40
ii. Rasio F : FK+ Fc
a. FK+Fc ¾ F
Rasio ini mengindikasikan kebutuhan afeksi yang berkembang dengan luas hingga mengancam keseluruhan
kepribadian. Pengalaman penolakan pada masa kanak-kanak memicu kebutuhan untuk menerima afeksi dan mencari respon
dari orang lain memainkan peran yang yang tidak seharusnya dalam perilaku yang mempengaruhi Klopfer, 1954.
b. FK+Fc = ¼ - ¾ F
Rasio ini menggambarkan kebutuhan afeksi yang berkembang dengan baik dan terintegrasi dengan baik dengan
organisasi kepribadian. Hal ini menunjukkan adanya fungsi kontrol yang sensitif, membantu individu dalam interaksinya
dengan orang lain tanpa mengakibatkan ketergantungan yang berlebihan terhadap respon dari orang lain Klopfer, 1954.
c. FK+Fc ¼ F
Rasio ini menggambarkan adanya kecenderungan
denial, represi
dan kurang berkembangnya kebutuhan afeksi. Hal ini diperkirakan sebagai kelanjutan dari pengalaman
penolakan yang
cukup serius
sehingga mengganggu
perkembangan kepribadian Klopfer, 1954.
41
iii. Rasio Respon Achromatic dan Respon Chromatic
a.
Achromatic
= Dua Kali
Chromatic
Ketika jumlah respon
achromatic
melebihi jumlah
chromatic
, responsivitas individu di luar stimulasi telah dipengaruhi
pengalaman traumatik
dan menghasilkan
kecenderungan penarikan diri. Implikasinya adalah kebutuhan akan respon afeksi yang tergolong cukup besar dari orang
sehingga reaksi emosinya terhambat. Hal ini dikarenakan individu merasa takut tersakiti dan mengakibatkan sifat hati-
hati yang berlebihan dalam kontak emosional.
b.
Achromatic
= ½
Chromatic
Dalam rasio ini, kebutuhan afeksional tidak terlalu mempengaruhi responsivitas natural terhadap situasi emosional
dan kemampuan berinteraksi dengan lingkingan sosial.
c.
Achromatic
½
Chromatic
Dalam rasio ini, seseorang cenderung menunjukkan perasaannya dengan berlebihan. Hal ini dikarenakan ia merasa
membutuhkan penerimaan dan afeksi.
42
c. Proporsi berkaitan dengan reaktivitas emosi terhadap lingkungan
i. Ratio FC : CF+ C
Ketika jumlah FC melebihi CF+C, seseorang dapat dikatakan mampu mengontrol respon terhadap lingkungan sosial,
mampu merespon dengan tindakan dan perasaan yang sesuai. Selain itu, ia dapat dikatakan mampu merespon secara mendalam
dan sungguh-sungguh terhadap dampak emosi yang kuat. Sebaliknya ketika jumlah CF+C melebihi FC, seseorang
memiliki kontrol yang lemah terhadap emosinya dan cenderung berlebihan dalam menunjukkan ekspresinya.
C. Hipotesis
Peneliti melihat adanya kemungkinan korelasi antara dimensi
attachment
dengan determinan Rorschach berdasarkan teknik analisis kuantitatif yang digunakan oleh Klopfer. Penelitian yang terdahulu
menemukan adanya korelasi antara dimensi
attachment
dengan penanda Rorschach berdasarkan teknik
Comprehensive System Scoring
Exner, 2001
.
Asumsi yang mendorong penelitian ini berawal dari interpretasi determinan Rorschach yang bersinggungan dengan komponen-komponen
attachment.
Berdasarkan interpretasi skor tunggal determinan Rorschach dengan
teknik analisis
kuantitatif Klopfer,
Rorschach dapat
menggambarkan penerimaan diri, empati serta kontrol diri, emosi,
43
ketergantungan pada orang lain, kebutuhan kontak dan kedekatan dengan orang lain, juga bentuk responsivitas terhadap orang lain.
Interpretasi terhadap skor tunggal diperkuat dengan interpretasi skor proporsi. Proporsi yang diasumsikan berhubungan dengan dimensi
attachment
adalah proporsi berkaitan dengan
inner resource
dan
impulse life,
proporsi berkaitan dengan organisasi kebutuhan afeksi, proporsi berkaitan dengan reaktivitas emosi terhadap lingkungan.
44
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Data diolah dengan menggunakan analisis korelasional. Skor dimensi
anxiety
dan
avoidance
dikorelasikan dengan persentase skor determinan Rorschach berdasarkan teknik Klopfer.
Peneliti memilih jenis penelitian kuantitatif karena pendekatan Rorschach yang digunakan adalah analisis kuantitatif Klopfer. Dalam melihat
adanya korelasi atau hubungan, data respon Rorschach yang diperoleh diubah ke dalam bentuk angka sebagai kuantitas determinan.
B. Subyek Penelitian
Teknik
sampling
yang digunakan adalah
convenience technique sampling
. Subyek diambil berdasarkan kesediaan subyek. Subyek belum pernah mengenal Tes Rorschach sebelumnya. Teknik
sampling
ini digunakan karena peneliti menitikberatkan pada alat tes yang bersifat harus netral dan
obyektif. Dalam hal ini, peneliti hanya membatasi subyek penelitian dengan kategori usia perkembangan dewasa awal.
Subyek penelitian berjumlah 44 orang dewasa awal yang terdiri dari 21 pria dan 23 wanita dengan rentang usia 19 tahun sampai 33 tahun. 33
45
sudah menyelesaikan S1, 59 merupakan mahasiswa S1, 9 merupakan mahasiswa S2.
C. Definisi Operasional Penelitian
1. Tes Rorschach
Subyek dites Rorschach secara individu. Pengetesan dilakukan oleh peneliti dibantu oleh dua mahasiswa tingkat akhir yang sudah
menggambil mata kuliah Rorschach dan pernah menjadi asisten matakuliah Rorschach. Subyek diminta untuk mengungkapkan apa saja
yang melintas di pikiran subyek ketika melihat bercak-bercak tinta Rorschach. Tester menekankan bahwa bercak tinta tersebut tidak dibuat
untuk menyerupai suatu apapun sehingga tidak ada jawaban yang benar maupun salah sehingga subyek bebas untuk mengungkapkan apapun.
Pengetesan seluruhnya dilakukan di Ruang Observasi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
Dalam pengetesan Rorschach, tes dibagi menjadi tiga tahap yaitu,
rapport, association,
dan
inquiry
.
Testing-the-limits
baru dilakukan jika diperlukan. Teknik pengetesan sampai proses skoring yang digunakan
mengikuti teknik Klopfer dan analisis kuantitatif. Data Tes Rorschach yang telah dicatat selama proses pengetesan
masih berbentuk data mentah berupa respon subyek. Respon tersebut kemudian dikategorisasikan berdasar acuan skoring Tes Rorschach
dengan teknik Klopfer. Skoring ini dilakukan oleh peneliti dan seorang
46
interrater.
Setelah skor dari keduanya sudah dicocokan, setiap skor dari keseluruhan respon diakumulasi per kategori sehingga didapatkan jumlah
setiap kategori sub-determinan. Untuk mendapatkan data yang seimbang, setiap total skor sub-determinan dibagi dengan jumlah
keseluruhan respon sebagai prosentase sub-kategori. Bentuk skor itu yang kemudian diolah dan dikorelasikan dengan skor dimensi
attachment.
2. PAM
Psychosis Attachment Measure
Pengukuran
attachment
pada penelitian ini menggunakan
self- report
Psychosis Attachment Measure
PAM. Alat ukur ini terdiri dari 16 item skala Likert 4-poin yang terbagi menjadi dua dimensi yaitu,
dimensi
anxiety
dan
avoidance.
Kelebihan alat ini adalah mengukur
adult attachment
pada hubungan dekat dengan seseorang secara umum, bukan hanya hubungan romantis Berry, 2007. Alat ini berisi perasaan, pikiran
dan perilaku dalam hubungan dekat dengan seseorang secara umum. PAM diciptakan dalam Bahasa Inggris oleh Katherine Berry.
Reliabilitas dimensi
anxiety
dalam Bahasa Inggris α = .83, sedangkan
untuk dimensi
avoidant
dalam Bahasa Inggris α = .79. Untuk kepentingan penelitian ini, PAM diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh
dua orang penerjemah yang belum pernah mengenal alat ini sebelumnya. Kedua versi Bahasa Indonesia tersebut di diskusikan dan disesuaikan
untuk mencapai makna yang sesuai dengan versi asli. Hasil tersebut
47
kemudian diterjemahkan kembali ke Bahasa Inggris oleh dua orang penerjemah yang berbeda dan belum pernah mengenal versi asli PAM.
Terjemahan PAM dalam Bahasa Indonesia tergolong valid. PAM dalam Bahasa Indonesia telah diuji coba dengan hasil
reliabilitas α = .762 untuk dimensi
anxiety
dan α = .554 untuk dimensi
avoidant
n = 110. Item yang menunjukkan
anxiety attachment
adalah item nomor 3, 5, 6, 7, 10, 12, 14, 15. Item yang menunjukkan
avoidance attachment
adalah item nomor 1, 2, 4, 8, 9, 11, 13, 16. Rentangan skor PAM adalah 0 sampai 3. Skor total untuk setiap dimensi merupakan rata-
rata dari jumlah skor item-item dalam masing-masing dimensi. Semakin tinggi skor seseorang dalam
anxiety attachment
menandakan ia memiliki tingkat
anxiety attachment
yang tinggi, begitu juga sebaliknya dan berlaku untuk dimensi
avoidance attachment.
3. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok variabel. Pertama, variabel determinan Rorschach yang terdiri dari 4 kelompok determinan
yang dibagi menjadi 13 sub kategori berdasarkan teknik analisis kuantitatif Klopfer. Kedua, variabel dimensi
attachment
, yaitu dimensi
anxiety
dan
avoidance.
Variabel bebas :
insecure attachment
Variabel tergantung : determinan Tes Rorschach
48
Tabel. 1 PAM Versi Bahasa Indonesia
No. Aitem
Dimensi
Anxiety Attachment
No. Aitem
Dimensi
Avoidance Attachment
3. Saya cenderung kesal, gelisah
atau marah ketika orang lain tidak
ada di
saat saya
membutuhkan mereka. 1.
Saya cenderung
untuk menyembunyikan
pikiran dan perasaan saya yang
sebenarnya. 5.
Saya khawatir jika orang- orang yang berarti dalam
hidup saya tidak ada di sekitar saya di kemudian hari.
2. Saya mudah bergantung
pada orang lain saat berada dalam situasi dan masalah
yang berat.
6. Saya bertanya pada orang lain
untuk memastikan
saya, bahwa
mereka peduli
terhadap saya. 4.
Saya biasanya
mendiskusikan masalah
serta hal-hal yang menjadi perhatian
saya dengan
orang lain. 7.
Saat orang
lain tidak
menyetujui apa yang saya lakukan, saya menjadi sangat
kesal. 8.
Saya sulit untuk menerima bantuan dari orang lain
ketika saya menghadapi masalah maupun kesulitan.
10. Saya khawatir apabila orang
lain mengenal saya lebih dekat, mereka tidak akan
menyukai saya. 9.
Ketika saya stress, saya merasa lebih baik jika saya
mencari bantuan dari orang lain.
12. Saya
sangat mengkhawatirkan hubungan
saya dengan orang lain. 11.
Ketika saya
merasa tertekan,
saya lebih
memilih untuk
sendiri daripada
ditemani oleh
orang lain. 14.
Saya khawatir orang lain tidak mau mengenal saya lagi,
apabila saya tidak membuat mereka senang.
13. Saya
mencoba untuk
mengatasi sendiri situasi yang membuat saya stress.
15. Saya khawatir jika harus
mengatasi masalah dan situasi yang sulit sendirian.
16. Saya merasa tidak nyaman
ketika orang
lain ingin
mengenal saya lebih dekat.