Permasalahan Keaslian Penulisan Sistematika Penulisan

Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601Pid.B2003 PN.Mdn, 2009.

B. Permasalahan

1. Bagaimana kedudukan pejabat notaris dalam Undang-undang tentang Jabatan Notaris? 2. Bagaimana tindak pidana penggelapan yang dilakukan notaris dikaitkan dengan sumpah jabatan notaris?

C. Tujuan dan manfaat Penulisan

1. Tujuan

a. Untuk mengetahui kedudukan notaris sebagai pejabat pembuat akta otentik di Indonesia. b. Untuk mengetahui tindak pidana penggelapan yang dilakukan notaris dikaitkan dengan sumpah jabatan notaris.

2. Manfaat

a. Secara Teoritis Diharapkan akan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan ilmu hukum pidana umumnya. b. Secara Praktis Secara praktis penelitian ini ditujukan kepada kalangan praktisi dan agar dapat lebih mengetahui dan memahami tentang tindak pidana penggelapan yang dilakukan notaris dikaitkan dengan sumpah jabatan notaris. Penelitian ini juga sedapat mungkin dilakukan agar dapat Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601Pid.B2003 PN.Mdn, 2009. dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Suatu peraturan yang baik adalah peraturan yang tidak saja memenuhi persyaratan-persyaratan formal sebagai suatu peraturan, tetapi menimbulkan rasa keadilan dan kepatutan dan dilaksanakanditegakkan dalam kenyataannya.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “Tindak Pidana Penggelapan yang Dilakukan oleh Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris Studi Kasus Putusan PN Medan Nomor 2601Pid.B2003 PN.Mdn.” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan skripsi ini asli disusun oleh penulis sendiri dan bukan plagiat atau diambil dari skripsi orang lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada skripsi yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Tindak pidana Penggelapan

Pembentuk undang-undang telah menggunakan perkataan “strafbaar feit” untuk menyebutkan apa yang dikenal sebagai tindak pidana di dalam KUHP tanpa memberikan suatu penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan perkataan “strafbaar feit. Perkataan feit sendiri di dalam bahasa Belanda berarti sebahagian dari suatu kenyataan, sedangkan strafbaar feit itu dapat diterjemahkan Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601Pid.B2003 PN.Mdn, 2009. sebagai suatu kenyataan yang dapat dihukum, yang sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak akan diketahui bahwa yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan atau tindakan. Hazewinkel-Suringa membuat rumusan yang umum dari strabaar feit sebagai perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak dalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus diadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya. 2 a. Untuk adanya suatu strafbar feit itu diisyaratkan bahwa di situ harus terdapat suatu tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan undang- undang, dimana pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban semacam mitu telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum; Menurut Pompe, perkataan strafbaar feit itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma gangguan terhadap tertib hukum yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang pelaku, dimana penjatuhan terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum, alasan mengapa strafbaar feit itu harus dirumuskan karena: b. Agar sesuatu tindakan itu dapat dihukum, maka tindakan tersebut harus memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan dalam undang- undang; 2 P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal. 181. Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601Pid.B2003 PN.Mdn, 2009. c. Setiap strafbaar feit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban menurut undang-undang itu, pada hakikatnya merupakan suatu tindakan melawan hukum atau merupakan suatu onrechtmatige handeling. 3 Tindak pidana penggelapan diatur dalam pasal 372 KUHP yang berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak suatu benda yang sama sekali atau sebahagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan benda itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak Rp. 900,-“ 4 Dimana sering terjadi penggelapan di kalangan kawan-kawan maupun kenalan dalam kehidupan sosial. Terjadinya kejahatan penggelapan itu karena ada Ditinjau dari segi yuridis, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang, untuk dapat melihat apakah perbuatan itu melanggar undang-undang atau harus diciptakan dulu peraturan sebelum peristiwa agar mencegah tindakan sewenang-wenang dan member kepastian hukum, dari segi sosiologis kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan penderita juga sanga tmerugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban. Perbuatan yang merusak kepercayaan ini serupa dengan mengingkari janji dengan iktikad yang tidak baik dan karena itu dalam KUHP digolongkan dengan kejahatan penggelapan, selanjutnya R. Tresna, mengatakan: 3 Ibid, hal. 182. 4 R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Politea, Bogor, 1994, hal. 258. Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601Pid.B2003 PN.Mdn, 2009. hubungan kerja, hubungan dagang, baik penitipan benda maupun pemberian kuasa atau seorang pegawai yang berhubungan dengan keadaan sosial masyarakat. 5 Dalam MvT mengenai pembentukan pasal 372 menerangkan bahwa memiliki adalah perbuatan menguasai suatu benda seolah-olah ia memiliki benda itu. Kiranya pengertian ini dapat diterangkan demikian, bahwa “petindak dengan melakukan perbuatan memiliki atas sesuatu benda yang ada. Pengertian benda yang berada dalam kekuasaannya, adalah ia melakukan suatu perbuatan sebagaimana pemilik melakukan perbuatan terhadap benda. 6 Kekuasaannya sebagai adanya suatu hubungan langsung dan sangat erat dengan benda itu, yang sebagi indikatornya ialah dia dapat melakukannya secara langsung tanpa harus melakukan perbuatan lain terlebih dahulu, adalah hanya terhadap benda-benda berwujud dan bergerak saja, dan tidak mungkin terjadi pada benda-benda yang tidak berwujud dan benda-benda tetap. 7 5 R. Tresna, Asas-asas Hukum Pidana Diserta Pembahasan Beberapa Perbuatan yang Penting, PT. Tiara, Jakarta, 1979, hal. 241. 6 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayumedia, Malang, 2003, hal. 72. 7 Ibid, hal. 77. Ciri khusus kejahatan penggelapan ini jika dibandingkan dengan pencurian adalah terletak pada unsur beradanya benda dalam kekuasaan sebagai mencuri atas benda milik orang lain telah berada dalam kekuasaan sendiri. Penggelapan sebagai suatu kejahatan diatur dalam Bab XXIV pasal 372 sampai dengan pasal 377 KUHP. Kejahatan ini dalam KUHP untuk Bumi Putra berdasarkan Stb. 1872 No. 82 disebut merusak kepercayaan jika dilakukan bukan oleh seorang penjahat. Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601Pid.B2003 PN.Mdn, 2009. Tiap kejahatan yang diatur dalam KUHP maupun diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lain mempunyai unsur-unsur yang harus dipenuhi sesuai dengan yang dilakukan. Dalam hal kejahatan penggelapan hampir sama dengan kejahatan pencurian, ada beberapa unsur yang sama. Demikian pula perlu diperhatikan bahwa jangan sampai ada kekeliruan tentang hukum, tegasnya jika disangka ada penggelapan harus diteliti dahulu, oleh karna dapat terjadi bahwa yang disankga itu sebenarnya adalah suatu jual beli. Untuk dapat mengemukakan unsur-unsur kejahatan penggelapan, maka sebaiknya diturunkan dari bunyi ketentuan bunyi pasal 372 KUHP, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa untuk dapat dinyatakan seseorang melakukan kejahatan penggelapan harus terpenuhi unsur-unsur sebagai berikut: a. Yang bersalah harus bermaksud memiliki benda itu b. Benda itu harus kepunyaan orang lain, baik seluruhnya atau sebahagian c. Benda itu harus sudah ada di tangan yang melakukan perbuatan itu, bukan dengan jalan suatu kejahatan d. Memiliki benda itu harus tanpa hak. 8

2. Jenis-jenis Tindak Pidana Penggelapan

Dengan melihat cara perbuatan dilakukan, maka dapat dibagi kejahatan penggelapan dalam beberapa jenis, yaitu: a. Penggelapan dalam bentuk pokok 8 Ibid, hal. 82. Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601Pid.B2003 PN.Mdn, 2009. Kejahatan penggelapan ini diatur dalam pasal 372 KUHP sebagaimana telah diterangkan sebelumnya. Benda yang menjadi objek kejahatan ini tidak ditentukan jumlah atau harganya. b. Penggelapan ringan lichte verduistering Dikatakan penggelapan ringan, bila objek dari kejahatan bukan dari hewan atau benda itu berharga tidak lebih dari Rp. 250, tentunya harga ini tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang ini. Namun demikian, dalam praktek disesuaikan dengan kondisi sekarang dan tergantung dari pertimbangan hakim. Kejahatan ini diatur dalam pasal 373 KUHP dengan ancaman hukuman selama-lamanya 3 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900. Pasal 373 KUHP menentukan bahwa: Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 372 yang digelapkan bukan hawan dan harganya tidak lebih dari Rp. 250 dihukum, karena penggelapan ringan dengan hukuman penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak- banyaknya Rp. 900,-. c. Penggelapan dengan pemberatan Kejahatan ini diancam dengan hukuman yang lebih berat, yaitu selama- lamanya 5 tahun. Unsur pokok yang berakibat adanya pemberatan adalah karena hubungan pekerjaan, jabatan atau menerima upah. Pasal 374 KUHP menyatakan bahwa: “Penggelapan yang dilakukan oleh pemegang benda itu berhubungan dengan pekerjaannya atau jabatannya, atau karena ia mendapat upah, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun” Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601Pid.B2003 PN.Mdn, 2009. Kejahatan ini juga diatur dalam pasal 375 KUHP, pasal tersebut berbunyi: “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang karena terpaksa disuruh menyimpan barang itu, atau wali, curator, pengurus, orang yang menjalankan wasiat atau mengurus balai harta derma, tentang sesuatu benda yang ada dalam tangannya karena jabatan tersebut, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun.” d. Penggelapan di kalangan keluarga Penggelapan dalam keluarga diatur dalam pasal 376 KUHP. Sebagaimana disinggung sepintas lalu, bahwa kejahatan penggelapan adalah delik aduan relatif, artinya delik atau kejahatan ini adalah kejahatan bukan delik aduan, tetapi jika dilakukan oleh dan di kalangan keluarga, maka menjadi delik aduan. Dalam kejahatan terhadap harta benda, pencurian, pengancaman, pemerasan, penggelapan, penipuan apabila dilakukan dalam keluarga, maka dapat menjadi: a. Tidak dapat dilakukan penuntutan baik terhadap petindaknya maupun terhadap pelaku pembantunya pasal 376 ayat 1. b. Tindak pidana aduan, tanpa adanya pengaduan, baik terhadap petindaknya maupun pelaku pembantunya tidak dapat dilakukan penuntutan pasal 376 ayat 2. 9 9 Ibid, hal. 95. Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601Pid.B2003 PN.Mdn, 2009.

F. Metode Penelitian

Metode ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan adalah segala cara dalam rangka ilmu tersebut, untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan. tanpa metode ilmiah, suatu ilmu pengetahuan itu sebenarnya bukan suatu ilmu tetapi suatu himpunan pengetahuan saja tentang berbagai gejala yang satu dengan gejala lainnya. 10 Sedangkan penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 11 selain itu, penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala bersangkutan. 12 Metodologi memiliki peranan dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu di antaranya: 13 a. menambah kemampuan para ilmuwan untuk mengadakan atau melaksanakan penelitian secara lebih baik atau lebih lengkap 10 Koenjtaraningrat, Pengantar Antropologi, Aksara Baru, Jakarta, hal. 37. 11 Peter Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2006, hal. 35. 12 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1997, hal. 38. 13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI: Press, Jakarta, 2006, hal. 7. Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601Pid.B2003 PN.Mdn, 2009. b. memberikan kemungkinan yang lebih besar, untuk meneliti hal-hal yang belum diketahui c. memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian interdisipliner. Untuk dapat merampungkan penyajian skripsi ini agar dapat memenuhi kriteria sebagai tulisan ilmiah diperlukan data yang relevan dengan skripsi ini. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan itu, maka penulis menerapkan metode pengumpulan data sebagai berikut:

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Menurut Soerjono Soekanto penelitian hukum dapat dibagi dalam: 14 a. Penelitian hukum normatif b. Penelitian hukum sosiologis atau empiris Metode penelitian digunakan dalam suatu penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah ialah penalaran yang mengikuti suatu alur berfikir atau logika yang tertentu dan yang menggabungkan metode induksi empiris, karena penelitian ilmiah selalu menuntut pengujian dan pembuktian empiris dan hipotesis-hipotesis atau teori yang disusun secara deduktif. 15 14 Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal. 15. 15 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, Bandung, 1994, hal. 105. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doctrinal doctrinal research yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis didalam buku law as it is written in the book, maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan law it is decided Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601Pid.B2003 PN.Mdn, 2009. by the judge through judicial process 16 . Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif. 17 Jadi disimpulkan bahwa metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Adapun data yang digunakan dalam menyusun penulisan ini diperoleh dari penelitian kepustakaan library research, sebagai suatu teknik pengumpulan data dengan memanfaatkan berbagai literatur berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, karya-karya ilmiah, bahan kuliah, putusan pengadilan, serta sumber data sekunder lain yang dibahas oleh penulis. Digunakan pendekatan yuridis normatif karena masalah yang diteliti berkisar mengenai keterkaitan peraturan yang satu dengan yang lainnya. 18 Logika keilmuan yang juga dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri. Dengan demikian penelitian ini meliputi penelitian terhadap sumber- sumber hukum, peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, dokumen- dokumen terkait dan beberapa buku mengenai tindak pidana penggelapan yang dilakukan oleh notaris dikaitkan dengan sumpah jabatan notaris. 16 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, 2006, hal. 118. 17 J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Jakarta, 2003, hal. 3. 18 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang, 2007, hal. 57. Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601Pid.B2003 PN.Mdn, 2009.

2. Sumber Data

Materi dalam skripsi ini diambil dari sekunder, yakni: a. Bahan Hukum Primer Yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. 19 b. Bahan Hukum Sekunder Dalam tulisan ini di antaranya Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait. Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi, atau kajian yang berkaitan dengan tindak pidana penggelapan yang dilakukan oleh notaris dikaitkan dengan sumpah jabatannya, seperti: seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah, koran-koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas. c. Bahan Huku m Tertier Yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus, ensiklopedia dan lain-lain.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan Library Research, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang 19 Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1988, hal. 19. Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601Pid.B2003 PN.Mdn, 2009. digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan. Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut: 20 a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan degan objek penelitian. b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel- artikel media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundang-undangan. c. Mengelompokan data-data yang relevan dengan permasalahan. d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.

4. Alat Pengumpulan Data

Agar dapat diperoleh hasil yang baik yang bersifat objektif ilmiah maka dibutuhkan data-data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenaran akan hasilnya, maka dalam hal ini peneliti memperoleh data dalam penelitian ini dengan menggunakan alat pengumpul data melalui studi dokumen, yaitu berupa penelitian yang mempelajari dan memahami bahan-bahan kepustakaan yang berkaitan dengan objek penelitian ini. Studi dokumen dari literatur yang berasal 20 Ronitijo Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hal. 63. Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601Pid.B2003 PN.Mdn, 2009. dari kepustakaan ataupun yang diperoleh dari lapangan yang berkaitan dengan masalah tindak pidana penggelapan yang dilakukan oleh pejabat notaris.

5. Analisa data

Data primer dan sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menterjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik dengan skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesui dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat Latar Belakang, Pokok Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II : Bab ini akan membahas tentang tinjauan umum tentang kenotariatan dan penggelapan, yang mengulas tentang sejarah notaris, notaris sebagai pejabat umum, Pengaturan tentang notaris dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, Pengaturan Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601Pid.B2003 PN.Mdn, 2009. tentang penggelapan dalam peraturan hukum pidana Indonesia, dan unsur-unsur penggelapan. BAB III : Bab ini akan membahas tentang kedudukan notaris sebagai pejabat umum dalam Undang-undang Jabatan Notaris, yang memuat tentang Sumpah jabatan dan rahasia jabatan dan kode etik notaris. BAB IV: Bab ini akan dibahas tentang tindak pidana penggelapan pejabat notaris dikaitkan dengan sumpah jabatan notaris, yang mengulas tentang Tindak pidana penggelapan notaris dalam perspektif sumpah jabatan notaris, deskripsi kasus dan analisa kasus. BAB IV: Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran mengenai permasalahan yang dibahas. Erwin Harris Rahman : Tindak Pidana Penggelapan Yang Dilakukan Pejabat Notaris Dikaitkan Dengan Sumpah Jabatan Notaris Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan 2601Pid.B2003 PN.Mdn, 2009.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KENOTARIATAN DAN PENGGELAPAN

A. Sejarah Notariat

Notaris berasal dari kata notarius, yaitu orang yang menjalankan pekerjaan menulis pada zaman Romawi. Pada abad kelima dan keenam sebutan notarius, majemuknya notarii, diberikan kepada penulis atau sekretaris pribadi raja. 21 Pejabat-pejabat yang dinamakan notarii tersebut merupakan pejabat yang menjalankan tugas untuk pemerintah dan tidak melayani publik. Yang melayani publik dinamakan tabelliones, yaitu pejabat yang menjalankan pekerjaan sebagai penulis untuk publik yang membutuhkan keahliannya. Fungsi notarius pada saat itu sangat berbeda dengan fungsi Notaris pada saat ini. Pada akhir abad kelima sebutan notarii diberikan kepada pegawai-pegawai istana yang melaksanakan pekerjaan-pekerjaan administratif. Mereka memiliki keahlian untuk mempergunakan suatu bentuk tulisan cepat, yang sekarang dikenal sebagai stenografen. 22 Pada dasarnya fungsi tabelliones mirip dengan fungsi Notaris pada masa sekarang, hanya saja akta-akta yang dibuatnya tidak mempunyai sifat otentik dan hanya mempunyai kekuatan seperti akta yang dibuat di bawah tangan. 23 21 Nico, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Center for Documentation and Studies of Business Law, Yogyakarta, CDSBL, 2003, hal. 31. 22 Ibid 23 Ibid, hal. 32.