Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perekonomian global tumbuh begitu pesat. Indonesia sebagai negara berkembang harus mampu beradaptasi dengan hal tersebut agar kondisi ekonomi dalam negara tetap stabil. Perusahaan-perusahaan di Indonesia harus mampu mengelola berbagai sumber daya yang dimiliki baik aset berwujud maupun aset tak berwujud secara maksimal. Terlebih pada tahun 2015, akan diberlakukan Asean Free Trade Area AFTA. Kondisi ini memungkinkan semua negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat BBC Indonesia 2014. Persaingan usaha yang semakin ketat di pasar global menuntut perusahaan-perusahaan melakukan berbagai cara dan strategi untuk memenangkan persaingan. Cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah mengubah proses bisnis yang sebelumnya didasarkan pada tenaga kerja labor based business menuju bisnis berdasarkan pengetahuan knowledge based business, sehingga karakteristik utama perusahaan adalah berdasarkan ilmu pengetahuan Sawarjuwono dan Kadir 2003. Perubahan proses bisnis tersebut akan mendorong perusahaan untuk mengembangkan inovasi produk dengan sumber-sumber pengetahuan yang dimiliki, sehingga perusahaan mampu menciptakan produk-produk baru yang disukai oleh konsumen. Sawarjuwono dan Kadir 2003 berpendapat bahwa era bisnis berbasis pengetahuan menyebabkan peran modal konvensional menjadi kurang penting dibandingkan dengan modal berbasis pengetahuan dan teknologi. Hal ini berarti perusahaan harus memusatkan pada pengelolaan aset tak berwujudnya secara optimal seperti pengetahuan, daya pikir, inovasi, dan kemampuan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Aset tak berwujud tersebut diukur dengan menggunakan modal intelektual yang saat ini perannya semakin dibutuhkan dalam dunia bisnis modern. Menurut Bontis et al. 2000, secara umum para peneliti membagi modal intelektual ke dalam tiga unsur utama yaitu human capital, structural capital, dan customer capital. Ketiga unsur tersebut dipercaya dapat membangun modal intelektual yang mampu meningkatkan nilai perusahaan apabila dikelola secara optimal. Jika nilai perusahaan tinggi, investor akan memberi nilai lebih pada perusahaan dengan melakukan investasi. Penilaian lebih oleh investor terhadap harga saham perusahaan ini diyakini disebabkan modal intelektual yang dimiliki perusahaan Sunarsih dan Mendra, 2012. Menurut Ulum 2009: 3, fenomena modal intelektual telah berkembang di Indonesia setelah muncul PSAK No.19 revisi 2000 tentang aktiva tak berwujud. Dalam PSAK No. 19 revisi 2000 aktiva tak berwujud tidak dinyatakan secara eksplisit sebagai modal intelektual, tetapi kurang lebih hal ini telah mendapat perhatian. Paragraf 09 dalam PSAK No.19 revisi 2000 menyebutkan beberapa contoh aktiva tak berwujud antara lain ilmu pengetahuan dan teknologi, desain dan implementasi sistem atau proses baru, lisensi, hak kekayaan intelektual, pengetahuan mengenai pasar, dan merk dagang. Contoh-contoh tersebut secara tidak langsung telah mencerminkan modal intelektual. “Salah satu persoalan yang dihadapi dalam penelitian mengenai intellectual capital adalah bagaimana cara mengukur aset tak berwujud atau modal intelektual” Marfuah dan Rahman 2013. Beberapa peneliti telah mengembangkan metode pengukuran modal intelektual. Pulic 1998 memperkenalkan metode pengukuran modal intelektual secara tidak langsung dengan menggunakan Value Added Intellectual Coefficient VAIC TM . VAIC TM menggabungkan tiga komponen sumber daya perusahaan, yaitu capital employedphysical capital VACA, human capital VAHU, dan structural capital STVA. Metode ini digunakan sebagai ukuran untuk menilai efisiensi penggunaan modal intelektual dalam menciptakan nilai tambah. Modal intelektual dipercaya mampu memberikan kontribusi dalam peningkatan nilai perusahaan Sunarsih dan Mendra, 2012. Investor akan memberikan nilai lebih tinggi pada perusahaan yang memiliki efisiensi modal intelektual yang tinggi Chen et al., 2005. Hal ini berarti, secara tidak langsung modal intelektual telah menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi pasar terhadap nilai perusahaan. Semakin tinggi modal intelektual di dalam suatu perusahaan, menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki keunggulan bersaing dan nilai tambah dibandingkan perusahaan yang memiliki modal intelektual yang rendah Marfuah dan Rahman, 2013. Penelitian mengenai modal intelektual telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Menurut Sudibya dan Restuti 2014, modal intelektual berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang diukur dengan price to book value PBV. Jacub 2013 menemukan pengaruh modal intelektual terhadap nilai perusahaan yang diukur menggunakan price to earning ratio PER. Hasil penelitian Wijayanti 2013 menyatakan bahwa modal intelektual berpengaruh terhadap earning per share EPS. Sunarsih dan Mendra 2012 tidak berhasil membuktikan pengaruh langsung modal intelektual pada nilai perusahaan yang diproksikan dengan PBV. Hasil yang sama juga dinyatakan oleh Solikhah dkk. 2010 bahwa modal intelektual tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan yang diukur dengan PBV dan PER. Beberapa penelitian yang telah dilakukan belum menunjukkan hasil yang konsisten. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh modal intelektual terhadap nilai perusahaan.

B. Rumusan Masalah