3
Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 2, April 2014
b. Mausuf
ﻓﺼ ﻪ ﻪ
ﺷ ﺬ ﻤ ﺼ ﻤ ﻤ
ﻓ ﻼ
:
Artinya : “Mausuf adalah isim yang menunjukkkan atas zat benda sesuatu dan
hakekatnya dan didalam mausuf tersebut terkandung makna sifat”. Yang dimaksud dengan mausuf dalam kajian ini adalah setiap kata benda Isim
yang diikuti oleh kata kalimat yang menunjukan makna sifat bagi kata benda tersebut Isim, baik kata benda tersebut dalam keadaan Rofa‟, Nasab, Khofad, dan pada saat
Ma‟rifat atau Nakirah, serta jenis dan adad.
3. Hubungan Sintaksis
Hubungan sintaksis terdiri dari dua istilah, maka untuk lebih jelasnya, akan di uraikan satu persatu:
a. Hubungan
Di dalam Buku Kamus Umum Bahasa Indonesia di jelaskan bahwa Hubungan adalah keadaan berhubungan atau dihubungkan, berkenaan dengan apa yang di sebutkan
dahulu, suatu yang dipakai untuk Berhubungan, Pertalian : Sangkut Paut; Kontak; Ikatan Keluarga, Persahabatan. Poerwadarminta, 1984: 362.
Yang dimaksud dengan hubungan dalam kajian ini adalah nisbah, yaitu menggabungkan suatu kata dengan kata lain dengan ketentuan kata kedua merupakan
kata sifat atau jumlah. Yang pertama menunjukkan makna Isim.
b. Sintaksis
Dalam Buku Kamus Umum Baha sa Indonesia dijelaskan bahwa “Sintaksis adalah
Pengetahuan tentang susunan kata dan kalimat; Ilmu Tata Kalimat”. Poerwadarminta,
1984: 951. Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud dengan hubungan sintaksis dalam
kajian ini adalah hubungan kata dengan kata lain yang akan melahirkan makna baru selain makna Juzu‟ unsurnya yang dalam hal ini adalah hubungan sintaksis Sifat dan
Mausuf. Makna baru yang muncul dari hubungan kata dengan kata lain dapat berupa makna klausa atau Frasa.
Hubungan makna klausa adalah hubungan yang membuat kedua kata itu dianggap sebagai kalimat dasar. karena kata-kata tersebut sudah syah mengisi fungsi inti bahasa,
sedangkan hubungan frasa adalah hubungan kata dengan kata lain yang maknanya tidak mencapai makna klausa atau kalimat, seperti hubungan Idhofah dan sifat Mausuf.
PEMBAHASAN Analisis Fungsi Bahasa Dalam Bahasa Arab
Sifat dan Mausuf meupakan persamaan dari Na‟at dan Man‟ut, dan untuk lebih memudahkan kajian, maka dalam Skripsi ini, pengkaji akan memakai Qaidah Sifat dan
Mausuf. Namun untuk sampai kepada pengertian yang sebenarnya, ternyata jarang ada batasan yang sama antara ahli Ulama‟ Nahwu yang satu dengan Ulama‟ Nahwu yang
lain. Sehubungan dengan hal tersebut, berikut akan dikemukakan batasan-batasan
pengertian Sifat dari berbagai ahli Nawu seperti di bawah ini : Di dalam kitab Taswik Al-
Khallan, dijelaskan menurut bahasa bahwa “Sifat adalah menSifati sesuatu dengan apa yang ada padanya, baik atau buruk“. Ma‟sum, : -:163.
Contoh : ﺪﻳﺰﺀ
4 Sedangkan didalam Kitab Syarah Ibnu Aqil, Juzu‟ At-Sani dijelaskan bahwa, ”Sifat
adalah kata yang menyempurnakan kata sebelumnya dengan bentuknya sendiri atau dengan isim kalimat yang berhubungan dengannya“. Abdullah, - :163 .
Contoh : ﺖ
ﻜ ﻤ
Sementara di dalam Kitab Jami‟uddurus dijelaskan bahwa, “Sifat adalah Kata Sifat yang disebut setelah Kata Benda
untuk menjelaskan sebagian keadaannya atau
keadaan apa yang berhubungan dengannya “. Al-Galyani : 1987 : 221 .
Contoh : ﺪ
ﻳ ﺀ ﺪ
ﻳ ﺀ Berdasarkan batasan-batasan pengertian di atas maka, yang dimaksud dengan Sifat
dalam kajian ini adalah Kata Sifat yang mengikuti yang disifatinya Mausuf untuk menjelaskan da
n menyempurnakan sebagian keadaan Mausufnya, baik pada I‟rab, Ma‟rifat, Nakirah, maupun pada Mufrad, Jumlah dan Syibhul Jumlah.
Dan di dalam Kita b Jami‟ uddurus dijelaskan bahwa,”Mausuf adalah isim yang
menunjukkan atas zat sesuatu dan hakekatnya, dan dia ditempatkan untuk dibebani atasnya Sifat
”. Al-Galyani,1987: 97. Berdasarkan batasan pengertian di atas, yang dimaksud dengan mausuf dalam
Skripsi ini adalah Isim yang menunjukkan atas zat sesuatu dan hakekatnya, dan diikuti oleh kalimat yang menunjukkan
makna Sifat kepada isim tersebut baik pada I‟rab, Ma‟rifat, Nakirah, maupun pada Mufrad, jumah dan Sibhul Jumlah.
Dan dipandang perlu dalam Skripsi ini. Bahwa bahwa pengkaji akan memaparkan beberapa hal yang sangat mendasar dalam hal ini:
Persamaan Dan P erbedaan Sifat Dan Na’at.
Dijelaskan diberbagai kitab Nahwu, bahwa Sifat dan Na‟at memiliki makna yang sama yaitu mengikuti sesuatu, akan tetapi, Na‟at lebih dikhususkan kepada yang
berubah –ubah seperti kata
, . Sedangkan Sifat tidak dikhususkan kepada yang
berubah –ubah. Bahkan secara umum, boleh dipakai pada yang berubah–ubah dan boleh
dipakai kepada yang tidak berubah –ubah seperti kata ﻋ , ﺤﺳﻦ .
Dan mengenai perbedaan antara Sifat dan Na‟at, dijelaskan di dalam kitab Syaikh Kholid bahwa:
- Sifat adalah lafaz –lafaz yang semakna dengan apa yang berlaku sebenarnya.
Contoh : ﻮﺼ
ﻪ Sifat – Sifat Allah dan disini kita bilang Sifat–Sifat Allah bukan Na‟at –na‟at Allah.
Dalam bahasa sifat berperan sebagai kata kata sifat dan sebagai fungsi tataran fungsi bahasa
- Na‟at adalah lafaz–lafaznya yang dikhususkan kepada yang berubah–ubah.
Contoh : ,
Na‟at hanya bermakna sama dengan sifat sebagai fungsi bahasa. Contoh :
ﺪ
1. Penggunaan Sifat Na’at