1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Cahaya terpolarisasi melewati larutan yang bersifat optis aktif maka arah polarisasi cahaya akan berputar. Peristiwa ini disebut rotasi optik.
Peristiwa rotasi optik dijumpai salah satunya pada gula. Pengukuran rotasi optik dapat dimanfaatkan dalam bidang kesehatan yaitu untuk menganalisis
spesifikasi bahan obat dan produk obat [WHO, 2005]. Selain itu, pengukuran rotasi optik dalam bidang kimia digunakan untuk memeriksa kualitas minyak
atsiri [Koensoemardiyah, 2010]. Rotasi optik dapat diukur salah satunya dengan polarimeter.
Polarimeter mulai dikenalkan pada tahun 1840 [Newmark, 2000]. Polarimeter ini bekerja berdasar prinsip polarisasi cahaya. Berkas cahaya alami dilewatkan
polarisator menjadi cahaya terpolarisasi linier. Kemudian cahaya ini dilewatkan pada analisator. Bila analisator diputar maka intensitas cahaya
yang keluar dari analisator berubah. Perubahan ini tergantung posisi sumbu polarisasi analisator. Bila sumbu polarisasi analisator sejajar sumbu polarisasi
polarisator maka intensitas cahaya yang keluar analisator maksimal. Sebaliknya jika sumbu polarisasi polarisator tegak lurus sumbu polarisasi
analisator maka intensitas cahaya yang keluar analisator minimal. Oleh karena itu arah polarisasi cahaya ditentukan dengan memutar analisator sampai
ditemukan intensitas cahaya yang maksimal. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan cara kerja polarimeter tersebut, maka polarimeter dapat digunakan untuk menentukan sudut rotasi optik. Untuk dapat menentukan
sudut rotasi optik, arah polarisasi cahaya harus ditentukan terlebih dahulu sebagai acuan. Setelah acuan ditentukan, diantara polarisator dan analisator
diletakkan larutan yang bersifat optis aktif. Intensitas cahaya yang keluar dari analisator teramati mengalami penurunan. Peristiwa ini menunjukkan bahwa
arah polarisasi cahaya berubah. Arah polarisasi cahaya ini berubah karena diputar oleh larutan yang bersifat optis aktif. Peristiwa berputarnya arah
polarisasi cahaya ini disebut rotasi optik. Untuk mengetahui besarnya sudut rotasi optik, analisator kemudian diputar sampai ditemukan intensitas cahaya
maksimum. Besar sudut putaran analisator terhadap acuan merupakan sudut rotasi optik. Pengukuran sudut rotasi optik menggunakan polarimeter ini
dilakukan secara visual sehingga sulit dilakukan karena kemampuan mata terbatas.
Pengukuran rotasi optik secara visual sulit dilakukan, untuk mengatasinya digunakan bantuan sensor cahaya dan komputer [Nugroho,
2009]. Sensor cahaya yang terhubung dengan komputer digunakan untuk mendeteksi intensitas cahaya yang keluar dari analisator. Susunan alat pada
penelitian ini adalah berkas cahaya laser dilewatkan polarisator kemudian melewati analisator. Berkas cahaya yang keluar dari analisator ditangkap oleh
sensor cahaya yang terhubung dengan komputer. Analisator kemudian diputar secara manual dan sudut putaran analisator di
input
kan ke komputer. Komputer kemudian membaca intensitas berkas cahaya yang keluar dari analisator. Data
yang dicatat pada keadaan ini digunakan sebagai acuan. Setelah acuan ditentukan, diantara polarisator dan analisator diletakkan larutan bersifat optis
aktif. Kemudian analisator diputar secara manual dan sudut putaran analisator di
input
ke komputer lalu komputer mencatat intensitas cahaya yang keluar dari analisator. Data ini kemudian disebut sampel.
Komputer pada penelitian ini selain digunakan untuk mencatat intensitas cahaya, juga digunakan untuk menganalisa data. Komputer
menampilkan hasil pencatatan dalam bentuk grafik hubungan intensitas cahaya terhadap sudut putaran analisator. Grafik acuan dan sampel terhadap
sudut putaran analisator ditampilkan pada satu bidang. Rotasi optik diperoleh dari selisih sudut lembah acuan dan lembah sampel yang berdekatan.
Penelitian ini dapat mengatasi keterbatasan mata dalam mengamati intensitas cahaya, tetapi acuan dan sampel diperoleh tidak bersamaan. Sumber
cahaya yang digunakan pada penelitian ini adalah laser HeNe. Laser HeNe intensitasnya terkadang tidak stabil yang disebabkan oleh perubahan panjang
resonator akibat pemuaian tabung [Santosa, 2011]. Oleh karena itu, intensitas cahaya saat menentukan acuan mungkin berbeda dengan intensitas cahaya saat
menentukan sampel. Intensitas laser yang tidak konstan ini juga dapat menyebabkan lembah grafik hubungan intensitas cahaya terhadap sudut
putaran analisator tidak tepat satu titik. Hal ini menyulitkan peneliti untuk menentukan sudut rotasi optik.
Acuan dan sampel dapat ditentukan dalam waktu bersamaan. Untuk menentukan acuan dan sampel secara bersamaan diperlukan dua berkas
cahaya yang sama. Dua berkas cahaya yang sama dapat diperoleh dari satu sumber cahaya yang dipecah menggunakan
beam splitter
, seperti pada percobaan interferometer Michelson.
Beam splitter
memecah berkas cahaya dengan memantulkan sebagian berkas dan meneruskan sebagian berkas
[Santosa, 2014]. Salah satu berkas cahaya langsung menuju analisator dan berkas cahaya yang lain melewati larutan yang bersifat optis aktif kemudian
menuju analisator. Dengan demikian acuan dan sampel ditentukan secara bersamaan [Kraftmakher, 2009].
Penelitian berbasis komputer sudah banyak dilakukan, antara lain pengukuran konstanta pendinginan Newton dengan menggunakan sensor suhu
dan analisa data dengan menggunakan
software
LoggerPro [Suryani dan Santosa, 2014] dan penentuan konstanta redaman dengan menggunakan
bantuan
software
LoggerPro [Limiansih dan Santosa, 2013; Sriraharjo dan Santosa, 2014]. Pengukuran rotasi optik spesifik dapat pula dilakukan dengan
bantuan komputer.
Software
yang digunakan untuk menampilkan dan menganalisa data adalah DataStudio [Kraftmakher, 2009].
Komputer dalam penelitian sebelumnya digunakan untuk menentukan sudut rotasi optik tetapi cukup sulit dilakukan bila lembah grafik hubungan
intensitas cahaya terhadap sudut putaran analisator tidak hanya satu titik. Sudut rotasi optik dapat ditentukan menggunakan
fitting
data dengan hukum Malus.
Software
yang memiliki fasilitas
fitting
data seperti LoggerPro dapat digunakan untuk menentukan sudut rotasi optik. Selain menggunakan
fitting
data dengan Hukum Malus, sudut rotasi optik dapat ditentukan dari grafik hubungan acuan terhadap sampel [Kraftmakher, 2009].
Komputer dalam eksperimen di laboratorium belum banyak digunakan. Komputer merupakan media yang sudah tidak asing bagi siswa.
Komputer membantu siswa sehingga eksperimen menjadi lebih mudah. Eksperimen berbasis komputer ini dapat digunakan oleh siswa pada tingkat
universitas atau sekolah menengah. Salah satu larutan yang mampu memutar bidang getar cahaya
terpolarisasi adalah larutan sukrosa [Nugroho, 2009]. Sukrosa merupakan salah satu jenis karbohidrat. Masih ada banyak jenis karbohidrat yang lain
yaitu glukosa, galaktosa, fruktosa, laktosa, maltosa [Riswiyanto, 2009]. Jenis- jenis karbohidrat ini memiliki kemampuan yang berbeda dalam memutar
cahaya terpolarisasi linier yang melewatinya. Kemampuan bahan untuk memutar cahaya terpolarisasi disebut rotasi optik spesifik. Nilai rotasi optik
spesifik dapat digunakan untuk menentukan kualitas larutan yang bersifat optis aktif. Pada penelitian ini akan dilakukan pengukuran pada beberapa jenis
larutan karbohidrat yang bersifat optis aktif.
B. Rumusan Masalah