Analisis Rugi-Rugi Pada Sistem Transmisi Serat Optik

(1)

ANALISIS RUGI-RUGI PADA SISTEM TRANSMISI

SERAT OPTIK

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana (S-I) pada Departemen Teknik Elektro

Oleh :

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

FAKULTAS TEKNIK

FIRMAN PANE

080422047

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

”ANALISIS RUGI-RUGI PADA SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK”

Disusun Oleh :

FIRMAN PANE 080422047

Disetujui dan disahkan oleh: Pembimbing Tugas Akhir,

IR. M. ZULFIN, MT NIP. 19640125.199103.1.001

Diketahui oleh:

Pelaksana Harian

Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU

PROF. DR. IR. USMAN BAAFAI

NIP. 19461022.197302.1.001

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ANALISIS RUGI-RUGI PADA SISTEM TRANSMISI SERAT

OPTIK

Oleh: FIRMAN PANE NIM : 080422047

Tugas Akhir ini diajukan untuk memperlengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Sidang pada Tanggal 28 Bulan Desember Tahun 2010 di depan penguji: 1. Ketua Penguji : Ali Hanafiah Rambe, ST. MT 2. Anggota Penguji : Ir. Arman Sani, MT

3. Anggota Penguji : Rahmad Fauzi, ST. MT

Diketahui oleh: Disetujui Oleh:

Pelaksana Harian

Ketua Departemen Teknik Elektro, Pembimbing Tugas Akhir

Prof. Dr. Ir.Usman Baafai Ir. M. Zulfin, MT NIP: 194610221973021001 NIP: 196401251991031001


(4)

ABSTRAK

Fiber optik atau serat optik adalah medium penghantar yang terbuat dari serabut-serabut kaca yang tipis. Ukurannya seperti diameter rambut manusia. Proses pengiriman data atau informasi sangat cepat. Disamping itu bandwidthnya juga sangat besar sehingga kebutuhan pelanggan bisa terpenuhi.

Rugi-rugi pada transmisi serat optik bisa diakibatkan oleh perbedaan garis tengah inti dan apertur numerik, rugi – rugi celah, rugi-rugi akibat pemantulan Fresnel, rugi – rugi akibat redaman (attenuasi) dan rugi – rugi akibat pembengkokan yang terjadi pada serat optik.

Dari hasil analisis rugi-rugi pada sistem transmisi serat optik ini diperoleh bahwa rugi – rugi akibat perbedaan garis tengah inti dan apertur numerik sebesar - 0,3128 dB, rugi – rugi celah karena selisih posisi sebesar - 0,209447 dB, rugi-rugi akibat pemantulan Fresnel sebesar - 0,022745 dB, rugi-rugi-rugi-rugi akibat redaman sebesar α = 0,315 dB.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa oleh berkatnya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Tugas Akhir ini yang berjudul “ANALISIS RUGI – RUGI PADA SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK” penulis persembahkan kepada yang teristimewa Ayahanda M Pane, Spd dan Ibunda M Siahaan yang telah membesarkan, mendidik, dan memberikan kasih sayang yang tidak akan pernah habis kepada penulis sampai akhir hayat mereka. Juga kepada abang dan kakak penulis yang tersayang, Thamrin H Pane , Sannur Pane SPd , Jinton Pane ST , Donal H Pane SE , Rudolf M Pane ST , dan adik penulis Suprianto Pane yang selalu memberikan doa dan motivasi kepada penulis.

Selama penulisan Tugas Akhir ini hingga menyelesaikannya, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan serta masukan dari banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan ribuan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. DR. Ir. Usman Baafai dan Rahmad Fauzi ST, MT, selaku Ketua

Pelaksana Harian dan Sekretaris Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. M. Zulfin, MT selaku Dosen Pembimbing penulis yang telah banyak

membantu dalam penulisan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Ir. Zahiful Bahri sebagai Dosen Wali penulis yang telah memberikan


(6)

4. Seluruh Staf Pengajar Departemen Teknik Elektro, khususnya pada Konsentrasi Teknik Telekomunikasi yaitu Bapak Ir. Arman Sani MT, Bapak Maksum Pinem ST, MT, Bapak Ali H Rambe ST, MT, yang telah memberikan banyak inspirasi, pelajaran moral dan spiritual serta masukan dan motivasi bagi penulis untuk selalu menjadi lebih baik.

5. Seluruh Karyawan di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas

Sumatera Utara.

6. Keluarga Besar PT. Telkom khususnya Bapak Sofian, Bapak Yermon dan

Bapak Firman yang banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tugas Akhir ini.

7. Yang tersayang Novalina Butar-Butar, terima kasih telah memberikan doa,

dukungan, dan perhatian demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.

8. Sahabat-sahabat seperjuangan untuk mencapai tujuan bersama menjadi Sarjana

Teknik di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

9. Serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan

Tugas Akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Berbagai usaha telah penulis lakukan demi terselesaikannya Tugas Akhir ini dengan baik, tetapi penulis menyadari akan kekurangan dan keterbatasan penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dengan tujuan menyempurnakan dan mengembangkan kajian dalam bidang Tugas Akhir ini.


(7)

Akhir kata penulis berharap agar Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis.

Medan, Oktober 2010 Penulis,

FIRMAN PANE NIM. 080422047


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penulisan ... 2

1.4 Batasan Masalah ... 2

1.5 Metode Penulisan ... 3

1.6 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II CAHAYA 2.1 Pendahuluan ... 5

2.2 Gelombang Elektromagnetik ... 5

2.2.1 Prinsip Gelombang Elektromagnetik ... 8

2.2.2 Spektrum Gelombang Elektromagnetik ... 9

2.2.3 Spektrum Elektromagnetik ………. 12


(9)

2.3.1 Dispersi Cahaya ... 14

2.3.2 Difraksi ... 15

2.4 Pemantulan Cahaya ... 16

2.4.1 Hukum Pemantulan Cahaya ... 17

2.4.2 Sudut Kritis ... 17

2.4.3 Pemantulan Internal Sempurna ... 19

2.4.4 Pemantulan Total ... 21

2.5 Pembiasan Cahaya ... 21

2.5.1 Indeks Bias ... 23

2.5.2 Hukum Pembiasan Cahaya ( Hukum Snellius ) ... 27

BAB III SINGLE MODE FIBER 3.1 Pendahuluan ... 29

3.2 Perutean Panjang Gelombang ... 30

3.3 Splicing (Penyambungan) ... 31

3.3.1 Fusion Splices ( Penyambungan Lebur ) ... 31

3.3.2 Mechanical Spilces ( Penyambungan Mekanis ) ... 33

3.4 Non Dispersion Shifted Fiber (NDSF) ………... 35

3.5 Non Zero Dispersion Shifted Fiber (NZDSF) ………... 35

3.6 Panjang Gelombang Serat Optik ………. 35

3.7 Propagasi Cahaya di dalam Serat Optik ... 37

3.7.1 Memasukkan Cahaya ke dalam Serat Optik ... 39

3.7.2 Kerucut Penerimaan ... 39


(10)

3.8.1 Garis Tengah Inti ... 41

3.8.2 Apertur Numerik ( NA ) ... 42

3.8.3 Rugi Celah ... 45

3.8.4 Permasalahan Selisih Posisi ... 46

3.9 Dispersi Single Mode Fiber ... 49

3.9.1 Modus Serat Optik ... 50

3.9.2 Banyak Modus di Dalam Serat Optik ... 51

3.10 Redaman (Attenuasi) ... 52

3.11 Penyerapan (Absorbtion) pada Serat Optik ... 54

3.11.1 Pemantulan Fresnel ... 55

3.11.2 Memanfaatkan Pemantulan Fresnel ... 57

3.12 Lekukan Kabel ( Bending ) ... 58

BAB IV ANALISIS RUGI-RUGI PADA SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK 4.1 Pendahuluan ... 63

4.2 Analisis Perhitungan Rugi – Rugi Akibat Perbedaan Garis Tengah Inti dan Apertur Numerik ... 63

4.3 Analisis Perhitungan Rugi-rugi Akibat Selisih Celah ... 65

4.4 Analisis Perhitungan Rugi Akibat Pemantulan Fresnel ... 66

4.5 Analisis Perhitungan Rugi Akibat Redaman ... 67


(11)

5.1 Kesimpulan ... 77 5.2 Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78


(12)

Gambar 2.1 Spektrum Gelombang Elektromagnetik ... 9

Gambar 2.2 Spektrum Gelombang ... 12

Gambar 2.3 Cahaya merambat kesegala arah dengan lurus ... 14

Gambar 2.4 Dispersi Cahaya ... 14

Gambar 2.5 Difraksi Cahaya ... 15

Gambar 2.6 Pemantulan Teratur ... 16

Gambar 2.7 Pemantulan Baur ... 16

Gambar 2.8 Pemantulan Cahaya ... 17

Gambar 2.9 Pemantulan Internal Sempurna ... 20

Gambar 2.10 Pembiasan Cahaya ... 21

Gambar 2.11 Cahaya Mendekati Garis Normal ... 22

Gambar 2.12 Cahaya Menjauhi Garis Normal ... 22

Gambar 2.13 Cahaya Berubah Kecepatannya ... 25

Gambar 2.14 Cahaya Mengalami Pembiasan ( Patah ) ... 26

Gambar 2.15 Penjelasan Istilah-Istilah ... 27

Gambar 3.1 Struktur Serat Optik ... 30

Gambar 3.2 Langkah-langkah Penyambungan Serat Optik ... 33

Gambar 3.3 Penyambungan Mekanik Pita ... 34

Gambar 3.4 Jendela-jendela pada Spektrum Inframerah untuk Komunikasi Serat Optik ... 36

Gambar 3.5 Cahaya Merambat Melalui Serangkaian Pemantulan ... 37

Gambar 3.6 Cahaya Masuk ke Mantel Saat Pemantulan ... 38

Gambar 3.7 Cahaya Menyebar Keluar dari Ujung Output Serat Optik 39


(13)

(Nilai maksimum yang dapat diterima serat optik) ... 40

Gambar 3.9 Rugi-Rugi Daya karena Ukuran Inti yang Tidak Sama.... 41

Gambar 3.10 Rugi Daya karena Perbedaan Apertur Numerik ... 44

Gambar 3.11 Rugi Celah ... 46

Gambar 3.12 Selisih Posisi Sumbu ... 47

Gambar 3.13 Rugi Eksentrisitas Inti ... 48

Gambar 3.14 Selisih Posisi Angular ... 49

Gambar 3.15 Sinar B tiba lebih dulu ... 50

Gambar 3.16 Pulsa Cahaya Memuai ... 50

Gambar 3.17 Grafik Hasil Pengukuran Redaman ... 53

Gambar 3.18 Pemantulan Fresnel ... 56

Gambar 3.19 Pemantulan Fresnel di setiap Bidang Batas ... 57

Gambar 3.20 Keadaan Normal ... 59

Gambar 3.21 Lekukan Tajam Berakibat Buruk ... 59

Gambar 3.22 Jari – Jari Aman Terkecil (dalam ukuran sebenarnya) ... 60

Gambar 3.23 Lekukan ditampilkan dalam ukuran sebenarnya (dapat mengakibatkan kerusakan pada serat) ... 61

Gambar 3.24 Perbedaan Laju Penyusutan ... 61

Gambar 4.1 Grafik Hasil Pengukuran Redaman ... 67

Gambar 4.2 Tampilan Hasil Data dari Grafik FO ... 68


(14)

Tabel 2.1 Spektrum dan Panjang Gelombang ... 13

Tabel 2.2 Indeks Bias Beberapa Medium yang berbeda ... 24

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Redaman Menggunakan OTDR ... 71

Tabel 4.2 Standar Rugi-Rugi Serat Optik ... 75


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pengukuran Redaman FO Core 11

Lampiran 2 Pengukuran Redaman FO Core 12


(16)

ABSTRAK

Fiber optik atau serat optik adalah medium penghantar yang terbuat dari serabut-serabut kaca yang tipis. Ukurannya seperti diameter rambut manusia. Proses pengiriman data atau informasi sangat cepat. Disamping itu bandwidthnya juga sangat besar sehingga kebutuhan pelanggan bisa terpenuhi.

Rugi-rugi pada transmisi serat optik bisa diakibatkan oleh perbedaan garis tengah inti dan apertur numerik, rugi – rugi celah, rugi-rugi akibat pemantulan Fresnel, rugi – rugi akibat redaman (attenuasi) dan rugi – rugi akibat pembengkokan yang terjadi pada serat optik.

Dari hasil analisis rugi-rugi pada sistem transmisi serat optik ini diperoleh bahwa rugi – rugi akibat perbedaan garis tengah inti dan apertur numerik sebesar - 0,3128 dB, rugi – rugi celah karena selisih posisi sebesar - 0,209447 dB, rugi-rugi akibat pemantulan Fresnel sebesar - 0,022745 dB, rugi-rugi-rugi-rugi akibat redaman sebesar α = 0,315 dB.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perkembangan teknologi telekomunikasi sekarang ini mengalami kemajuan sangat cepat. Ini diakibatkan adanya permintaan dan peningkatan kebutuhan akan informasi, yang terus memacu para pengembang memberikan suatu sistem yang andal dan efisien, baik dari segi kualitas maupun kuantitas dalam arti bahwa sistem tersebut dapat menyalurkan informasi ke manapun juga tanpa membutuhkan waktu yang lama.

Semakin beragamnya layanan informasi, tuntutan kehandalan jaringan yang memadai, dan persaingan antar pemberi layanan telekomunikasi yang semakin ketat berakibat pada meningkatnya tuntutan sistem transmisi yang memiliki kapasitas bandwidth besar dan kualitas tinggi.

Antisipasi kebutuhan bandwidth yang besar ini telah diupayakan dengan meningkatkan kualitas media transmisi yang digunakan, di antaranya dengan menggunakan serat optik. Serat optik digunakan sebagai media transmisi pilihan, karena memiliki beberapa keunggulan, antara lain : memiliki bandwidth yang besar, redaman transmisi kecil, ukuran kecil, dan tidak terpengaruh oleh gelombang elektromagnetik.

Pada Tugas akhir ini dilakukan analisis rugi-rugi pada transmisi serat optik yang diakibatkan oleh perbedaan garis tengah inti dan apertur numerik, selisih posisi, pemantulan Fresnel, redaman (attenuasi) dan pembengkokan pada serat optik.


(18)

Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan pada Tugas Akhir ini, yaitu :

1. Bagaimana prinsip transmisi serat optik.

2. Apa yang dimaksud dengan single mode.

3. Apa penyebab terjadinya dispersi cahaya pada transmisi serat optik

4. Bagaimana cara memperoleh rugi-rugi dispersi pada serat optik single mode.

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk menganalisis besarnya rugi-rugi akibat dispersi cahaya pada transmisi serat optik.

1.4 Batasan Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas pada Tugas Akhir ini, maka penulis perlu membuat batasan cakupan masalah yang akan dibahas. Hal ini diperbuat agar isi dan pembahasan dari Tugas Akhir ini menjadi lebih terarah dan mencapai hasil yang diharapkan. Adapun batasan masalah pada penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Hanya membahas serat optik tipe single mode.

2. Hanya membahas rugi-rugi serat optik akibat perbedaan garis tengah inti dan

apertur numerik, selisih posisi, pemantulan Fresnel, redaman, dan pembengkokan serat optik.

3. Tidak membahas sistem elektronik yang mendukung transmisi serat optik.


(19)

Metodologi penulisan yang digunakan oleh penulis pada penulisan Tugas Akhir ini adalah :

1. Studi Literatur, yaitu dengan membaca teori-teori yang berkaitan dengan topik

Tugas Akhir ini dari buku-buku referensi baik yang dimiliki oleh penulis atau di perpustakaan dan juga dari artikel-artikel, jurnal, internet, dan lain-lain.

2. Studi Perhitungan, yaitu dengan melakukan perhitungan terhadap kinerja sistem

yang dibahas dalam Tugas Akhir ini.

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap Tugas Akhir ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : CAHAYA

Bab ini menjelaskan tentang prinsip perambatan cahaya pada serat optik tipe single mode.

BAB III : SINGLE MODE FIBER

Bab ini menjelaskan tentang penjelasan dan paparan serta prinsip kerja dari sistem transmisi serat optik dan cara memperoleh rugi-rugi dispersi pada serat optik single mode.


(20)

BAB IV : ANALISIS RUGI-RUGI PADA SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK.

Bab ini menjelaskan tentang penganalisaan rugi-rugi pada sistem transmisi serat optik.

BAB V : PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran yang didapat dari pembahasan dalam Tugas Akhir ini.


(21)

BAB II CAHAYA

2.1 Pendahuluan

Cahaya merupakan gelombang transversal yang termasuk gelombang elektromagnetik. Cahaya dapat merambat dalam ruang hampa dengan kecepatan 3 x 108 m/s. Sifat-sifat cahaya adalah[2] :

1. Dapat mengalami pemantulan (refleksi)

2. Dapat mengalami pembiasan (refraksi)

3. Dapat mengalami pelenturan (difraksi) 4. Dapat dijumlahkan (interferensi) 5. Dapat diuraikan (dispersi)

6. Dapat diserap arah getarnya (polarisasi) 7. Bersifat sebagai gelombang dan partikel

2.2 Gelombang Elektromagnetik

Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dihasilkan dari perubahan medan magnet den medan listrik secara berurutan, dimana arah getar vektor medan listrik dan medan magnet saling tegak lurus. Terjadinya gelombang elektromagnetik yaitu pertama, arus listrik dapat menghasilkan (menginduksi) medan magnet. Ini dikenal sebagai gejala induksi magnet. Peletak dasar konsep ini adalah Oersted yang telah menemukan gejala ini secara eksperimen dan dirumuskan secara


(22)

Kedua, medan magnet yang berubah-ubah terhadap waktu dapat menghasilkan (menginduksi) medan listrik dalam bentuk arus listrik. Gejala ini dikenal sebagai gejala induksi elektromagnet. Konsep induksi elektromagnet ditemukan secara eksperimen oleh Michael Faraday dan dirumuskan secara lengkap oleh Joseph Henry. Hukum induksi elektromagnet sendiri kemudian dikenal sebagai Hukum Faraday-Henry[4].

Dari kedua prinsip dasar listrik magnet di atas dan dengan mempertimbangkan konsep simetri yang berlaku dalam hukum alam, James Clerk Maxwell mengajukan suatu usulan. Usulan yang dikemukakan Maxwell, yaitu bahwa jika medan magnet yang berubah terhadap waktu dapat menghasilkan medan listrik maka hal sebaliknya boleh jadi dapat terjadi. Dengan demikian Maxwell mengusulkan bahwa medan listrik yang berubah terhadap waktu dapat menghasilkan (menginduksi) medan magnet. Usulan Maxwell ini kemudian menjadi hukum ketiga yang menghubungkan antara kelistrikan dan kemagnetan. Jadi, prinsip ketiga adalah medan listrik yang berubah-ubah terhadap waktu dapat menghasilkan medan magnet. Prinsip ketiga ini yang dikemukakan oleh Maxwell pada dasarnya merupakan pengembangan dari rumusan hukum Ampere. Oleh karena itu, prinsip ini dikenal dengan nama Hukum Ampere-Maxwell[4].

Dari ketiga prinsip dasar kelistrikan dan kemagnetan di atas, Maxwell melihat adanya suatu pola dasar. Medan magnet yang berubah terhadap waktu dapat membangkitkan medan listrik yang juga berubah-ubah terhadap waktu, dan medan listrik yang berubah terhadap waktu juga dapat menghasilkan medan magnet. Jika proses ini berlangsung secara kontinu maka akan dihasilkan medan magnet dan medan listrik secara kontinu. Jika medan magnet dan medan listrik ini secara serempak


(23)

merambat (menyebar) di dalam ruang ke segala arah maka ini merupakan gejala gelombang. Gelombang semacam ini disebut gelombang elektromagnetik karena terdiri dari medan listrik dan medan magnet yang merambat dalam ruang[4].

Setiap muatan listrik yang memiliki percepatan memancarkan radiasi elektromagnetik. Waktu kawat (atau panghantar seperti antena) menghantarkan arus bolak-balik, radiasi elektromagnetik dirambatkan pada frekuensi yang sama dengan arus listrik. Bergantung pada situasi, gelombang elektromagnetik dapat bersifat seperti gelombang atau seperti partikel. Sebagai gelombang, dicirikan oleh kecepatan (kecepatan cahaya, panjang gelombang, dan frekuensi. Kalau dipertimbangkan sebagai partikel, mereka diketahui sebagai foton, dan masing-masing mempunyai energi berhubungan dengan frekuensi gelombang ditunjukan oleh hubungan :

Ep = H x f……… (2.1)

di mana :

Ep adalah energi foton;

H ialah konstanta Planck = 6.626 × 10 −34 J·s ; dan f adalah frekuensi gelombang.

Propagasi gelombang elektromagnetik biasanya terdiri dari frekuensi, panjang gelombang, dan cepat rambat gelombang.

2.2.1 Prinsip Gelombang Elektromagnetik

Sekitar abad ke 19, Maxwell menyatakan persamaannya yang cukup mengejutkan dunia Fisika. Salah satunya menyatakan adanya gelombang


(24)

elektromagnetik. Namun, saat itu belum dapat dibuktikan. Karna itu, Heinrich Hertz

mencoba untuk membuktikan keberadaan gelombang elektromagnetik itu[5].

Secara teori, Hertz menyadari bahwa gelombang elektromagnetik yang dinyatakan Maxwell merupakan gabungan dari gelombang listrik dan gelombang magnetik secara saling tegak lurus. Begitu pula dengan arah geraknya. Karena gelombang tersebut menggantung gelombang listrik, maka Hertz mencoba membuktikan keberadaan gelombang elektromagnetik tersebut melalui keberadaan gelombang listriknya yang diradiasikan oleh rangkaian pemancar[5].

Hertz mencoba membuat rangkaian pemancar sederhana dengan bantuan trafo untuk memperkuat tegangan dan kapasitor sebagai penampung muatannya. Karena ada arus pergeseran pada gap pemancar, diharapkan ada radiasi gelombang elektromagnetik yang akan dipancarkan. Karena secara teori, dari percikan yang muncul akan dihasilkan gelombang elektromagnetik. Alhasil, pada rangkaian loop penerima yang hanya berupa kawat berbentuk lingkaran yang tanpa diberikan sumber tegangan apapun, ternyata muncul percikan listrik pada gap-nya. Ini membuktikan ada listrik yang mengalir melalui radiasi suatu benda.yang akhirnya terhantarkan ke loop. Karena merasa belum puas, Hertz mencoba untuk menghitung frekuensi pada loop[5].

Ternyata frekuensi yang dihasilkan sama dengan frekuensi pemancar. Ini artinya listrik pada loop berasal dari pemancar itu sendiri. Dengan ini terbuktilah adanya radiasi gelombang elektromagnetik Maxwell. Percobaan Hertz ini juga memicu penemuan telegram tanpa kabel dan radio oleh Marconi. Rangkaian ini ada dalam kaca quartz untuk menghindari sinar UV[5].


(25)

Susunan semua bentuk gelombang elektromagnetik berdasarkan panjang gelombang dan frekuensinya disebut spektrum elektromagnetik. Gambar 2.1 spektrum elektromagnetik disusun berdasarkan panjang gelombang (diukur dalam satuan meter) mencakup kisaran energi yang sangat rendah, dengan panjang gelombang tinggi dan frekuensi rendah, seperti gelombang radio sampai ke energi yang sangat tinggi, dengan panjang gelombang rendah dan frekuensi tinggi seperti radiasi X-ray dan Gamma Ray[6].

Gambar 2.1 Spektrum Gelombang Elektromagnetik Contoh spektrum gelombang elektromagnetik adalah[5] :

1.Gelombang Radio

Gelombang radio dikelompokkan menurut panjang gelombang atau frekuensinya. Jika panjang gelombang tinggi, maka pasti frekuensinya rendah atau sebaliknya. Frekuensi gelombang radio mulai dari 30 kHz ke atas dan dikelompokkan berdasarkan lebar frekuensinya. Gelombang radio dihasilkan oleh muatan-muatan listrik yang dipercepat melalui kawat-kawat penghantar. Muatan-muatan ini dibangkitkan oleh rangkaian elektronika yang disebut osilator. Gelombang radio ini dipancarkan dari antena dan diterima oleh antena pula. Kamu tidak dapat mendengar radio secara langsung, tetapi penerima radio akan mengubah terlebih dahulu energi gelombang menjadi energi bunyi.

2.Gelombang Mikro

Gelombang mikro (microwaves) adalah gelombang radio dengan frekuensi paling tinggi yaitu diatas 3 GHz. Jika gelombang mikro diserap oleh sebuah benda,


(26)

maka akan muncul efek pemanasan pada benda itu. Jika makanan menyerap radiasi gelombang mikro, maka makanan menjadi panas dalam selang waktu yang sangat singkat. Proses inilah yang dimanfaatkan dalam microwave oven untuk memasak makanan dengan cepat dan ekonomis. Gelombang mikro juga dimanfaatkan pada pesawat RADAR (Radio Detection and Ranging). RADAR berarti mencari dan menentukan jejak sebuah benda dengan menggunakan gelombang mikro. Pesawat radar memanfaatkan sifat pemantulan gelombang mikro. Cepat rambat gelombang elektromagnetik (c) sebesar 3 x 108 m/s.

3.Sinar Inframerah

Sinar inframerah meliputi daerah frekuensi 1011Hz sampai 1014 Hz atau daerah panjang gelombang 10-4 sampai 10-1 m. Jika spektrum yang dihasilkan oleh sebuah lampu pijar dengan detektor yang dihubungkan pada miliamperemeter, maka jarum amperemeter sedikit diatas ujung spektrum merah. Sinar tidak dapat dilihat tetapi dapat dideteksi di atas spektrum merah itu disebut radiasi inframerah. Sinar infamerah dihasilkan oleh elektron dalam molekul-molekul yang bergetar karena benda diipanaskan. Jadi setiap benda panas pasti memancarkan sinar inframerah. Jumlah sinar inframerah yang dipancarkan bergantung pada suhu dan warna benda.

4.Cahaya Tampak

Cahaya tampak sebagai radiasi elektromagnetik yang paling dikenal oleh kita dapat didefinisikan sebagai bagian dari spektrum gelombang elektromagnetik yang dapat dideteksi oleh mata manusia. Panjang gelombang tampak nervariasi tergantung

warnanya mulai dari panjang gelombang kira-kira 4x10-7m untuk cahaya violet (ungu)

sampai 7x10-7m untuk cahaya merah. Kegunaan cahaya salah satunya adalah


(27)

5.Sinar Ultraviolet

Sinar ultraviolet mempunyai frekuensi dalam daerah 1015 Hz sampai 1016 Hz atau dalam daerah panjang gelombang 10-8m-10-7m. Gelombang ini dihasilkan oleh atom dan molekul dalam nyala listrik. Matahari adalah sumber utama yang memancarkan sinar ultraviolet dipermukaan bumi sedangkan lapisan ozon yang ada dalam lapisan atas atmosfer berfungsi menyerap sinar ultraviolet dan meneruskan sinar ultraviolet yang tidak membahayakan kehidupan makluk hidup di bumi.

6.Sinar X

Sinar X mempunyai frekuensi antara 10 Hz sampai 10 Hz, panjang gelombangnya sangat pendek yaitu 10 cm sampai 10 cm. meskipun seperti itu tapi sinar X mempunyai daya tembus kuat, dapat menembus buku tebal, kayu tebal beberapa sentimeter dan pelat aluminium setebal 1 cm.

2.2.3 Spektrum Elektromagnetik

Spektrum optik (cahaya atau spektrum terlihat atau spektrum tampak) adalah bagian dari spektrum elektromagnetik yang tampak oleh mata manusia. Radiasi elektromagnetik dalam rentang panjang gelombang ini disebut sebagai cahaya tampak atau cahaya saja. Tidak ada batasan yang tepat dari spektrum optik; mata normal manusia akan dapat menerima panjang gelombang dari 400 sampai 700 nm, meskipun beberapa orang dapat menerima panjang gelombang dari 380 sampai 780 nm (atau dalam frekuensi 790-400 terahertz). Mata yang telah beradaptasi dengan cahaya biasanya memiliki sensitivitas maksimum di sekitar 555 nm, di wilayah hijau dari


(28)

spektrum optik. Warna pencampuran seperti pink atau ungu seperti pada Gambar 2.2 tidak terdapat dalam spektrum ini karena warna-warna tersebut hanya akan didapatkan

dengan mencampurkan beberapa panjang gelombang[6].

Gambar 2.2 Spektrum Gelombang[6]

Meskipun spektrum optik adalah spektrum yang kontinu sehingga tidak ada batas yang jelas antara satu warna dengan warna lainnya, Tabel 2.1 berikut ini memberikan batas kira-kira untuk warna-warna spektrum.

Tabel 2.1 Spektrum dan Panjang Gelombang[6]

No. Warna Panjang Gelombang

1. ungu 380-450 nm

2. biru 450-495 nm

3. hijau 495-570 nm

4. kuning 570-590 nm

5. jingga 590-620 nm

6. merah 620-750 nm

2.3 Cahaya Optik

Cahaya yang dipancarkan sumber cahaya akan merambat ke segala arah dengan lurus. Karena cahaya merambat lurus, dan mengenai benda, maka dibelakang benda tidak akan terkena cahaya dan gelap. Ruang gelap di belakang benda yang


(29)

terkena cahaya disebut bayang. Bayang-bayang ada dua jenis, yaitu bayang-bayang gelap (inti / umbra) dan bayang-bayang-bayang-bayang kabur (penumbra) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3[3].

Gambar 2.3 Cahaya merambat kesegala arah dengan lurus[3]

2.3.1 Dispersi Cahaya

Dispersi cahaya adalah penguraian warna-warna cahaya. Suatu berkas sinar putih bila melalui prisma akan terurai menjadi warna merah, jingga, kuning, hijau, biru dan ungu seperti pada Gambar 2.4[7].


(30)

Gambar 2.4 Dispersi Cahaya[7]

Adapun penyebab dispersi cahaya adalah karena setiap warna cahaya memiliki panjang gelombang yang berbeda sehingga sudut biasnya berbeda-beda. Cahaya putih terdiri dari gabungan beberapa warna, yaitu merah, hijau dan biru. Putih disebut warna polikromatik, yaitu warna cahaya yang masih bisa diuraikan lagi menjadi warna-warna dasar. Merah, hijau dan biru merupakan warna dasar atau warna monokromatik, yaitu warna cahaya yang tidak dapat diuraikan kembali.

2.3.2 Difraksi

Jika muka gelombang bidang tiba pada suatu celah sempit (lebarnya lebih kecil dari panjang gelombang), maka gelombang ini akan mengalami lenturan sehingga terjadi gelombang-gelombang setengah lingkaran yang melebar di belakang celah tersebut. Peristiwa ini dikenal dengan difraksi. Pada Gambar 2.5 terlihat bahwa difraksi merupakan pembelokan cahaya di sekitar suatu penghalang /suatu celah[1].


(31)

2.4 Pemantulan Cahaya

Cahaya sebagai gelombang dapat memantul bila mengenai suatu benda.

Pemantulan cahaya dibedakan menjadi 2, yaitu[10] :

1. Pemantulan teratur, yaitu bila cahaya mengenai permukaan yang datar seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Pemantulan Teratur

2. Pemantulan baur, yaitu bila cahaya mengenai permukaan yang tidak rata seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7.


(32)

2.4.1 Hukum Pemantulan Cahaya

Bila sinar datang dari medium rapat ke medium kurang rapat maka sinar dibiaskan menjauhi garis normal. Sudut i merupakan sudut kritis, yaitu sudut datang yang menyebabkan sudut bias 90º terhadap garis normal. Bila sudut datang lebih besar dari sudut kritis, cahaya tidak dibiaskan melainkan dipantulkan dengan sempurna. Adapun hukum dari pemantulan cahaya yang dikemukakan oleh Snellius adalah[10] :

1. Sinar datang, garis normal, dan sinar pantul terletak pada satu bidang datar. 2. Sudut datang (i) = sudut pantul (r)

Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Pemantulan Cahaya[10]

2.4.2 Sudut Kritis

Sudut perambatan sinar cahaya akan bertambah jika sinar memasuki sebuah bahan dengan indeks bias yang lebih kecil. Jika sudut datang sinar (di dalam bahan pertama) menuju bidang perbatasan terus diperbesar, akan tercapai suatu titik dimana sudut bias menjadi 900 dan sinar akan merambat sejajar dengan bidang perbatasan di dalam bahan kedua. Sudut datang yang menyebabkan terjadinya hal ini disebut sebagai sudut kritis[18].


(33)

Sudut kritis dapat dihitung dengan mengambil nilai sudut bias sebesar 900 dan

memasukkannya ke dalam persamaan Hukum Snellius[18] : n1 sin θ1 =

n2 sin 900 ... (2.2)

Karena nilai sin 900 adalah 1, maka dapat disusun kembali persamaan diatas untuk

mendapatkan sin θ1 dan kemudian nilai sudut θ1 (yang dalam kasus ini adalah sudut kritis yang dibicarakan)[18] :

θkritis =

arcsin     1 2 n n

... (2.3)

Contoh :

Seberkas sinar cahaya bergerak di dalam suatu bahan transparan yang memiliki indeks bias 1,51 dan datang mendekati bidang perbatasan menuju bahan kedua yang memiliki indeks bias 1,46. Hitunglah sudut kritis untuk sinar agar arah rambatnya di dalam bahan kedua menjadi sejajar bidang perbatasan.

Dengan menggunakan rumus untuk sudut kritis yang baru saja diturunkan

diatas :

kritis

θ = arcsin

    1 2 n n

Kemudian, mensubstitusikan nilai-nilai indeks bias yang diketahui :

kritis

θ = arcsin 

     51 , 1 46 , 1

Lalu, menyederhanakan pembagian diatas :

kritis


(34)

Sehingga menghasilkan :

kritis

θ = 75,20

2.4.3 Pemantulan Internal Sempurna

Sudut kritis diberi nama demikian karena sudut ini memang berperan sangat

penting (kritis) di dalam prinsip kerja serat optik. Jika cahaya merambat dengan sudut datang yang kurang dari sudut kritis, maka cahaya akan dibiaskan keluar dari bahan pertama. Akan tetapi, jika cahaya merambat menuju bidang perbatasan dengan sudut datang yang lebih besar dari sudut kritis, maka cahaya tersebut akan dipantulkan kembali (oleh bidang perbatasan) ke dalam bahan pertama. Dalam kasus ini bidang perbatasan hanya berperan sebagai sebuah bidang pantul (cermin). Efek semacam ini disebut sebagai pemantulan internal sempurna (total internal reflection/TIR). Gambar 2.9 menunjukkan terjadinya efek ini[18].


(35)

Pemantulan sempurna terjadi bila[18] :

1. Sinar datang dari medium rapat ke medium kurang rapat maka sinar dibiaskan menjauhi garis normal.

2. Sudut i merupakan sudut kritis, yaitu sudut datang yang menyebabkan sudut bias 90º terhadap garis normal.

3. Sudut datang lebih besar dari sudut kritis, cahaya tidak dibiaskan melainkan dipantulkan dengan sempurna.

2.4.4 Pemantulan Total

Cahaya sebagai gelombang dapat memantul bila mengenai suatu benda. Pemantulan total dapat terjadi jika[10] :

1. Cahaya masuk ke medium yang lebih renggang (dari yang lebih rapat), maka akan dibiaskan menjauhi garis normal.

2. Sudut datangnya makin besar, maka sudut biasnya juga semakin besar; sehingga suatu saat akan didapatkan sudut biasnya 900 .

3. Sudut datang diperbesar lagi, maka akan terjadi pemantulan total.

2.5 Pembiasan Cahaya

Pembiasan cahaya adalah pembelokan arah rambat cahaya. Pembiasan cahaya terjadi jika cahaya merambat dari suatu medium menembus ke medium lain yang


(36)

N

memiliki kerapatan yang berbeda. Misalkan dari udara ke kaca, dari air ke udara dan dari udara ke air seperti pada Gambar 2.10[2].

Gambar 2.10 Pembiasan Cahaya[2]

Arah pembiasan cahaya dibedakan menjadi dua macam yaitu[2] : a. Mendekati garis normal

Cahaya dibiaskan mendekati garis normal jika cahaya merambat dari medium optik kurang rapat ke medium optik lebih rapat, contohnya cahaya merambat dari udara ke dalam air seperti pada Gambar 2.11.

udara air

Gambar 2.11 Cahaya Mendekati Garis Normal b. Menjauhi garis normal


(37)

N

Cahaya dibiaskan menjauhi garis normal jika cahaya merambat dari medium optik lebih rapat ke medium optik kurang rapat, contohnya cahaya merambat dari dalam air ke udara seperti pada Gambar 2.12.

air udara

Gambar 2.12 Cahaya Menjauhi Garis Normal

Syarat-syarat terjadinya pembiasan adalah sebagai berikut : 1. Cahaya harus melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya;

2. Cahaya datang tidak tegak lurus terhadap bidang batas (sudut datang lebih kecil dari 900)

Pembiasan cahaya dapat terjadi dikarenakan perbedaan laju cahaya pada kedua medium. Laju cahaya pada medium yang rapat lebih kecil dibandingkan dengan laju cahaya pada medium yang kurang rapat.

2.5.1 Indeks Bias

Terdapat suatu pandangan yang keliru bahwa cahaya selalu bergerak dengan kecepatan yang sama di dalam segala situasi. Hal ini sekali lagi bukan merupakan sebuah fakta yang akurat. Kecepatan cahaya bergantung pada bahan tempat


(38)

dimana ia merambat. Di dalam ruang hampa, cahaya merambat pada kecepatan maksimumnya yang mendekati 300 juta meter per detik atau hampir delapan kali mengelilingi Bumi dalam satu detik[11].

Ketika cahaya merambat di dalam suatu bahan yang jernih, kecepatannya akan turun sebesar suatu faktor yang dinamakan indeks bias. Sebagian besar bahan yang digunakan untuk membuat serat optik memiliki indeks bias sekitar 1,5[18].

Sehingga :

Indeks bias (n) =

( )

( )

v bahan dalam di cahaya kecepa c hampa ruang di cahaya kecepa tan tan

... (2.4)

Dimana besar kecepatan cahaya di ruang hampa 3 x 108 m/s.

Hubungan antara sudut bias dengan beda / perubahan kelajuannya adalah[18]:

2 2 1 1 sin sin v v θ

θ = ... (2.5)

Karena indeks bias sebenarnya merupakan nilai perbandingan (rasio) antara kecepatan cahaya di dalam ruang hampa terhadap kecepatan cahaya di dalam bahan, maka besaran indeks bias tidak memiliki satuan.

Dengan menggunakan indeks bias sebesar 1,5 maka dapat dihitung kecepatan cahaya di dalam bahan sebesar 200 juta meter per detik. Dengan indeks bias berperan sebagai faktor pembagi dalam menentukan kecepatan cahya di dalam suatu bahan. Hal ini berarti bahwa semakin rendah nilai indeks bias maka semakin tinggi kecepatan cahaya di dalam bahan terkait.

Indeks bias tidak pernah lebih kecil dari 1 dan nilai indeks bias untuk beberapa zat ditampilkan pada Tabel 2.2[11].


(39)

Medium n = c / v

Udara Hampa 1,0000

Udara (pada STP) 1,0003

Air 1,333

Es 1,31

Alkohol Etil 1,36

Gliserol 1,48

Benzena 1,50

Kaca Kuarsa Lebur 1.46

Kaca Korona 1,52

Perhatikan seberkas sinar cahaya yang bergerak dari sebuah bahan dengan indeks bias bernilai tinggi ke bahan lainnya dengan indeks bias yang lebih rendah. Di dalam bahan kedua, cahaya akan bergerak lebih cepat dari sebelumnya (di dalam bahan pertama), sehigga dapat diketahui bahwa jarak antara muka-muka gelombang yang berurutan atau panjang gelombangnya akan menjadi lebih besar di dalam bahan kedua[18].

Sekarang perhatikan pula bahwa arah kedatangan cahaya menuju ke bidang perbatasan antara kedua bahan juga sangat penting. Dalam Gambar 2.13 dijelaskan bahwa cahaya datang ke bidang perbatasan dengan arah rambatan yang membentuk sudut tegak lurus terhadap bidang tersebut[18].


(40)

Gambar 2.13 Cahaya Berubah Kecepatannya[18]

Kemudian diperhatikan pula sinar lainnya yang datang ke bidang perbatasan dengan arah rambatan yang membentuk sudut berbeda (tidak tegak lurus). Saat cahaya menyeberangi bidang perbatasan dan masuk ke dalam bahan kedua, bagian sinarnya yang berada di dalam bahan kedua akan bergerak lebih cepat daripada bagian sinarnya yang masih berada di dalam bahan pertama. Sehingga muka-muka gelombang cahaya akan bergerak maju lebih cepat di dalam bahan kedua dibandingkan dengan di dalam bahan pertama. Hal ini mengakibatkan arah pergerakan sinar berbelok secara tajam (patah) di bidang perbatasan antara kedua bahan. Setelah memasuki bahan kedua, sinar kembali merambat mengikuti sebuah garis lurus meskipun dengan sudut (arah) dan kecepatan yang berbeda seperti ditunjukkan pada Gambar 2.14[18].


(41)

Gambar 2.14 Cahaya Mengalami Pembiasan ( Patah )[18]

Besarnya pembelokan yang terjadi pada sinar cahaya dan karenanya arah rambatnya yang baru ditentukan oleh rasio indeks bias relatif antara kedua bahan dan oleh sudut datang sinar menuju bidang perbatasan.

2.5.2 Hukum Pembiasan Cahaya ( Hukum Snellius )

Sudut atau arah perambatan sinar cahaya diukur dengan mengacu ke garis normal bidang perbatasan antara kedua bahan. Garis normal adalah sebuah garis yang mengarah tegak lurus terhadap permukaan bidang perbatasan. Sudut yang dibentuk oleh arah sinar datang ke bidang perbatasan (terhadap garis normal) dan sudut yang dibentuk oleh arah sinar meninggalkan bidang perbatasan (terhadap garis normal) secara berturut-turut disebut sebagai sudut datang dan sudut bias sinar cahaya. Kedua istilah ini dijelaskan secara illustratif dalam Gambar 2.15. Perhatikan bahwa sudut bias akan lebih besar dari sudut datang ketika cahaya merambat dari bahan yang berindeks bias besar ke bahan lainnya yang berindeks bias lebih kecil[18].


(42)

Gambar 2.15 Penjelasan Istilah-Istilah[18]

Willebrord Snellius, seorang astronom berkebangsaan Belanda yang hidup di abad ke-17, menemukan bahwa terdapat suatu hubungan matematis antara indeks bias kedua bahan dengan nilai sinus dari sudut-sudut sinar. Ia merumuskan hukum matematika ini pada tahun 1621.

Hukum Snellius menyatakan bahwa[2] :

2 2 1

1 sinθ n sinθ

n = ... (2.6)

Dimana :

n1 adalah nilai indeks bias bahan pertama n2 adalah nilai indeks bias bahan kedua

1

θ adalah sudut datang

2

θ adalah sudut bias

Terdapat empat variabel matematika di dalam persamaan di atas, sehingga dengan mengetahui tiga diantaranya saja dapat ditentukan nilai variabel yang keempat. Dengan demikian, besarnya pembiasan (pembelokan arah cahaya) yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan Hukum Snellius.


(43)

BAB III

SINGLE MODE FIBER

3.1 Pendahuluan

Serat optik single mode/monomode mempunyai diameter inti (core) yang sangat kecil 3 – 10 mm, sehingga hanya satu berkas cahaya saja yang dapat melaluinya. Oleh karena hanya satu berkas cahaya maka tidak ada pengaruh indeks bias terhadap perjalanan cahaya atau pengaruh perbedaan waktu sampainya cahaya dari ujung satu sampai ke ujung yang lainnya (tidak terjadi dispersi)[13].

Dengan demikian serat optik singlemode sering dipergunakan pada sistem transmisi serat optik jarak jauh atau luar kota (long haul transmission system). Sedangkan graded index dipergunakan untuk jaringan telekomunikasi lokal (local network).Serat optik terbuat dari bahan dielektrik berbentuk seperti kaca (glass). Di dalam serat inilah energi cahaya yang dibangkitkan oleh sumber cahaya disalurkan (ditransmisikan) sehingga dapat diterima di ujung unit penerima (receiver)[13].

Struktur Serat Optik pada umumnya terdiri dari 3 bagian yaitu[14]:

1. Bagian yang paling utama dinamakan bagian inti (core), dimana gelombang cahaya

yang dikirimkan akan merambat dan mempunyai indeks bias lebih besar dari lapisan kedua. Selimut terbuat dari kaca (glass) yang berdiameter antara 2 ~ 125 mm, dalam hal ini tergantung dari jenis serat optiknya.

2. Bagian yang kedua dinamakan lapisan selimut (Cladding), dimana bagian ini


(44)

dengan bagian inti. Terbuat dari kaca yang berdiameter antara 5 ~ 250 mm, juga tergantung dari jenis serat optiknya.

3. Bagian yang ketiga dinamakan lapisan jaket (Coating), dimana bagian ini

merupakan pelindung lapisan inti dan selimut yang terbuat dari bahan plastik yang elastis, seperti pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Struktur Serat Optik[14]

3.2 Perutean Panjang Gelombang

Fungsi lain dari sebuah demultiplekser ialah sebagai pengorganisir gelombang cahaya. Demultiplekser optik melakukan perutean gelombang cahaya dari panjang gelombang yang berbeda – beda ke dalam setiap receiver tujuan masing – masing[9].

3.3 Splicing ( Penyambungan )

Berdasarkan sifatnya, penyambungan serat optik dapat dibedakan menjadi 2

yaitu[17] :


(45)

Sambungan yang sifatnya permanen digunakan untuk menyambungkan dua buah serat optik dengan menggunakan teknik fusion splice.

2. Sambungan yang sifatnya tidak permanen

Sambungan yang sifatnya tidak permanen digunakan untuk menyambungkan serat optik dengan perangkat agar mudah dilepas dan dipasang lagi dengan menggunakan alat yang disebut konektor

3.3.1 Fusion Splices ( Penyambungan Lebur )

Penyambungan Serat Optik menggunakan ” fusion splicer ” dilakukan dengan memotong kedua ujung serat optik yang akan disambung dan dibersihkan dengan pembersih ultrasonik. Ujung-ujung serat didekatkan satu sama lain, tetapi tidak bersinggungan. Kemudian busur listrik diaktifkan untuk melelehkan salah satu ujung serat, untuk memperoleh ujung yang halus dan bulat. Ujung serat yang lain mengalami perlakuan yang sama[17].

Untuk melihat dengan jelas proses ini digunakan mikroskop, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3.2. Kedua ujung serat kemudian ditempelkan satu sama lain, dan busur listrik tetap digunakan selama beberapa detik untuk melelehkan kedua ujung tersebut, dan menyebabkan terjadinya fusi. Mesin penyambung fusi yang lama dan lebih murah, memerlukan pelurusan serat dan pengaturan busur secara manual. Pada mesin-mesin yang lebih modern, sinar dimasukkan ke dalam salah satu serat dan menggunakan suatu umpan balik optik untuk meluruskan kedua serat secara otomatis sehingga transmisi cahayanya maksimum dengan meminimalkan rugi-rugi sambungan[17].


(46)

Kecermatan yang diperlukan dalam penjajaran ujung-ujung serat optik mode tunggal lebih tinggi daripada penyambungan serat optik mode jamak, karena diameter inti seratnya jauh lebih kecil (sekitar 8 μm sampai 10 μm, sedangkan untuk serat optik

mode jamak sekitar 50 μm). Berdasarkan salah satu metode, kedua serat yang akan

disambung didekatkan sampai berjarak beberapa mikrometer pada posisi lurus.

Kemudian cahaya dimasukkan ke dalam salah satu serat dengan membengkokkan dan memasukkan sinyal optik dengan daya sekitar –35 dBm ke dalam inti serat. Daya ini diukur lagi dengan membengkokkan serat yang lain, dengan menggunakan foto detektor (photodetector). Serat digeser-geser satu dengan yang lain sampai diperoleh posisi dimana sinyal optik yang diterima paling besar. Kelemahan utama metode ini adalah serat harus dibengkokkan dengan jari-jari yang sangat kecil (kurang dari 10 mm), agar cahaya dapat dimasukkan dan dapat keluar dari serat[17].


(47)

Gambar 3.2 Langkah-langkah Penyambungan Serat Optik[17]. (a) Posisi serat sebelum proses fusi awal.

(b) Keadaan serat sesudah fusi awal. (c) Posisi serat sebelum fusi.

3.3.2 Mechanical Splices ( Penyambungan Mekanis )

Teknik penyambungan mekanik pada awalnya menggunakan cara pemotongan serat score-and-break untuk memperoleh ujung yang bersudut 900. Gambar 3.3 menunjukkan penyambungan mekanik pita, yaitu 24 ujung serat dari dua pita 12 serat yang telah dikikis dan dihaluskan secara serempak. Sebagian pita dibuang, dan serat-serat telanjang itu ditempatkan dalam bahan penahan yang bertakik[17].

Suatu cairan (gel) ditempatkan di mana serat-serat itu saling bersambungan. Sambungan jenis ini dapat dilakukan dalam waktu 20 menit sampai 30 menit, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk sepasang sambungan serat oleh teknik fusi. Penyambungan pita dapat dilakukan baik pada serat optik mode tunggal maupun serat optik mode jamak[17].


(48)

Gambar 3.3 Penyambungan Mekanik Pita[17]

Permasalahan yang timbul dalam mencapai toleransi penyambungan yang sangat kecil agar dihasilkan kualitas sambungan yang baik, yaitu :

1. Rugi-rugi sambungan besar yang dapat diperoleh dari sambungan dua serat optik yang memiliki karakteristik pembuatan yang berbeda, dan

2. Rugi-rugi tambahan dalam proses penyambungan terjadi jika pergeseran antara kedua serat sehingga inti dari kedua serat tidak benar-benar lurus atau sejajar. Rugi sambungan idealnya harus dijaga sampai 0,1 dB atau lebih kecil.

3.4 Non Dispersion Shifted Fiber (NDSF)

Serat optik NDSF juga dikenal sebagai Standard Single Mode Fiber (SSMF)

dan dibuat berdasarkan rekomendasi ITU-T G.652. NDSF memiliki nilai koefisien dispersi kromatik (D) mendekati nol di daerah panjang gelombang 1310 nm. Sedangkan pada daerah 1550 nm, koefisien dispersi maksimumnya adalah 18 ps/nm.km[16].

3.5 Non Zero Dispersion Shifted Fiber (NZDSF)

Dibandingkan NDSF/SSMF, serat optik NZDSF (G.655) memiliki koefisien dispersi kromatik yang lebih rendah pada daerah panjang gelombang 1550 nm, yaitu maksimum 6 ps/nm.km[16].


(49)

3.6 Panjang Gelombang Serat Optik

Setelah memutuskan bahwa spektrum inframerah adalah pilihan terbaik untuk

(hampir) semua komunikasi berbasis serat optik, permasalahan pemilihan frekuensi belum benar-benar selesai sampai disini. Suatu bentuk sumber cahaya harus digunakan untuk sistem komunikasi serat optik, dan cahaya dengan panjang-panjang gelombang tertentu lebih murah dan lebih mudah dibangkitkan ketimbang cahaya dengan panjang-panjang gelombang lainnya[18].

Sebagian panjang gelombang bahkan sama sekali tidak dapat digunakan

adalah 1380 nm. Rugi-rugi daya yang terjadi pada panjang gelombang ini sangat besar, dikarenakan keberadaan molekul-molekul air di dalam bahan kaca. Cukup mengejutkan bahwa kaca ternyata tidak sepenuhnya bersifat kedap air. Air dalam bentuk ion-ion hidroksil diserap oleh kaca masuk ke dalam sistem molekulernya, dan ion-ion hidroksil ini menyerap energi dari sinyal-sinyal dengan panjang gelombang 1380 nm. Oleh sebab itu, di dalam proses manufaktur serat optik, bahan kaca yang digunakan harus dipertahankan sekering mungkin, dengan kandungan air tidak melebihi perbandingan 1 dari 109[18].

Meluasnya penggunaan serat optik untuk komunikasi menuntut adanya

standarisasi dalam hal panjang gelombang cahaya yang digunakan. Hal ini untuk memastikan bahwa perangkat-perangkat yang dibuat pabrikan-pabrikan yang berbeda dapat berkomunikasi dengan satu sama lainnya. Nilai-nilai panjang gelombang standar ini disebut sebagai ” jendela panjang gelombang ”, dan sistem-sistem komunikasi serat optik dirancang untuk dapat beroperasi secara optimal pada salah satu dari jendela-jendela yang ada, seperti pada Gambar 3.4[18].


(50)

Gambar 3.4 Jendela-jendela pada Spektrum Inframerah untuk Komunikasi Serat Optik

Jendela 1300 nm dan jendela 1550 nm memberikan rugi-rugi daya yang jauh

lebih kecil dari semua jendela yang ada, dan karenanya digunakan untuk komunikasi jarak jauh. Meski demikian, penggunaan panjang gelombang ini sudah mulai dijumpai pada jaringan-jaringan LAN dan jaringan-jaringan komputer intra kampus karena bandwith yang lebih lebar yang dapat disediakannya. Jendela panjang gelombang lainnya yang lebih pendek yaitu di sekitar 850 nm, menimbulkan rugi-rugi daya yang lebih besar sehingga biasanya digunakan untuk komunikasi jarak dekat dan menengah dan pada jaringan-jaringa LAN, mungkin dengan jarak transmisi sejauh hingga 10 km. Jendela 850 nm masih banyak digunakan karena sistem ini lebih murah dan lebih mudah untuk dipasang dan dirawat[18].

3.7 Propagasi Cahaya di dalam Serat Optik

Cahaya yang merambat di dalam serat optik menuju dindingnya (bidang


(51)

besar dari sudut kritis. Dengan cara ini cahaya dapat merambat di dalam serat optik melalui serangkaian pemantulan, seperti pada Gambar 3.5[18].

Gambar 3.5 Cahaya Merambat Melalui Serangkaian Pemantulan[18]

Tiga hal penting tentang serat optik, yaitu[16] :

1. Serat optik sepenuhnya padat, tidak terdapat lubang atau rongga apapun di bagian tengahnya

2. Buffer dan jaket berfungsi sebagai pelindung mekanis

3. Cahaya merambat di dalam bagian inti, meskipun terdapat pula sedikit rembesan yang masuk ke bagian mantel, sehingga kejernihan bahan mantel juga harus diperhatikan.

Apabila sudut datang sinar lebih besar dari sudut kritis, maka sinar akan dipantulkan balik ke dalam bahan pertama melalui proses yang dikenal sebagai ” Pemantulan Internal Sempurna ”. Untuk dapat dipantulkan, sebagian kecil dari sinar cahaya tersebut harus masuk ke dalam lapisan mantel, seperti diperlihatkan dalam Gambar 3.6[18].


(52)

Gambar 3.6 Cahaya Masuk ke Mantel Saat Pemantulan[18]

Kini dapat dipahami bahwa lapisan mantel yang terbuat dari bahan yang kurang jernih atau sulit ditembus cahaya akan menghalangi perambatan sinar di dalam bagian inti, karena sinar tidak dapat masuk ke dalam lapisan mantel untuk dipantulkan.

3.7.1 Memasukkan Cahaya ke dalam Serat Optik

Ketika salah satu ujung serat optik disinari dengan cahaya, sinar tersebut akan terpancar keluar dari ujung yang lainnya. Dapat dilihat cahaya menyebar keluar dari ujung output serat optik (yaitu ujung yang tidak disinari) seperti dalam Gambar 3.7[15].

Gambar 3.7 Cahaya Menyebar Keluar dari Ujung Output Serat Optik[15]

Sinar yang masuk ke dalam serat optik pada Gambar 3.7 merambat di sepanjang serat dengan sudut datang atau sudut pantul yang sama dengan sudut kritis.

3.7.2 Kerucut Penerimaan

Kerucut penerimaan (cone of acceptance) adalah kisaran nilai sudut datang untuk sebuah sinar yang masuk ke dalam serat optik, yang masih memungkinkannya


(53)

untuk dapat merambat di dalam inti hingga mencapai ujung output. Artinya, jika sebuah sinar masuk ke serat optik dengan sudut datang yang berada yang berda di luar kisaran nilai ini, maka sinar tersebut tidak akan keluar dari ujung output serat optik atau akan hilang di tengah jalan. Daerah kisaran sudut tersebut merupakan sebuah kerucut jika divisualisasikan dalam bentuk tiga dimensi seperti ditunjukkan pada Gambar 3.8, dan karena itulah nama kerucut penerimaan diberikan[15].

Gambar 3.8 Sudut Penerimaan

(Nilai maksimum yang dapat diterima serat optik)[15]

3.8 Rugi – Rugi Penyambungan

Salah satu penyebab terjadinya rugi-rugi pada serat optik adalah karena penyambungan serat optik. Terdapat tiga masalah utama di dalam proses menyambung dua serat optik, yaitu[12] :

1. Tipe kedua serat harus saling kompatibel

2. Ujung kedua serat harus diletakkan sedekat-dekatnya dengan satu sama lainnya hingga menyisakan sekecil mungkin celah di antara keduanya

3. Posisi kedua serat harus dibuat saling bersesuaian seakurat mungkin di titik persambungan


(54)

3.8.1 Garis Tengah Inti

Sistem komunikasi serat optik yang banyak digunakan adalah serat modus

tunggal (single mode fiber). Sistem-sistem komunikasi suara sepenuhnya menggunakan serat optik modus tunggal. Serat optik dari bahan plastik memiliki ukuran inti yang berkisar antara 0,25 hingga 3 mm, dimana inti 1 mm adalah yang paling banyak digunakan. Apabila serat optik yang telah terpasang permanen (feeder) memiliki karakterisrik yang berbeda dengan serat yang digunakan pada sistem utama. Maka kemungkinan besar rugi-rugi daya akan terjadi pada titik persambungan antara kedua serat seperti pada Gambar 3.9[18].

a. Sebagian cahaya tidak dapat masuk ke inti serat di depannya

b. Inti kecil ke inti besar – rugi daya tidak terjadi


(55)

Serat optik modus tunggal hanya dapat memilki ukuran inti yang mendekati 8µm saja, sehingga permasalahan ketidaksesuaian ukuran inti jarang dijumpai dengan serat optik modus tunggal. Akan tetapi, ukuran yang sangat kecil ini menimbulkan permasalahan tersendiri, karena proses penyambungannya akan membutuhkan ketelitian yang tinggi[18].

Untuk menyambungkan sebuah serat modus jamak dengan inti berukuran besar ke serat lainnya yang memiliki inti lebih kecil, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.4, maka hanya sebagian dari cahaya yang datang dari inti berukuran besar dapat masuk ke inti berukuran kecil, dan akibatnya sebagian daya cahaya akan hilang. Tetapi, jika cahaya merambat datang dari inti yang lebih kecil masuk ke inti yang lebih besar, seluruh bagian cahaya dapat diterima masuk dan rugi-rugi daya tidak terjadi.

Besarnya rugi-rugi daya ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus[18] :

dB i diameter i diameter Loss keluar masuk 2 int int log 10     −

= ... (3.1)

Rumus ini hanya berlaku jika garis tengah inti yang ditinggalkan (intikeluar) lebih besar dari garis-garis inti yang dimasuki. Jika yang terjadi sebaliknya, maka tidak ada rugi-rugi daya yang timbul.

3.8.2 Apertur Numerik ( NA )

Apertur numerik dari sebuah serat optik adalah parameter yang menjadi

ukuran kemampuan serat optik dalam mengumpulkan atau memerangkap sinar cahaya. Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa sudut penerimaan juga mengindikasikan seberapa banyaknya cahaya yang dapat diterima masuk ke dalam serat optik. Sehingga, seharusnya terdapat suatu hubungan yang jelas dan mudah di antara apertur numerik


(56)

dan sudut penerimaan, karena kedua besaran ini mengukur dua hal yang pada dasarnya sama[14].

Rumus matematika untuk apertur numerik diturunkan berdasarkan indeks bias

inti dan indeks bias mantel. Penurunan rumus tersebut tidak diuraikan disini, dan hanya hasilnya saja yaitu[14] :

NA= n2intin2mantel (tanpa satuan) ... (3.2)

Dan selanjutnya, inilah cara singkat untuk menghitung sudut penerimaan[14]:

sudut penerimaan = arcsin (NA) ... (3.3)

Efek yang serupa akan terjadi jika di titik persambungan terjadi perubahan

nilai apertur numerik dari serat yang satu ke serat yang lainnya. Apabila serat yang dimasuki memiliki apertur numerik yang sama dengan atau lebih besar dari apertur numerik serat yang ditinggalkan, maka rugi-rugi daya tidak terjadi.

Penjelasan untuk hal ini adalah bahwa apertur numerik menentukan besarnya

kerucut dan juga sudut penerimaan (cone of acceptance). Jika diasumsikan sebuah serat optik tipikal yang memiliki apertur numerik sebesar 0,2, atau sama artinya dengan sudut penerimaan sebesar 11,5 0, yang disambungkan ke serat optik lainnya dengan NA

= 0,25 sehingga memiliki sudut penerimaan sebesar 14,50 (Gambar 3.10). Jika cahaya

datang dari serat pertama (NA = 0,2) menuju ke serat kedua (NA = 0,25), maka semua sudut datang cahaya yang akan memasuki inti serat kedua akan dapat diterima dengan baik karena 11,50 < 14,50. Akan tetapi, jika sebaliknya cahaya keluar dari serat kedua dan masuk ke serat pertama, maka sinar-sinar yang datang dengan sudut diantara 11,50 dan 14,50 tidak akan dapat memasuki inti serat pertama dan akibatnya sebagian daya cahaya akan hilang[18].


(57)

Gambar 3.10 Rugi Daya karena Perbedaan Apertur Numerik[18]

Rumus untuk menghitung rugi-rugi daya karena perbedaan apertur numerik dan kerucut penerimaan ini mirip dengan rumus untuk permasalahan garis tengah inti, yaitu[18] :

dB NA NA Loss keluar masuk 2 log 10     −

= ... (3.4)

Rumus ini hanya berlaku jika apertur numerik serat yang ditinggalkan cahaya lebih besar dari apertur numerik serat yang akan dimasukinya. Jika sebaliknya maka rugi-rugi daya tidak akan timbul.

Jika inti maupun besarnya apertur numerik berbeda antara kedua serat yang disambungkan, maka rugi daya total adalah dengan menjumlahkan rugi daya yang ditimbulkan oleh masing-masing efek, yang dituliskan dengan rumus[18] :

Total rugi-rugi = rugi-rugi inti + rugi-rugi apertur numerik ... (3.5)

Total loss =

            − 2 int int log 10 keluar masuk i diameter i diameter +             − 2 log 10 keluar masuk NA NA dB


(58)

Total loss =                 − 2 2 int int log 10 keluar masuk keluar masuk NA NA x i diameter i diameter

... (3.6)

3.8.3 Rugi Celah

Karena ujung-ujung serat yang disambungkan tidak dapat saling menempel

sepenuhnya, maka selalu terdapat celah di titik persambungan. Cahaya yang keluar dari ujung serat yang satu akan terlebih dulu melewati daerah celah (diskontinuitas) ini sebelum masuk ke ujung serat di depannya, dan menyebar dengan sudut sebesar kerucut penerimaan. Akibatnya, tidak semua bagian dari cahaya yang keluar itu akan jatuh di daerah inti serat di depannya dan hilang menjadi rugi daya[12].

Besarnya rugi daya ini tidak terlalu berarti, yaitu kurang dari 0,5 dB jika

kedua ujung serat dipisahkan oleh celah selebar garis tengah inti. Rugi daya ini dapat di tekan lebih jauh lagi jika daerah celah diisi dengan larutan gel yang berindeks bias sama dengan inti (index matching gel), sehingga jalur yang dilalui cahaya akan mendekati kontinu. Gel semacam ini biasanya digunakan untuk mengurangi pemantulan Fresnel, namun dapat membantu pula memperkecil rugi daya yang timbul di titik persambungan. Rugi daya akan semakin bertambah secara linear dengan semakin lebarnya celah seperti pada Gambar 3.11[12].


(59)

3.8.4 Permasalahan Selisih Posisi

Permasalahan selisih posisi ini dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu[12] : 1. Selisih posisi sumbu

Kasus ini sedikit banyak mirip dengan kasus rugi daya karena perbedaan

ukuran inti. Jika sumbu kedua serat yang disambungkan berselisih posisi, atau tidak saling berhimpit, maka daerah inti kedua serat tidak akan sepenuhnya bersambungan. Akibatnya, sebagian cahaya yang keluar dari inti serat yang satu tidak dapat masuk ke inti serat yang lainnya dan hilang menjadi rugi daya, seperti pada Gambar 3.12. Rugi daya karena selisih posisi ini jauh lebih besar dari rugi celah, dan selisih sumbu sejauh seperempat garis tengah inti saja akan mengakibatkan rugi daya sebesar 1,5 dB. Semakin jauh selisih sumbu kedua serat, semakin besar rugi daya yang timbul dan nilainya naik secar eksponensial. Rugi daya karena selisih posisi sumbu ini dirumuskan[12] :

         − − = d l x

Losslat 10log 1 1,28 ... (3.7)

dimana :

l adalah selisih sumbu d adalah diameter core


(60)

2. Selisih posisi karena cacat inti (rugi eksentrisitas)

Kasus ini terjadi jika inti salah satu serat yang akan disambungkan tidak berada tepat di pusat. Ketika menyambungkan dua buah serat optik, orang biasanya mengambil acuan bagian yang terlihatnya saja (mantel) dalam mencocokkan posisi, karena inti serat optik berada di dalam serat dan tidak dapat dilihat. Apabila ternyata posisi ini tidak tepat berada di tengah (pusat) di dalam serat optik, maka kedua inti akan berselisih posisi dan timbullah rugi daya yang serupa dengan rugi akibat selisih sumbu, seperti pada Gambar 3.13. Dengan teknik manufaktur serat optik modern dewasa ini, cacat posisi inti semacam ini sangat jarang terjadi. Rugi daya karena cacat inti ini dirumuskan[12] :

LossFr = - 10 log(1 – Fr) ... (3.8) dimana :

Fr adalah Refleksi Fresnel, yang dirumuskan :

Fr = (n1 – n2)2 / (n1 + n2)2 ... (3.9) n1 adalah indeks bias inti (core)

n2 adalah indeks bias udara

Persamaan 3.8 disubstitusikan dengan persamaan 3.9, diperoleh :

(

)

(

)

   +− − − = 2 2 1 2 2 1 1 log 10 n n n n


(61)

Gambar 3.13 Rugi Eksentrisitas Inti 3. Selisih posisi angular

Semakin besar selisih posisi angular (sudut), maka semakin banyak sinar yang tidak dapat mengenai inti serat di depannya, seperti pada Gambar 3.14. Selisih posisi angular sebesar tiga hingga empat derajat dapat menyebabkan timbulnya rugi daya sebesar kurang dari 1 dB. Dengan bertambah besarnya sudut selisih ini, maka rugi daya akan naik dengan cepat secara eksponensial. Penggunaan larutan gel untuk menyamakan indeks bias di celah udara malahan akan membawa dampak yang merugikan, karena cahaya yang keluar dari inti yang satu akan lebih terfokus sehingga lebih sedikit bagiannya yang akan mengenai inti di depannya. Rugi daya karena selisih posisi angular dirumuskan[12] :

(

)

(

)



 

  − −

=

NA x x n Lossang

180 1 log

10 θ ... (3.11)

Gambar 3.14 Selisih Posisi Angular


(62)

Dua buah sinar yang berbeda diumpankan ke dalam serat optik. Karena kedua sinar merambat di dalam bahan dengan indeks bias yang sama, maka kecepatan perambatan kedua sinar juga akan sama. Apabila gerak kedua sinar tersebut dapat diikuti saat merambat, maka dapat dilihat bahwa meskipun keduanya memasuki serat optik pada saat bersamaan, sinar A dalam Gambar 3.15 akan menempuh jarak yang lebih panjang dari sinar B. Fenomena ini akan mengakibatkan pulsa cahaya yang dibentuk oleh kedua sinar memuai di dalam serat optik karena komponen pulsa yang menempuh jarak lebih pendek ( sinar B ) akan mendahului komponen yang menempuh jarak lebih panjang ( sinar A )[8].

Gambar 3.15 Sinar B tiba lebih dulu

Efek pemuaian pulsa cahaya ini disebut sebagai dispersi, seperti pada Gambar 3.16[8].


(63)

3.9.1 Modus Serat Optik

Cahaya yang merambat di dalam serat optik pada kenyataannya adalah

sekumpulan gelombang elektromagnetik (EM) yang menduduki selapis pita frekuensi tipis pada spektrum elektromagnetik. Medan magnet pada kenyataan fisiknya bukanlah berupa garis-garis gaya yang mengambang di sekitar sebuah magnet, begitu pula elektron bukanlah sebuah bola hitam sangat kecil yang beterbangan mengelilingi sebuah bola inti besar. Semuanya hanyalah merupakan perumpamaan untuk

memudahkan dalam memahami konsep-konsep yang abstrak ini[18].

Dengan demikian, cahaya merambat dalam bentuk gelombang

elektromagnetik di dalam serat optik. Gelombang elektromagnetik memiliki komponen medan listrik dan medan magnet, dan masing-masing komponen ini membentuk pola-pola tertentu di dalam serat optik. Pola-pola-pola ini disebut sebagai modus transmisi. Modus berarti juga metode, dan karenanya modus transmisi adalah metode transmisi sebuah gelombang cahaya. Jumlah modus di dalam sebuah serat optik selalu bulat[18].

Sebuah serat optik hanya dapat mengakomodir modus dalam jumlah yang

terbatas. Hal ini dikarenakan tiap-tiap modus adalah sepasang pola medan listrik dan medan magnet yang memiliki ukuran fisik tertentu. Ukuran inti serat optik menentukan seberapa banyak modus yang dapat lewat di dalamnya. Semakin besar ukuran inti semakin banyak pula modus yang dapat merambat.

Pola-pola medan yang tidak utuh atau tidak lengkap tidak mungkin merambat

di dalam inti serat optik. Ini sama halnya seperti jika diperhatikan kendaraan bermotor yang lewat pada sebuah jalan. Pada awalnya jalan mungkin hanya memiliki satu jalur


(64)

saja. Ketika jalan diperbesar dan menjadi cukup lebar, jalan tersebut akan langsung menjadi jalan dua lajur.

3.9.2 Banyak Modus di Dalam Serat Optik

Jumlah modus yang merambat di dalam sebuah serat optik dapat ditentukan

(secara akurat) dengan rumus[18] :

2 int mod 2       = λ π x NA x i tengah garis us

Jumlah ... (3.12)

dimana :

NA adalah Apertur Numerik dari serat optik bersangkutan

λ adalah panjang gelombang cahaya yang digunakan

π adalah konstanta ( 3,14)

3.10 Redaman (Attenuasi)

Redaman/attenuasi serat optik merupakan karakteristik penting yang harus diperhatikan mengingat kaitannya dalam menentukan jarak pengulang (repeater), jenis pemancar dan penerima optik yang harus digunakan. Besarnya atenuasi atau rugi-rugi daya dinyatakan oleh persamaan berikut[14] :

km dB P P L out in / log 10     =

α ... (3.13) dimana :

α = Redaman/attenuasi (dB/km)

L = Panjang serat optik (km)


(65)

Pout = Daya yang keluar dari serat

Redaman serat biasanya disebabkan oleh karena penyerapan/absorpsi energi sinyal oleh bahan, efek scattering/penghamburan dan pengaruh radiasi/pembengkokan. Semakin besar atenuasi berarti semakin sedikit cahaya yang dapat mencapai detektor.

Hasil pengukuran yang dilakukan penulis untuk fiber optik daerah Binjai – Kuala menggunakan 24 core / 4 tube. Berikut hasil pengukuran yang diperoleh selama mengikuti penelitian, dan sebagai contoh dapat ditunjukkan pada Gambar 3.17.

Gambar 3.17 Grafik Hasil Pengukuran Redaman

Grafik FO pada Gambar 3.17 menunjukkan bahwa kondisi dalam keadaan

idle (siap pakai). Dari garis grafik yang terlihat merupakan panjang kabel dari Binjai –


(66)

Redaman pada FO telah sesuai dengan standart yang diharapkan , maka FO tersebut siap untuk disambungkan jika ada permintaan pelanggan.

Untuk menghitung redaman dapat digunakan persamaan berikut ini:

Link budget = Slope x jarak kabel ... (3.14)

Lossline = (Redaman Kabel/km x jarak) + (Redaman per splice x Jumlah

Splice) + (Redaman Pathcore x Jumlah Connector)

... (3.15)

Total loss ideal = Panjang kabel x Standar Redaman per km (3.16)

Total loss max = (Panjang kabel x Loss/km) + (Jumlah Sambungan x 0,15) + (Jumlah Conector x Loss Conector) (3.17)

Space Margin = Total loss max – Total loss saat ini ... (3.18)

Keterangan :

Joint : jumlah sambungan

Total loss ideal : total loss kabel tanpa apapun

Total loss max : total loss kabel sambungan + conector (berdasarkan hasil ukur OTDR) + total loss kabel (ideal)

Total loss saat ini : total joint setelah operasi atau setelah kabel putus (berdasarkan hasil ukur OTDR)

3.11 Penyerapan (Absorbtion) pada Serat Optik

Pada dasarnya, penyebab hilangnya energi cahaya di dalam serat optik adalah


(67)

masih tersisa di dalam bahan inti akan menyerap sebagian dari energi cahaya yang merambat di dalam serat optik. Kontaminan yang menimbulkan efek paling serius adalah ion-ion hidroksil dan zat-zat logam[18].

Ion-ion hidroksil sebenarnya adalah wujud lain dari air yang akan menyerap

secara besar-besaran energi gelombang dengan panjang1380 nm, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.4. Demikian pula, zat-zat logam akan menyerap energi gelombang dangan berbagai nilai panjang tertentu. Puncak-puncak rugi daya pada berbagai panjang gelombang ini dapat dilihat pula dalam Gambar 3.4.

Untuk permasalahan ini, jawaban yang paling tepat adalah mencegah

timbulnya kontaminan atau tertinggalnya zat-zat kotoran di dalam kaca saat proses manufaktur dilakukan. Kandungan kontaminan harus dapat ditekan sekecil mungkin, dengan nilai perbandingan ideal 1 di dalam 109 untuk air dan 1 di dalam 1010 untuk zat-zat logam.

3.11.1 Pemantulan Fresnel

Ketika sinar cahaya menumbuk sebuah bintik perubahan indeks bias dan

terpencar ke segala arah, komponen pencaran yang merambat dengan sudut datang

mendekati garis normal (900) akan lewat begitu saja menembus bidang perbatasan.

Lebih tepatnya, sebagian besar dari komponen itu akan menembus bidang perbatasan[10].

Akan tetapi, tidak semua bagian dari cahaya yang datang dengan sudut

mendekati garis normal akan menembus bidang perbatasan. Sebagian yang sangat kecil dari cahaya itu akan terpantul balik di bidang perbatasan. Efek ini dapat disaksikan pada kaca jendela di rumah. Apabila melihat keluar dari kaca jendela yang bersih, akan


(68)

dilihat dua bayangan. Pemandangan dapat dilihat didepan kaca jendela dan pula melihat secara samar apa yang ada di belakang. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa cahay memang menembus kaca jendela namun juga dipantulkan kembali sebagiannya.

Efek ini dapat menjadi masalah bagi cahaya yang meninggalkan ujung output

serat optik, seperti dalam Gambar 3.17. Di titik ini, terjadi perubahan seketika dari indeks bias udara yang ada diluar serat optik. Efek yang sama juga terjadi pada arah yang berlawanan. Sebagian sangat kecil dari cahaya yang datang dan hendak memasuki serat optik akan terpantul balik oleh bidang perbatasan udara-inti, seperti dalam Gambar 3.18.

Seberapa besar proporsi cahaya yang menembus bidang perbatasan dan

seberapa besar yang terpantul balik ditentukan oleh besarnya perubahan indeks bias di bidang perbatasan, dan dapat ditentukan menggunakan rumus berikut[18] :

2 2 1 2 1     + − = n n n n terpantul

daya ... (3.19)

daya terpantul (dB) =

in out

P P log

10 ... (3.20)


(69)

Gambar 3.19 Pemantulan Fresnel di setiap Bidang Batas[18]

3.11.2 Memanfaatkan Pemantulan Fresnel

Pemantulan Fresnel di ujung output serat optik menyebabkan sebagian kecil sinar merambat balik ke arah ujung input, dan hal ini dapat dimanfaatkan untuk mengukur secara akurat panjang sebenarnya dari sebuah saluran (kabel) serat optik. Apabila sebuah tong berisi kabel serat optik disebutkan memiliki panjang 5 km. Panjang serat optik yang ada di dalam tong belum tentu sepanjang 5 km, mungkin hanya 4,5 km atau bahkan isinya adalah lima segmen kabel yang panjang masing-masing 1 km. Sangat tidak nyaman apabila harus membuka gulungan kabel tersebut dan menggelarnya hingga habis untuk mengetahui berapa panjangnya[18].

Solusi untuk permasalahan ini adalah dengan memanfaatkan efek pemantulan Fresnel yang terjadi di ujung output kabel serat optik. Dikirimkan sebuah pulsa cahaya pendek ke dalam serat optik, dan kemudian menunggu sampai cahaya pantulan tiba kembali di ujung input. Karena kecepatan perambatan cahaya di dalam kabel dapat dihitung, dan dapat pula mengukur interval waktu sejak pulsa dikirimkan hingga pantulannya diterima kembali, maka panjang kabel dengan mudah dapat


(70)

ditentukan. Teknik ini diterapkan pada sebuah alat yang disebut reflektometer optis domain waktu ( optical time domain reflektometer ( OTDR ) ).

Kecepatan cahaya di dalam bahan dapat di hitung dengan menggunakan rumus[18] :

n v

vbahan = hampa ... (3.21)

dimana :

vbahan adalah kecepatan cahaya di dalam bahan

vhampa adalah kecepatan cahaya di ruang hampa ( 3 x 108 m/s) n adalah indeks bias

3.12 Lekukan Kabel ( Bending )

Lekukan kabel dibedakan menjadi dua, yaitu[14] : 1. Lekukan Skala Makro ( Macrobend )

Lekukan tajam pada sebuah kabel serat optik dapat menyebabkan timbulnya rugi daya yang cukup serius, dan lebih jauh lagi kemungkinan terjadinya kerusakan mekanis (pecahnya serat optik). Rugi daya yang ditimbulkan dengan melengkungkan sepotong pendek serat optik boleh jadi lebih besar dari rugi daya total yang timbul pada seluruh kabel serat optik sepanjang 1 km yang digelar secara normal.

Sinar cahaya yang diperlihatkan dalam Gambar 3.20 memilki sudut datang yang melebihi sudut kritis, dan karenanya dapat merambat secara aman di dalam inti serat optik. Ingatlah bahwa garis normal selalu mengarah tegak lurus terhadap permukaan inti (bidang batas inti-mantel). Sekarang, jika inti dilengkungkan, seperti dalam Gambar 3.21, maka garis normal akan berubah arahnya mengikuti permukaan


(71)

demikian. Sudut datangnya menjadi kurang dari sudut kritis dan mengakibatkan sinar dapat menembus inti dan keluar dari serat optik. Oleh sebab itu, lekukan yang tajam harus dihindarkan[14].

Gambar 3.20 Keadaan Normal[14]

Gambar 3.21 Lekukan Tajam Berakibat Buruk[14]

Sepotong serat optik telanjang (hanya terdiri dari inti, mantel dan lapisan buffer primer) masih dapat dilengkungkan secara aman jika jari-jari lengkungan tersebut tidak lebih kecil dari 50 nm. Untuk sepotong kabel serat optik, yaitu serat optik telanjang yang dibungkus oleh lapisan-lapisan pelindu ng luar (jaket), maka besarnya jari-jari aman ini adalah sepuluh kali dari jari-jari luar kabel atau 50 nm, diambil nilai terbesar di antara kedua nilai ini (Gambar 3.22)[18].


(72)

Semakin tajam (dan semakin kecil jari-jari) lengkungan, maka semakin besar rugi-rugi daya yang timbul. Diperlihatkan dalam ukuran yang sebenarnya, hasil-hasil eksperimen dengan beberapa potongan pendek serat optik telanjang disajikan dalam Gambar 3.23. Instrumen pengukuran yang disambungkan ke potongan-potongan serat optiktersebut mengindikasikan rugi daya sebesar 6 dB tepat sebelum serat optik akhirnya pecah. Muncul atau tidaknya permasalahan macroband sebesar-besarnya terletak di tangan para instalator (pemasang) kabel[18].


(73)

Gambar 3.23 Lekukan ditampilkan dalam ukuran sebenarnya (dapat mengakibatkan kerusakan pada serat)[18]

2. Lekukan Skala Mikro ( Microbend)

Permasalahan ini pada prinsipnya menimbulkan efek yang sama dengan

macrobend, hanya saja ukuran lekukan dan penyebab terjadinya berbeda. Jari-jari lekukan yang timbul dalam kasus ini adalah sama dengan atau kurang dari garis tengah sebuah serat optik telanjang (memang sangat kecil) seperti pada Gambar 3.24[14].

Gambar 3.24 Perbedaan Laju Penyusutan

Dapat Menimbulkan Lekukan Mikro[14]

Permasalahan microbend (lekukan mikro) pada umumnya timbul di dalam

proses manufaktur. Penyebab yang biasa dijumpai adalah perbedaan laju pemuaian dan penyusutan antara serat optik dan lapisan-lapisan pelindung luarnya (jaket). Ketika kabel serat optik menjadi terlalu dingin, lapisan jaket maupun bagian inti/mantel akan mengalami penyusutan dan memendek. Jika bagian inti/mantel menyusut lebih lambat


(74)

dari lapisan jaketnya, maka bagian inti/mantel akan bergeser dari posisi relatifnya semula dan hal ini dapat menimbulkan lekukan-lekukan padanya. Fenomena inilah yang dikenal sebagai permasalahan microbend.

Dengan bersikap sangat selektif dalam memilih kabel serat optik yang akan

digunakan, masalah microbend lebih mudah dihindarkan ketimbang masalah microbend, karena banyak diantara kabel serat optik di pasaran dewasa ini dapat mengakomodir kisaran suhu kerja yang sangat lebar, yaitu dari -550C hingga +850C.


(75)

BAB IV

ANALISIS RUGI-RUGI PADA SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK

4.1 Pendahuluan

Pada Bab ini akan dibahas tentang Analisis Rugi-Rugi pada Sistem Tansmisi

Serat Optik. Adapun rugi-rugi yang terjadi pada serat optik adalah:

1.Rugi-rugi akibat perbedaan garis tengah inti dan apertur numerik

2. Rugi-rugi celah

3. Rugi daya akibat Pemantulan Fresnel

4. Rugi-rugi akibat redaman (attenuasi) pada serat optik

4.2 Analisis Perhitungan Rugi-rugi Akibat Perbedaan Garis Tengah Inti dan Apertur Numerik

Dari Tabel 4.2, data dapat dianalisa secara matematis sesuai dengan tabel yang

diperoleh. Untuk menghitung rugi-rugi serat optik dapat digunakan persamaan 3.1 dan 3.4.

Rugi-rugi akibat perbedaan garis tengah inti dihitung dengan menggunakan persamaan 3.1, yaitu :

2 50 8 , 50 log 10     − = m m Loss

µµ dB

= - 10 x 0,01378 dB


(76)

Sementara rugi-rugi karena perbedaan NA dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 3.4. Untuk menghitung Apertur Numerik, menggunakan persamaan 3.2. Unruk serat optik G.652D, NA diperoleh :

2 2 ) 436 , 1 ( ) 45 , 1 ( − = NA NA = 0,2

Untuk serat optik G.652C, NA diperoleh :

2 2 ) 4367 , 1 ( ) 45 , 1 ( − = NA

NA = 0,196

Maka, rugi-rugi karena perbedaan NA diperoleh :

dB Loss 2 196 , 0 2 , 0 log 10       − =

Loss = -10 x 0,0175 dB Loss = - 0,175 dB

Total loss akibat perbedaan Apertur Numerik dan Garis tengah Inti hasil analisis diperoleh :

Losstotal = - 0, 1378 dB + (- 0,175 dB) Losstotal = - 0,3128 dB

Standar loss dari Tabel 4.2 diperoleh 0,318 dB


(77)

Rugi-rugi akibat selisih celah diakibatkan tiga hal, yaitu :

a. Selisih posisi sumbu

Dari Tabel 4.2, data dapat dianalisa secara matematis sesuai dengan tabel yang diperoleh. Untuk menghitung rugi-rugi serat optik dapat digunakan persamaan 3.7, diperoleh :

(

)

[

1 1,28 0,01

]

log

10 x

Losslat =− − dB

Losslat = - 10 x 0,0055948 dB Losslat = - 0,055948 dB

b. Selisih posisi karena cacat inti (rugi eksentrisitas)

Dari Tabel 4.2, data dapat dianalisa secara matematis sesuai dengan tabel yang diperoleh. Untuk menghitung rugi-rugi serat optik dapat digunakan persamaan 3.10, diperoleh :

(

)

(

)

   + − − − = 2 2 1 45 , 1 1 45 , 1 1 log 10 Fr

Loss dB

LossFr = - 10 x 0,015 dB LossFr = - 0,15 dB

c. Selisih posisi angular

Dari Tabel 4.2, data dapat dianalisa secara matematis sesuai dengan tabel yang diperoleh. Untuk menghitung rugi-rugi serat optik dapat digunakan persamaan 3.11, diperoleh :

(

)

(

)

    − − = 2 , 0 180 5 , 0 45 , 1 1 log 10 x x


(1)

DAFTAR PUSTAKA

1.

Francesco Maria Grimaldi, Bologna 1665 “Physico mathesis de lumine,

coloribus, et iride, aliisque annexis libri duo” Vittorio Bonati.

2.

“Cahaya”,

3.

Bass, Micheal, 2002” Fiber Optics Handbook “. Published by McGraw-Hill

Telecom.

4.

Hecht, Jeff, 2002” Understanding Fiber Optics “. Published by Pearson

Education International.

5.

”Spektrum Gelombang Elektromagnetik”,

elektromagnetik.html, tanggal akses 16 Juli 2010.

6.

“Eksperimen Gelombang Elektromagnetik”,

http://riyn.multiply.com/journal/item/48/Gelombang_elektromagnetik, tanggal

akses 16 Juli 2010.

7.

Thomas J. Bruno, Paris D. N. Svoronos, 2005 “CRC Handbook of Fundamental

Spectroscopic Correlation Charts”, CRC Press.

http://id.wikipedia.org/wiki/Spektrum_optik.

8.

“Dispersi”, http://id.wikipedia.org/wiki/Dispersi, tanggal akses 17 Juli 2010.

9.

Khare.R.P, 2004” Fiber Optics and Optoelectronics “. Published by Oxford

University Press.


(2)

11. “Indeks_Bias”,

12. Zanger Cyntia, Henry Zanger, 1991” Fiber Optics Communication and Other

Applications “. Published by Macmillan Company.

13. “Single-Mode-Fiber”,

25 Agustus 2010

14. “Single-Mode-Fiber-Optic”,

Agustus 2010

15. Nugraha, Andi Rahman ST, 2006 ”Serat Optik”. Published by Andi Offset

Yogyakarta.

16. Anonim. 2010. Modul 1 Karakteristik Kabel Serat Optik Telkom Indonesia.

17. “Sistem Komunikasi Optik”,

18. Elliott Barry, John Crisp, 2006 “ Serat Optik Edisi Ketiga”. Published by

Penerbit Erlangga Jakarta.


(3)

LAMPIRAN

1. Pengukuran Redaman FO OTB BINJAI – KUALA 24 core

core 11


(4)

core 12


(5)

3. Data hasil pengukuran menggunakan OTDR

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Redaman menggunakan OTDR

Sistem : RMJ

Sub System : BJI – KUL

Jenis Kabel : G.65 5 ( 24 core / 4 Tube)

Link : Binjai – Kuala 20.1 km VOKSEL

Core Kondisi Panjang kabel ( km )

TOTAL JOI NT TOTAL LOSS SPACE

MARGI N Keterangan I DEAL SAAT I NI I DEAL MAX SAAT I NI

1 OK 20.10 OPERASI OPERASI OPERASI OPERASI OPERASI OPERASI OPERASI 2 OK 20.10 OPERASI OPERASI OPERASI OPERASI OPERASI OPERASI OPERASI

3 OK

20.10

7.00

9.00 ADAPTOR RUSAK

4 OK

20.10

7.00

9.00 6.558048 8.908048 5.72 3.188048

5 OK

20.10

7.00

9.00 6.558048 8.908048 5.21 3.698048

6 OK

20.10

7.00

9.00 6.558048 8.908048 5.99 2.918048 7 OK 20.10 OPERASI OPERASI OPERASI OPERASI OPERASI OPERASI OPERASI 8 OK 20.10 OPERASI OPERASI OPERASI OPERASI OPERASI OPERASI OPERASI

9 OK

20.10

7.00

9.00 6.558048 8.908048 6.61 2.298048 I DLE

10 OK

20.10

7.00

9.00 6.558048 8.908048 5.10 3.808048 I DLE

11 OK

20.10

7.00

9.00 6.558048 8.908048 5.68 3,228048 I DLE 12 OK 20.10 7.00 9.00 6.558048 8.908048 5.18 3.728048 I DLE


(6)

Core Kondisi kabel ( km ) Panjang

TOTAL JOI NT TOTAL LOSS

SPACE

MARGI N Keterangan I DEAL SAAT I NI I DEAL MAX SAAT

I NI

13 OK

20.10 7.00

9.00 6.558048 8.908048 6.24 2.668048 I DLE

14 OK 20.10 PUTUS

15 OK

20.10 7.00

9.00 6.558048 8.908048 4.99 3.918048 I DLE

16 OK

20.10 7.00

9.00 6.558048 8.908048 5.05 3.858048 I DLE

17 OK

20.10 7.00

9.00 6.558048 8.908048 5.81 3.098048 I DLE

18 OK

20.10 7.00

9.00 6.558048 8.908048 5.19 3.718048 I DLE

19 OK

20.10 7.00

9.00 6.558048 8.908048 6.64 2.268048 I DLE

20 OK

20.10 7.00

9.00 6.558048 8.908048 5.36 3.548048 I DLE

21 OK

20.10 7.00

9.00 6.558048 8.908048 7.89 1.018048 I DLE

22 OK

20.10 7.00

9.00 6.558048 8.908048 9.46 -0.55192 I DLE

23 OK

20.10 7.00

9.00 6.558048 8.908048 9.51 -0.601952 I DLE

24 OK

20.10 7.00