Hasil Pengukuran Larutan Galaktosa

23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Bahan yang diteliti pada penelitian ini yaitu galaktosa, laktosa dan fruktosa. Ketiga bahan diteliti dengan metode yang sama untuk menentukan sudut rotasi optiknya. Data hasil penelitian disajikan sebagai berikut.

1. Hasil Pengukuran Larutan Galaktosa

Kedudukan sumbu polarisasi analisator berubah seiring berputarnya analisator, akibatnya intensitas cahaya yang melewati analisator ikut berubah. Selama analisator berputar, komputer mencatat intensitas cahaya yang keluar dari analisator. Oleh karena itu komputer mencatat intensitas cahaya sebagai fungsi waktu. Menurut persamaan 2.1, intensitas cahaya merupakan fungsi sudut. Sehingga perlu dilakukan perhitungan untuk mendapatkan intensitas sebagai fungsi sudut, contoh perhitungan pada lampiran 2. Komputer mencatat intensitas cahaya setiap 0,05 detik selama 30 detik sehingga data yang diperoleh sangat banyak. Oleh karena itu, tabel 4.1 tidak menampilkan semua data. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel 4.1. Hubungan intensitas berkas cahaya satu dan intensitas berkas cahaya dua terhadap sudut putaran analisator. Konsentrasi larutan galaktosa 0,2 gr ml -1 dan panjang larutan 1 dm. No. Sudut rad Intensitas berkas cahaya satu lux Intensitas berkas cahaya dua lux 1 2,737 599 397 2 2,956 647 417 3 3,176 673 434 4 3,394 692 411 5 3,613 678 374 6 3,832 574 295 7 4,051 432 200 8 4,271 246 95 9 4,498 95 23 10 4,708 14 2 11 4,928 4 21 12 5,146 68 89 13 5,365 186 178 14 5,585 372 287 15 5,803 647 426 16 6,023 684 430 17 6,242 647 388 18 6,46 603 335 19 6,68 529 258 20 6,898 397 169 Data dapat dianalisa dengan dua cara, yaitu dengan fitting data berdasar hukum Malus dan dengan grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap intensitas berkas cahaya dua. a. Analisa dengan Hukum Malus Data yang ditampilkan pada tabel 4.1 kemudian disajikan dalam bentuk grafik hubungan intensitas berkas cahaya terhadap sudut putaran analisator. Data disajikan dalam bentuk grafik agar dapat di fit dengan hukum Malus. Gambar 4.1. Grafik hubungan intensitas cahaya terhadap sudut putaran analisator. Intensitas berkas cahaya satu intensitas cahaya yang tinggi sebagai acuan dan intensitas berkas cahaya dua intensitas cahaya yang rendah sebagai berkas cahaya yang melewati larutan. Konsentrasi larutan galaktosa 0,2 gr ml -1 dan panjang larutan 1 dm. Gambar 4.1 menampilkan grafik yang sesuai dengan hukum Malus yang dinyatakan pada persamaan 2.1. Kedua grafik tidak membentuk grafik yang sesuai dengan hukum Malus dengan sempurna, terkadang bergerser ke kiri atau kanan. Pergeseran ke kiri atau ke kanan ini dialami oleh kedua grafik secara bersamaan. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan kedua berkas cahaya sama. Grafik yang ditunjukkan gambar 4.1 memperlihatkan bahwa lembah grafik intensitas cahaya dua berada di sebelah kiri dari lembah grafik intensitas cahaya satu. Perbedaan disebabkan oleh peristiwa rotasi optik. Larutan galaktosa memutar bidang getar polarisasi berkas cahaya yang melewatinya. Besar sudut rotasi optik dapat ditentukan dari persamaan 2.3. Grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap sudut putaran analisator yang ditampilkan pada gambar 4.2 dan grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap sudut putaran analisator yang ditampilkan pada gambar 4.3 masing-masing di fit menggunakan persamaan 2.3, dengan fasilitas fitting data dari software LoggerPro. Gambar 4.2. Grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap sudut putaran analisator Gambar 4.3. Grafik hubungan intensitas berkas cahaya dua terhadap sudut putaran analisator. Konsentrasi larutan galaktosa 0,2 gr ml -1 dan panjang larutan 1 dm. Gambar 4.2 dan gambar 4.3 memperlihatkan grafik yang di fit dengan persamaan 2.3. Garis yang mengikuti titik data pada gambar 4.2 dan 4.3 merupakan garis fitting menurut persamaan 2.3. Hasil fitting data PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menunjukkan nilai fase grafik. Fase grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap sudut putaran analisator sebesar 3,11±0,05 rad dan fase grafik intensitas berkas cahaya dua terhadap sudut putaran analisator sebesar 3,38±0,05 rad. Selisih fase kedua grafik merupakan sudut rotasi optik oleh larutan galaktosa. Untuk larutan galaktosa dengan konsentrasi 0,2 gr ml -1 diperoleh nilai perputaran bidang polarisasi sebesar 0,27±0,07 rad atau 16±4 . Ralat yang dihasilkan dari fitting data cukup besar. Hal ini terjadi karena bentuk grafik yang tidak baik. Larutan galaktosa divariasi konsentrasinya kemudian ditentukan sudut rotasi optik untuk masing-masing konsentrasi larutan. Sudut rotasi optik untuk masing-masing larutan ditampilkan pada tabel 4.2. Tabel 4.2. Hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan galaktosa sepanjang 1 dm. No. Konsentrasi gr ml -1 Sudut rotasi optik  1 0,2 16±4 2 0,25 23±3 3 0,305 25±2 4 0,344 28±3 5 0,367 29±4 6 0,44 37±2 Tabel 4.2 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi larutan galaktosa maka sudut rotasi optik juga semakin besar. Untuk menentukan nilai rotasi optik spesifik larutan galaktosa menurut persamaan 2.2 dibuat grafik hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan galaktosa yang ditunjukkan pada gambar 4.4. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gambar 4.4. grafik hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan galaktosa sepanjang 1 dm. Gambar 4.4 merupakan grafik hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan galaktosa. Sesuai dengan persamaan 2.2, nilai rotasi optik spesifik ditentukan dari nilai gradien grafik. Bila panjang larutan galaktosa satu desimeter maka nilai rotasi optik spesifik larutan galaktosa sebesar 80 ± 8 derajat ml gr -1 dm -1 . b. Analisa dengan Grafik Hubungan Intensitas Berkas Cahaya Satu terhadap Intensitas Berkas Cahaya Dua Cara lain untuk menentukan sudut rotasi optik dengan membuat grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap intensitas berkas cahaya dua. Dari grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap intensitas berkas cahaya dua dapat ditentukan besar sudut rotasi optik dengan persamaan 2.4. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gambar 4.5. Grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap intensitas berkas cahaya dua. Konsentrasi larutan galaktosa 0,2 gr ml -1 dan panjang larutan 1 dm. Titik-titik data yang ditunjukkan gambar 4.5 berbentuk elips. Untuk satu kali putaran analisator tebentuk grafik elips yang baik, namun pengukuran dilakukan beberapa kali putaran analisator agar lebih akurat. Sudut rotasi optik ditentukan menggunakan persamaan 2.4 berbantuan software LoggerPro. Mengacu pada gambar 2.5, dari gambar 4.5 diperoleh nilai B sebesar 360,5 lux dan nilai b sebesar 108,5 lux. Menurut persamaan 2.4 diperoleh sudut rotasi optik sebesar 18±3 . Setelah sudut rotasi optik untuk konsentrasi 0,2 gr ml -1 ditentukan, sudut rotasi optik untuk nilai konsentrasi larutan lainnya ditentukan dengan cara yang sama. Sudut rotasi optik dari beberapa konsentrasi larutan galaktosa ditampilkan pada tabel 4.3. Tabel 4.3. Hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan galaktosa sepanjang 1 dm. No. Konsentrasi gr ml -1 Sudut rotasi optik  1 0,2 18±3 2 0,25 22±3 3 0,305 26±2 4 0,344 28±3 5 0,367 33±4 6 0,44 36±5 Tabel 4.3 menunjukkan gejala semakin besar konsentrasi larutan galaktosa maka sudut rotasi optik juga semakin besar. Untuk menentukan nilai rotasi optik spesifik larutan galaktosa dibuat grafik hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan galaktosa yang ditunjukkan gambar 4.6. Gambar 4.6. grafik hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan galaktosa sepanjang 1 dm. Sesuai dengan persamaan 2.2 maka gradien grafik 4.6 merupakan nilai rotasi optik spesifik larutan galaktosa sebesar 80 ± 5 derajat ml gr -1 dm -1 . PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Hasil Pengukuran Larutan Laktosa