Pengertian Etika Beragama ETIKA BERAGAMA

BAB IV ETIKA BERAGAMA

A. Pengertian Etika Beragama

Pada sub bab ini, penulis berusaha untuk mengkombinasikan dua pengertian dari etika dan agama. Dengan penggabungan dua pengertian tersebut, nantinya akan diperoleh pengertian baru. Telah disebutan sebelumnya mengenai pengertian etika yang diungkapkan oleh beberapa ahli yang penulis kemukakan pada bab sebelumnya, meskipun diungkapklan dalam bahasa yang berbeda, namun pada prinsipnya sama, antara satu dengan yang lainnya saling melengkapi untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai dengan aspek-aspek sebagai berikut: a Etika membicarakan mana yang baik dan mana yang buruk b Etika membahasa apa dan bagaimana perbuatan manusia c Etika mengandung nilai dan norma yang dapat dijadikan peraturan hidup dan kehidupan manusia. Kata beragama dalam Kamus Bahasa Indonesia yaitu antara lain: 1. Menganut memeluk agama, 2. Beribadat, taat kepada agama baik hidupnya menurut agama, 3. Sangat memuja-muja; gemar sekali pada; mementingkan. 1 Sedangkan agama itu sendiri secara etimologis istilah agama berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu a artinya tidak dan gama artinya kacau. Dari pengertian seperti ini, agama dapat diartikan sebagai suatu institusi penting yang mengatur kehidupan manusia agar tidak terjadi kekacauan. 1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2007, Cet. Ke-3, hal. 12 44 Istilah agama juga dapat disamakan dengan kata religi yang berasal dari bahasa latin religio yang berasal dari akar kata religare yang berarti mengikat. 2 Secara mendasar dan umum agama dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan antara manusia dengan alam ghaib -khususnya dengan Tuhannya- mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya dan mengatur hubungan manusia dengan alam lingkungannya. 3 Sedangkan secara lebih khusus dengan memperhatikan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, agama dapat didefinisikan sebagai suatu sistem keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan yang diwujudkan oleh suatu kelompok atau masyarakat dalam menginterpretasi dan memberi respon terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai yang ghaib dan suci. Sebagai suatu sistem keyakinan maka agama berbeda dengan sistem keyakinan dan isme-isme lainnya karena landasan keyakinan agama adalah konsep suci sacred dan ghaib supranatural yang dibedakan dari yang duniawi profane dan hukum-hukum alamiah natural. Selain itu hal lain yang membedakan agama dengan isme-isme lainnya adalah karena ajaran-ajaran agama selalu bersumber pada wahyu Tuhan atau wangsit-dalam agama-agama lokal dan primitif- yang diturunkan kepada nabi sebagai pesuruh-Nya. Adapun ciri yang mencolok dari agama yang berbeda dengan isme-isme adalah penyerahan diri secara total kepada Tuhannya. Agama dalam perspektif sosiologi adalah gejala yang umum dan dimiliki oleh sebuah masyarakat yang ada di dunia ini. 4 Dari pengertian ini agama 2 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, Bandung:Remaja Rosda Karya, 2000, h.13. 3 Roland Robertson, Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, terj. Achmad Fedyani Sifuddin, Jakarta: PT Rajawali Press, 1988, Cet. Ke-1, h. v 4 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, h.14 merupakan salah satu aspek dalam kehidupan sosial dan bagian dari sistem sosial suatu masyarakat untuk membentuk memecahkan persoalan-persoalan yang tidak mampu dipecahkan oleh masyarakat itu sendiri. Selain pengertian di atas ternyata masih banyak pengertian agama yang diberikan oleh para ahli sosiologi yang satu sama lain saling berbeda-beda, yaitu di antaranya : Emile Durkheim mendefinisikan agama adalah sistem terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktek yang berhubungan dengan hal yang suci. Kepercayaan dan praktek tersebut mempersatukan semua orang yang beriman ke dalam suatu komunitas moral yang dinamakan umat. 5 Sebagai tambahan Durkheim mengatakan bahwa semua kepercayaan agama mengenal pembagian semua benda yang ada di bumi ini - baik yang berwujud nyata maupun yang berwujud ideal - ke dalam dua kelompok yang saling bertentangan yaitu hal yang bersifat profan dan hal yang bersifat suci sacred. J. Milton Yinger mengatakan bahwa agama adalah sistem kepercayaan dan praktek di mana suatu masyarakat atau kelompok manusia berjaga-jaga menghadapi masalah terakhir hidup ini. 6 Definisi agama dalam kajian sosiologi adalah definisi yang bersifat empiris, artinya kajian agama dalam sosiologi tidak pernah memberikan definisinya secara evaluatif menilai, mengenai baik dan buruknya, benar dan tidaknya agama atau agama-agama bukanlah wilayah kajian sosiologi. Wilayah kajian sosiologi hanya memberikan definisi tentang agama yang sifatnya deskriptif menggambarkan apa adanya, mengungkapkan apa yang dimengerti dan apa yang dialami masyarakat bisa bersifat positif atau sebaliknya negatif. Ia 5 Dyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, terj. Robert M. Z. Lawang, Jakarta: Gremedia, 1984, h. 19 6 Hendro Puspito, Sosiologi Agama, Yogyakarta:Kanisius,1983, h.34-35. agama mungkin mendukung kesinambungan eksistensi masyarakat atau malah berperan menghancurkannya. 7 Bagi para penganut aliran fungsionalisme, mereka dengan sengaja memberikan sorotan dan tekanan khusus atas apa yang ia lihat dari agama. Jelasnya ia melihat agama dari fungsinya. Agama dipandang sebagai suatu institusi yang lain yang mengemban tugas fungsi agar masyarakat berfungsi dengan baik, baik di lingkup lokal, regional maupun nasional. Maka tinjauan teori fungsional yang dipentingkan adalah daya guna dan pengaruh agama terhadap masyarakat sehingga berkat eksistensi dan fungsi agama atau agama-agama, cita- cita masyarakat akan terciptanya suatu keadilan, kedamaian dan kesejahteran jasmani dan rohani dapat terwujud. 8 Dari beberapa definisi mengenai etika dan beragama di atas, dapat disimpulkan bahwa etika beragama adalah aturan-aturan atau norma-norma yang berlaku dalam menjalankan ajaran-ajaran yang terdapat dalam suatu agama. Dengan kata lain, etika beragama merupakan tuntunan bagi seseorang yang memeluk suatu agama tentang bagaimana sebaiknya ia menjalankan ajaran yang terkandung di dalam agama yang dianutnya tersebut.

B. Tradisi Salaf Sebagai Bahan Rujukan