Pembahasan Studi Kasus I Oleh Yusrina Agustina Lubis, S.Farm. Gagal Ginjal Kronik GGK + Koma Hiperglikemik

cairan akan semakin mengakibatkan hiperglikemia dan hilangnya volume sirkulasi. Hiperglikemia dan peningkatan konsentrasi protein plasma yang mengikuti hilangnya cairan intravaskular menyebabkan keadaan hiperosmolar. Keadaan hiperosmolar ini memicu sekresi hormon anti diuretik. Keadaan hiperosmolar ini juga akan memicu timbulnya rasa haus. Adanya keadaan hiperglikemia dan hiperosmolar ini jika kehilangan cairan tidak dikompensasi dengan masukan cairan oral maka akan timbul dehidrasi dan kemudian hipovolemia. Hipovolemia akan mengakibatkan hipotensi dan nantinya akan menyebabkan gangguan pada perfusi jaringan. Keadaan koma merupakan suatu stadium akhir dari proses hiperglikemik ini, dimana telah timbul gangguan elektrolit berat dalam kaitannya dengan hipotensi Sudoyo, 2006.

5.8.9 Pembahasan

Pasien masuk ke RSU Dr. Pirngadi pada tanggal 18 Agustus 2009 dalam keadaan tidak sadar dan langsung dimasukkan ke ruang ICU. Pasien telah menjalani hemodialisa sebelumnya di RSUP Adam Malik tetapi kemudian dirujuk ke RSU Dr. Pirngadi Medan. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa pasien dalam keadaan tidak sadar somnolen, tekanan darah, denyut nadi dan pernafasan melewati batas normal tetapi temperatur tubuh dibawah batas normal. Hasil pemeriksaan laboratorium patologi klinik sub bagian hematologi menunjukkan bahwa tidak terjadi infeksi maupun kelainan pada darah. Hasil pemeriksaan laboratorium patologi klinik sub bagian kimia klinik menujukkan adanya kelainan pada fungsi ginjal dengan kadar kreatinin dan ureum yang tinggi. Universitas Sumatera Utara Terapi pengobatan pada hari pertama pasien masuk ke ICU pada tanggal 18 Agustus 2009 adalah pemberian IVFD NaCl 0,9 10 tetesmenit, injeksi Starquin ® , injeksi Ranitidin ® , dan EAS pfrimmer ® 1botolhari. Pemberian IVFD NaCl 30 gttmenit dimaksudkan untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit karena pasien mengalami mual dan muntah akibat hemodialisa, tetapi pemberian NaCl dapat menyebabkan edema karena Natrium bersifat retensi air sehingga cairan akan tertahan didalam tubuh Martindale, 2007. Pemakaian IVFD NaCl pada tanggal 19 Agustus sd 23 Agustus 2009 diberikan berselang-seling dengan infus Ringer Laktat setiap 8 jam. Injeksi Starquin ® 1 ampul12 jam diberikan sejak tanggal 18 Agustus sd 23 agustus dengan dosis 112 jam. Injeksi Starquin ® mengandung Ciprofloxacin yang merupakan antibiotika golongan Fluorokuinolon. Ciprofloxacin diindikasikan untuk mengatasi infeksi pada ginjal, tetapi perlu diingat bahwa Ciprofloxacin dapat meningkatkan terjadinya resiko nefrotoksisitas yang harus menjadi pertimbangan utama mengingat pasien mengalami kegagalan fungsi ginjal. Ciprofloxacin memiliki aktivitas baik terhadap bakteri gram negatif, tetapi memiliki aktivitas terbatas terhadap bakteri gram positif. Mekanisme kerja ciprofloxacin adalah dengan menghambat sintesa DNA bakteri dengan menghambat topoisomerase II DNA gyrase dan topoisomerase IV. Penghambatan terhadap DNA gyrase mencegah terjadinya relaksasi superkoil DNA yang dibutuhkan untuk transkripsi dan replikasi normal. Penghambatan terhadap topoisomerase IV mempengaruhi pemisahan DNA kromosom yang direplikasi ke sel-sel berikutnya selama masa pembelahan sel. Pada pasien Universitas Sumatera Utara gangguan fungsi ginjal waktu paruh ciprofloxacin diperpanjang sehingga eliminasi ciprofloxacin melalui filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus ginjal juga diperpanjang oleh karena itu harus dilakukan penyesuaian dosis. Pasien diatas memiliki nilai Clcr 12,093 mlmnt dan berdasarkan literatur pasien dengan nilai Clcr 5-29 dosis yang diberikan 200-400 mg tiap 18 – 24 jam. Pemakaian ciprofloxacin telah tepat indikasi untuk infeksi saluran kemih tetapi sebaiknya dilakukan uji kultur terlebih dahulu untuk memastikan jenis bakteri yang akan dibunuh. Dan pada pasien yang menjalani hemodialisis atau peritoneal dialysis dosis yang lazim yang diberikan 200-500 mg tiap 24 jam setelah dialysis Katzung, 2004; Anonim, 2007. Injeksi Ranitidin® 1 ampul12 jam diberikan sejak tanggal 18 sd 26 Agustus dengan dosis pemberian 1ampul12 jam. Penggunaan ranitidin diindikasikan untuk mengatasi mual dan muntah yang dialami pasien akibat hemodialisa dan sebagai antisipasi efek samping obat-obatan yang digunakan seperti Starquin® dan Ceftriaxone®. Selain itu, pada stadium yang sudah sangat lanjut, penderita bisa menderita ulkus dan perdarahan saluran pencernaan. Kulitnya berwarna kuning kecoklatan dan kadang konsentrasi urea sangat tinggi sehingga terkristalisasi dari keringat dan membentuk serbuk putih di kulit bekuan uremik . Beberapa penderita merasakan gatal di seluruh tubuh www.mediscastore.com. Ranitidin® digunakan untuk pengobatan ulkus lambung, ulkus duodenum, erosif esofagitis dan hipersekresi asam lambung pada sindroma Zollinger Ellison. Ranitidin bekerja dengan cara terikat pada reseptor H 2 pada membran sel parietal dan mencegah histamin menginduksi stimulasi sekresi Universitas Sumatera Utara asam lambung. Pada pasien gangguan fungsi ginjal dengan nilai klirens kreatinin kurang dari 50 mLmenit harus dilakukan penyesuaian dosis karena rantitidin diekskresi melalui ginjal. Pada pemberian oral dosis lazim yang diberikan adalah 150 mg tiap 24 jam dan secara parenteral 50 mg tiap 18 sampai 24 jam. Dan dosis yang diberikan pada pasien tidak tepat dosis Anonim, 2007; Craig et al. EAS Pfrimmer ® 1 flshari diberikan sejak tanggal 18 sd 26 Agustus 2009 yang diindikasikan untuk menggantikan asam amino yang hilang karena dialisis, EAS Pfrimmer ® mengandung asam amino essensial, yang sangat penting pada penderita gagal ginjal kronik dan akut tahap lanjut, dan diberikan setelah dilakukan dialisis MIMS, 2006. Infus KAEN 3B® 30 gttmenit diberikan sejak tanggal 19 sd 23 Agustus 2009. Pemberian KAEN 3B ditujukan untuk mengatasi ketidakseimbangan elektrolit pada pasien yang mengalami gagal ginjal, tetapi KAEN 3B tidak diberikan lama kepada pasien karena dapat meningkatkan tekanan darah pasien dan meningkatkan kadar glukosa darah pasien, dimana berdasarkan riwayat penyakit pasien menderita hipertensi dan didiagnosa mengalami koma hiperglikemia. KAEN 3B mengandung Natrium 50 mEq, Kalium 20 mEq, Klorida 50 mEq, Laktat 20 mEq, dan glukosa 27 g. Natrium merupakan kation terpenting dalam cairan ekstraseluler dan bertanggung jawab pada pemeliharaan volume cairan ekstraseluler dan osmolaritasnya. Selain itu, natrium juga berperan dalam konduksi saraf, kontraksi otot, keseimbangan asam-basa, uptake nutrisi sel Martindale, 2007. Kalium merupakan kation utama pada cairan intraseluler, terutama ditemukan di otot, hanya 20 ditemukan pada cairan ekstraseluler. Universitas Sumatera Utara Kalium diperlukan untuk sejumlah proses metabolik dan proses fisiologi diantaranya konduksi saraf, kontraksi otot dan regulasi asam-basa Martindale, 2007. Pemakaian infus Ringer Laktat pada tanggal 19 Agustus sd 23 Agustus 2009 diberikan berselang-seling dengan IVFD NaCl setiap 8 jam. Dopamin 200 mg diberikan pada tanggal 19 dan 26 Agustus 2009. Dopamin diberikan untuk meningkatkan kesadaran pasien karena pada saat masuk ke rumah sakit pasien tidak sadarkan diri dengan meningkatkan kontraktilitas miokardial dan vasokonstriksi. Dopamin merupakan simpatomimetik katekolamin dengan efek langsung maupun tak langsung. Dopamin dibentuk dalam tubuh melalui dekarboksilasi levodopa, dan keduanya merupakan neurotransmiter dan prekursor noradrenalin. Dopamin memiliki peran penting sebagai inotropik pada syok kardiogenik dan bedah jantung, selain itu juga digunakan sebagai perlindungan pada ginjal, karena pada dosis rendah memiliki efek yang menguntungkan terhadap fungsi ginjal. Penelitian pada hewan sehat dan manusia menunjukkan bahwa dosis rendah dopamin meningkatkan aliran darah ginjal, natriuresis, diuresis dan laju filtrasi glomerulus. Dosis rendah dopamin kadang disebut “dosis ginjal” dopamin banyak digunakan untuk pasien yang menderita gagal ginjal, yang sedang menjalani pembedahan besar atau perawatan intensif, begitu juga pada untuk pasien gagal ginjal akut Martindale, 2007. Infus Ringer Laktat ® 10 gttmenit diberikan sejak tanggal 24 sd 25 Agustus 2009. Ringer Laktat diberikan setelah KAEN 3B dihentikan dimana infus Ringer Laktat juga berfungsi untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pasien, tetapi pemberiannya hanya 2 hari karena dapat meningkatkan tekanan Universitas Sumatera Utara darah dan adanya Natrium dapat menyebabkan edema karena Natrium bersifat retensi air. Infus Ringer laktat mengandung komposisi elektrolit dan konsentrasinya sama dengan yang dikandung di dalam cairan ekstraseluler. Kandungan elektrolitnya antara lain Natrium 130 mEq, Kalium 4 mEq, Klorida 109 mEq, Kalsium 3 mEq, Asetat 28 mEq Martindale, 2007. Injeksi Ceftriaxone ® 1 ampul12 jam diberikan sejak tanggal 24 sd 26 Agustus setelah penggunaan Starquin ® dihentikan. Ceftriaxone adalah antibiotika golongan sefalosporin generasi ketiga dengan mekanisme kerja menghambat sintesis mukopeptida dinding sel bakteri. Ceftriaxone dapat digunakan untuk mengobati infeksi pada chancroid, endocarditis, gastro-enteritis salmonellosis, shigellosis invasif, gonorrhoea, meningitis, pneumonia, septicaemia, syphilis dan demam tifoid. Selain itu juga dapat digunakan untuk profilaksis infeksi pada pembedahan. Ceftriaxone terdistribusi luas dalam jaringan dan cairan tubuh dan terikat dengan protein 80-95. Ceftriaxone dapat menembus sawar darah otak sehingga dapat dicapai kadar obat yang cukup tinggi dalam cairan serebrospinal. Ekskresinya dalam bentuk aktif, melalui ginjal 60 dan hati 40, waktu paruh eliminasinya selama 8 jam. Dosis lazim ceftriaxone 1 sampai 2 g sehari, pada infeksi berat sampai 4 g sehari Martindale, 2007. Pengurangan dosis ceftriaxone dibutuhkan pada pasien gangguan fungsi ginjal kreatinin klirens dibawah 10 mLmenit, dosis tidak boleh melampaui 2 g sehari. Pemakaian ceftriaxone sebagai antibiotika telah tepat indikasi untuk mengatasi infeksi saluran kemih menggantikan ciprofloxacin yang mungkin sudah mengalami resistensi, tetapi sebaiknya dilakukan uji kultur terlebih dahulu sehingga pengobatan yang Universitas Sumatera Utara dilakukan optimal. Dosis yang diberikan pada pasien telah tepat dosis dan dikarenakan pasien sedang menjalani hemodialisa konsentrasi plasma ceftriaxone harus dimonitor. Infus Plasmanate ® 1 flshari diberikan pada tanggal 26 Agustus 2009. Injeksi Plasmanate ® mengandung protein-protein plasma yaitu Albumin 88 , α- Globulin 7 , β-Globulin 5 . Infus Plasmanate ® diberikan untuk menggantikan protein yang hilang karena pada pasien gagal ginjal terjadi proteinuria. Urin normal hanya sedikit mengandung protein 40-120 mg24 jam, tetapi pada pasien gagal ginjal filtrasi glomerulus sudah tidak berfungsi dengan baik sehingga protein keluar dalam urin Baron, 1995. Pemakaian Infus Plasmanate® tidak rasional karena pemberian infus Plasmanate® tidak disertai pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar protein pasien terutama albumin. Infus Meylon ® 112 jam diberikan pada tanggal 24 sd 26 Agustus 2009 karena pasien mengalami asidosis metabolik berdasarkan hasil pemeriksaan analisa gas darah. Nilai Base Excess pasien pada tanggal 24 Agustus dan 26 Agustus berada dibawah nilai normalnya yaitu -8,6 dan -11,4, selain itu serum HCO 3 pasien pada tanggal 18 Agustus, 24 Agustus dan 26 Agustus juga menurun yaitu 21,0, 8,6 dan 17,5. Base Excess atau nilai HCO 3 merupakan indikator dalam melihat apakah pasien mengalami asidosis atau alkalosis metabolik, dimana jika serum HCO 3 22 mEqL danatau kelebihan basa base excessBE -3 pasien mengalami asidosis metabolik, dan jika serum HCO 3 26 mEqL danatau kelebihan basa base excessBE -3 pasien mengalami alkalosis metabolik. Dikarenakan nilai Base Excess dan HCO 3 pasien lebih kecil nilai normalnya maka Universitas Sumatera Utara pasien mengalami asidosis metabolik. Sehingga untuk menetralkan kembali darah yang tinggi kadar asamnya pasien diberikan. Meylon ® mengandung Natrium Bicarbonat yang dibutuhkan pada saat keadaan asidosis metabolik. Asidosis metabolik adalah penurunan pH plasma yang bukan disebabkan oleh gangguan pernafasan. Penyakit ginjal kronik menurunkan ekskresi ion hidrogen dan dapat mengubah reabsorpsi bikarbonat. Hal ini menyebabkan peningkatan ion hidrogen plasma dan penurunan pH. Peningkatan konsentrasi ion hidrogen berperan menyebabkan resorpsi tulang dan menyebabkan perubahan fungsi saraf dan otot. Dengan meningkatnya konsentrasi ion hidrogen sistem pernafasan akan terangsang. Terjadi takipnea peningkatan kecepatan pernafasan sebagai usaha untuk mengeluarkan kelebihan hidrogen sebagai karbon dioksida Corwin, 2000. Natrium Bicarbonat berfungsi untuk meningkatkan kembali pH plasma. Injeksi Furosemid ® 1 g8 jam diberikan pada tanggal 26 Agustus 2009 dengan dosis pemberian 1g8 jam. Pada pasien gagal ginjal terjadi penurunan fungsi nefron yang mengakibatkan terjadi penurunan filtrasi glomerulus dan reabsorpsi natrium dan air, sehingga terjadi edema. Oleh karena itu furosemid diindikasikan sebagai diuretik untuk mengurangi terjadi edema pada tubuh. Mekanisme kerja furosemid yaitu dengan menghambat reabsorpsi NaCl tidak hanya pada tubulus proksimal dan distal tetapi juga pada lengkung Henle. Furosemid diekskresi 60-70dan dimetabolisme sekitar 30-40 terutama melalui urin dan terikat dengan protein 90. Dosis awal furosemid 20-40 mg i.v atau i.m, bila hasilnya belum memuaskan dosis dapat dinaikkan 20 mg tiap interval waktu 2 jam sampai diperoleh hasil yang memuaskan. Dosis individual 20 Universitas Sumatera Utara mg, 1-2 kali sehari Anonim, 2007. Sebaiknya penggunaan furosemid dibarengi dengan penggunaan KSR untuk mencegah terjadinya hipokalemia akibat pengeluaran kalium yang berlebihan. Pemberian furosemid setiap 8 jam atau 3 x sehari kurang rasional karena pemberian furosemid pada malam hari dapat mengganggu pasien beristirahat. Hemodialisis dilakukan 3 hari sekali. Hemodialisis dilakukan untuk membuang semua metabolisme dalam tubuh karena ginjal sudah tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Dialisis merupakan suatu proses buatan dimana akumulasi obat atau metabolit-metabolit sisa dipindahkan melalui difusi dari tubuh kedalam cairan dialisis. Pemberian dosis obat pada penderita yang menerima hemodialisis sangat dipengaruhi oleh frekuensi dan tipe dialisis yang digunakan. Pasien menjalani hemodialisa pada tanggal 18, 21, dan 24 Agustus 2009 dan akhirnya meninggal pada tanggal 26 Agustus 2009 pukul 22.00. Tabel 7. Daftar Obat-Obat Yang Menyebabkan Nefrotoksik Nama Obat Tingkat Keparahan Keterangan Anti Inflamasi Non Steroid AINS Ringan Hindari jika mungkin; memperburuk fungsi ginjal penting; retensi natrium dan air; dilaporkan juga memperburuk fungsi ginjal setelah pemakaian topikal. Amfoterisin Ringan Gunakan jika tidak ada alternatif lain; nefroroksisitas dapat diturunkan dengan penggunaan senyawa kompleks Aminoglikosid Ringan Kurangi dosis pantau kadar plasma; ototoksik; nefrotoksik Asetosal Berat Hindari; retensi natrium dan air; fungsi ginjal memburuk; meningkatkan resiko Universitas Sumatera Utara perdarahan saluran cerna Benzilpenisilin Berat Maksimum 6 g perhari; nefrotoksik; dosis tinggi dapat menyebabkan kejang Diuretik Hemat Kalium Ringan Pantau kadar plasma K; beresiko tinggi terhadap hiperkalemia pada pasien gagal ginjal; amilorid diekskresikan lewat gnjal tanpa diubah Furosemida Sedang Mungkin diperlukan dosis tinggi; injeksi IV cepat dapat menyebabkan tuli Kaptopril Ringan Kurangi dosis dan pantau respon; hindari jika mungkin, diekskresikan oleh ginjal, hiperkalemia dan efek samping lain lebih sering terjadi peran khususnya dalam beberapa penyakit ginjal Neomisin Ringan Hindari; ototoksik; nefrotoksik Siklosporin Monitor fungsi ginjal, jika kreatinin dan ureun darah menigkat dosis harus diturunkan Cisplatin Ringan Hindari jika mungkin; nefrotoksik; neurotoksik Vankomisin Ringan Hindari penggunaan parenteral jika mungkin; nefrotoksik; ototoksik Sumber : Pedoman Penyusunan Formularium Rumah Sakit, 2008 Obat-obat dalam daftar di atas sebaiknya dihindari penggunaannya pada pasien gagal ginjal karena akan memperparah fungsi ginjal. Universitas Sumatera Utara 5.9 Kesimpulan dan Saran 5.9.1 Kesimpulan • Hasil diagnosa menunjukkan bahwa pasien mengalami gagal ginjal kronik dan koma hiperglikemik • Terapi obat-obat yang diberikan umumnya sudah sesuai dengan diagnosis, tetapi penggunaan ranitidin pada kasus ini tidak diindikasikan untuk mengobati ulkus tetapi untuk mengatasi mual dan muntah akibat hemodialisa dan sebagai antisipasi dari obat-obat yang digunakan seperti Starquin® dan Ceftriaxone®. • Sebelum penggunaan antibiotik seharusnya dilakukan uji kultur terlebih dahulu untuk mengetahui tingkat sensitifitas pasien terhadap antibiotik. Selain itu lama terapi dan dosis harus dikaji ulang dengan mempertimbangkan kondisi ginjal pasien, dan pemilihan antibiotik dan obat yang bersifat nefrotoksik seperti Starquin®, Ceftriaxone® dan Furosemid® sebaiknya tidak digunakan karena akan memperparah kondisi ginjal pasien. • Penggunaan infus Plasmanate® seharusnya diikuti dengan pemeriksaan protein plasma sehingga diketahui berapa kadar protein khususnya albumin yang hilang. Universitas Sumatera Utara