantiasa memberi semangat dan bantuan, beserta teman-teman mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2013yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi artikeberadaan mereka.

Penulis mengucapkan terimakasih terutama kepada kedua orang tua, ayah Irwansyah dan ibu Nurmaidani yang sudah memberikan dukungan dalam penulisan Tugas akhir. Juga saudara kandung penulis Ira Wulan Dani, Ilhamsyah Eddy, Fitri Afriyanti , Audri Wandani, Fitrah Zulfin beserta keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan nasihat kepada penulis agar semangat meraih cita-cita.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Akhir kata, penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Juni 2016 Penulis,

Riska Sevani NIM 132410014


(34)

PENETAPAN KADAR TEMBAGA (Cu) PADA SAUS CABAI

DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN

ATOM (SSA)

ABSTRAK

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01- 2976 tahun 2006, saus cabai adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum Sp), baik yang diolah dengan penambahan bumbu- bumbu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dengan bahan tambahan pangan yang diizinkan.Namun saus cabai ini dapat mengandung berbagai lgam salah satunya tembaga (Cu) yang dapat terjadi karena kontaminasi dari lingkungan.

Saus Cabaiterlebih dahulu didestruksi secara destruksi kering menggunakan tanur (550°C) kemudian ditambahkan 3 mL asam nitrat pekat. Serapan logam tersebut diuji secara spektrofotometri serapan atom (AAS)denganmenggunakan gas pembakarudara-asetilen dengan panjang gelombang 324,7 nm. Keuntungan dari metode ini mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1ppm), dan pelaksanaannya relatif sederhana.

Pada hasil pengujian menunjukkan bahwa saus cabai mengandung 0,6705 mg/kg. Berdasarkan batas aman yang tertera pada Standar Nasional Indonesia 01- 2976 tahun 2006 yaitu sebesar 5,0 mg/kg, sampel saus cabai masih di bawah batas aman ddan layak untuk dikonsumsi.


(35)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 LatarBelakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2

1.2.1 Tujuan ... 2

1.2.2 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Cabai ... 3

2.1.1 Saus Cabai ... 3

2.1.2 Persyaratan Mutu Saus Cabai ... 3

2.2 Logam Berat... 4

2.1.2 Sumber Logam Berat ... 5

2.4 Tembaga ... 6


(36)

2.6 Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) ... 8

2.6.1 Instrumentasi AAS ... 9

2.6.2 Gangguan- gangguan Spektrofotometri Serapan Atom ... 12

BAB III METODE PENELETIAN ... 13

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

3.2 Alat-alat ... 13

3.3 Bahan-bahan ... 13

3.4 Prosedur ... 13

3.4.1 Preparasi Sampel ... 14

3.4.2 Pembuatan Pereaksi Aquabides Asam ... 14

3.4.3 Pembuatan Larutan Standar Tembaga ... 14

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

4.1 Hasil dan Pembahasan ... 16

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 18

5.1 Kesimpulan ... 18

5.2 Saran ... 18

DAFTAR PUSTAKA ... 19


(37)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1Persyaratan Mutu Saus Cabai... 3 4.1Hasil Kadar Tembaga Pada Saus Cabai ... 16


(38)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1Perhitungan Pembuatan Larutan Standar Tembaga ... 21 2 Gambar Kurva Kalibrasi, Data kalibrasi tembaga

denganspektrofotometer serapan atom, perhitungan persamaan garis regresi dan koefisien korelasi (r),

perhitungan kadar logam Cu ... 23 3 Gambar Alat dan Bahan ... 26


(39)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman


(1)

PENETAPAN KADAR TEMBAGA (Cu) PADA SAUS CABAI

DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN

ATOM (SSA)

ABSTRAK

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01- 2976 tahun 2006, saus cabai adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum Sp), baik yang diolah dengan penambahan bumbu- bumbu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dengan bahan tambahan pangan yang diizinkan.Namun saus cabai ini dapat mengandung berbagai lgam salah satunya tembaga (Cu) yang dapat terjadi karena kontaminasi dari lingkungan.

Saus Cabaiterlebih dahulu didestruksi secara destruksi kering menggunakan tanur (550°C) kemudian ditambahkan 3 mL asam nitrat pekat. Serapan logam tersebut diuji secara spektrofotometri serapan atom (AAS)denganmenggunakan gas pembakarudara-asetilen dengan panjang gelombang 324,7 nm. Keuntungan dari metode ini mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1ppm), dan pelaksanaannya relatif sederhana.

Pada hasil pengujian menunjukkan bahwa saus cabai mengandung 0,6705 mg/kg. Berdasarkan batas aman yang tertera pada Standar Nasional Indonesia 01- 2976 tahun 2006 yaitu sebesar 5,0 mg/kg, sampel saus cabai masih di bawah batas aman ddan layak untuk dikonsumsi.


(2)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 LatarBelakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2

1.2.1 Tujuan ... 2

1.2.2 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Cabai ... 3

2.1.1 Saus Cabai ... 3

2.1.2 Persyaratan Mutu Saus Cabai ... 3

2.2 Logam Berat... 4

2.1.2 Sumber Logam Berat ... 5

2.4 Tembaga ... 6

2.5 Destruksi ... 7


(3)

2.6 Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) ... 8

2.6.1 Instrumentasi AAS ... 9

2.6.2 Gangguan- gangguan Spektrofotometri Serapan Atom ... 12

BAB III METODE PENELETIAN ... 13

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

3.2 Alat-alat ... 13

3.3 Bahan-bahan ... 13

3.4 Prosedur ... 13

3.4.1 Preparasi Sampel ... 14

3.4.2 Pembuatan Pereaksi Aquabides Asam ... 14

3.4.3 Pembuatan Larutan Standar Tembaga ... 14

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

4.1 Hasil dan Pembahasan ... 16

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 18

5.1 Kesimpulan ... 18

5.2 Saran ... 18

DAFTAR PUSTAKA ... 19


(4)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1Persyaratan Mutu Saus Cabai... 3 4.1Hasil Kadar Tembaga Pada Saus Cabai ... 16


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1Perhitungan Pembuatan Larutan Standar Tembaga ... 21 2 Gambar Kurva Kalibrasi, Data kalibrasi tembaga

denganspektrofotometer serapan atom, perhitungan persamaan garis regresi dan koefisien korelasi (r),

perhitungan kadar logam Cu ... 23 3 Gambar Alat dan Bahan ... 26


(6)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom ... 12