Etiologi Mukositis Faktor Resiko Mukositis Patogenesis Mukositis

2.2 Mukositis

Lapisan mukosa pada saluran pencernaan, pernapasan, dan urogenital merupakan garis pertama dari pertahanan host terhadap berbagai patogen. Selain penghalang fisik, sel-sel epitel mukosa mensekresi berbagai peptida antimikroba, termasuk laktoferin, lisozim, fosfolipase A2, dan defensin DeVita, 2008. Kemoterapi dan radiasi merusak kekebalan mukosa pada beberapa tingkat yang berbeda. Mukositis adalah inflamasi dari mukosa yang terjadi akibat pengobatan kanker yang memecah sel-sel epitel, meninggalkan jaringan mukosa terbuka untuk ulserasi dan infeksi. Bagian mukosa mulut adalah salah satu bagian yang paling sensitif dari tubuh dan merupakan lokasi yang sering untuk terjadi mukositis Oral Cancer Foundation, 2012. Mukositis eritema biasanya muncul 7-10 hari setelah fase inisiasi dari kemoterapi dosis tinggi. Potensi untuk meningkatnya toksisitas apabila menambah dosis atau durasi terapi harus diperhatikan karena pada percubaan klinis didapati munculnya toksisitas dari mukosa gastrointestinal. Mukositis adalah self-limited jika tidak dikomplikasi oleh infeksi dan dapat membaik dalam 2 hingga 4 minggu setelah penghentian kemoterapi sitotoksik National Cancer Institute, 2013.

2.2.1 Etiologi Mukositis

Etiologi mukositis dapat dibagi pada mukotosisitas direk dan mukotoksisitas indirek. Efek inhibitori direk dari kemoterapi atau radioterapi pada replikasi DNA dan prliferasi sel mukosa menyebabkan menurunnya kemampuan pembaharuan sel epitel basal. Akhirnya, ini menyebabkan atropi mukosa, kerusakan kolagen dan ulserasi. Kadar replikasi seluler yang tinggi ini memudahkan sitotoksisitas dari mukosa oral dan gastrointestinal. Pada mukotoksisitas indirek, mielosuppresi dan inflamasi yang menyebabkan kerusakan dinding mukosa, memudahkan kemasukan patogen dan akhirnya mengakibatkan infeksi bakteria, virus, dan jamur. Infeksi sekunder yang sering muncul adalah infeksi dari herpes simplex virus HSV dan infeksi jamur superfisial dari Candida albicans Pico, 1998.

2.2.2 Faktor Resiko Mukositis

Faktor resiko mukositis dapat dibagi dua, yaitu faktor terkait pasien, dan faktor terkait terapi. Bagi faktor terkait pasien, pertama adalah jenis keganasan. Keganasan hematologi menimbulkan resiko lebih besar dari tumor padat. Pasien yang berumur kurang dari 20 tahun berada pada risiko yang lebih besar. Selain itu, kesehatan mulut yang buruk misalnya penyakit periodontal yang sudah ada menempatkan pasien pada risiko yang lebih besar. Status gizi pasien juga menjadi faktor resiko mukositis. Seterusnya, faktor terkait terapi adalah agen kemoterapi yang digunakan misalnya, antimetabolit, dosis obat atau radiasi, terapi seiring, dan terapi radiasi melibatkan kepala dan leher National Cancer Institute, 2013.

2.2.3 Patogenesis Mukositis

Sebelum ini, proses cedera pada epitel memainkan peranan penting dalam patogenesis mukositis, dan peranan sitokin pro-anflamasi adalah sangat sedikit Moutasim, 2008. Perkembangan pehamaman tentang patogenesis mukositis yang baru mendapati bahwa ia merupakan proses yang kompleks dan multistep. Satu model untuk menggambarkan langkah yang utama dalam perkembangan dan resolusi dari mukositis telah diusulkan. Lima fase mukositis menurut Sonis et al. 2004 adalah inisiasi, upregulasi, amplifikasi sinyal, ulserasi, dan penyembuhan. Pada fase inisiasi, kemoterapi atau radioterapi merusak DNA di epitel basal secara direk dan menyebabkan terlepasnya spesies oksigen reaktif ROS, akhirnya merusak sel secara langsung dan menyebabkan kematian sel klonogenik. Seterusnya, kerusakan jaringan dan apoptosis berlaku akibat produksi dari sitokin pro- inflamasi TNF- α, IL-1β, dan IL-6. Nuklear faktor-κB menghasilkan upregulasi dari sitokin tersebut dan memainkan peranan penting dalam jalur apoptosis pada mukositis Rubenstein et al., 2004. Spesies oksigen reaktif ROS juga menstimulasi formasi dari sphingomyelinase dan seramide sintase yang mengaktivasi jalur seramide hingga menyebabkan apoptosis. Seterusnya, sitokin pro-inflamasi amplifikasi kerusakan akibat kemoterapi dan radioterapi melalui mekanisme feedback positif. Hasil akhir bagi aktivitas metabolik ini adalah ulserasi jaringan. Pada fase ini, pasien mengeluhkan nyeri yang amat hebat Sonis et al., 2004. Kolonisasi mikroorganisme seterusnya menyerang submukosa, mengaktifkan makrofag, dan mempromosikan pelepasan lanjut dari sitokin pro- inflamasi. Akhirnya, matriks ekstraseluler memberikan sinyal untuk pembaharuan, proliferasi epitel, dan diferensiasi epitel. Ini bertepatan dengan kembalinya neutrofil ke tingkat normal dalam sirkulasi perifer, kira-kira dua minggu setelah inisiasi Sonis et al., 2004.

2.2.4 Tanda dan Gejala Mukositis Oral