Perhitungan Koefisen Pengaliran ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.2 Perhitungan Koefisen Pengaliran

Sumber:Peta Administrasi RBI Medan Gambar 4. 2. Sebaran kelerengan lahan Universitas Sumatera Utara Sesuai dengan data yang dikeluarkan oleh Departemen PU Proyek MMUDP, hampir seluruh sub sistem mengalami masalah genangan air. Genangan air terjadi pada saat kejadian hujan dengan durasi yang singkat. Untuk lebih jelasnya bagaimana kondisi sistem drainase, penanganan berbagai kondisi genangan air dan pengelolaan drainase kota Medan akan dibahas berdasarkan data-data yang ada dan akan digunakan untuk perumusan konsep pengelolaan sistem drainase kota Medan, Dominggo, 2007. Gambar 4. 3. Subsistem Drainase Kota Medan Dirjen Sumber Daya Air,1992 Universitas Sumatera Utara Gambar 4. 4. Skema Jaringan Sungai dan Saluran Drainase Tabel 4. 4. Anak anak DAS Deli Sumber : Analisa data dan peta RBI Medan Tabel 4. 5. Anak anak DAS Serdang Universitas Sumatera Utara Sistem drainse Kota Medan terdiri dari saluran terbuka dan saluran tertutup yang sebagian besar merupakan drainase buatan Belanda. Sistem drainase yang ada pada umumnya mengalirkan air hujan dan air limbah sistem kombinasi ke sungai yang membelah Kota Medan yaitu Sungai Babura, Sungai Deli, Sungai Percut dan Sungai Belawan yang merupakan lingkup wilayah sungai Belawan-Belumai-Ular yang mecakup area sekitar 1.035 km 2 seperti yang dapat dilihat pada Gambar Gambar 4. 5. Daerah tangkapan sungai sungai di Kota Medan dan sekitarnya Dirjen,PSDA 1992 Universitas Sumatera Utara Gambar 4. 6. Peta Rencana Tata Ruang Kota Medan Bapeda, Pemko Medan,2004 Universitas Sumatera Utara Tabel 4. 6. Zona Penggunaan Lahan DAS Babura Sumber : Analisa data dan peta RBI Medan Koefisien limpasan merupakan variabel yang paling menentukan debit banjir. Pemilihan harga C yang tepat memerlukan pengalaman hidrologi yang luas. Faktor utama yang memepengaruhi C adalah laju infiltrasi tanah atau persentase lahan kedap air, kemiringan lahan, tanaman penutup tanah, dan intensitas hujan. Koefisien limpasan juga tergantung pada sifat dan kondisi tanah. Laju infiltrasi menurun pada hujan yang terus-menerus dan juga dipengaruhi oleh kondisi kejenuhan air sebelumnya. Faktor lain yang mempengaruhi nilai C yaitu air tanah, derajat kepadatan tanah, porositas tanah dan simpanan depresi Suripin,2004. Tabel 4. 7. Nilai Koefisen Pengaliran pada DAS Babura No. Jenis Daerah A Ha C C x A 1 Air danausitu 1.61 0.15 0.2415 2 Air empang 179.06 0.15 25.509 3 Air rawa 3730.23 0.15 559.5345 4 Air tawar sungai 950.4 0.15 142.56 5 Budidaya lainnya 204.41 0.2 40.882 6 Hutan rimba 15152.87 0.05 757.6435 7 Pasirpasir bukit darat 9.02 0.2 1.804 8 Pasirpasir bukit laut 253.08 0.2 50.616 Universitas Sumatera Utara 9 Perkebunankebun 15800.61 0.4 6320.244 10 Pemukiman dan tempat kegiatan 10475.44 0.9 9427.896 11 Sawah 9149.64 0.15 1372.446 12 Semak belukar alang alang 8422.29 0.2 1684.458 13 Tegalanladang 26811.5 0.2 5362.3 TOTAL 95000.16 25746.13 C rerata = = 0.282517357 = 0,28 Dari hasil perhitungan diatas maka nilai koefisien limpasan ini dapat diketahui bahwa 0,28 dari air hujan yang turun akan melimpas ke permukaan yang kemudian akan mengalir menuju daerah hilir. Untuk nilai koefisien limpasan dari Sungai Selayang sebesar 0.40 dan Sungai Putih sebesar 0.69 Dominggo, 2007. Nilai koefisien ini juga dapat digunakan untuk menentukan kondisi fisik dari DAS Babura, Selayang dan Putih yang artinya memiliki kondisi fisik yang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kodoatie dan Syarief 2005, yang menyatakan bahwa angka koefisien aliran permukaan itu merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0 - 1. Nilai C = menunjukkan bahwa semua air hujan terinterepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah dan sebaliknya untuk C = 1 menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan run off. Perubahan tata guna lahan yang terjadi secara langsung mempengaruhi debit puncak yang terjadi pada suatu DAS. Universitas Sumatera Utara

4.3 Saluran Drainase Primer