Organisasi Masyarakat Sejarah Tjong A Fie

Berdasarkan data kependudukan tahun 2005, penduduk Medan saat diperkirakan telah mencapai 2.036.018 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria, 1.010.174 jiwa 995.968 jiwa. Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk komuter. Dengan demikian Medan merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar. Pada waktu siang hari, jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar 2,5 juta jiwa dengan dihitungnya jumlah penglaju komuter. Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-39 tahun masing-masing 41 dan 37,8 dari total penduduk. Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, 15-59 tahun. Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian, secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.

II.5. Organisasi Masyarakat

Organisasi masyarakat dalam konteks ini dimaksudkan untuk menjelaskan tentang peranan Tjong A Fie Memorial Institute yang memiliki aktifitas menaungi keberadaan Tjong A Fie Mansion beserta dengan atribut sejarah dan budaya yang melekat. Sebagai gambaran umum, Tjong A Fie Mansion dibuka untuk umum pada tahun 2009 atau tepatnya pada 18 Juni 2009 yang bertepatan dengan perayaan ulang tahun ke 150 Tjong A Fie. Dimana sampai saat ini jumlah kunjungan Universitas Sumatera Utara wisatawan telah mencapai kurang lebih 8550 delapan ribu lima ratus lima puluh wisatawan. Keberadaan Tjong A Fie Memorial Institute berada dibawah naungan keturunan Tjong A Fie secara langsung, dalam hal ini cucu Tjong A Fie yang bernama Tjong Yong Fon atau dikenal dengan Fon Prawira, sebagai tambahan, Fon Prawira merupakan cucu dari anak Tjong A Fie yang bernama Tjong Kaet Liong. Keberadaan institusi ini merupakan inisiatif keturunan Tjong A Fie yang didukung oleh pemerintah, secara implisit keberadaan Tjong A Fie Memorial Institute merupakan usaha yang dirintis oleh keturunan Tjong A Fie untuk memperkenalkan peranan Tjong A Fie dalam proses perkembangan Kota Medan, secara eksplisit keberadaan lembaga tersebut merupakan proses perkembangan dan memunculkan objek wisata sejarah di Kota Medan.

II.6. Sejarah Tjong A Fie

Tjong Fung Nam yang lebih dikenal dengan nama Tjong A Fie dilahirkan tahun 1860 di Desa Sungkow daerah Moyan atau Meixien dan berasal dari suku Khe atau Hakka Chang, 2005. Tjong A Fie mempunyai kakak yang bernama Tjong Yong Hian, mereka harus meninggalkan bangku sekolah dan membantu menjaga toko ayahnya, walaupun hanya mendapatkan pendidikan seadanya, tetapi Tjong A Fie ternyata cukup cerdas dan dalam waktu singkat dapat menguasai kiat-kiat dagang dan usaha keluarga yang dikelolanya mendapat kemajuan. Tapi, Tjong A Fie rupanya mempunyai suatu cita-cita lain, ia ingin mengadu nasib di perantauan untuk mencari kekayaan dan menjadi manusia terpandang. Universitas Sumatera Utara Tekad inilah yang mendorongnya meninggalkan kampung halamannya dan pergi ke Hindia Belanda. Dalam usia 18 tahun Tjong A Fie meninggalkan kampung halamannya, menyusul kakaknya Tjong Yong Hian, yang sudah lima tahun menetap di Sumatera. Pada tahun 1880, setelah berbulan-bulan berlayar ia tiba di Labuhan Deli. Tjong A Fie adalah seorang yang berwatak mandiri dan tidak mau menggantungkan diri pada orang lain terutama kepada kakaknya, Tjong Yong Hian yang telah menjadi Letnan di Kota Medan dan telah berhasil memupuk kekayaan dan menjadi pimpinan orang Tionghoa yang dihormati. Tjong A Fie tumbuh menjadi sosok yang tangguh, Peranan Tjong A Fie dalam proses pembangunan di Sumatera dengan menjauhi candu, perjudian, dan prostitusi. Ia menjadi teladan dan menampilkan watak kepemimpinan yang sangat menonjol. Ia sering menjadi penengah jika terjadi perselisihan di antara orang Tionghoa atau dengan pihak lainnya. Di daerah perkebunan yang juga sering terjadi kerusuhan di kalangan buruh perusahan Belanda yang kadang-kadang menimbulkan kekacauan, akibat kemampuannya, Tjong A Fie kemudian diminta Belanda untuk membantu mengatasi berbagai permasalahan. Ia kemudian diangkat menjadi Letnan Liutenant Tionghoa dan karena pekerjaannya tersebut ia pindah ke kota Medan. Karena prestasinya yang luar biasa, dalam waktu singkat pangkatnya dinaikkan menjadi Kapten Kapiten. Di tanah Deli, Tjong A Fie mempunya pergaulan yang luas dan terkenal sebagai pedagang yang luwes dan dermawan, Ia kemudian membina hubungan yang baik dengan Sultan Deli, Makmoen Al Rasjid Perkasa Alamsjah Universitas Sumatera Utara dan Tuanku Raja Moeda. Atas kesetiakawanan yang tinggi, maka Tjong A Fie berhasil menjadi orang kepercayaan Sultan Deli dan mulai menangani beberapa urusan bisnis. Dengan demikian ia memperoleh reputasi yang baik dan terkenal di seluruh Deli. Ia terkenal baik di kalangan pedagang maupun orang Eropa, serta pejabat pemerintah setempat. Hubungan yang baik dengan Sultan Deli ini menjadi awal sukses Tjong A Fie dalam dunia bisnis. Sultan memberinya konsesi penyediaan atap daun nipah untuk keperluan perkebunan tembakau antara lain untuk pembuatan bangsal. Tjong A Fie menjadi orang Tionghoa pertama yang memiliki perkebunan tembakau. Ia juga mengembangkan usahanya di bidang perkebunan teh di Bandar Baroe, di samping perkebunan teh si Boelan. Ia juga memiliki perkebunan kelapa yang sangat luas. Ketika Tjong Yong Hian meninggal dunia tahun 1911, Tjong A Fie diangkat menjadi penggantinya dan pangkatnya dinaikkan menjadi mayor. Sepanjang hidupnya ia banyak berbuat sosial dan senang menolong orang miskin. Tjong A Fie adalah tokoh pembangunan di Sumatera Utara. Sepanjang hidupnya selama di Medan telah banyak menyumbangkan hartanya untuk kepentingan sosial dengan membangun sarana-sarana untuk kepentingan umum dan menolong orang miskin tanpa membedakan warna kulit, suku dan agama dan golongan bangsa seperti yang tersurat dalam wasiatnya. Kedermawanan dan kepedulian sosial yang masih terlihat hingga saat ini adalah Titi Berlian jembatan di kampong Madras yang dibangun untuk menghormati abangnya Tjong Yong Hian sekaligus untuk kepentingan masyarakat luas. Tjong A Fie juga membangun klenteng di Pulo Brayan. Universitas Sumatera Utara Ia juga menyediakan tempat pemakaman di Pulo Brayan dan mendirikan perkumpulan kematian yang bertugas untuk merawat pasien berpenyakit lepra di Pulau Sicanang. Selain itu sebagai rasa hormatnya kepada Sultan Deli, Makmoen Al Rasjid dan penduduk Islam Medan, diwujudkan dengan mendirikan Mesjid Raya Medan dengan menyumbang sepertiga dari seluruh biaya pembangunannya. Tjong A Fie juga membiayai seluruh biaya pembangunan mesjid Gang Bengkok di dekat tempat kediamannya di Jalan Kesawan, Di kota Medan bahkan di seluruh Sumatera Timur Tjong A Fie sangat terkenal karena kedermawanannya. Banyak sekolah yang mendapat bantuannya. Baik sekolah Kristen, Islam maupun sekolah Tionghoa. Ia juga menyediakan tanah untuk pembangunan sekolah Methodist di Medan. Tjong A Fie bukan hanya memberi sumbangan pada berbagai klenteng, mesjid dan gereja, tetapi juga kuil-kuil Hindu tempat beribadah orang-orang India. Sebagai pemimpin masyarakat Tionghoa, Tjong A Fie sangat dihormati dan disegani, karena ia pandai memadukan kekuatan ekonomi dan kekuatan politik. Kerajaan bisnisnya meliputi perkebunan, pabrik minyak sawit, pabrik gula, bank dan perusahaan kereta api. Pada masa sebelum ia meninggal dunia, lebih dari 10.000 orang yang bekerja di berbagai perusahaannya. Dengan rekomendasi Sultan Deli, Tjong A Fie menjadi anggota gemeenteraad dewan kota dan cultuurraad dewan kebudayaan. Ia juga lalu diangkat sebagai penasehat pemerintah Hindia Belanda untuk urusan Tiongkok. Ketika masih di kampungnya di daratan Tiongkok, Tjong A Fie telah menikah dengan Nona Lee, kemudian, ketika di Labuhan Deli ia menikah dengan Nona Chew dari Penang dan mempunyai tiga orang anak, yaitu : Tjong Kong Universitas Sumatera Utara Liong, Tjong Song-Jin dan Tjong Kwei-Jin. Istri keduanya ini kemudian meninggal dunia. Untuk ketiga kalinya ia menikah dengan Lim Koei Yap yang lahir tahun 1880 di daerah Timbang Langkat, Binjai. Mertuanya ini adalah kepala mandor perkebunan tembakau di Sungai Mencirim yang mengepalai ratusan orang kuli kontrak . Dari Lim Koei Yap ia memperoleh tujuh orang anak, yaitu : Tjong Foek-Yin Queeny, Tjong Fa-Liong, Tjong Khian-Liong, Tjong Kaet Liong Munchung, Tjong Lie Liong Kocik, Tjong See Yin Noni dan Tjong Tsoeng-Liong Adek Tjong A Fie Memorial Institute brosur, 2010.

II.7. Keberadaan Tjong A Fie Mansion