Hasil Pengukuran Larutan Fruktosa

3. Hasil Pengukuran Larutan Fruktosa

Fruktosa diperlakukan dengan cara yang sama yang dengan larutan galaktosa dan laktosa diperoleh data sebagai berikut. Tabel 4.7. Hubungan intensitas berkas cahaya satu dan intensitas berkas cahaya dua terhadap sudut putaran analisator. Konsentrasi larutan fruktosa 0,38 gr ml -1 dan panjang larutan 1 dm. No. Sudut rad Intensitas berkas cahaya satu lux Intensitas berkas cahaya dua lux 1 1,559 153 27 2 1,678 99 21 3 1,798 39 10 4 1,918 6 2 5 2,037 2 2 6 2,156 39 7 2,276 128 8 8 2,396 264 21 9 2,515 442 43 10 2,635 564 62 11 2,754 618 74 12 2,873 694 81 13 2,993 715 87 14 3,112 682 91 15 3,232 676 91 16 3,351 661 87 17 3,471 616 85 18 3,59 543 79 19 3,71 459 68 20 3,83 368 56 a. Analisa dengan Hukum Malus Gambar 4.13. Grafik hubungan intensitas cahaya terhadap sudut putaran analisator. Intensitas berkas cahaya satu intensitas cahaya yang tinggi sebagai acuan dan intensitas berkas cahaya dua intensitas cahaya yang rendah sebagai berkas cahaya yang melewati larutan. Konsentrasi larutan fruktosa 0,38 gr ml -1 dan panjang larutan 1 dm. Cara menentukan sudut rotasi optik untuk larutan fruktosa ini sama dengan larutan galaktosa dan laktosa. Grafik 4.14 dan grafik 4.15 di fit dengan persamaan 2.3. Gambar 4.14. Grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap sudut putaran analisator Gambar 4.15. Grafik hubungan intensitas berkas cahaya dua terhadap sudut putaran analisator. Konsentrasi larutan fruktosa 0,38 gr ml -1 dan panjang larutan 1 dm. Fase grafik intensitas berkas cahaya satu sebesar 1,59±0,04 rad dan fase grafik intensitas berkas cahaya dua sebesar 1,37±0,04 rad. Selisih fase kedua grafik merupakan sudut rotasi optik. Untuk larutan fruktosa dengan konsentrasi 0,38 gr ml -1 diperoleh nilai rotasi optik sebesar 0,22±0,06 rad atau 12±3 . Konsentrasi larutan fruktosa kemudian divariasi. Sudut rotasi optik diperoleh dengan cara yang sama kemudian ditampilkan pada tabel 4.8. Tabel 4.8. Hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan fruktosa sepanjang 1 dm. No. Konsentrasi gr ml -1 Sudut rotasi optik  1 0,38 12±3 2 0,4 13 ±3 3 0,42 14 ±4 4 0,44 18 ±3 5 0,46 20 ±2 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gambar 4.16. grafik hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan fruktosa sepanjang 1 dm. Dari grafik 4.16 dapat diketahui besarnya nilai rotasi optik spesifik larutan fruktosa yaitu sebesar 89 ± 13 derajat ml gr -1 dm -1 . b. Analisa dengan Grafik Hubungan Intensitas Berkas Cahaya Satu terhadap Intensitas Berkas Cahaya Dua Metode lain untuk menentukan sudut rotasi optik dari larutan fruktosa adalah dengan grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap intensitas berkas cahaya dua yang dinyatakan pada gambar 4.17. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gambar 4.17. Grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap intensitas berkas cahaya dua. Konsentrasi larutan fruktosa 0,38 gr ml -1 dan panjang larutan 1 dm. Dari grafik 4.17 berdasarkan gambar 2.5 dipeoleh nilai B sebesar 71,5 lux dan nilai b sebesar 18 lux sehingga diperoleh sudut rotasi optik 15±4 . Demikian pula untuk konsentrasi larutan fruktosa yang lain, sehingga diperoleh tabel 4.12. Tabel 4.9. Hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan fruktosa sepanjang 1 dm. No. Konsentrasi gr ml -1 Sudut rotasi optik  1 0,38 15±4 2 0,4 17±1 3 0,42 18±5 4 0,44 21±3 5 0,46 21±3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gambar 4.18. grafik hubungan sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan fruktosa sepanjang 1 dm. Dari grafik 4.18 dapat diketahui besarnya nilai rotasi optik spesifik larutan fruktosa yaitu sebesar 86 ± 9 derajat ml gr -1 dm -1 . B. Pembahasan Cahaya terpolarisasi melewati larutan yang bersifat optis aktif akan diputar bidang getarnya. Peristiwa ini disebut rotasi optik. Rotasi optik dipengaruhi oleh konsentrasi larutan, panjang larutan, dan jenis larutan yang dilewati. Penelitian ini meneliti beberapa jenis larutan yang bersifat optis aktif untuk mengetahui nilai rotasi optik spesifiknya. Sudut rotasi optik dapat ditentukan bila acuan sudah ditentukan terlebih dahulu. Pada penelitian sebelumnya acuan dan berkas cahaya yang melewati larutan bersifat optis aktif ditentukan secara terpisah, padahal sumber cahaya yang digunakan dapat menghasilkan intensitas cahaya yang berubah. Oleh karena itu pada penelitian ini, acuan dan berkas cahaya yang melewati larutan bersifat optis aktif diukur secara bersamaan. Untuk dapat mengukur acuan dan berkas cahaya yang melewati larutan bersifat optis aktif secara bersamaan digunakan beam splitter sebagai pemecah berkas cahaya laser. Berkas cahaya acuan kemudian disebut berkas cahaya satu dan berkas cahaya yang melewati larutan bersifat optis aktif disebut berkas cahaya dua. Kemudian masing-masing berkas cahaya ditangkap oleh sensor cahaya yang terhubung ke komputer melalui interface LabPro. Sebelum melakukan pengukuran, dilakukan eksperimen pendahuuan. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini diatur posisinya. Sensor cahaya diatur agar tegak lurus terhadap arah datangnya berkas cahaya. Analisator diberi pelumas agar dapat berputar dengan lancar. Posisi cuvette diatur agar tidak miring terhadap jalannya berkas cahaya. Setelah posisi alat diatur, sumber cahaya kemudian dinyalakan. Sumber cahaya yang digunakan pada penelitian ini adalah laser HeNe. Laser HeNe memiliki karakteristik yaitu intensitas cahaya tidak stabil akibat perubahan panjang resonator, terutama pada awal pemakaian [Santosa, 2011]. Oleh karena itu, sebelum digunakan laser dinyalakan terlebih dahulu selama kurang lebih 1 jam. Setelah diamati, berkas cahaya yang sampai di sensor cahaya menyebar. Intensitas berkas cahaya yang terbaca terkadang bukan bagian tengah dari penyebaran berkas tersebut sehingga intensitasnya tidak konstan. Berkas cahaya dilewatkan pada diafragma yang diameternya kecil agar hanya bagian tengah berkas cahaya laser yang sampai di sensor cahaya. Diafragma diletakkan diantara analisator dan sensor cahaya. Data yang ditampilkan pada gambar 4.1, 4.7, dan 4.13 masih terdapat riak-riak kecil yang terlihat terutama pada puncak-puncak grafik. Riak-riak kecil ini diakibatkan oleh adanya getaran. Sumber getaran antara lain komputer dan motor listrik. Sumber getaran ini menggetarkan diafragma karena sumber getaran ini berada pada meja yang sama dengan diafragma. Untuk mengurangi getaran ini kemudian komputer sebagai sumber getaran dipindahkan ke meja yang lain. Getaran dari motor listik masih menggetarkan diafragma karena motor listrik terhubung dengan analisator yang berada pada meja yang sama sehingga terkadang bukan pusat berkas cahaya yang sampai di sensor cahaya. Setelah pengaturan alat menghasilkan data yang baik, kemudian larutan yang diteliti dituang ke cuvette . Analisator kemudian diputar oleh motor listrik. Selama analisator berputar, intensitas cahaya dicatat oleh komputer. Data yang dicatat komputer adalah tabel hubungan intensitas berkas cahaya terhadap waktu. Tabel ini kemudian ditampilkan dalam bentuk grafik hubungan intensitas berkas cahaya terhadap waktu. Menurut persamaan 2.1, intensitas berkas cahaya merupakan fungsi sudut. Kemudian dilakukan perhitungan terhadap waktu sehingga diperoleh intensitas berkas cahaya sebagai fungsi sudut. Grafik intensitas berkas cahaya satu dan grafik intensitas berkas cahaya dua terhadap sudut putaran analisator mengikuti persamaan hukum Malus. Cara pertama untuk menentukan sudut rotasi optik dengan fitting data menurut persamaan 2.3. Hasil fitting data dapat menunjukkan fase grafik. Menurut persamaan 2.1 dan 2.3, beda fase dari grafik intensitas berkas cahaya satu dan grafik intensitas berkas cahaya dua merupakan besar sudut rotasi optik. Cara kedua untuk menentukan sudut rotasi optik dengan grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap intensitas berkas cahaya dua. Grafik ini berbentuk elips karena antara sumbu horisontal dan sumbu vertikal memiliki perbedaan fase. Sudut rotasi optik ditentukan menggunakan persamaan 2.4. Analisa dengan Hukum Malus cocok digunakan untuk keadaan eksperimen dengan putaran analisator konstan. Bila putaran analisator konstan maka grafik intensitas cahaya terhadap sudut putaran analistor dapat terbentuk dengan baik. Meskipun analisator tidak berputar dengan konstan metode ini masih dapat digunakan karena fasilitas fitting data pada software LoggerPro dapat menampilkan hasil fitting yang paling mendekati persamaan grafik yang tepat. Fitting data ini menggunakan semua titik data yang dihasilkan untuk menentukan persamaan grafiknya. Sedangkan analisa dengan grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap intensitas berkas cahaya dua tidak memerlukan perhitungan terhadap waktu untuk mendapatkan hubungan intensitas terhadap sudut. Analisator tidak harus diputar konstan, karena cara memutar analisator tidak mempengaruhi bentuk grafik. Fitting data menggunakan hukum Malus dan grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap intensitas berkas cahaya dua digunakan untuk menentukan sudut rotasi optik untuk satu konsentrasi larutan. Nilai rotasi optik spesifik ditentukan dari grafik sudut rotasi optik terhadap konsentrasi larutan. Semakin besar konsentrasi larutan maka semakin besar pula sudut rotasi optik. Konsentrasi larutan yang semakin tinggi menunjukkan bahwa bahan yang mampu memutar bidang getar cahaya terpolarisasi di dalam zat pelarut semakin banyak, sehingga perputarannya semakin jauh. Gradien dari grafik ini merupakan nilai rotasi optik spesifik larutan yang diteliti. Hasil pengkuran secara keseluruhan disajikan dalam tabel 4.10 berikut. Tabel 4.10 Tabel hasil pengukuran nilai rotasi optik spesifik dari analisa Hukum Malus, grafik Elips, dan Acuan [Belitz, Grosch, Scieberle, 2009] No. Jenis Gula Nilai rotasi optik spesifik derajat ml g -1 dm -1 Hukum Malus Grafik Elips Acuan 1 Galaktosa 80 ± 8 80 ± 5 80,2 2 Laktosa 51 ± 5 52 ± 6 53,6 3 Fruktosa 89 ± 13 86 ± 9 92 Nilai rotasi optik spesifik yang dihasilkan dari analisa dengan Hukum Malus menghasilkan ralat yang cukup besar. Ralat yang cukup besar ini dikarenakan masih ada getaran dari motor listrik yang menggetarkan diafragma dan putaran analisator yang tidak konstan. Hal ini terlihat dari garis fitting data yang tidak tepat mengikuti titik-titik data. Terdapat pergeseran antara titik data dengan garis fitting data. Sedangkan untuk analisa dengan grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap intensitas berkas cahaya dua juga menghasilkan ralat yang cukup besar karena grafik yang dihasilkan tidak membentuk elips dengan baik. Ralat pada larutan fruktosa bila dibanding dengan ralat dari larutan galaktosa dan laktosa merupakan ralat yang terbesar. Ralat dari larutan fruktosa ini besar karena fruktosa memiliki karakteristik yang berbeda dengan galaktosa dan laktosa. Galaktosa dan laktosa berbentuk bubuk kemudian dilarutan dengan aquades sehingga terbentuk larutan laktosa dan galaktosa. Larutan laktosa dan galaktosa ini berwarna putih kekuningan sehingga lebih mudah dilewati berkas cahaya. Fruktosa berbentuk cair dan berwarna coklat pekat. Fruktosa cair ini kemudian diencerkan agar dapat dilewati berkas cahaya. Berkas cahaya yang melewati larutan ini menyebar. Penyebaran berkas cahaya ini lebih luas dibanding dengan penyebaran berkas cahaya yang melewati larutan laktosa dan galaktosa. Hal ini menyebabkan pembacaan intensitas berkas cahaya semakin tidak baik sehingga ralatnya pun besar. Nilai rotasi optik spesifik yang diperoleh dengan menggunakan metode analisa dengan Hukum Malus dan grafik hubungan intensitas berkas cahaya satu terhadap intensitas berkas cahaya dua hampir sama. Namun bila hasil ini dibandingkan dengan hasil pengukuran yang pernah dilakukan, yang ditampilkan pada tabel 4.10, terlihat bahwa nilainya hampir sama. Ketidaksamaan terjadi karena nilai rotasi optik spesifik pada pengukuran yang pernah dilakukan menggunakan sodium D-line dengan panjang gelombang 589 nm sebagai sumber cahaya dan diteliti pada suhu 20 C-25C [Belitz, Grosch, Scieberle, 2009]. Sedangkan pada penelitian ini digunakan laser HeNe dengan panjang gelombang 632,8 nm sebagai sumber cahaya dan suhu ruangan 27 C. Pengamatan intensitas berkas cahaya terpolarisasi berbantuan komputer ini relatif lebih mudah digunakan. Komputer merupakan media yang sudah tidak asing lagi. Metode eksperimen ini dapat pula digunakan dalam pembelajaran pada praktikum gelombang dan optika. Komputer dapat membantu siswa untuk mengamati intensitas cahaya terpolarisasi yang melewati analisator. Dengan bantuan komputer siswa tidak perlu mengamati secara visual. Pembelajaran menjadi lebih menarik. 50 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan