BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengetahuan 1.1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman, juga bisa didapat dari informasi yang disampaikan oleh guru, orang tua, teman, buku, dan surat kabar
Notoatmodjo, 2003. Menurut Setiawati 2008, pengetahuan adalah hasil dari proses
pembelajaran dengan melibatkan indra penglihatan, pendengaran, penciuman, dan pengecap. Pengetahuan akan memberikan penguatan terhadap individu dalam
setiap mengambil keputusan sehingga individu tersebut akan melakukan perubahan dengan mengadopsi perilaku. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah
ada dan tersedia sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang yang telah
mempunyai pengetahuan kepada pikiran orang lain yang belum memiliki pengetahuan tersebut Budiningsih, 2005.
Universitas Sumatera Utara
2. Konsep Nyeri
2.1 Defenisi Nyeri Association for the Study of pain mendefinisikan nyeri sebagai
pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan, muncul dari kerusakan jaringan secara aktual atau potensial atau menunjukkan adanya
kerusakan NANDA, 2006. Nyeri terjadi bersama proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan Brunner
Suddart, 2002. Nyeri merupakan campuran fisik, emosi dan perilaku Potter Perry, 2005.
Menurut Arthur Custon Depkes RI, 1997, nyeri adalah suatu mekanisme proteksi bagi tubuh, timbul bilamana jaringan sedang dirusak dan menyebabkan
individu bereaksi untuk menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri. Dalam Prasetyo 2010, ada tiga macam teori nyeri yang dapat dijelaskan
sebagai berikut : 2.1.1. Teori pola Pattern Theory, mengemukakan bahwa terdapat dua serabut
saraf nyeri utama yakni serabut yang menghantarkan nyeri secara cepat dan serabut yang menghantar nyeri secara lambat serabut A-delta dan serabut C.
Stimulasi dari saraf ini membentuk sebuah pola.
2.1.2. Teori pemisahan specificity theory, mengemukakan bahwa rangsangan sakit masuk ke spinal cord melalui dorsalis yang bersinaps di daerah posterior
kemudian naik ke traktus hemifer dan menyilang ke garis media ke sisi lainnya dan berakhir di korteks selebri, dimana rangsangan nyeri tersebut diteruskan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Teori pengendalian gerbang gate control theory yang dikemukakan oleh Melzak dan Wall, menjelaskan tranmisi dan persepsi nyeri. Rangsangan atau
impuls nyeri yang disampaikan oleh syaraf perifer aferen ke korda spinalis dapat dimodifikasi sebelum tramisi ke otak. Sinaps dalam dorsal medulla spinalis
beraktifitas seperti pintu untuk mengijinkan impuls masuk ke otak. Kerja kontrol gerbang ini menguntungkan dari kerja serat saraf besar dan kecil yang keduanya
berada dalam rangsangan akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat akan meningkatkan aktifitas subtansia gelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya
pintu sehingga katifitas sel T terhambat dan menyebabkan hantaran rasa nyeri terhambat juga. Rangsangan serat besar ini dapat langsung merangsang ke korteks
serebri dan hasil persepsinya akan dikembalikan ke dalam melalui serat eferen dan reaksinya mempengaruhi aktifitas sel T. Rangsangan pada serat kecil akan
menghambat aktifitas substansi gelatinosa dan membuka pintu mekanisme sehingga aktifitas sel T meningkat dan akan menghantarkan ke otak.
2.2 Fisiologi Nyeri Berdasarkan teori pola pattern Theory, fisiologi nyeri melalui empat
proses, diawali proses transduksi transduction dimana suatu stimuli nyeri diubah menjadi suatu aktivitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Stimuli ini
dapat berupa stimuli fisik tekanan, suhu panas, listrik atau kimia. Proses kedua yakni proses transmisi transmision merupakan penyaluran impuls melalui saraf
sensoris menyusul proses transduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A delta dan serabut C sebagai neuron pertama, dari perifer ke medula spinalis
Universitas Sumatera Utara
dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke talamus selanjutnya impuls disalurkan ke daerah somato sensoris di korteks serebri
melalui neuron ketiga, dimana impuls tersebut diterjemahkan dan dirasakan sebagai persepsi nyeri. Proses ketiga yakni modulasi modulation, adalah proses
dimana terjadi interaksi antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh pada saat nyeri masuk ke kornu posterior medula spinalis. Proses acendern
ini dikontrol oleh otak. Sistem analgesik endogen yang meliputi enkefalin, endorfin, serotonin, dan noradrenalin memiliki efek yang dapat menekan impuls
nyeri pada kornu posterior medula spinalis. Kornu posterior ini dapat diibaratkan sebagai pintu yang dapat tertutup atau terbuka. Proses modulasi inilah yang
menyebabkan persepsi nyeri menjadi sangat subjektif pada setiap orang Luckmann Sorensen’s, 1987. Proses terakhir adalah persepsi perception,
merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri Potter Perry, 2005. Menurut Davis 2003 dalam Harahap, 2007, proses persepsi ini tidak hanya
berkaitan dengan proses fisiologis atau proses anatomis saja, akan tetapi juga meliputi pengenalan cognition dan ingatan memory. Oleh karena itu, faktor
psikologis, emosional dan behavioral perilaku juga muncul sebagai respon dalam mempersepsikan pangalaman nyeri tersebut. Proses ini jugalah yang
menjadikan nyeri tersebut suatu fenomena yang multidimensional Luckman Sorensen’s 1987.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Menurut Potter Perry 2005, nyeri dipengaruhi oleh berbagai faktor,
yaitu: usia, ansietas dan kelelahan, pengalaman sebelumnya, pengetahuan tentang nyeri, dan dukungan keluarga dan sosial. Usia merupakan variabel penting yang
mempengaruhi nyeri pada individu. Toleransi terhadap nyeri meningkat sesuai dengan pertambahan usia, misalnya semakin bertambah usia seseorang maka
semakin bertambah pula pemahaman terhadap nyeri dan usaha mengatasinya Potter Perry 2005.
Hubungan antara nyeri, ansietas, dan keletihan bersifat kompleks, ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri dapat menimbulkan perasaan
ansietas, maka rasa cemas yang tidak hilang seringkali menyebabkan psikosis dan gangguan kepribadian, sedangkan keletihan meningkatkan persepsi dan rasa
kelelahan yang menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping Potter Perry, 2005.
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Cara
seseorang berespons terhadap nyeri adalah akibat dari banyak kejadian nyeri selama rentang kehidupannya. Bagi beberapa orang nyeri masa lalu dapat saja
menetap dan tidak terselesaikan, seperti pada nyeri kronis dan persisten Brunner Suddarth, 2001.
Pengetahuan tentang nyeri atau arti nyeri bagi individu memiliki banyak perbedaan dan hampir sebagian arti nyeri tersebut merupakan arti yang negatif,
seperti membahayakan, merusak, dan lain-lain. Individu yang mengalami nyeri
Universitas Sumatera Utara
sering kali membutuhkan dukungan, bantuan, dan perlindungan dari anggota keluarga lain atau teman terdekat. Kehadiran orang terdekat akan meminimalkan
kesepian dan ketakutan walaupun nyeri masih dirasakan oleh klien Prasetyo, 2010.
2.4 Klasifikasi Nyeri Nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan berdasarkan
pada tempat, sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu serangannya.
2.4.1. Nyeri Berdasarkan Tempatnya Berdasarkan tempatnya, nyeri dibedakan menjadi empat. Jenis yang
pertama adalah pheriperal pain, merupakan nyeri yang terasa pada permukaan tubuh. Nyeri ini termasuk nyeri pada kulit dan permukaan kulit. Stimulus efektif
yang menimbulkan nyeri di kulit dapat berupa rangsangan mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik Price dan Wilson, 2002.
Jenis yang kedua yakni deep pain. Menurut Price dan Wilson 2002, deep pain merupakan nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam nyeri
somatik, mengacu pada nyeri yang berasal dari otot, tendon, ligamentum, tulang sendi, dan arteri atau pada organ tubuh visceral visceral pain, meliputi
apendisitis akut, cholecysitis, penyakit kardiovaskular, dan gagal ginjal. Nyeri yang ketiga adalah reffered pain, merupakan nyeri dalam yang
disebabkan karena penyakit organstruktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke
Universitas Sumatera Utara
bagian tubuh di daerah yang berbeda, bukan dari daerah asal nyeri Bunner dan Suddarth, 2002.
Jenis nyeri yang terakhir yakni central pain, merupakan nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus,
dan lain-lain Luckmann dan Sorensen’s, 1987.
2.4.2. Nyeri Berdasarkan Sifat Nyeri berdasarkan sifatnya dibagi dalam tiga jenis, yakni incidental pain,
steady pain, dan Proximal Pain. Menurut IASP 1979, Incidental pain adalah nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang. Steady pain adalah nyeri yang
timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu yang lama, merupakan tingkatan nyeri yang konstan pada obstruksi dan distensi Gillenwater et all, 1996.
Proximal Pain adalah nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ± 10 – 15 menit, lalu menghilang, kemudian
timbul lagi Cherington, 1974.
2.4.3. Nyeri Berdasarkan Ringan Beratnya Nyeri berdasarkan ringan beratnya dibedakan atas nyeri ringan, sedang,
dan berat. Nyeri ringan adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang ringan. Pada nyeri ringan biasanya pasien secara objektif dapat berkomunikasi dengan
baik Dharmayana, 2009. Nyeri sedang adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang sedang. Pada nyeri sedang secara objektif pasien mendesis,
Universitas Sumatera Utara
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dan dapat mengikuti perintah dengan baik Dharmayana, 2009.
Nyeri berat adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang berat. Pada nyeri berat, secara objektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tetapi
masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri tetapi tidak dapat mendeskripsikannya, dan tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas
panjang Dharmayana, 2009.
2.4.4. Nyeri Berdasarkan Waktu Serangan Berdasarkan waktu serangan, nyeri dibedakan atas nyeri akut dan kronis.
Nyeri akut biasanya awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera fisik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Jika
kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan; nyeri ini umumnya
terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Cedera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat sembuh secara spontan atau dapat
memerlukan pengobatan Brunner Suddarth, 2001. Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang
satu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera
spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan
Universitas Sumatera Utara
respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya Brunner Suddarth, 2001.
Nyeri kronis sering didefenisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih, meskipun enam bulan merupakan suatu periode yang dapat
berubah untuk membedakan antara nyeri akut dan nyeri kronis. Suatu episode nyeri dapat mempunyai karakteristik nyeri kronis sebelum enam bulan telah
berlalu, atau beberapa jenis nyeri dapat tetap bersifat akut secara primer selama lebih dari enam bulan. Meskipun demikian, setelah enam bulan banyak nyeri yang
diikuti dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan nyeri itu sendiri Brunner Suddarth, 2001.
3. Nyeri Persalinan