Analisis Dampak Black Campaign Minyak Kelapa Sawit (CPO) Terhadap Volume Ekspor CPO Indonesia

(1)

ANALISIS DAMPAK

BLACK CAMPAIGN

MINYAK KELAPA

SAWIT (CPO) TERHADAP

VOLUME

EKSPOR

CPO INDONESIA

MARSHA DEWI PUTRI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Dampak

Black Campaign Minyak Kelapa Sawit (CPO) Terhadap Volume Ekspor CPO Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Marsha Dewi Putri


(4)

ABSTRAK

MARSHA DEWI PUTRI. Analisis Dampak Black Campaign Minyak Kelapa Sawit (CPO) Terhadap Volume Ekspor CPO Indonesia. Dibimbing oleh IDQAN FAHMI

Indonesia adalah salah satu produsen dan negara pengekspor minyak kelapa sawit/Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia. CPO merupakan minyak nabati dengan tingkat konsumsi paling tinggi di dunia. Namun, dalam perdagangan internasional, konsumen yang memilih untuk membeli CPO sensitif terhadap berbagai isu negatif atau kampanye hitam (black campaign). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perkembangan permintaan volume ekspor CPO Indonesia dan menganalisis adanya dampak yang ditimbulkan dari black campaign CPO terhadap volume ekspor CPO Indonesia menggunakan data sekunder tahun 1996 hingga tahun 2011 berupa panel data dengan model estimasi terbaik yaitu model efek tetap (fixed effect model) yang kemudian diboboti dengan

cross-section SUR. Hasil penelitian menunjukan bahwa volume ekspor CPO Indonesia ke negara Amerika Serikat, Belanda, Inggris dan Jerman mengalami fluktuasi. Hasil analisis regresi menunjukan bahwa nilai tukar riil rupiah, GDP riil perkapita negara importir, harga minyak kedelai (soybean oil) internasional, harga ekspor CPO dan black campaign berpengaruh pada volume permintaan eskpor CPO Indonesia. Sedangkan harga CPO internasional tidak berpengaruh terhadap

volume ekspor CPO ke negara-negara tujuan.

Kata Kunci: Kelapa Sawit, Ekspor, Volume, Black Campaign, Panel Data

ABSTRACT

MARSHA DEWI PUTRI. Analysis of Black Campaign Impact on Palm Oil (CPO) to Volume of Indonesian CPO. Supervised by IDQAN FAHMI

Indonesia is the biggest producer and exporters of Crude Palm Oil (CPO) in the world. Palm oil is a vegetable oil with the highest consumption rates in the world. However, in international trade, consumers who choose to buy CPO are sensitive to negative issues or black campaign. The purpose of this study is to analyze the development of Indonesia's CPO export volume demand and analyze the impact of CPO black campaign against Indonesian CPO export volume by using secondary data from 1996 to 2011 in the form of panel data. The results showed that the volume of Indonesian CPO exports to United States, Netherlands, England and Germany has fluctuated. Regression analysis showed that the real exchange rate of rupiah, real GDP per capita of the importing country, international soybean price, CPO export price and black campaign affect the volume of Indonesia's CPO export demand. While the international CPO prices do not affect the volume of CPO export to destination countries.


(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS DAMPAK

BLACK CAMPAIGN

MINYAK KELAPA

SAWIT (CPO) TERHADAP

VOLUME

EKSPOR

CPO INDONESIA

MARSHA DEWI PUTRI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(6)

(7)

Judul Skripsi : Analisis Dampak Black Campaign Minyak Kelapa Sawit (CPO) Terhadap Volume Ekspor CPO Indonesia

Nama : Marsha Dewi Putri

NIM : H14090110

Disetujui oleh

Dr. Ir. Idqan Fahmi, M.Ec. Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Ketua Departemen


(8)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul “Analisis Dampak Black Campaign Minyak Kelapa Sawit (CPO) Terhadap Volume Ekspor CPO Indonesia”, ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perkembangan permintaan volume ekspor CPO Indonesia, menganalisis adanya dampak yang ditimbulkan dari black campaign CPO terhadap volume ekspor CPO Indonesia dan faktor-faktor lain yang memengaruhinya. Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang-orang yang telah banyak memberikan kontribusi berupa bantuan, semangat serta doa bagi penulis, yaitu: 1. Kedua orangtua tercinta dan terkasih, yaitu Bapak Edison Syamsudin S.E.

dan Ibu Meuthia Fathina S.E. serta saudari saya Susan Ananda Putri yang telah memberikan dukungan baik moral, motivasi, pengorbanan, dan doa hingga akhir penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini menjadi persembahan yang membanggakan untuk kalian.

2. Bapak Dr. Ir. Idqan Fahmi, M.Ec. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, saran, motivasi dan membimbing penulis dengan sabar dalam proses penyusunan skripsi ini hingga selesai.

3. Ibu Dr. Lukytawati Anggraeni SP, M.Si dan Bapak Salahuddin El Ayyubi Lc, M.A selaku dosen penguji dan dosen komisi pendidikan yang telah memberikan ilmu, saran, motivasi kepada penulis agar penyusunan skripsi ini menjadi lebih baik lagi.

4. Para dosen, staf dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.

5. Muhammad Erhas Bennabi yang telah banyak memberikan motivasi, saran, pengorbanan serta doa dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Teman-teman satu bimbingan yaitu Bram Agustian Z., Manda Kumoro dan Gibran Ganesha atas kritik, saran dan motivasi yang membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

7. Sahabat-sahabat yang saya sayangi yakni Gradisny Q., Bella Kusumawati, Febriana A. Rangkuti, Karina Dian Lestari, Nandha Rizki A., Achmad Rivano dan Nurhalimah Memey yang selalu membuat penulis bahagia, tersenyum dan termotivasi.

8. Sahabat dan seluruh keluarga Ilmu Ekonomi 46 atas kerjasama, kritik, saran, bantuan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Serta kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013


(9)

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 4

METODOLOGI PENELITIAN 12

HASIL DAN PEMBAHASAN 17

SIMPULAN DAN SARAN 24

Simpulan 24

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 29


(10)

DAFTAR TABEL

1. Pangsa Produksi dan Konsumsi Minyak Nabati Dunia 1 2. Volume dan Nilai Ekspor CPO Indonesia ke Dunia Tahun 2006-2011 2

3. Kerangka Identifikasi Autokorelasi 16

4. Volume Ekspor CPO Indonesia ke Dunia dan Negara-Negara

Tujuan Tahun 2006-2011 19

5. Hasil Analisis Regresi Model Permintaan Volume Ekspor

CPO Indonesia dengan Data Panel Model Efek Tetap (Fixed Effect) 21

DAFTAR GAMBAR

1. Kurva Proses Terjadinya Perdagangan Internasional 4

2. Alur Kerangka Pemikiran 11

3. Volume Ekspor CPO Indonesia ke Dunia Tahun 1996-2011 18 4. Volume Eskpor CPO Indonesia ke Negara Tujuan Tahun 2006-2011 19

DAFTAR LAMPIRAN

1. Tabel Volume dan Nilai Ekspor Riil CPO Indonesia Ke Dunia

Tahun 1996-2011 29

2. Hasil Perhitungan Pertumbuhan Volume Ekspor CPO Indonesia ke

Negara Tujuan Tahun 2006-2011 30

3. Hasil Estimasi Panel Data dengan Menggunakan Fixed Effect

Cross Section SUR dan Cross-section SUR (PCSE) Covarience 31

4. Hasil Pengujian Chow Test 32

5. Hasil Uji Normalitas 33

6. Matriks Korelasi Antar Variabel 34

7. Variabel-Variabel dalam Model Volume Ekspor CPO Indonesia

1996-2011 35

8. Perbandingan Volume Ekspor CPO Indonesia ke Negara Importir 41 9. Negara-Negara Produsen Minyak Sawit di Dunia dan

Produksinya Tahun 2005-2010 42

10.Negara-Negara Pengimpor Utama Minyak Sawit di Dunia

Tahun 2005-2011 43

11.Prinsip-prinsip Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) 44 12.Prinsip-prinsip Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) 45 13.Perbandingan Produktivitas Minyak Nabati Dunia 46


(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumber daya alam Indonesia yang melimpah baik di darat maupun di laut merupakan kekuatan Indonesia untuk dapat mengekspor hasil alam ke pasar internasional. Pada sektor pertanian salah satu sub-sektor yang menarik adalah perkebunan. Beberapa dari komoditas sub-sektor perkebunan memberikan sumbangan devisa yang tinggi bagi Indonesia, sebagai contoh adalah tanaman karet, kopi, kelapa, kakao dan kelapa sawit (Badrun 2010).

Sebagai salah satu komoditas dari sub-sektor perkebunan Indonesia, Minyak Kelapa Sawit (MKS) dengan bentuk produk olahan utamanya berupa

Crude Palm Oil (CPO) adalah salah satu komoditas ekspor non migas andalan Indonesia. Mengutip data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), pada tahun 2012 devisa yang dihasilkan dari ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) mencapai USD 21.3 miliar.

Tabel 1 menunjukkan dalam tahun 1993 hingga 2012, pangsa produksi dan konsumsi CPO terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2003, pangsa konsumsi CPO dunia meningkat dari 19.2% menjadi 21.4% dan mengalahkan nilai pangsa konsumsi minyak kedelai yang pada tahun-tahun sebelumnya menguasai pangsa konsumsi minyak nabati dunia. Nilai pangsa konsumsi CPO dunia pada awal tahun 2003 adalah yang tertinggi dibandingkan dengan minyak nabati lain. Hal ini menyebabkan peluang ekspor CPO meningkat dikarenakan permintaan untuk konsumsi yang meningkat.

Tabel 1 Pangsa Produksi dan Konsumsi Minyak Nabati Dunia

No. Uraian 1993-1997 1998-2001 2003-2007 2007-2012

1. Total Produksi (ribu ton)

Pangsa (%)

70 778 83 680 95 624 108 512

1. Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit

24.7 27.8 30.1 30.8

2. Minyak Kedelai 25.1 23.8 23.4 23.2

3. Minyak Rape Seed 14.3 14.3 13.1 14.3

4. Minyak Kelapa 4.2 3.7 3.8 3.8

5. Minyak Lainnya (15 Jenis)

31.7 30.4 29.6 27.9

II. Total Konsumsi (ribu ton)

Pangsa (%)

90 501 104 281 118 061 132 234

1. Minyak Kedelai 19.7 19.3 18.9 19.0

2. Minyak Sawit (CPO) 17.0 19.2 21.4 22.5

3. Minyak Rape Seed 11.1 11.3 11.5 11.7

4. Minyak Bunga Matahari

9.2 9.2 9.2 9.1

5. Minyak Lainnya (15 Jenis)

43.0 41.0 39.0 37.7


(12)

Dilihat dari pangsa konsumsi dan produksinya, secara internasional CPO memiliki pangsa pasar terbesar diantara minyak nabati lain sampai dengan tahun 2012 sebagaimana data yang disajikan Oil World tersebut. Tabel 2 menunjukan

volume dan nilai eskpor CPO Indonesia ke dunia dalam enam tahun terakhir,

volume ekspor CPO Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2006 hingga 2009 namun mengalami penurunan mulai tahun 2010. Penurunan dipicu turunnya permintaan dari negara tujuan utama pengimpor komoditas uggulan tersebut (Dewi 2011). Negara-negara yang termasuk pengimpor utama komoditas CPO Indonesia adalah India, Malaysia, Singapur, Belanda dan Italy (lampiran 8). Pada nilai ekspor CPO terlihat berfluktuasi dapat dikarenakan adanya krisis ekonomi global pada tahun 2008.

Tabel 2 Volume dan Nilai Ekspor CPO Indonesia ke Dunia Tahun 2006-2011 Tahun Volume (kg) Nilai (1000 USD)

2006 5 199 286 871 1 993 666.7

2007 5 701 286 129 3 738 651.6

2008 7 904 178 630 6 561 330.5

2009 9 566 746 050 5 702 126.2

2010 9 444 170 400 7 649 966.0

2011 8 424 037 446 8 777 015.6

Sumber: UN COMTRADE, 2013

Saat ini konsumen ekspor CPO Indonesia terutama Uni Eropa dan Amerika Serikat menerapkan prinsip keberlanjutan dalam memilah dan memilih produk minyak sawit yang akan masuk ke negaranya. Akhir-akhir ini berkembang peraturan mengenai standar mutu minyak sawit yaitu Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) Certification System peraturan tersebut merupakan pendekatan konsumen ekspor minyak sawit untuk meyakinkan produsen kelapa sawit agar memproduksi minyak kelapa sawit dengan cara yang tidak merusak lingkungan hidup (Butler 2008 dalam Wahyu 2010).

Maraknya isu lingkungan yang berkaitan dengan perkebunan/industri kelapa sawit merebak di masyarakat. Masalah isu lingkungan selain mengenai pengaruh buruk minyak sawit terhadap iklim global, terdapat isu mengenai pembantaian terhadap orang utan yang terjadi di beberapa perkebunan kelapa sawit, isu kelayakan pengembangan kelapa sawit untuk dijadikan lahan kelapa sawit, sampai dengan diberlakukannya aksi boikot kelapa sawit Indonesia oleh beberapa negara importir kelapa sawit karena kelapa sawit Indonesia diindikasikan tidak ramah lingkungan. Isu-isu tersebut dikenal dengan istilah

black campaign atau isu negatif.

Preferensi konsumen untuk membeli CPO sensitif terhadap berbagai isu negatif (black campaign). Ada dua masalah utama yang sering diungkapkan dalam black campaign kelapa sawit. Masalah pertama adalah bahwa konsumsi CPO berbahaya bagi kesehatan karena diindikasikan mengandung saturated fat

atau lemak jenuh yang tinggi. Isu kedua adalah bahwa CPO diproduksi dengan menghancurkan lingkungan, terutama di lahan kering (Akyuwen dan Sulistyanto 2011). Sampai dengan saat ini dampak dari adanya black campaign CPO adalah terjadinya pemutusan kontrak sepihak oleh konsumen CPO seperti Unilever,


(13)

Nestle dan Burger King yang membatalkan kontrak pembelian mereka dari grup Sinar Mas pada tahun 2010.

Kondisi perdagangan CPO yang terus berkembang merupakan suatu peluang bagi Indonesia sebagai salah satu negara eksportir CPO terbesar untuk terus meningkatkan volume ekspor CPO dalam memenuhi permintaan CPO dunia yang terus meningkat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai

“Analisis dampak black campaign minyak kelapa sawit (CPO) terhadap volume

ekspor CPO Indonesia”.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, ada beberapa hal yang akan dianalisis dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana perkembangan volume permintaan ekspor CPO Indonesia?

2. Apakah adanya black campaign terhadap CPO memengaruhi volume

permintaan ekspor CPO Indonesia?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah dirumuskan, penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis perkembangan volume permintaan ekspor CPO Indonesia. 2. Menganalisis dampak yang ditimbulkan oleh adanya black campaign CPO

terhadap volume permintaan ekspor CPO Indonesia. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan untuk meningkatkan kegiatan ekspor CPO Indonesia.

2. Bagi para pelaku usaha yang berkaitan dengan industri kelapa sawit, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berhubungan dengan adanya black campaign CPO yang berguna untuk meningkatkan kinerja dan produktivitasnya.

3. Bagi masyarakat akademik, hasil penelitian ini dapat dijadikan literatur untuk penelitian lebih lanjut mengenai perdagangan kelapa sawit di Indonesia. 4. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan

dalam menganalisis permasalahan dan mengaplikasikan teori yang telah diberikan selama masa perkuliahan.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas mengenai analisis dampak black campaign CPO terhadap volume permintaan ekspor CPO Indonesia. Periode waktu (time series)


(14)

yang dianalisis dalam penelitian ini mulai dari tahun 1996 sampai dengan 2011, sedangkan data cross section yang digunakan adalah empat negara yaitu negara Amerika Serikat, Jerman, Belanda, dan Inggris. Pemilihan negara-negara tersebut dipilih karena merupakan negara tujuan ekspor CPO Indonesia yang sensitif terhadap isu lingkungan yaitu Amerika Serikat dan Negara-negara Eropa. HS (Harmonized System) yang digunakan adalah HS sampai level 6 digit yaitu HS 151110 dengan komoditas Crude Palm Oil.

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Teori Perdagangan Internasional

Teori perdagangan Internasional merupakan teori-teori yang menganalisis dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional dan keuntungan yang didapat dari adanya perdagangan tersebut (Salvatore 1997). Sebelum adanya perdagangan, harga-harga relatif dari berbagai komoditas di masing-masing negara merupakan refleksi atau pencerminan dari keunggulan komparatif yang dimilikinya. Setelah adanya perdagangan harga-harga relatif tersebut kemudian akan saling menyesuaikan sehingga akan terbentuk suatu harga keseimbangan.

Gambar 1 menjelaskan mengenai kurva proses terjadinya perdagangan internasional. Suatu negara (negara 1) mengeskpor suatu komoditas X (misalnya CPO) ke negara lain (negara 2). Harga CPO rendah pada negara 1 sebelum adanya perdagangan, ini dikarenakan kelebihan penawaran (excess supply) di negara tersebut akibat produksi CPO yang melebihi konsumsi domestik. Sedangkan pada negara 2 terjadi hal sebaliknya dimana harga CPO lebih tinggi karena kelebihan permintaan (excess demand) akibat konsumsi domestik yang melebihi kapasitas produksi. Maka dari itu negara 1 kemudian akan menjual kelebihan produksinya tersebut ke negara 2 yang kekurangan suplai.


(15)

Teori Permintaan Ekspor

Teori permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor yang memengaruhi permintaan (Salvatore 1997). Permintaan ekspor suatu negara akan dipengaruhi oleh faktor-faktor lain:

1. Harga

Harga ekspor menyatakan bahwa untuk kebanyakan komoditi, harga yang ditawarkan berhubungan secara negatif dengan jumlah yang diminta atau dengan kata lain, semakin besar harga komoditi, maka akan semakin sedikit kuantitas komoditi yang diminta (Lipsey et al. 1995).

2. GDP Per Kapita

GDP per kapita adalah perbandingan antara GDP dengan jumlah populasi. GDP per kapita dapat mengukur kemampuan suatu negara untuk melakukan pembelian barang dan jasa. Jika GDP per kapita suatu negara cukup tinggi, maka negara tersebut memiliki kemampuan tinggi untuk melakukan pembelian sehingga merupakan pasar yang potensial bagi pemasaran suatu komoditi (Mankiw 2000).

3. Nilai Tukar Riil

Jika nilai tukar riil tinggi, maka harga barang-barang luar negeri relatif murah, dan barang-barang domestik relatif mahal. Jika nilai tukar riil rendah, maka sebaliknya harga barang-barang domestik relatif murah, sedangkan harga barang-barang luar negeri mahal (Mankiw 2000). Rumus dari nilai tukar riil yaitu nilai tukar nominal dikalikan dengan rasio tingkat harga yang dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:

E= e x (P/P*)

4. Populasi

Populasi dapat memengaruhi ekspor melalui dua sisi yakni sisi penawaran dan permintaan. Pada sisi penawaran, pertambahan populasi dapat diartikan sebagai penambahan tenaga kerja untuk memproduksi komoditi ekspor, sedangkan penambahan populasi pada sisi permintaan akan meningkatkan konsumsi domestik yang berarti meningkatkan jumlah permintaan domestik akan suatu komoditi (Salvatore 1997).

Menurut Salvatore (1997) hambatan perdagangan internasional terdiri dari hambatan tarif dan non-tarif sebagai berikut:

1. Hambatan Tarif

Tarif merupakan salah satu instrumen kebijakan perdagangan luar negeri yang membatasi arus perdagangan internasional, tarif adalah suatu pembebanan atas barang yang melintasi daerah pabean (daerah geografis). Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas batas teritorial. Tarif ini merupakan kebijakan yang paling tua dan secara tradisional telah digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah. Pengenaan tarif dimaksudkan untuk memproteksi produk dalam negeri. Dengan adanya tarif harga barang impor dalam mata uang nasional meningkat sehingga permintaan di pasar dalam negeri menurun dan hal tersebut mendorong produksi dalam negeri karena adanya kenaikan


(16)

permintaan domestik atas barang hasil dalam negeri. Ada tiga macam jenis tarif yang biasa digunakan dalam perdagangan internasional yaitu:

a. Bea Ekspor (export duties) adalah pajak yang dikenakan terhadap barang yang diangkut atau diekspor menuju negara lain.

b. Bea Transito (transit duties) adalah pajak atau bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang melalui wilayah suatu negara dengan ketentuan bahwa barang tersebut sebagai tujuan akhirnya adalah negara lain.

c. Bea Impor (impor duties) adalah pajak atau bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang masuk kedalam suatu negara dengan ketentuan bahwa negara tersebut sebagai tujuan akhir.

2. Hambatan Non-Tarif

Instrumen kebijakan perdaganan internasional selain tarif adalah berupa kebijakan non tarif, yang terdiri dari:

a. Kuota

Kuota merupakan pembatasan secara kuantitatif tidak hanya terhadap impor, tetapi juga diterapkan oleh banyak negara terhadap ekspor. Tujuan utama pengenaan kuota adalah untuk kepentingan konsumen di dalam negeri, yakni menjaga ketersediaan stok domestik.

b. Embargo

Adalah pelarangan impor dan ekspor jenis produk tertentu atau pelarangan secara total dalam perdagangan dengan negara tertentu sebagai suatu tambahan dalam kebijakan politik yang dilakukan pemerintah.

3. Kartel-kartel Internasional

Merupakan sebuah organisasi produsen komoditi tertentu dari berbagai negara yang sepakat untuk membatasi outputnya dan juga mengendalikan ekspor komoditi tersebut dengan tujuan untuk memaksimalkan keuntungan. 4. Dumping

Adalah kebijakan ekspor dari suatu komoditi dengan harga jauh dibawah pasaran atau penjualan komoditi di luar negeri dengan harga yang jauh lebih murah dibanding dengan harga penjualan domestik.

5. Subsidi Ekspor

Adalah pembayaran langsung atau pemberian keringanan pajak dan bantuan subsidi kepada para eksportir atau calon eksportir nasional, atau pemberian pinjaman kepada pengimpor asing dengan bunga rendah dalam rangka memacu ekspor suatu negara.

Konsep Dayasaing Berkelanjutan (Sustainable Competitiveness)

Dalam konsep dayasaing bisnis berkelanjutan terdapat tiga elemen yang saling mendukung yaitu keberlanjutan ekonomi (profit), keberlanjutan sosial (people) dan keberlanjutan lingkungan (planet). Saat ini pada umumnya perusahaan hanya berorientasi pada peningkatan output/profitabilitas semata. Dayasaing pada masa yang akan datang harus didasarkan pada aspek yang lebih komperehensif dan terintegrasi. Produk Indonesia yang unggul secara biaya, misalnya, tidak otomatis akan dapat menembus pasar internasional jika dalam


(17)

proses produksinya tidak memperhatikan keselamatan lingkungan dan hak azasi pekerjanya yang merupakan persyaratan yang dituntut oleh konsumen negara maju. Oleh karena itu selain aspek keunggulan biaya yang biasanya dicerminkan oleh komponen profit, perusahaan harus memperhatikan dua aspek lainnya yaitu aspek people (baik karyawan maupun masyarakat sekitar lokasi usahanya dengan

Corporate Social Responsibility, misalnya) dan aspek planet atau lingkungan dengan memastikan bahwa proses produksinya telah memenuhi persyaratan lingkungan yang dapat diterima masyarakat dunia (Daryanto et al. 2010).

Pertumbuhan industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah menghasilkan manfaat ekonomi yang penting, walaupun pengembangan areal perkebunan kelapa sawit ternyata menimbulkan isu lingkungan, yaitu diantaranya menyebabkan meningkatnya ancaman terhadap keberadaan hutan alam tropis di Indonesia. Isu lingkungan selama ini dianggap menjadi salah satu faktor penghambat dalam pengembangan kelapa sawit Indonesia. Praktik tidak ramah lingkungan seperti teknik pembukaan lahan dengan pembakaran hutan dan pembuangan limbah yang tidak terkendali telah menimbulkan citra buruk bagi industri kelapa sawit Indonesia (Butler 2008 dalam Wahyu 2010). Oleh karena itu perlu ditekankan gerakan untuk membangun industri kelapa sawit di Indonesia yang berkelanjutan dan memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan hidup.

Pengembangan industri minyak kelapa sawit telah menimbulkan kontroversi di masyarakat internasional. Di satu pihak, pengembangan kelapa sawit dan industri kelapa sawit memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dan negara; di lain pihak ia menimbulkan dampak sosial dan lingkungan yang tidak dapat diabaikan. Beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat telah memboikot produk kelapa sawit sebagai protes atas dampak negatif sosial dan lingkungan yang ditimbulkannya. Saat ini minyak sawit merupakan minyak nabati yang paling banyak diproduksi di dunia dan minyak sawit menghasilkan lebih banyak minyak per hektarnya dibandingkan dengan komoditi minyak nabati lainnya (lampiran 13). Walaupun begitu, produksi minyak sawit masih banyak diperdebatkan dengan deforestasi hutan tropis serta dampak-dampak lingkungan terkait.

Stakeholders industri kelapa sawit Indonesia dan dunia mengadakan pertemuan yang dinamakan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Pertemuan pertama di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun 2003 dan pertemuan kedua di Jakarta pada tahun 2004 (Pahan 2006). Pertemuan ini untuk meminimalkan dampak dan isu negatif terhadap bisnis kelapa sawit dengan mengelola perkebunan secara lestari dan harus mempunyai nilai manfaat yang tinggi. Berdirinya RSPO untuk industri minyak sawit berkelanjutan semakin memperkuat berbagai upaya pencarian solusi-solusi yang mengutamakan kelestarian lingkungan (lampiran 11).

Pentingnya penerapan konsep dayasaing berkelanjutan sudah tidak lagi hanya diperhatikan oleh negara-negara maju yang sebagian besar adalah negara Uni Eropa dan Amerika Serikat, namun sekarang mulai diterapkan oleh negara-negara berkembang dan negara-negara maju di Asia. Menurut data dari RSPO (RSPO 2013), India yang merupakan salah satu negara tujuan utama impor CPO Indonesia, pada tahun 2011 sampai dengan 2012 jumlah anggota RSPO dari India meningkat sebesar lima kali yang mencakup pemain-pemain penting industri


(18)

minyak sawit di India. Perkembangan dalam keanggotaan perusahaan India di RSPO membuktikan bahwa di Asia tengah tumbuh kesadaran dan kebutuhan agar industri minyak sawit bergerak menuju industri yang bekelanjutan.

Di Indonesia pun berdiri pedoman mengenai industri kelapa sawit berkelanjutan yang disebut dengan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). ISPO menjadi dasar dalam mendorong usaha perkebunan kelapa sawit memenuhi kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, melindungi dan mempromosikan usaha perkebunan kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan sesuai dengan tuntutan pasar internasional (lampiran 12). ISPO memiliki peraturan mengikat untuk semua pelaku industri kelapa sawit Indonesia dibawah peraturan menteri pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/3/2011.

Black Campaign Terhadap Minyak Kelapa Sawit

Indonesia adalah salah satu produsen dan pengekspor CPO terbesar di dunia. Energi biodiesel adalah salah satu energi alternatif pengganti energi tidak terbaharui, dimana bahan baku utamanya adalah minyak mentah kelapa sawit atau lebih dikenal dengan nama Crude Palm Oil (CPO). Hal ini dapat merupakan salah satu faktor paling berpengaruh penyebab tingginya permintaan kelapa sawit di pasar dunia. Namun, dalam perdagangan internasional, konsumen yang memilih untuk membeli CPO sensitif terhadap berbagai isu negatif atau kampanye hitam (black campaign). Isu yang mengemuka adalah produksi kelapa sawit yang terus mengalami peningkatan di Indonesia dan Malaysia telah menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap lingkungan, antara lain konversi lahan dari hutan tropis, pemusnahan beberapa spesies, efek rumah kaca dan perubahan iklim. Isu-isu ini berdampak pada tidak stabilnya harga CPO dunia (Syaukat 2010; Widodo et al. 2010). Mulai tahun 2011, Uni Eropa (EU) memberlakukan EU Directive

mengenai ketentuan emisi rumah kaca. Dalam aturan ini disebutkan bahwa EU tidak boleh mengimpor CPO untuk biofuel karena komoditas ini dianggap tidak memenuhi ketentuan pembatasan emisi, akibatnya CPO tidak bisa masuk ke pasar Uni Eropa (ICN 2009a).

Greenpeace (2007) menggunakan istilah “How The Palm Oil Industry Is Cooking The Climate” untuk merujuk pada pengertian bagaimana persediaan karbon lahan gambut Indonesia sedang dihabiskan melalui pengembangan minyak kelapa sawit. Permasalahan utama pengembangan kelapa sawit sebenarnya tidak hanya isu lingkungan. Pada mulanya negara-negara barat (terutama Eropa dan Amerika) membuat kampanye negatif (black campaign) dengan menyatakan bahwa minyak kelapa sawit tidak baik untuk kesehatan. Misalnya, Center for Science in the Public Interest (CSPI) di Amerika Serikat pada tahun 2005 mengemukakan bahwa minyak kelapa sawit dapat menimbulkan serangan jantung karena mengandung lemak jenuh yang tinggi (Brown dan Jacobson 2005). Demikian pula dengan World Health Organization yang telah menyarankan untuk mengurangi konsumsi minyak kelapa sawit karena berpotensi menimbulkan

cardiovascular diseases. Hal ini dapat diindikasikan menjadi hambatan non-tarif bagi perdagangan CPO Indonesia ke Uni Eropa dan Amerika Serikat. Bila dibandingkan dengan kedelai, kelapa sawit 9,5 sampai 10 kali lebih baik dalam menghasilkan minyak nabati dari tiap satu hektarnya (Oil World 2010).


(19)

Kampanye negatif ini diindikasikan merupakan ‘perang dagang’ karena terjadinya pergeseran penggunaan sumber minyak nabati: dari minyak jagung, minyak kedelai, minyak biji matahari, dan minyak canola ke minyak kelapa sawit. Peningkatan produksi dan konsumsi minyak kelapa sawit di seluruh dunia telah mengurangi permintaan terhadap minyak nabati konvensional yang selama ini dihasilkan sebagian besar oleh negara-negara barat. Dari aspek produksi, minyak kelapa sawit memiliki biaya produksi yang paling rendah, mengingat tingginya produktivitas kelapa sawit per satuan luas serta rendahnya biaya pemeliharaan tanaman (Syaukat 2010).

Penelitian Terdahulu

Rustam Efendi dan Sawitriyadi (2009) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor penentu ekspor minyak kelapa sawit di Indonesia. Variabel yang digunakan adalah nilai tukar rupiah, harga luar negeri dan harga relatif. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang berupa time series secara tahunan dari tahun 1990 hingga tahun 2008. Model atau peralatan analisis dalam penelitian ini adalah regresi linier. Hasil estimasi menunjukkan bahwa dari tiga variabel yang digunakan, jika yang diuji adalah variabel nilai tukar dan harga luar negeri maka ditemui adanya signifikansi pengaruh keduanya terhadap ekspor CPO. Sebaliknya, jika yang digunakan adalah harga relatif, maka variabel nilai tukar ternyata kurang signifikan pengaruhnya terhadap ekspor CPO.

Amzul Rifin (2009) melakukan penelitian mengenai hubungan antara harga internasional Crude Palm Oil (CPO) dengan harga minyak goreng di Indonesia menggunakan data time series secara bulanan dari bulan Januari 2000 hingga bulan Juni 2008 dengan analisis uji kointegrasi menggunakan VAR. Variabel yang digunakan adalah harga minyak goreng domestik, harga CPO domestik dan harga CPO internasional. Hasil estimasi menunjukkan bahwa harga minyak goreng domestik, harga CPO domestik dan harga CPO internasional tidak saling berkointegrasi. Tetapi harga CPO internasional memengaruhi harga CPO domestik dan harga minyak goreng domestik. Harga CPO domestik dan harga minyak goreng domestik saling memengaruhi. Perubahan harga CPO internasional berdampak lebih besar kepada harga CPO domestik dibandingkan dengan harga minya goreng domestik.

Roberto Akyuwen dan Arifin Indra (2011) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi kinerja ekspor CPO di Indonesia. Variabel yang digunakan adalah harga CPO dunia, harga CPO domestik, konsumsi CPO domestik, produksi CPO domestik, nilai tukar, GDP perkapita India, GDP perkapita Belanda, GDP perkapita Malaysia, GDP perkapita Cina, pembiayaan CPO di Indonesia, kebijakan pemerintah, harga crude oil dunia, harga minyak nabati lain di dunia, isu negatif (black campaign). Menggunakan metode analisis regresi berganda dengan data time series data tahunan 38 tahun. Hasil estimasi menunjukkan bahwa terdapat lima variabel yang mempunyai signifikansi terhadap

volume ekspor CPO Indonesia yaitu pembiayaan CPO di Indonesia berpengaruh positif, harga ekspor CPO berpengaruh negatif, isu negatif atau black campaign

berpengaruh negatif, dan harga minyak nabati lainnya yaitu minyak kedelai dan minyak bunga matahari berpengaruh positif. Volume ekspor CPO Indonesia


(20)

tumbuh rata-rata 22.11% pertahun dalam periode 1990-2007, meskipun hal ini menjadi lebih lambat dalam tiga tahun terakhir. Dipertengahan dan akhir tahun 2008, volume ekspor CPO mengalami penurunan drastis sebagai dampak dari krisis ekonomi global. Kebijakan pemerintah, sampai sekarang, belum sepenuhnya mendukung pengembangan nasional industri kelapa sawit. Isu negatif kelapa sawit berpengaruh signifikan namun berdampak negatif. Namun penelitian ini tidak melampirkan data atau informasi sejak tahun berapa dummy isu negatif (black campaign) tersebut dimulai dan periode data tahunan 38 tahun yang digunakan.

Kerangka Pemikiran

Industri kelapa sawit Indonesia telah tumbuh secara signifikan dalam empat puluh tahun terakhir. Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia (lampiran 9). Bersama dengan Malaysia, Indonesia menguasai hampir 90% produksi minyak sawit dunia. Konsumen terbesar dunia adalah China, India dan Uni Eropa (lampiran 10). Pada perkembangan mendatang, kebijakan biofuel dan bioenergi akan membuat industri minyak sawit akan terus tumbuh secara signifikan dikarenakan minyak sawit sebagai bahan baku dari biofuel. Sebagai produsen utama pada industri minyak sawit dunia, maka sudah seharusnya industri minyak sawit Indonesia ditata agar dapat secara optimal dimanfaatkan berbasiskan sumber daya yang tersedia.

Dalam pemasaran ekspor, industri kelapa sawit Indonesia mendapatkan berbagai kendala, seperti regulasi yang selalu berubah-ubah dari pemerintah, standar mutu dunia yang tinggi, hambatan masuk dari negara-negara pengimpor dan dewasa ini adalah adanya isu negatif (black campaign) yang diindikasikan merupakan salah satu hambatan non-tariff model baru.

Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dampak dari adanya black campaign CPO terhadap volume ekspor CPO Indonesia di pasar Amerika Serikat, Jerman, Belanda dan Inggris. Selain itu juga menganalisis perkembangan permintaan ekspor CPO Indonesia ke dunia dan negara-negara tujuan. Selanjutnya, untuk dapat menganalisis dampak dari adanya

black campaign CPO terhadap volume ekspor CPO Indonesia maka digunakan metode data panel. Berdasarkan tujuan penelitian, maka variabel yang digunakan yaitu nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara importir, GDP riil perkapita negara importir, harga ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan, harga internasional CPO, harga internasional minyak kedelai (soybean oil) dan dummy black campaign (lampiran 7). Kerangka pemikiran operasional dijelaskan pada Gambar 2.


(21)

Gambar 2 Alur Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara importir berpengaruh negatif. Artinya, apabila nilai tukar riil rupiah terdepresiasi, maka volume permintaan ekspor CPO akan meningkat.

2. Harga internasional CPO berpengaruh negatif sesuai dengan teori permintaan dimana ketika harga naik maka permintaan akan turun. Artinya, jika harga internasional CPO meningkat, maka volume permintaan ekspor CPO Indonesia akan menurun.

3. Harga internasional minyak kedelai (soybean oil) berpengaruh positif dikarenakan minyak kedelai merupakan komoditas subtitusi dari CPO. Maka, jika harga internasional minyak kedelai meningkat, maka volume permintaan ekspor CPO Indonesia akan meningkat.

4. Black campaign berpengaruh negatif. Artinya, jika black campaign

meningkat, maka jumlah permintaan ekspor CPO Indonesia akan menurun. 5. GDP riil perkapita negara importir berpengaruh positif. Artinya, apabila GDP

riil perkapita negara importir meningkat, maka daya beli masyarakat di negara importir akan meningkat dan tingkat konsumsi CPO di negara tersebut akan meningkat sehingga volume permintaan ekspor CPO akan naik.

6. Harga ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan berpengaruh negatif sesuai dengan teori permintaan dimana ketika harga naik maka permintaan akan

Peningkatan konsumsi CPO dunia dari tahun ke tahun memengaruhi naiknya tingkat permintaan ekspor.

Namun adanya isu negatif CPO.

Volume ekspor CPO Indonesia di Amerika Serikat, Jerman, Belanda

dan Inggris berfluktuasi

Implikasi Kebijakan Harga CPO internasional Harga minyak kedelai internasional Nilai Tukar Riil

Rupiah GDP Perkapita Negara Importir

Indonesia sebagai salah satu produsen dan eksportir

CPO terbesar di dunia

Black Campaign CPO

Harga Ekspor CPO


(22)

turun. Artinya, jika harga ekspor CPO Indonesia meningkat, maka jumlah permintaan ekspor CPO Indonesia akan menurun.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data deret waktu (time series) dan antar individu (cross section). Data deret waktu (time series) meliputi data tahunan dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2011, sedangkan data antar individu (cross section) meliputi empat negara tujuan ekspor CPO Indonesia yang digunakan sebagai sample, yaitu Amerika Serikat, Jerman, Belanda, dan Inggris.

Data yang digunakan diperoleh dari berbagai sumber antara lain Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Badan Pusat Statistik (BPS), Oil World, UN Comtrade, World Bank, dan sumber-sumber lain dari perpustakaan maupun internet yang berkaitan dengan penelitian ini.

Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dan metode kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran tentang perkembangan permintaan ekspor CPO Indonesia, sedangkan metode kuantitatif untuk menjelaskan dampak black campaign dan faktor-faktor lain yang memengaruhi volume ekspor CPO Indonesia. Data kuantitatif diolah menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan Eviews 6, sedangkan data kualitatif berbentuk narasi. Penelitian ini menggunakan data panel (pooled data).

Perumusan Model

Berdasarkan pada kerangka pemikiran operasional, analisis yang digunakan adalah regresi data panel dengan model logaritma natural. Transformasi dalam bentuk ln dapat mengurangi masalah heteroskedastisitas. Hal ini disebabkan karena transformasi yang memapatkan skala untuk pengukuran variabel mengurangi perbedaan nilai dari sepuluh kali lipat menjadi dua kali lipat (Gujarati 2004). Dugaan persamaan volume permintaan ekspor CPO Indonesia di Eropa (Belanda, Inggris dan Jerman) dan Amerika Serikat dapat dirumuskan sebagai berikut:

ln = + ln + ln + ln + ln + + +


(23)

dimana:

= Volume ekspor kelapa sawit Indonesia di negara importir j tahun ke-t (Kg)

= Harga ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan importir j pada tahun ke-t (US$/kg)

= Harga minyak kedelai (soybean oil) di pasar dunia ke-t (US$/mt)

= Harga minyak kelapa sawit (CPO) di pasar dunia ke-t (US$/mt)

= Nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara importir j tahun ke-t (RP/LCU)

= Pendapatan riil per kapita negara importir j tahun ke-t (US$)

= Dummyblack campaign

= Random error

= konstanta (intercept)

= parameter yang diduga (n= 1,2,…,6)

Menurut Gujarati (2004), terdapat tiga macam pendekatan dalam panel data yaitu :

1. Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square)

Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel. Model pooled didapatkan dengan cara mengkombinasikan atau mengumpulkan semua data cross section dan time series yang akan diduga dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) seperti persamaan seperti di bawah ini:

= + + dimana:

= variabel endogen = variabel eksogen = intercept

= slope

i = individu ke-i t = periode waktu ke-t e = error / simpangan

2. Model Efek Tetap (Fixed Effect)

Asumsi intercept dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar individu maupun antar waktu yang kurang sesuai dengan tujuan penggunaan data panel merupakan masalah terbesar yang dihadapi dalam pendekatan model kuadrat terkecil. Untuk mengatasi hal ini kita dapat menggunakan pendekatan model efek tetap (fixed effect). Model fixed effect

adalah model yang dapat digunakan dengan mempertimbangkan bahwa peubah-peubah yang dihilangkan dapat mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross section dan time series. Untuk memungkinkan perubahan-perubahan intersep ini, dapat ditambahkan variabel dummy ke dalam model yang selanjutnya akan diduga dengan model OLS (Ordinary Least Square) yaitu:


(24)

dimana:

= variabel endogen = variabel eksogen = intercept

= slope

D = variabel dummy

i = individu ke-i t = periode waktu ke-t e = error / simpangan

3. Model Efek Acak (Random Effect)

Memasukkan variabel dummy ke dalam model akan mengakibatkan berkurangnya jumlah derajat kebebasan yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi hal ini adalah model random effect. Model random effect

disebut juga sebagai error component model karena dalam model ini, parameter yang berbeda antar individu maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error. Persamaan umum dalam random effect model yaitu :

= α + it + = + + dimana:

~ N(0, ) = komponen cross section error

~ N(0, ) = komponen time series error

~ N(0, ) = komponen error kombinasi

Dalam model ini, kita mengasumsikan bahwa error secara individual tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. Berbeda dengan model efek tetap, pendekatan random effect dapat menghemat dan tidak mengurangi jumlah derajat kebebasan. Dengan demikian, parameter hasil estimasi yang diperoleh semakin efisien sehingga model yang didapat semakin baik.

Pemilihan Model 1. Chow Test

Chow test atau biasa disebut dengan uji F statistics merupakan pengujian statistik yang bertujuan memilih model fixed effect atau pooled least square. Hipotesis dari uji ini yaitu :

: Model pooled least square

: Model fixed effect

Chow test dapat dilakukan dengan bahasa pemograman E-views sebagai berikut : Jika hasil dari Chow Test signifikan (probability dari Chow < α)

maka ditolak, artinya Fixed Effect digunakan. 2. Hausman Test

Hausman test merupakan uji untuk menentukan apakah kita akan menggunakan model fixed effect atau model random effect. Hipotesis dari uji iniyaitu :


(25)

: Model fixed effects

Nilai statistik hausman akan dibandingkan dengan nilai Chi square sebagai dasar dalam menolak . Jika nilai statistik hasil pengujian lebih besar dari tabel maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap sehingga pendekatan yang digunakan adalah fixed effect model dan sebaliknya.

Uji Kesesuaian Model 1. Kriteria Statistik

a. Uji–F

Uji-F adalah statistik uji yang diigunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh peubah bebas terhadap peubah tidak bebas secara keseluruhan langkah pertama untuk melakukan uji-t adalah dengan menuliskan hipotesis pengujian.

: = =... = = 0 (tidak ada variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependennya)

: minimal ada satu ≠ 0 (paling tidak ada satu variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya)

1. Probability F-stasistic < α, maka tolak . Kesimpulannya, minimal ada satu variabel independen yang memengaruhi variabel dependennya.

2. Probability F-stasistic > α, maka terima Kesimpulannya, tidak ada variabel independen yang memengaruhi variabel dependennya.

b. Uji t

Uji-t dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing faktor bebas terhadap volume permintaan ekspor CPO Indonesia. Besaran yang digunakan dalam uji ini adalah statistik t. Langkah pertama untuk melakukan uji-t adalah dengan menuliskan hipotesis pengujian.

: = 0 dengan t = 1,2,3,….,n : ≠ 0

Jika statistik t yang didapat pada taraf nyata sebesar α lebih besar daripada tabel (t satistik > t tabel), maka tolak . Kesimpulannya, koefisien dugaan

≠ 0 artinya variabel yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Sebaliknya, jika t statistik lebih kecil daripada t tabel (t statistik < t tabel) pada

taraf nyata sebesar α, maka terima . Kesimpulannya, koefisien dengan = 0 artinya variabel yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Model yang diduga akan semakin baik apabila semakin banyak variabel bebas yang signifikan atau berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya.

c. Uji R2 ataupun adj-R2

Uji ini dilakukan untuk melihat sejauh mana besar keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Nilai R2 atau R2

adjusted berkisar antara 0 sampai dengan 1, semakin mendekati satu maka semakin baik.

2. Kriteria Ekonometrika a. Autokorelasi

Autokorelasi mencerminkan adanya hubungan yang terjadi antara error


(26)

bias sehingga pendugaan parameter menjadi tidak efisien. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah dengan melihat nilai dari Durbin Watson

(DW) statistiknya yang dibandingkan dengan nilai dari tabel DW. Berikut merupakan kerangka identifikasi dalam menentukan ada tidaknya autokorelasi.

Tabel 3 Kerangka Identifikasi Autokorelasi

Nilai DW Hasil

4-dl<DW<4 Tolak , autokorelasi negatif 4-du<DW<4-dl Hasil tidak dapat ditentukan 2<DW<4-du Terima , tidak ada autokorelasi du<DW<2 Terima , tidak ada autokorelasi dl<DW<du Hasil tidak dapat ditentukan 0<DW<dl Autokorelasi positif

Sumber : Gujarati, 2004 b. Multikolinearitas

Multikolinearitas terjadi apabila terdapat hubungan linier antar variabel independen. Indikasi terjadinya multikolinearitas adalah dengan melihat hasil t dan F statistik hasil regresi. Apabila koefisien parameter dari t statistik banyak yang tidak signifikan sementara F hitungnya signifikan, maka patut diduga terjadi masalah multikolinearitas. Multikolinearitas dapat diatasi dengan cara menghilangkan variabel yang tidak signifikan, mentransformasi data, dan menambah variabel.

c. Normalitas

Uji normalitas merupakan salah satu asumsi statistik dimana error term

terdistribusi normal. Untuk mengetahui adanya normalitas, maka digunakan uji Jarque-Bera. Apabila nilai probabilitas Jarque-Bera lebih besar dari taraf

nyata (α), maka persamaan tersebut tidak mempunyai masalah normalitas atau

error term terdistribusi normal (Winarno 2007). d. Heteroskedastisititas

Heteroskedastisitas terjadi apabila varian residual atau error tidak konstan atau berubah-ubah. Hal ini akan mengakibatkan varian koefisien regresi cenderung akan besar sehingga akan mengakibatkan uji hipotesis, baik uji-t maupun uji-F, tidak lagi akurat. Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas dapat digunakan uji White dengan melihat pada nilai R2 nya. Jika nilai probabilitas R2 melebihi nilai kritis dengan α yang dipilih, maka hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada heteroskedastisitas, begitu pula sebaliknya.

Definisi Operasional Variabel

1. Volume permintaan ekspor CPO Indonesia di Amerika Serikat, Jerman, Inggris, dan Belanda yang menjadi variabel tak bebas dalam model dinyatakan dalam satuan kilogram.

2. Harga ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan (US$/Kg) adalah harga yang diperoleh dari hasil pembagian antara value ekspor CPO Indonesia ke negara


(27)

tujuan (Amerika Serikat, Jerman, Inggris, dan Belanda) secara keseluruhan pada periode ke-t dengan volume ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan pada periode yang sama selanjutnya dibagi dengan Whole Price Index.

3. Harga internasional CPO adalah harga CPO di pasar dunia dinyatakan dalam US$/mt(metric ton) dalam satu tahun menggunakan harga riil 2005 USD. 4. Harga internasional minyak kedelai (soybean oil) adalah harga minyak kedelai

di pasar dunia dinyatakan dalam US$/mt(metric ton) dalam satu tahun menggunakan harga riil 2005 USD.

5. Black campaign dinyatakan dalam dummy variable. Tahun diindikasikan adanya black campaign dilambangkan dengan angka 1, sedangkan tahun yang tidak terindikasi adanya black campaign 0. Pada Amerika tahun 1996-2004 dilambangkan dengan 0 dan tahun 2005-2011 dengan 1. Pada Belanda, Inggris dan Jerman tahun 1996-2009 dilambangkan dengan 0 dan tahun 2010-2011 dengan 1.

6. Nilai tukar riil Indonesia terhadap mata uang negara importir yang digunakan adalah perbandingan nilai rupiah dengan mata uang negara importir.

7. GDP riil perkapita negara importir (US$) adalah GDP perkapita berdasarkan harga konstan negara tujuan ekspor CPO (Amerika Serikat, Jerman, Inggris, dan Belanda).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Permintaan Ekspor CPO Indonesia

Meningkatnya permintaan minyak kelapa sawit (CPO) dunia mendorong Indonesia untuk memenuhi pasokan kebutuhan CPO dunia. Menurut Akyuwen dan Sulistyanto (2011) volume ekspor CPO Indonesia diprediksi meningkat di tahun-tahun mendatang, meskipun tidak setinggi pada periode 1990-2006 yaitu sebesar 27.13% per tahun. Namun, terjadi penurunan pada volume ekspor CPO Indonesia ke dunia dimulai dari tahun 2009 yang ditunjukkan pada Gambar 3 (lampiran 1). Hal ini disebabkan oleh terjadinya krisis global pada tahun 2008 yang menurunkan daya beli negara importir CPO. Pada faktor harga, sesuai dengan teori permintaan naiknya harga internasional CPO akan membuat turunnya volume ekspor CPO namun akan meningkatkan nilai ekspornya. Pada tahun 2008 terjadinya krisis ekonomi global menyebabkan pertumbuhan output global menurun yang berdampak pada penurunan daya beli oleh negara-negara pengimpor CPO namun hasil produksi CPO tetap stabil bahkan meningkat yang menyebabkan terjadinya kelebihan penawaran, hal tersebut menyebabkan turunnya nilai ekspor CPO. Pada tahun 2009 harga internasional CPO mulai meningkat disebabkan naiknya harga minyak dunia, stok sawit Malaysia yang menipis dan terganggunya produksi kedelai sebagai komoditi substitusi CPO. Fluktuasi harga internasional CPO di pasar dunia ini adalah akibat dari situasi perekonomian global yang sedang bergejolak dan pergerakan harga minyak dunia yang terus meningkat.


(28)

Gambar 3 Volume Ekspor CPO Indonesia ke Dunia Tahun 1996-2011 CPO Indonesia diekspor ke berbagai negara, antara lain Amerika Serikat dan kawasan Eropa (Inggris, Jerman dan Belanda). Tabel 3 menunjukkan bahwa

volume ekspor CPO didominasi oleh negara tujuan Belanda dengan volume ekspor tertinggi pada tahun 2009 yaitu sebesar 1 057 227 000 kilogram dan disusul oleh Jerman dengan volume ekspor tertinggi sebesar 394 889 000 kilogram pada tahun yang sama yaitu tahun 2009. Volume ekspor CPO Indonesia ke Amerika Serikat mengalami peningkatan yang sangat signifikan dari tahun 2006 ke 2007 yaitu dengan selisih sebesar 4 275 000 kilogram sehingga menyebabkan nilai pertumbuhan rata-rata yang meningkat hingga 25.22%, sedangkan penurunan nilai pertumbuhan rata-rata yang terbesar dialami oleh Inggris dengan nilai pertumbuhan rata-rata sebesar negatif 16.9% (lampiran 2).

Volume ekspor CPO ke dunia memiliki nilai pertumbuhan rata-rata yang tertinggi setelah Amerika dengan kenaikan pertumbuhan rata-rata sebesar 11.49%. Namun dapat dilihat volume ekspor negara-negara tersebut mengalami fluktuasi,

volume ekspor mengalami kenaikan mulai tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 namun kemudian mengalami penurunan mulai tahun 2010 hingga tahun 2011. Pada Gambar 4 menunjukan bahwa volume eskpor CPO ke negara tujuan turun mulai tahun 2010. Volume ekspor CPO Indonesia yang befluktuasi tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu iklim perekonomian global yang lesu akibat adanya krisis gobal, black campaign terhadap CPO dan naiknya harga minyak dunia.

0 2,000,000,000 4,000,000,000 6,000,000,000 8,000,000,000 10,000,000,000 12,000,000,000

1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Volume Ekspor CPO (kg)

Nilai Ekspor Riil CPO (USD)


(29)

Tabel 4 Volume Ekspor CPO Indonesia ke Dunia dan Negara-Negara Tujuan Tahun 2006-2011 (dalam 000 KG)

Negara

Tahun Pertum-buhan

Rata-rata (%)*

2006 2007 2008 2009 2010 2011

AS 1 935 6 210 6 605 7 000 3 000 1 500 25.22

Inggris 38 182 34 202 8 700 11 025 10 000 0** -16,9

Belanda 834 256 569 871 968 205 1 057 227 948 461 602 824 0.13

Jerman 174 155 290 100 303 353 394 889 328 192 206 626 9.48

Dunia 5 199 287 5 701 286 7 904 179 9 566 746 9 444 170 8 424 037 11.49

*Pertumbuhan rata-rata dari pertumbuhan tahunan 2006-2011 **data tidak tersedia

Sumber: UN Comtrade, diolah (2013)

Gambar 4 Volume Eskpor CPO Indonesia ke Negara Tujuan Tahun 2006- 2011 (dalam 000 KG)

Industri CPO mengalami pertumbuhan yang sangat pesat di Indonesia. Daya saing CPO Indonesia yang cukup baik dari sisi produksi yang melimpah serta harga yang relatif kompetitif menjadi alasan perkembangan tersebut. Prospek pengembangan kelapa sawit ke depan sangat baik, manfaat dan kegunaan kelapa sawit yang multifungsi menjadikan industri kelapa sawit sebagai salah satu komoditas industri yang memberikan konstribusi cukup besar terhadap ekspor non-migas nasional.

Di dunia, terjadinya krisis ekonomi global terbukti menyebabkan penurunan ekspor CPO Indonesia dilihat dari jumlah volume ekspor CPO yang menurun mulai tahun 2009. Pada Amerika Serikat, memiliki nilai pertumbuhan

0 200,000 400,000 600,000 800,000 1,000,000 1,200,000

2006 2007 2008 2009 2010 2011

Amerika Belanda Jerman Inggris


(30)

rata-rata yang terbesar tidak menggambarkan peningkatan volume ekspor yang terus meningkat dari tahun ke tahun namun juga terjadi penurunan volume ekspor dimulai dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Kebijakan Amerika Serikat memperpanjang larangan impor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) karena alasan lingkungan akan mengurangi ekspor CPO Indonesia ke Amerika pada masa mendatang. Tetapi penurunan volume tersebut dapat pula disebabkan karena para eksportir mengalihkan tujuan ke negara lain, yang perlu diperhatikan adalah apabila terjadi penurunan ekspor CPO Indonesia ke India dan Malaysia. Alasannya, jika penurunan ini terjadi maka dikhawatirkan akan berdampak besar bagi pertumbuhan ekspor CPO Indonesia karena negara-negara tersebut adalah negara-negara ekspor tujuan utama CPO Indonesia selain Eropa dan Amerika Serikat.

Pandangan dunia internasional khususnya Eropa dan Amerika Serikat mengenai perkembangan kelapa sawit perlu didalami, mengenai isu negatif (black campaign) terhadap kelapa sawit dimana pembangunan kelapa sawit dikhawatirkan tidak berkelanjutan. Dengan mengurai isu pembangunan kelapa sawit berkelanjutan, maka dapat diketahui bahwa mungkin akar masalahnya adalah pangsa pasar minyak sawit menguat dibandingkan minyak nabati lain yang di produksi negara-negara sub-tropis yang umumnya adalah negara maju (Dradjat 2012).

Sementara itu, pengembangan komoditas minyak sawit dan produk turunannya perlu dilakukan dalam rangka memanfaatkan pasar global untuk mempersiapkan industri dan pelaku industri sawit dalam memenuhi ketentuan-ketentuan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dimasa yang akan datang.

Faktor-faktor Yang Memengaruhi Volume Ekspor CPO Indonesia

1. Pemilihan Model a. Uji Chow

Hipotesis dari uji ini yaitu : : Model Pooled Least Square

: Model Fixed Effect

Jika hasil dari Chow Test signifikan (probability dari Chow < taraf nyata 10%), maka ditolak. Artinya, Fixed Effect digunakan. Hasil uji Chow pada model volume ekspor CPO Indonesia diperoleh bahwa nilai probability dari

Chow (0.00) < taraf nyata 10%, maka tolak . Artinya, Fixed Effect yang digunakan (lampiran 4).

2. Uji Kriteria Ekonometrika a. Heteroskedastisitas

Model persamaan dikatakan bebas masalah heteroskedastisitas jika Sum Square Residual Weighted Statistics lebih besar dibandingkan dengan Sum Square Residual Unweighted Statistics. Tabel 6 menunjukkan bahwa Sum Square Residual Weighted Statistics (48.74) lebih kecil dibandingkan dengan

Sum Square Residual Unweighted (133.86). Maka, Model persamaan volume

permintaan ekspor CPO Indonesia ini terindikasi terdapat masalah heteroskedastisitas namun kemudian diboboti dengan cross section SUR yang


(31)

bertujuan mengatasi model dari masalah heteroskedastisitas. Dengan demikian model persamaan volume permintaan ekspor CPO Indonesia sudah terbebas dari masalah heteroskedastisitas.

b. Autokorelasi

Untuk mengidentifikasi gejala autokorelasi dalam model persamaan

volume permintaan ekspor CPO Indonesia, digunakan uji statistik Durbin Watson (DW). Statistik DW pada model persamaan sebesar 1.84 pada

unweighted statistic. Kedua nilai tersebut terletak diantara du dan 4-du yaitu pada daerah tidak ada autokorelasi sehingga persamaan regresi dikatakan tidak mengandung masalah autokorelasi negatif ataupun positif (lampiran 6).

c. Multikolineritas

Untuk menguji adanya gejala multikolinearitas, berdasarkan model yang diestimasi terlihat bahwa nilai dari Prob (F-statistik) signifikan pada taraf nyata 10%. Sehingga dapat disimpulkan pada model yang digunakan tidak terjadi masalah multikolinearitas.

d. Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mendeteksi apakah error term mendekati distribusi normal atau tidak yang dilihat dari nilai probabilitas Jarque Bera

yang lebih besar dari taraf nyata 10%. Dari hasil estimasi diketahui nilai probabilitas Jarque Bera sebesar 0.34 sehingga dapat disimpulkan bahwa

error telah terdistribusi secara normal dalam model (lampiran 5).

Tabel 5 Hasil Analisis Regresi Model Permintaan Volume Ekspor CPO Indonesia dengan Data Panel Model Efek Tetap (Fixed Effect)

Variabel Koefisien Prob.

LNINTSB 2.192949 0.0449*

LNINTCPO -1.202847 0.1958

LNEXPCPO -1.191330 0.0000*

LNGDPI 9.422561 0.0001*

LNEXRATERIIL -1.454018 0.0000*

DUMMY_BC -0.483231 0.0821*

C -93.45357 0.0000

Weighted Statistics

R-squared 0.968967 Mean dependent var 20.80376 Adjusted R-squared 0.963795 S.D. dependent var 9.861804 S.E. of regression 0.950092 Sum squared resid 48.74448 F-statistic 187.3429 Durbin-Watson stat 1.999409 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.944696 Mean dependent var 15.39945 Sum squared resid 133.8624 Durbin-Watson stat 1.842108 Keterangan: *signifikan pada taraf nyata 10%

3. Pengujian Kriteria Statistik a. Uji F

Nilai probabilitas F statistik harus lebih kecil dari taraf nyatanya sehingga dapat diindikasikan bahwa setidaknya ada satu variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Berdasarkan Tabel 6, nilai


(32)

probabilitas F statistik pada persamaan regresi untuk variabel dependen

volume permintaan ekspor CPO Indonesia memiliki nilai 0.0000 yang lebih kecil dari taraf nyatanya (10%) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada setidaknya satu variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap

volume permintaan ekspor CPO Indonesia. b. Uji-t

Pada persamaan regresi volume permintaan ekspor CPO Indonesia, ditunjukkan bahwa variabel independen yakni black campaign, nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara importir, harga ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan, harga minyak kedelai internasional dan GDP riil perkapita negara importir memiliki nilai probabilitas lebih kecil daripada taraf nyata 10%. Hal ini berarti bahwa variabel independen tersebut secara individu berpengaruh signifikan terhadap permintaan ekspor CPO Indonesia.

c. Uji

Pada persamaan regresi untuk variabel volume permintaan ekspor CPO Indonesia, didapatkan nilai R-squared sebesar 96.89%. Nilai ini menunjukkan bahwa 96.89% perubahan variabel dependen (volume ekspor CPO Indonesia) dapat dijelaskan oleh variabel independen (nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara importir, GDP riil perkapita negara importir, harga ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan, harga internasional CPO, harga internasional minyak kedelai dan black campaign), sedangkan sisanya yaitu 3.11% dijelaskan oleh faktor lain di luar model.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Volume Ekspor CPO Indonesia Menurut Hasil Analisis Panel Data a. Harga Internasional CPO di Pasar Dunia

Berdasarkan hasil analisis permintaan ekspor CPO Indonesia menggunakan regresi data panel diperoleh nilai P value harga internasional CPO sebesar 0.19 yang berarti tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan

volume ekspor CPO Indonesia pada taraf nyata sepuluh persen. b. Black Campaign

Berdasarkan hasil analisis permintaan ekspor CPO Indonesia menggunakan regresi data panel diperoleh nilai P value black campaign

sebesar 0.08 yang berarti berpengaruh nyata terhadap volume permintaan ekspor CPO Indonesia pada taraf nyata sepuluh persen. Memiliki koefisien variabel yang bernilai 0.27 dan bernilai negatif sesuai hipotesis. Artinya jika

black campaign meningkat sebesar satu persen maka akan menurunkan

volume permintaan ekspor CPO sebesar 0.27%, ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Roberto Akyuwen dan Arifin Indra pada 2011 yang mendapatkan hasil bahwa black campaign

berpengaruh negatif terhadap volume ekspor CPO. Oleh karena itu, pentingnya penerapan industri kelapa sawit yang berkelanjutan dan melakukan klaim bahwa CPO Indonesia sesuai dengan standar mutu internasional agar Indonesia dapat terbebas dari dampak black campaign.


(33)

c. Harga Internasional Minyak Kedelai (Soybean Oil) di Pasar Dunia

Berdasarkan hasil analisis permintaan ekspor CPO Indonesia menggunakan regresi data panel diperoleh nilai P value harga internasional minyak kedelai sebesar 0.04 berarti berpengaruh nyata terhadap permintaan ekspor CPO Indonesia pada taraf nyata sepuluh persen. Memiliki koefisiem variabel yang bernilai 1.06 dan bernilai positif sesuai hipotesis. Artinya, jika harga internasional minyak kedelai (soybean oil) meningkat sebesar satu persen akan meningkatkan volume permintaan ekspor CPO sebesar 1.06%,

ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Roberto Akyuwen dan Arifin Indra pada 2011 yang mendapatkan hasil bahwa harga internasional minyak kedelai berpengaruh secara positif terhadap

volume ekspor CPO. Minyak kedelai adalah komoditas minyak nabati substitusi dari CPO dimana banyak dihasilkan oleh negara-negara barat. d. Harga Ekspor CPO Indonesia ke Negara Tujuan

Variabel harga ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap volume ekspor CPO Indonesia pada taraf nyata sepuluh persen dengan P value sebesar 0.00. Hasil uji tersebut sesuai dengan hipotesis. Dari hasil analisis permintaan ekspor CPO Indonesia diketahui bahwa variabel harga ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan koefisien variabelnya bernilai negatif sebesar 0.06. Artinya, jika harga ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan meningkat sebesar satu persen akan menurunkan

volume permintaan ekspor CPO sebesar 0.06%, ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Roberto Akyuwen dan Arifin Indra pada 2011 yang mendapatkan hasil bahwa harga ekspor CPO Indonesia berpengaruh secara positif terhadap volume ekspor CPO Indonesia. Peningkatan harga ekspor CPO dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah harga internasional CPO dan kondisi perekonomian global. e. GDP Riil Perkapita Negara Importir

Dari hasil analisis permintaan volume ekspor CPO dapat diketahui bahwa variabel GDP riil per kapita negara importir berpengaruh nyata pada taraf nyata sepuluh persen dengan P value sebesar 0.00. Koefisien variabel GDP riil perkapita negara importir sebesar 2.29 menunjukkan bahwa jika GDP riil per kapita negara importir meningkat sebesar satu persen akan meningkatkan

volume permintaan ekspor CPO Indonesia sebesar 2.29%, ceteris paribus. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis yang telah dikemukakan bahwa GDP riil per kapita negara importir berpengaruh positif terhadap volume permintaan ekspor CPO Indonesia. Terjadinya krisis global pada 2008 menyebabkan menurunnya daya beli pada sejumlah importir CPO, tidak hanya negara-negara barat namun juga negara-negara di Asia yang terkena dampak dari krisis global tersebut.

f. Nilai Tukar Riil Rupiah Terhadap Mata Uang Negara Importir

Hasil analisis permintaan ekspor CPO Indonesia diperoleh variabel nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara importir berpengaruh signifikan pada taraf nyata sepuluh persen dengan P value sebesar 0.00. Dalam hipotesis, telah dikemukakan bahwa nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara importir memiliki hubungan negatif, artinya jika nilai tukar riil rupiah terapresiasi maka akan menyebabkan volume permintaan ekspor CPO Indonesia menurun. Koefisien variabel sebesar 0.32 yang artinya bila terjadi


(34)

apresiasi pada nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara importir sebesar satu persen akan mengakibatkan penurunan volume ekspor CPO Indonesia di negara tujuan sebesar 0.32%, ceteris paribus. Ketika terjadi depresiasi pada rupiah terhadap mata uang negara importir maka harga CPO Indonesia di negara pengimpor lebih murah dan Indonesia cenderung untuk melakukan eskpor dikarenakan harga jual CPO lebih tinggi di pasar internasional dibandingkan pasar domestik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis dampak

black campaign CPO terhadap volume ekspor CPO Indonesia di Amerika Serikat, Jerman, Belanda dan Inggris dengan periode analisis dari tahun 1996 hingga 2011 diperoleh beberapa kesimpulan yaitu :

1. Melihat kebutuhan akan CPO di pasar dunia yang terus meningkat, maka permintaan ekspor CPO Indonesia perlu ditingkatkan. Volume permintaan ekspor CPO Indonesia ke dunia meningkat hingga mengalami penurunan dimulai pada tahun 2009 yang disebabkan oleh krisis ekonomi global. Pada tahun 2009 harga internasional CPO mulai meningkat disebabkan naiknya harga minyak dunia, stok sawit Malaysia yang menipis dan terganggunya produksi kedelai sebagai komoditi substitusi CPO. Meningkatnya harga internasional CPO mengurangi volume permintaan ekspor CPO. Fluktuasi harga internasional CPO di pasar dunia ini adalah akibat dari situasi perekonomian global yang sedang bergejolak dan pergerakan harga minyak dunia yang terus meningkat. Volume ekspor CPO Indonesia ke negara-negara tujuan eskpor Amerika Serikat, Jerman, Belanda dan Inggris masih cenderung berfluktuasi juga akibat dari pengaruh kriris ekonomi global yang menurunkan daya beli negara-negara tersebut. Black campaign juga dapat diindikasikan sebagai pengaruh dari penurunan volume ekspor CPO Indonesia. Inggris mempunyai nilai pertumbuhan rata-rata ekspor CPO Indonesia yang terkecil, kemudian disusul oleh Belanda. Amerika mempunyai nilai pertumbuhan rata-rata yang terbesar namun tidak diikuti dengan peningkatan volume ekspor dari tahun ke tahun. Nilai pertumbuhan rata-rata Amerika yang tinggi disebabkan oleh peningkatan volume ekspor CPO Indonesia pada tahun 2006 ke 2007 yang sangat signifikan.

2. Hasil analisis model volume permintaan ekspor CPO Indonesia menunjukkan bahwa black campaign, nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara importir, GDP riil per kapita negara importir, harga internasional minyak kedelai (soybean oil) di pasar dunia dan harga ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan berpengaruh nyata terhadap volume permintaan ekspor CPO Indonesia. Sedangkan, harga internasional CPO di pasar dunia tidak berpengaruh nyata. GDP riil perkapita negara importir, harga internasional minyak kedelai (soybean oil) di pasar dunia berhubungan positif dengan


(35)

volume permintaan ekspor CPO Indonesia. Sedangkan black campaign, harga ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan dan nilai tukar riil rupiah terhadap negara importir berhubungan negatif terhadap volume ekspor CPO Indonesia.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka disarankan kebijakan sebagai berikut:

1. Pentingnya penerapan konsep dayasaing berkelanjutan sudah tidak lagi hanya diperhatikan oleh negara-negara maju. Menurut Butler (2008) praktik tidak ramah lingkungan telah menimbulkan citra buruk bagi industri kelapa sawit Indonesia. Kebijakan untuk meningkatkan permintaan ekspor CPO Indonesia di negara-negara importir CPO adalah dengan memperluas pasar dan menjaga keberlangsungan ekspor CPO dengan cara memperbaiki standar kualitas kelapa sawit sesuai dengan standar dunia memperhatikan prinsip sustainable competitiveness.

2. Variabel black campaign berpengaruh nyata pada taraf nyata sepuluh persen terhadap volume ekspor CPO Indonesia maka pemerintah perlu melakukan sosialisasi dan pelatihan penerapan prinsip dan kriteria berkelanjutan kepada para pelaku industri kelapa sawit khususnya para petani untuk menghadapi persaingan dagang global dikarenakan pada masa mendatang bukan hanya negara-negara maju saja yang memerhatikan akan konsep dayasaing berkelanjutan namun juga negara-negara berkembang yang dituntut untuk memenuhi proses produksi berstandar lingkungan yang bertujuan untuk pelestarian bumi.

3. Variabel harga ekspor di negara tujuan bepengaruh nyata terhadap volume

ekspor CPO Indonesia. Sebagai alternatif, pemerintah dapat memberikan kebijakan subsidi ekspor. Subsidi ekspor untuk CPO Indonesia dapat melalui penurunan pajak ekspor CPO Indonesia. Namun juga tetap menjaga harga ekspor tidak terlalu jatuh agar tidak merugikan kaum petani kecil.

4. Menggunakan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagai alat promosi, advokasi dan kampanye publik untuk memperkuat posisi tawar kelapa sawit Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Badrun, M. 2010. Lintasan 30 Tahun Pengembangan Kelapa Sawit. Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementrian Pertanian dan GAPKI. Jakarta (ID). Brown, E dan M. F. Jacobson. 2005. Cruel Oil. Washington (US) : Center for

Science in the Public Interest

Daryanto, A., I. Fahmi, dan A. Oktariani. 2010. Daya Saing Bisnis yang Berkelanjutan Volume 15. [Agrimedia Online]. http://agrimedia.mb.ipb.ac.id/uploads/pdf/2011-0714_rubrik_utama.pdf [30 April 2013].


(36)

Dewi, R. K. 2011. Volume Ekspor CPO dan Kakao Kuartal I Turun. [Online]. http://www.indonesiafinancetoday.com/read/9034/Volume -Ekspor-CPO-dan-Kakao-Kuartal-I-Turun [6 Maret 2013].

Dradjat, B. 2012. Upaya Mengatasi Black Campaign Kelapa Sawit dan Langkah Strategis ke Depan. Lembaga Riset Perkebunan Nusantara. Bogor (ID). Efendi, R. dan Sawitriyadi. 2009. Faktor-Faktor Penentu Ekspor Minyak Kelapa Sawit di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 8, No. 3, Desember 2009 : 247 – 257 Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala.

[GAPKI] Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia. 2013. Menjaga Sawit

Tetap Di Garis Terdepan. [Online].

http://www.gapki.or.id/news/detail/481/Menjaga-Sawit-Tetap-di-Garis-Terdepan [4 Juni 2013]

[Greenpeace]. 2007. “How the Palm Oil Industry is Cooking the Climate”. Netherlands (NL) : Greenpeace International.

Gujarati, D. 2004. Basic Econometrics, Fourth Edition. The McGraw-Hill Companies.

[ICN] Indonesian Commercial Newsletter. 2009a. Laporan Market Intelligence Industri Palm Oil Di Indonesia. Jakarta (ID) : Indonesian Commercial Newsletter.

Lipsey, R. G., P. N. Courant, dan C. T. S. 1995. Pengantar Makroekonomi Edisi Kesepuluh Jilid Dua. Jakarta (ID) : Binarupa Aksara.

Mankiw, N.G. 2000.Teori Makroekonomi Edisi Keempat. Penerjemah: Imam Nurmawan. Jakarta (ID) : Erlangga. Terjemahan dari: Macroeconomics

Oil World. 2012. Global Supply Demand and Price Outlook of Poils and Fats. New Orleans (US) : Paper given at the Global Oils & Forum of the APOC.

Oil World. 2010. Fakta Kelapa Sawit Indonesia dalam Tim Advokasi Minyak Sawit Indonesia-Dewan Minyak Sawit Indonesia (TAMSI-DMSI). Indonesia (ID).

Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Penebar Sawadaya. Rifin, A. 2009. Price Linkage between International Price of Crude Palm Oil

(CPO) and Cooking Oil Price in Indonesia. Beijing (CN) : International Association of Agricultural Economists Conference.

[RSPO] Roundtable of Sustainable Palm Oil. 2013. Jumlah perusahaan anggota RSPO di India meningkat tajam sejak tahun lalu. [Online].

http://www.rspo.org/news_details.php?nid=142&lang=5 [24 Mei 2013] Sulistyanto, I. S dan R. Akyuwen. 2011. Factors Affecting the performance of

Indonesia’s Crude Palm Oil Export. IPEDR vol.4 IACSIT Press. Singapore (SG) : International Conference on Economics and Finance Research.

Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional.Edisi Kelima. Penerjemah Haris Munandar. Jakarta (ID) : Erlangga.

Syaukat, Y. 2010. Menciptakan Dayasaing Ekonomi dan Lingkungan Industri Kelapa Sawit Indonesia. Agrimedia 15 (1) Juni 2010: 16 – 19.


(37)

Ulum, M dan Hariyanto. 2011. Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2011. ISSN1978-9947. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik

[UNCOMTRADE] United Nation Commodity Trade. 2013. UNCOMTRADE Database. [UNCOMTRADE Online]. http://comtrade.un.org [ 6 Februari 2013].

Wahyu, F. I. 2010. Analisis Rantai Nilai Produksi Minyak Kelapa Sawit Berkelanjutan (Studi Kasus PT. Hindoli di kabupaten Musi Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan). [Thesis]. Bogor (ID) : Program Pasca Sajarna Ekonomi dan Bisnis Institut Pertanian Bogor.

Widodo, K.H., A. Abdullah, dan K.P.D. Arbita. 2010. Sistem Supply Chain Crude-Palm-Oil Indonesia dengan Mempertimbangkan Aspek

Economical Revenue, Social Welfare dan Environment. Jurnal Teknik Industri,Vol. 12 (1) Juni 2010: 47−54.

Winarno, W. W. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. Jakarta (ID) : UPPSTIM YKPN

Worldbank. 2013. Worldbank Database. [Worldbank Online]. http://data.worldbank


(38)

(39)

Lampiran 1 Tabel Volume dan Nilai Ekspor Riil CPO Indonesia Ke Dunia Tahun 1996-2011

Keterangan: Nilai riil diperoleh dari value ekspor CPO Indonesia dikalikan dengan perbandingan CPI (Consumer Price Index) Amerika Serikat (harga riil 2005 USD) dengan CPI Indonesia (harga riil 2005 USD)

Tahun Volume (KG) Nilai Ekspor Riil (USD)

1996 986 362 624 1 283 337.351

1997 1 448 361 856 1 774 532.55

1998 403 843 360 359 099.9308

1999 865 426 619 372 681.2397

2000 1 817 664 367 655 483.2344

2001 1 849 142 144 515 630.9321

2002 2 804 792 251 1 027 604.927

2003 2 892 130 288 1 174 151.15

2004 3 819 926 626 1 543 040.706

2005 4 565 624 657 1 593 295.437

2006 5 199 286 871 1 819 460.589

2007 5 701 286 129 3 297 984.785

2008 7 904 178 630 5 474 907.304

2009 9 566 746 050 4 523 321.82

2010 9 444 170 400 5 866 876.709


(1)

Lampiran 9 Negara-Negara Produsen Minyak Sawit di Dunia dan Produksinya Tahun 2005-2010 (000 Ton)

Negara 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Indonesia 14 070 16 050 16 800 19 200 21 000 21 800

Malaysia 14 962 15 881 15 823 17 735 17 566 17 320

Thailand 680 860 1 020 1 300 1 310 1 500

Nigeria 800 815 835 830 870 885

Kolombia 661 713 780 778 802 770

Ekuador 319 345 385 418 448 435

Negara Lainnya 2 559 2 478 2 905 3 045 3 107 3 204

Total 33 732 37 142 38 163 43 306 45 102 45 914


(2)

Lampiran 10 Negara-Negara Pengimpor Utama Minyak Sawit di Dunia Tahun 2005-2011 (000 Ton)

Sumber: BPS, Statistik Kelapa Sawit 2011

Negara 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

China 4 320 5 462 5 730 5 593 6 557 5 804 6 165 Uni Eropa 4 470 4 674 4 803 5 849 5 846 5 868 5 513 Pakistan 1 646 1 736 1 711 1 756 1 847 2 010 1 985

Yunani 774 770 849 630 710 800 680

India 3 315 3 198 3 690 5 753 6 280 6 649 6 640

Jepang 479 499 519 346 651 569 575

Malaysia 555 606 253 561 924 1 112 1 200

Turki 457 527 373 440 387 410 410

Amerika 420 629 720 997 979 948 1 020

Bangladesh 931 887 791 901 867 1 065 911

Afrika Selatan 274 292 312 315 331 349 365

Kenya 309 350 354 480 487 537 459

Negara-negara

Uni Soviet 706 794 854 1 043 790 915 788

Negara-negara

lainnya 7 500 8 749 9 029 8 513 7 470 10 145 11 331 Total 26 156 29 172 29 938 33 908 36 684 37 181 38 042


(3)

Lampiran 11 Prinsip-prinsip Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO)

RSPO merupakan asosiasi nirlaba yang menyatukan para pemangku kepentingan dari tujuh sektor industri minyak sawit - produsen kelapa sawit, pemroses atau pedagang kelapa sawit, produsen barang-barang konsumen, pengecer, bank dan investor, LSM pelestarian lingkungan atau konservasi alam, dan LSM sosial. Kantor Pusat organisasi ini berlokasi di Zurich, Swiss, sedangkan sekretariat berlokasi di Kuala Lumpur dengan kantor perwakilan di Jakarta.

Prinsip & Kriteria RSPO (RSPO P&C) merupakan standar global tata kelola perkebunan yang disusun oleh berbagai pemangku kepentingan di sepanjang rantai pasok minyak sawit untuk mendefinisikan Sustainable Palm Oil. Adapun tujuan RSPO adalah “Mempromosikan produksi dan penggunaan minyak sawit berkelanjutan melalui kerjasama di sepanjang rantai pasok (suppy chain) dan dialog terbuka dengan para pemangku kepentingan”.

Ada 8 prinsip dalam penerapan prinsip dan kriteria RSPO untuk produksi minyak sawit berkelanjutan yaitu:

1) Komitmen terhadap transparansi;

2) Memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku;

3) Pengelolaan perencanaan yang bertujuan untuk mencapai kelayakan finansial dan ekonomis jangka panjang;

4) Penggunaan tata kelola terbaik oleh perusahaan dan pabrik;

5) Tanggung jawab lingkungan dan konservasi sumber daya alam dan keanekaragaman hayati;

6) Pertimbangan tanggung jawab terhadap pekerja dan perorangan serta masyarakat terkena dampak oleh perusahaan dan pabrik;

7) Tanggung jawab pembangunan penaman baru;


(4)

Lampiran 12 Prinsip-prinsip Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO)

ISPO merupakan pedoman pengembangan Kelapa Sawit berkelanjutan Indonesia yang didasarkan kepada Peraturan Perundangan yang berlaku di Indonesia. Penegakannya kuat karena didasari atas Peraturan Menteri Pertanian No.19/Permentan/OT.140/3/2011–Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil / ISPO) yang diterbitkan tanggal 29 Maret 2011. Pemerintah mewajibkan setiap perusahaan kelapa sawit untuk menerapkan ISPO sebelum tanggal 31 Desember 2004. Ada prasyarat yakni penilaian usaha perkebunan kelas I, II dan III saja yang dapat mengajukan permohononan sertifikasi ISPO. Dasar hukum utama ISPO adalah amandemen ke-4 UUD 1945 pasal 3 ayat (4): “Perekonomian nasional diselenggarakan atas demokrasi ekonomi, dengan prinsip kebersamaan, efisensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi nasional”. Terdapat 7 prinsip-prinsip pada ISPO, yaitu:

1) Sistem perizinan dan manajemen perkebunan;

2) Penerapan pedoman teknis budidaya dan pengolahan kelapa sawit; 3) Pengelolaan dan pemantauan lingkungan;

4) Tanggung jawab terhadap pekerja; 5) Tanggung jawab Sosial dan komunitas; 6) Pemberdayaan kegiatan ekonomi masyarakat; 7) Peningkatan usaha secara berkelanjutan


(5)

Lampiran 13 Perbandingan Produktivitas Minyak Nabati Dunia (ton/ha/tahun)


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Maret tahun 1991 dari pasangan bapak Edison Syamsudin dan Ibu Meuthia Fathina. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Penulis memulai pendidikan di TK Kucica pada tahun 1994 dan melanjutkan pendidikan di SD Islam As-Syafi’iyah 02 Bekasi. Kemudian pada tahun 2003 penulis duduk di bangku SMP, penulis bersekolah di SMP Negeri 80 Halim Jakarta dan pada tahun 2006 melanjutkan pendidikan SMA di SMA Negeri 81 Jakarta. Setelah menyelesaikan studinya di SMA pada tahun 2009, penulis lolos seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Talenta Mandiri (UTM) IPB dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif dalam organisasi maupun kegiatan kepanitiaan. Penulis aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan jabatan menjadi bendahara di HMI Komisariat FEM IPB masa kepengurusan 2012-2013. Selain itu penulis juga aktif dalam beberapa kepanitian di dalam kampus maupun diluar kampus diantaranya, menjadi seksi LO dalam acara HIPOTEX-R tahun 2010, seksi Humas pada kepanitiaan Masa Perkenalan Departemen Ilmu Ekonomi (MPD IE) tahun 2011, serta ikut berpartisipasi dalam acara Brightspot Market tahun 2013 di booth GreenSands divisi marketing dan berbagai acara kepanitiaan lainnya.