UJI KLINIS ACAK TERSAMAR GANDA GABUNGAN SULFADOKSIN- PIRIMETAMIN DENGAN KLOROKUIN PADA MALARIA
EMIL AZLIN Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Malaria adalah penyakit infeksi parasit pada manusia dan menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di daerah endemis malaria, karena angka kesakitan
dan kematiannya masih tinggi. Lebih dari 90 negara di dunia merupakan daerah endemis malaria yang didiami lebih kurang 2,4 milyar orang atau 40 dari
penduduk dunia. Malaria menyebabkan 300 hingga 500 juta kasus dengan kematian 500 ribu hingga 2,4 juta orang setiap tahun, sebagian besar 90 terjadi di
Afrika.
1-3
Di Indonesia, dalam tiga tahun terakhir ini kasus malaria malah meningkat, bahkan menjadi penyebab kematian nomor tiga di beberapa daerah endemis.
Peningkatan kasus malaria disebabkan oleh mobilitas penduduk yang cukup tinggi, perubahan lingkungan yang berakibat meluasnya tempat perindukan nyamuk
penular malaria, perubahan iklim, dan resistensi obat. Survei Kesehatan Rumah
Tangga 1995 memperkirakan ada 15 juta penduduk Indonesia menderita malaria. Dari jumlah itu, 30 ribu diantaranya meninggal dunia.
4
Malaria merupakan salah satu penyakit yang re-emerging. Kurang lebih 35 penduduk Indonesia tinggal di daerah endemis malaria. Pada tahun 2000 tercatat
kasus malaria lebih dari 2 juta kasus. Di pulau Jawa dari 12 kasus per 10.000 penduduk pada tahun 1997 meningkat menjadi 81 kasus per 10.000 penduduk pada
tahun 2000. Di luar Jawa, angka kesakitan malaria dari 1600 kasus tahun 1997 meningkat
menjadi 3.100 kasus per 10.000 penduduk pada tahun 2000.
4
Di Indonesia penyakit ini tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda dan dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian 1800
meter diatas permukaan laut.
5
Di Sumatera Utara, penyebaran malaria terutama dijumpai di sepanjang pantai Timur dan Barat, daerah perbukitan , dan daerah yang
berdekatan dengan hutan lebat. Dari hasil survai yang dilakukan dari tahun 1989 hingga tahun 1993 di sebelas kabupaten telah ditemukan dua spesies yaitu
Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax dengan angka parasite rate PR rata-rata sebesar 2,7. Kecamatan dengan PR yang tinggi ditemukan di kabupaten
Tapanuli Selatan, Asahan, Nias , Tanah Karo, dan Labuhan Batu.
6
Mandailing Natal adalah kabupaten yang baru terbentuk pada tanggal 23 November 1998 dan merupakan pemekaran dari kabupaten Tapanuli Selatan.
7
Sejak terbentuknya, kabupaten ini langsung menduduki urutan tertinggi insiden malaria di
Sumatera Utara dengan angka PR pada tahun 19992000 sebesar 10,65 .
8
Sebelumnya sewaktu masih bersatu dalam kabupaten Tapanuli Selatan, di daerah ini
sudah pernah terjadi Kejadian Luar Biasa KLB malaria yaitu di kecamatan Siabu pada tahun 1985 dengan jumlah penderita 86 orang dan meninggal 2 orang, dan di
kecamatan Panyabungan pada tahun 1992 dengan jumlah penderita 194 orang dan meninggal 32 orang.
6
©2003 Digitized by USU digital library 1
Gambar 1. Peta Kabupaten Mandailing Natal
7
Kabupaten Mandailing Natal terletak diantara 00.10’ - 10 50’ Lintang Utara
dan 98 50’ - 100
10’ Bujur Timur dengan luas daerah sebesar 662.070 Ha. Terbagi
atas 8 kecamatan dan 277 desa dengan kondisi geografis yang luas terdiri dari hutan lebat, rawa-rawa, sungai-sungai, dan persawahan. Kabupaten Mandailing Natal
berbatasan di sebelah utara dengan kabupaten Tapanuli Selatan, sebelah selatan dengan Propinsi Sumatera Barat, sebelah barat dengan Samudera Hindia, dan
sebelah timur dengan Propinsi Riau gambar 1
7
. Jumlah penduduk di kabupaten ini adalah 343.715 jiwa dengan mata pencaharian mayoritas sebagai petani dan
nelayan. Jenis penyakit yang terbanyak adalah malaria klinis sebesar 17,53.
9
Penggunaan obat anti malaria merupakan salah satu upaya penting dalam pengobatan malaria. Masalah yang sering timbul adalah resistensi terhadap obat
yang disebabkan oleh kemampuan parasit untuk melakukan mutasi gen, sehingga resisten terhadap obat anti malaria yang digunakan. Resistensi juga disebabkan oleh
penggunaan obat yang tidak tepat, perpindahan penduduk dari suatu daerah endemis ke daerah endemis lainnya, serta banyaknya penggunaan antibiotika
golongan sulfa.
10-11
Salah satu upaya untuk mengurangi cepatnya perkembangan resistensi adalah dengan penggunaan obat secara kombinasi. Penelitian terhadap efektifitas
pengobatan secara kombinasi antara obat dari golongan 4-aminokuinolin seperti klorokuin dan amodiakuin dengan sulfadoksin-pirimetamin menunjukkan
peningkatan efektifitas dari tiap obat tersebut. Penggunaan kombinasi obat lain juga telah banyak dilakukan sesuai kondisi resistensi suatu daerah seperti kombinasi
©2003 Digitized by USU digital library 2
antara amodiakuin, meflokuin, atau sulfadoksin-pirimetamin dengan obat dari turunan artemisin.
2
Dalam 30 tahun terakhir , P. falciparum telah resisten terhadap obat anti malaria yang ada. Di Asia, resistensi terhadap klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin
makin meluas, manfaat dari kina makin berkurang, dan pada beberapa negara meflokuin mengalami 50 kegagalan pengobatan. Akibatnya , pengobatan malaria
haruslah disesuaikan dengan kondisi geografis tiap daerah.
12
Salah satu faktor yang memperburuk masalah resistensi adalah tersedianya obat anti malaria secara bebas di toko obat terutama di daerah endemis, seperti
klorokuin dan kina. Disisi lain masyarakat tidak sepenuhnya mengetahui cara pemakaian obat yang benar. Pemakaian obat dengan dosis yang tidak adekuat akan
memperbesar kemungkinan timbulnya resistensi.
13
Di Indonesia, kasus P. falciparum resisten klorokuin dilaporkan pertama kali pada tahun 1973 dari Kalimantan Timur, yang diikuti oleh propinsi lain di Indonesia.
Hingga tahun 1992 kasus malaria falsiparum resisten klorokuin sudah dijumpai di seluruh wilayah Indonesia dengan derajat R I – R III.
14
Kasus P. falciparum resisten terhadap sulfadoksin-pirimetamin dijumpai pertama kali pada tahun 1978.
15
Hingga tahun 1992 sudah dijumpai di 10 propinsi di Indonesia yaitu propinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Lampung, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, dan Papua dengan derajat
resistensi R I – R II.
16
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan hal diatas, dimana Kabupaten Mandailing Natal merupakan daerah dengan prevalensi malaria tertinggi di Sumatera Utara. Diperlukan upaya
yang terarah untuk menanggulangi tingginya angka kesakitan malaria di daerah tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan pengobatan yang
adekuat, dimana obat anti malaria yang digunakan masih sensitif terhadap parasit malaria di daerah tersebut .
Penelitian resistensi obat anti malaria sudah pernah dilakukan di daerah kabupaten Mandailing Natal yaitu pada tahun 1983 – 1986 di kecamatan Siabu. Pada
penelitian tersebut belum dijumpai adanya kasus P falciparum resisten terhadap klorokuin maupun terhadap kombinasi sulfadoksin-pirimetamin.
17
Namun mengingat cepatnya peningkatan resistensi P. falciparum terhadap obat anti malaria diperlukan
evaluasi untuk mengetahui efektifitas obat anti malaria yang digunakan saat ini.
©2003 Digitized by USU digital library 3
1.3 Kerangka Konsep
Malaria Falsiparum
-Demam + -Anemia +
-Parasitemia + -Hepato-Splenomegali
Pengobatan Fansidar Klorokuin
-Efikasi -Resistensi
Hasil Pengobatan
Klinis : -Demam -
-Parasitemia - Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian Pengobatan Malaria Falsiparum
1.4 Tujuan Penelitian Untuk menentukan efektifitas dan membandingkan tingkat resistensi obat anti
malaria yaitu sulfadoksin-pirimetamin Fansidar
®
dan klorokuin terhadap infeksi malaria falsiparum di kabupaten Mandailing Natal .
1.5 Hipotesis
Efektifitas dan tingkat resistensi obat sulfadoksin-pirimetamin Fansidar
®
dibandingkan dengan klorokuin pada malaria falsiparum di kabupaten Mandailing Natal tidak berbeda bermakna.
.6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai salah satu parameter dalam
menentukan kebijakan penyediaan obat untuk pengobatan penyakit malaria falsiparum di kabupaten Mandailing Natal.
©2003 Digitized by USU digital library 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA