Proyeksi pertumbuhan ekonomi, kebutuhan investasi dan penyerapan tenaga kerja di Provinsi Sumatera Selatan

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN

KEASLIAN KARYA ILMIAH

Yang betanda tangan dibawah ini:

Nama : JOMPUTRA ARICTOJA

NIM : 108084000042

Jurusan : IESP (Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan) Fakultas : Ekonomi dan Bisnis

Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:

1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggung jawabkan.

2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain. 3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber

asli atau tanpa izin pemilik karya.

4. Tidak melakukan pemalsuan atau pemanipulasian data.

5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini.


(7)

(8)

viii DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : JOMPUTRA ARICTOJA

Tempat & Tanggal Lahir : Padalarang, 2 September 1990

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Belum Menikah

Pekerjaan : Pelajar/Mahasiswa

Kewarganegaraan : Indonesia

Golongan Darah : AB

Tinggi & Berat Badan : 167cm & 55kg

Hobi : Sepakbola

Alamat : Dsn II Desa Kepur, Kecamatan Muara Enim, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan

Nomer Telepon : 081282975232

Jenjang Pendidikan

1. 2008 sampai dengan sekarang. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Tahun 2005 sampai dengan tahun 2008


(9)

ix 3. Tahun 2002 samapai dengan 2005

MTs Pesantren Pertanian Darul Fallah 4. Tahun 1996 sampai dengan 2002

SD Negeri 1 Desa Kepur

Pengalaman Organisasi 1. Tahun 2011

Ketua Bidang I PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Komisariat Fakultas Ekonomi dan Bisnis

2. Tahun 2010

Koordinator Kaderisasi PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Komisariat Fakultas Ekonomi dan Bisnis

3. Tahun 2010

Koordinator Kemahasiswaan BEM (Badan Eskutif Mahasiswa) IESP Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Tahun 2007

Koordinator Keamanan HISDAF (Himpunan Santri Darul Fallah) Madrasah Aliyah

5. Tahun 2004


(10)

x ABSTRACT

This research attempted to explain the analysis of economic growth projections, investment needs, and labour absorption in the Province of South Sumatra. The data used in this study was time series from 1990-2012 and it was analyzed using ARIMA (Autoregressive Moving Average), ICOR (Incremental Capital Output Ratio), and ILOR (Incremental Labour Output Ratio) analytical methods. ARIMA model were used to project the economic growth, ICOR were used to explain the value of the capital ratio for investment needs related to the economic growth, whilst ILOR were used to explain the value of labour ratio for labour absorption related to the economic growth.

The result of this study suggested that: (1) the economic growth of South Sumatra were 5,8% in 2013, 5,75% in 2014, 5,76% in 2015, 5,3% in 2016, and 5,2% in 2017, (2) the average value of South Sumatra was 0,472160172 which meant Rp 472.160,00 was the capital needed to increase the GDPR at constant prices by Rp 1.000.000,00, (3) the ILOR average value of South Sumatra was 0,0010831 which meant there was about 1,08 or 2 employees that is needed to increase the GDPR at constant prices by Rp 1.000.000.000.000.

Keyword(s): Projection, Economic Growth, Investment, Labour, ARIMA, ICOR, and ILOR.


(11)

xi ABSTRAK

Penelitian ini mencoba untuk menjelaskan analisis proyeksi pertumbuhan ekonomi, kebutuhan investasi, dan penyerapan tenaga kerja di Provinsi Sumatera Selatan. Data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data runtun waktu dari tahun 1990-2012 dan di analisis dengan menggunaka metode analisis ARIMA (Autoregressive Moving Avverage), ICOR (Incremental Capital Output Ratio), dan ILOR (Incremental Capital Output Ratio). Model ARIMA digunakan untuk memproyeksikan pertumbuhan ekonomi, ICOR digunakan untuk menjelaskan nilai rasio modal untuk kebutuhan investasi yang berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi, sedangkan ILOR digunakan untuk menjelaskan nilai rasio rasio tenaga kerja untuk penyerapan tenaga kerja yang berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi.

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa: (1) pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan 5,8% pada tahun 2013, pada tahun 2014 bernilai 5,75%, pada tahun 2015 bernilai 5,76%, pada tahun 2016 bernilai 5,3%, dan pada tahun 2017 bernilai 5,2%, (2) nilai rata-rata di Provinsi Sumatera Selatan bernilai 0,472160172 berarti untuk meningkatkan PDRB ADHK sebesar Rp.1.000.000,00 dibutuhkan modal Rp472.160,00, (3) nilai rata-rata ILOR di Provinsi Sumatera Selatan bernilai 0,0010831 yang berarti untuk meningkatkan PDRB ADHK sebesar 1.000.000.000 dibutuhkan pekerja 1,08 atau 2 orang pekerja.

Kata Kunci: Proyeksi, Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, Tenaga Kerja, ARIMA, ICOR, ILOR.


(12)

xii KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan rasa syukur dan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, Shalawat serta Salam di haturkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW sebagai suritauladan dan pemberi safaat. penulis dapat menyelesaikan skripsi ini berdasarkan hasil studi melalui kepustakaan melalui publikasi media cetak ataupun elektronik yang menjadi sumber-sumber dalam penulisan skripsi ini.

Adapun tujuan skripsi adalah menganalisis, mempelajari dan menambah pengetahuan tentang proyeksi pertumbuhan ekonomi, kebutuhan investasi dan penyerapan tenaga kerja di Provinsi Sumatera Selatan dengan menggunakan alat analisis ARIMA (Autoregressive Moving Average), ICOR dan ILOR.

Dalam pembuatan skripsi ini banyak orang-orang yang ikut terlibat secara langsung maupun tidak langsung. untuk itu penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada orang-orang tersebut, diantaranya adalah:

1. Orang-orang terdekat penulis, Ibundaku Tihari Siregar, Ayahandaku Tarmizi, adikku Putra Gemilang dan Della Rahma Praisa, dan teman dekat Novida Sari Sihite, mereka semua yang memotivasi, mendukung dan selalu mendoa’kan dalam penyelesaian skripsi ini. Kedua orang tuaku yang berjasa besar dalam perjalanan hidupku dengan penuh kasih dan sayang, aku mengucapkan terimakasihku yang sebesar-besarnya atas doa’ serta dukungan kalian ayah dan ibuku tanpa kenal lelah dan balasan, teman dekatku yang selalu memberikan motivasi dan selalu mendoa’kanku setiap saat dengan ketulusan hati, terimakasih banyak.

2. Bapak Prof.Dr.H.Abdul Hamid. MS, selaku pembimbing I dan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Saya mengucapkan terimakasih atas bimbingan dan pembelajaran yang bapak berikan kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Banyak ilmu pengetahuan dan bimbing yang bapak ajarkan kepada saya selama bimbingan. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.

3. Bapak Zuhairan Yunmi Yunan, SE, M.Si, selaku pembimbing II dan Kepala Jurusan IESP (Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan). Saya mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak yang telah memberikan arahan, ilmu pengetahuan, wawasan, dan bimbingan kepada saya yang banyak sekali memberikan manfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini srta serta selalu memberikan motivasi.

4. Ibu Utami Baroroh, SE, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik. Saya mengucapkan terimakasih atas perhatian, bimbingan dan arahan Ibu selama


(13)

xiii saya melakukan perkuliahan yang telah banyak memeberikan manfaat dan motivasi bagi saya, saya ucapkan banyak terimakasih.

5. Terimakasih saya ucapkan kepada Bapak dan Ibu Dosen IESP khususnya dan umumnya kepada seluruh Dosen FEB UIN Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan, wawasan, dan mengajarkan etika kepada saya selama saya menuntut ilmu sebagai Mahasiswa di FEB UIN Jakarta. Tidak lupa pula kepada seluruh civitas akademika FEB UIN Jakarta dan civitas akademika Universitas Islam Negeri Jakarta yang telah banyak membantu selama saya beraktifitas dan menuntut ilmu sebagai Mahasiswa. 6. Saya ucapkan banyak terimaksih kepada saudara-saudaraku yang telah

mendoa’kan dan medukungku.

7. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman penulis, Fantriansah, Ilhamsyah, bang Ahmad Rifai, bang Hussein, bang Bambang Dwitomo, Ade Muzaky, Muslih, Hasnan, Lukman, Yusuf Ramadhan, Anwar, Egy, Andika Aryatama, Fahmi Rahman, Rizky Hamid, Fachrizal, Ikmal, Abdi Fauzi, bang Dedy Kusuma, Farid, Triasa Yanuar, Deni Herisandi, Fahmi Rahman, Pratiwie, Lia Nita, Mia Sarah, Ririn Rinjani, Najatun, teman-temanku dan adik-adik kelasku di Pesantren Pertanian Darul Fallah serta seluruh teman-temanku dan adik-adik di Universitas Islam negeri Jakarta yang tidak dapat disebutkan satupersatu serta tidak lupa pula kepada bude sebagai ibu kosku, saya mengucapkan terimakasih atas dukungan dan motivasinya selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. oleh karena itu, penulis berharap mendapatkan saran dan kritik yang baik untuk meningkatkan dan penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat dan berguna bagi semua.

Ciputat, 13 Juni 2014 Penulis


(14)

xiv DAFTAR ISI

COVER ... i

COVER DALAM ... ii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIP ... iv

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... v

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... viii

ABSTRACT ... x

ABSTRAK ... xi

KATA PENGANTAR ... xii

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Penelitian ... 1

B.Rumusan Masalah ... 14

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian...15

1. Tujuan Penelitian ... ...15


(15)

xv

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 17

A. Teori yang Berkenaan Dengan Variabel ... 17

1. Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ... ..17

2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 21

3. Investasi ...25

4. Tenaga Kerja . ...32

B. Penelitian Terdahulu . ...36

C. Kerangka Berpikir . ...46

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...49

A. Ruang Lingkup Penelitian ...49

1. Wilayah Penelitian ...49

2. Ruang Lingkup Penelitian ... 49

B. Metode Penentuan Sampel ... 49

C. Metode Pengumpulan Data ... 50

1. Jenis dan Sumber Data ... 50

2. Metode Pengumpulan Data ... 51

D. Metode Analisis ... 51

1. Trend Linier ... 51

a. Trend Linier ... 51

b. Autoregressive Moving Average (ARIMA) ... 54

2. Analisis Incremental Capital Output Ratio (ICOR) .... 59

3. Analisis Incremental Labour Output Ratio (ILOR) ... 61

E. Operasional Variabel Penelitian ... 63

1. Pertumbuhan Ekonomi ... 63

2. Investasi ... 64

3. Tenaga Kerja ... 65

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 66


(16)

xvi

1. Letak Geografis ... 66

2. Penduduk dan Ketenaga Kerjaan ... 69

3. Pertumbuhan Ekonomi ... 72

4. Investasi ... 77

B. Analisis dan Pembahasan ... 79

1. Analisis ... 79

2. Pembahasan dan Interprestasi ... 79

a. Preprocessing Data dan Indenfikasi Model ... 79

b. Analisis Least Squared Method dengan ARIMA .... 81

c. Analisis Incremental Capital Output Ratio (ICOR) ... 89

d. Analisis Icremental Labour Output Ratio (ILOR) . 91 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 101


(17)

xvii DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

2.1 Penelitian Terdahulu 37

3.1 Pola ACF dan PACF Pembentukan Model 58

3.2 Oprasional Variable 63

4.1 Jumlah Kecamatan, Desa, dan Kelurahan di Kabupaten Kota

Provinsi Sumatera Selatan 68

4.2 Luas Daearah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan di Kabupaten

Provinsi Sumatera Selatan 70

4.3 Distribusi Persentase PDRB Sumatera Selatan menurut

Lapangan Usaha ADHB dengan Migas, 2007-2012 73 4.4 PDRB Sumatera Selatan menurut Lapangan Usaha ADHK

2000, tahun 2007-2012 75

4.5 Korelogram Diferensiasi kedua Data PDRB tahun 1990-2012 83 4.6 Permodelan ARIMA Data PDRB Sumatera Selatan Tahun

1990-2012 84

4.7 Rangkuman Estimasi Model ARIMA 85

4.8 Uji Q-statistik Model 3 86

4.9 Proyeksi PDRB ADHK Sumatera Selatan tahun 2013-1017 88 4.10 Nilai ICOR Sumatera Selatan Tahun 1994-2012 89 4.11 Proyeksi Kebutuhan Investasi di Sumatera Selatan tahun

2013-2017 91

4.12 Nilai ILOR Sumatera Selatan Tahun 1994-2012 92 4.13 Proyeksi Tambahan Penyerapan Tenaga Kerja (berdasarkan

ILOR) 93

4.14 Perubahan Investasi (∆K) dan Tenaga Kerja (∆L) di Provinsi

Sumatera Selatan Tahun 1994-2012 94

4.15 Proyeksi Tambahan Penggunaan Tenaga Kerja di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013-2017 (Rasio modal-tenaga kerja)


(18)

xviii DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

1.1 Proyeksi Pertumbuhan Eknomi Indonesia 2010-2014 2 1.2 Nilai & Pertumbuhan PDRB perkapita di Koridor Ekonomi

Sumatera (2008) 8

1.3 Koridor Ekonomi Sumatera Selatan dalam MP3EI 9 1.4 Gambar Potensi Pertambangan Sumatera Selatan 9

1.5 PDRB SumateraSelatan ADHB Tahun 2010 10

1.6 Belanja Modal/Total Belanja Pemerintah Sumatera Selatan

Tahun 2007-2011 12

1.7 Investasi dan Nilai Tambah 13

1.8 Hubungan Investasi, Bisnis, dan Kesejahteraan Masyarakat 13

2.1 Arus Sederhana Pendapatan 32

2.2 Kerangka Berfikir Teoritis 48

4.1 Peta Provinsi Sumatera Selatan 67

4.2 Penduduk 15 Tahun keatas Menurut Jenis Kegiatan Utama di

Provinsi Sumatera Selatan, 2000-2012 72

4.3 Laju pertumbuhan PDRB Sumatera Selatan Menurut

Lapangan Usaha ADHK 2000 (persen), 2006-2012 77 4.4 Realisasi Investasi (PMA dan PMDN) Tahun 2001-2012 78 4.5 Grafik Trend PDRB ADHK Provinsi Sumatera Selatan

Tahun 1990-2012 80

4.6 Grafik Diferensiasi Data PDRB pada Tingkat kedua Tahun

1990-2012 82

4.7 Grafik trend PDRB ADHK Tahun 1990-2013


(19)

xix DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman

1 Data Penelitian 105

2 Uji Stasioneritas Data 106

3 Grafik PDRB ADHK 109

4 Correlogram Data 112

5 Estimasi Model ARIMA 113

6 Perhitungan ICOR, Rasio Modal-Tanaga Kerja, dan ILOR 115 7 Proyeksi PDRB ADHK, Investasi, dan Tenaga Kerja 118


(20)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Dalam pola pembangunan nasional dan daerah di Indonesia secara keseluruhan telah berubah dengan dilaksakannya otonomi daerah sejak tanggal 1 januari 2001 sesuai dengan Undang-undang No. 22 tentang pemerintahan daerah dan Undang-undang no. 25 tahun 1999, tentang perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Sistem pembangunan yang sangat sentralisir dan didominasi oleh pemerintah pusat telah mulai ditinggalkan, sedangkan pemerintah daerah mempunyai kewenangan dalam pengelolaan sumber keuangan baru untuk mendorong proses pembangunan di daerahnya masing-masing yang selanjutnya akan mendorong proses pembangunan nasional Indonesia secara keseluruhan (Sjafrizal, 2008: 228).

Perkembangan pembangunan ekonomi di Indonesia yang sesuai dengan Undang-Undang No.17 tahun 2007 Tentang Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025, pemerintah Indonesia melakukan perencanaan pembangunan yang dikenal dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Melalui langkah MP3EI, percepatan dan perluasan pembangunan akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan perkapita yang berkisar antara USD


(21)

2 14.250 – USD 15.500 dengan nilai total (PDB) berkisar USD 4,0 – 4,5 triliun. Untuk mewujudkannya diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4 – 7,5 persen pada 2011-2014, dan sekitar 8,0 – 9,0 persen pada 2015-2025. Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh penurunan inflasi sebesar 6,5 persen pada 2011-2014 menjadi 3,0 persen pada tahun 2025. Kombinasi pertumbuhan dan inflasi seperti itu mencerminkan karakteristik negara maju seperti yang di tunjukkan oleh gambar 1.1, (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 15: 2011).

Gambar 1.1

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2010-2045

Sumber: Provinsi dan kabupaten dalam angka, Badan Pusat Statistik; Analis tim 2009 MP3EI (Meteri Koordinator Bidang Perekonomian)

Untuk mendukung pembangunan nasional akan membutuhkan dukungan dan keselarasan dari pembangunan daerah, dalam


(22)

3 pembangunan ekonomi daerah tentunya perlu memperhatikan pertumbuhan daerah, menurut Sjafrizal (2008, 85) alasannya jelas karena pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan ekonomi regional dan mempunyai kebijakan yang cukup luas. Kebijakan pembangunan ekonomi regional pada dasarnya merupakan intervensi pemerintah, baik secara nasional maupun regional untuk mendorong proses pembangunan daerah secara keseluruhan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Adapun dalam pengukurannya diperlukan indikator dalam perkembangan ekonomi menurut Todaro (1998: 124) dalam mengukur pertumbuhan ekonomi ada tiga faktor yang merupakan komponen utama yaitu:

1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia.

2. Pertumbuhan penduduk, yang beberapa tahun selanjutnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja.

3. Kemajuan teknologi.

Menurut pendapat Jhingan (2010, 2005) indikator dalam pengukuran perkembangan ekonomi adalah:

1. Perkembangan ekonomi harus diukur dalam arti kenaikan pendapatan nasional nyata dalam suatu jangka waktu yang panjang. 2. Kenaikan pendapatan nyata perkapita dalam jangka panjang.


(23)

4 3. Kesajahteraan ekonomi, proses kenaikan pendapatan nyata perkapita dan dibarengi dengan penurunan kesenjangan pendapatan dan pemenuhan keinginan masyarakat secara kesuluruhan.

Berkembangnya suatu perekonomian adalah lebih sulit, salah satu syarat penting yang perlu dilakukan dalam mengembangkan suatu perekonomian adalah mewujudkan moderenisasi dalam segala bidang kegiatan ekonomi, yaitu moderenisasi dibidang sektor pertanian sendiri, mengembangkan kegiatan industri dan moderinisasi pemerintahan. Untuk mewujudkan hal ini dibutuhkan dua faktor penting yang sangat penting yang sangat terbatas di negara-negara/daerah berkembang yaitu modal dan tenaga ahli, modal yang dimaksud adalah dana modal dan modal bersifat fisik, yaitu barang-barang modal (Sadono Sukirno, 2010: 439).

Menurut Sadono Sukirno (2010: 439) kekurangan modal adalah suatu ciri penting dari setiap negara memulai pembangunannya dan kekurangan ini bukan saja mengurangi kepesatan pembangunan perekonomian yang dapat dilaksanakan, tetapi juga menyebabkan kesukaran kepada negara tersebut untuk keluar dari keadaan kemiskinan. Perkembangan dan moderenisasi suatu perekonomian memerlukan modal yang sangat banyak. Infrastruktur perlu dibangun, sistem pendidikan harus dikembangkan dan kegiatan pemerintah perlu diperluas, dan lebih penting lagi adalah berbagai jenis kegiatan perusahaan dan industri modern perlu dikembangkan. Ini berarti pihak


(24)

5 pemerintah dan swasta memerlukan modal yang banyak untuk memujudkan modernisasi diberbagai kegiatan ekonomi.

Dengan keadaan daerah yang sedangkan berkembang membutukan modal yang banyak maka yang akan diperlukan adalah investasi sebagai solusi dalam mengatasi kekurangan modal yang dialami oleh pemerintah maupun pihak swasta dalam mengembangkan perekonomiannya. Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004: 137) investasi memainkan dua peran dalam makro ekonomi. Pertama, karena merupakan komponen pembelanjaan yang besar dan mudah berubah, investasi seringkali mengarah kepada perubahan dalam keseluruhan permintaan dan mempengaruhi siklus bisnis. Selain itu investasi juga mengarah kepada akumulasi modal. Tambahan saham bangunan dan peralatan meningkatkan output potensial negara/daerah dan mengembangkan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.

Model yang mendukung dalam penguatan investasi dalam meningkatan pertumbuhan ekonomi adalah model Harrod-Domar menjelaskan bahwa investasi memberikan peran penting dalam proses pertumbuhan ekonomi, khususnya mengenai watak ganda yang dimiliki investasi. Pertama, menciptakan pendapatan disebut dengan dampak permintaan dan kedua, memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal yang disebut dengan dampak penawaran. Karena itu, selama investasi netto tetap berlangsung, pendapatan nyata dan output akan semakin membesar namun pendapatan


(25)

6 maupun output tersebut harus meningkat dalam laju yang sama pada saat kapasitas produktif modal meningkat (M.L Jhingan 2010: 229).

Dalam era desentralisai otonomi daerah saat ini pemerintah daerah dapat menerapkan beberapa kebijakan dalam pembangunan dan pengembangan ekonomi salah satunya dengan meningkatkan investasi yang diharapkan terjadinya efek mutliplier terhadap penyerapan tenaga kerja (Jonni Afriadi, 2007: 2). Investasi juga dapat diartikan dalam pembinaan sumberdaya manusia juga dapat meningkatkan kualitas modal manusia, sehingga pada akhirnya akan membawa dampak positif yang sama terhadap angka produksi, bahkan akan lebih besar lagi seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk (Todaro, 1998: 125).

Menurut Sonny Sumarsono (372: 2009) perekonomian juga tampak masih sangat bergantung pada sektor konsumsi yang tentunya tidak akan memberikan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dalam jangka panjang. Kegagalan untuk menstimulasi investasi tersebut mengakibatkan ekonomi hanya dapat bergerak di bawah kapasitas potensialnya sehingga wajar angka pengangguran terus meningkat agar momentum perbaikan sentimen saat ini dapat ditransformasikan menuju perbaikan fundamental ekonomi yang kuat, dalam jangka menengah pemerintah seharusnya dapat melakukan terobosan baik fiskal, struktural maupun sektor yang dapat memberikan stimulus ekonomi.

Wilayah Sumatera Selatan sebagai bagian dari wilayah Indonesia juga perlu mendukung pembangunan nasional yang pada saat ini


(26)

7 direncanakan dalam MP3EI terletak dalam dalam koridor ekonomi Sumatera yang merupakan sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional. Secara geostrategis, Sumatera diharapkan menjadi gerbang ekonomi nasional ke pasar Eropa, Afrika, Asia Selatan, Asia Timur, serta Australia. Namun ada beberapa hal yang perlu dibenahi, antara lain:

1. Adanya perbedaan pendapatan yang signifikan di dalam koridor, baik antara perkotaan dan pedesaan ataupun antara provinsi-provinsi yang ada dalam koridor.

2. Investasi yang menurun dalam beberapa tahun terakhir.

3. Infrastruktur dasar yang kurang memadai untuk pengembangan industri, antara lain jalan sempit dan rusak, rel kereta api yang sudah rusak dan tua, pelabuhan laut yang kurang efisien serta kurang tenaga listrik yang dapat mendukung industri.

Sumatera Selatan sebagai salah satu daerah yang tergabung dalam koridor ekonomi Sumatera yang ditunjukkan pada gambar 1.2 perlu mendukung rencana tersebut untuk memajukan perekonomian daerah tersebut dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


(27)

8 Gambar 1.2

Sumber: Provinsi dan kabupaten dalam angka; Badan Pusat Statistik; Analis tim 2009 MP3EI (Meteri Koordinator Bidang Perekonomian)

Dengan adanya MP3EI maka akan dapat memaksimalkan dalam pembangunan infrastruktur pada gambar 1.3 dan mengembangkan potensi ekonomi yang dimiliki daerah Sumatera Selatan seperti yang terlihat pada gambar 1.4 dan 1.5 untuk mempercepat perkembangan ekonomi di Sumatera Selatan khususnya dan membantu mempercepat perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya.


(28)

9 Gambar 1.3

Koridor Ekonomi Sumatera Selatan Dalam MP3EI

Sumber: Analis tim 2009 Master Plan Percepatan dan Perlusan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Meteri Koordinator Bidang Perekonomian

Gambar 1.4

Potensi Pertambangan di Sumatera Selatan

Sumber: Analis tim 2009 Master Plan Percepatan dan Perlusan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Meteri Koordinator Bidang Perekonomian


(29)

10 Gambar 1.5

PDRB Sumatera Selatan Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2010

Sumber: Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2012

Dengan masih kurangnya pengembangan potensi ekonomi yang dimiliki Provinsi Sumatera Selatan maka akan diperlukan perencanaan, menurut sebagian besar ekonomi perencanaan ekonomi sebagai suatu rencana perekonomian dengan sengaja oleh suatu penguasa pusat untuk mencapai suatu sasaran tertentu dan tujuan tertentu di dalam jangka waktu tertentu pula (Jhingan, 2012: 518). Sebuah rencana pembangunan menurut Arthur Lewis (1986, 15) bisa terdiri dari satu atau beberapa hal berikut ini:

1. Survey keadaan ekonomi saat sekarang.

Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2010


(30)

11 2. Usulan-usulan untuk memperbaiki kerangka lembaga kegiatan

ekonomi.

3. Daftar usulan pengeluaran pemerintah. 4. Tinjauan mengenai industri-industri utama. 5. Proyeksi makro ekonomi untuk keseluruhan.

Intidari perencanaan tersebut untuk produktifitas yang lebih tinggi dalam sektor swasta terletak pada sekumpulan kebijaksanaan yang mendorong orang-orang swasta untuk menggunakan waktunya dan sumber-sumber dayanya dengan lebih produktif.

Menurut Sadono Sukirno (2010: 439) Perkembangan dan moderenisasi suatu perekonomian memerlukan modal yang sangat banyak. Infrastruktur perlu dibangun, sistem pendidikan harus dikembangkan dan kegiatan pemerintah perlu diperluas, dan lebih penting lagi adalah berbagai jenis kegiatan perusahaan dan industri modern perlu dikembangkan. Ini berarti pihak pemerintah dan swasta memerlukan modal yang banyak untuk mewujudkan modernisasi diberbagai kegiatan ekonomi.

Dengan terbatasnya alokasi keuangan yang dimiliki oleh pemerintah Provinsi Sumatera Selatan untuk mengalokasikan dananya terhadap belanja modal ditunjukkan pada gambar 1.6 yang menunjukkan trend rasio belanja modal pertotal belanja Provinsi Sumatera Selatan cenderung menurun. Karena perkembangan dan moderenisasi suatu perekonomian memerlukan modal yang sangat banyak. Infrastruktur


(31)

12 perlu dibangun, sistem pendidikan harus dikembangkan dan kegiatan pemerintah perlu diperluas, dan lebih penting lagi adalah berbagai jenis kegiatan perusahaan dan industri modern perlu dikembangkan. Ini berarti pihak pemerintah dan swasta memerlukan modal yang banyak untuk memujudkan modernisasi diberbagai kegiatan ekonomi, Sadono Sukirno (2010: 439).

Gambar 1.6

Belanja Modal/ Total BelanjaPemerintah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2007-2011

Sumber: Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2012

Dengan latar belakang yang dijelaskan di halaman-halaman sebelumnya maka diperlukan Proyeksi yang merupakan bagian dari perencanaan untuk melihat seberapa besar investasi yang dibutuhkan untuk menciptakan iklim ekonomi mengembangkan potensi ekonomi di Provinsi Sumatera Selatan yang berdampak dengan penyerapan tenaga kerja sehingga meningkatan pendapatan masyarakat yang dapat 0.00%

5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 35.00% 40.00% 45.00% 50.00%

2007 2008 2009 2010 2011


(32)

13 meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Selatan, sebagai mana yang dikemukakan oleh Henry Faizal Noor (2009: 283) bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat berkaitan erat dengan perkembangan investasi yaitu berupa nilai tambah oleh kegiatan investasi tersebut seperti ilustrasi pada gambar 1.7 dan 1.8.

Gambar 1.7

Investasi dan Nilai Tambah

Gambar 1.8

Hubungan Investasi, Bisnis, dan Kesejahteraan Masyarakat

Faktor Produksi 1. Modal (uang) 2. Tenaga Kerja 3. Faktor Produksi

Lainnya

4. Enterpreneuership

Balas Jasa Sektor Produksi (Nilai Tambah) 1. Balas Jasa Modal (Bunga) 2. Upah dan Gaji

3. Sewa

4. Surplus Usaha menghasilkan Kegiatan Investasi menimbulkan n Aktivitas Ekonomi (BISNIS) Kesejahteraan Masyarakat Indentifikasi dan evaluasi potensi dan

keunggulan yang dimiliki, serta kebutuhan

masing-masing daerah, merupakan hal penting

untuk peningkatan investasi

Pemerintah perlu mendorong aktivitas ekonomi dan bisnis,

dimasing-masing daerah, sesuai dengan potensi dan keunggulan yang dumilikinya.


(33)

14 Dalam meningkatkan pembangunan dengan adanya daya dukung pembiayaan yang ada diharapkan agar dapat meningkatkan kualitas kinerja pemerintah karena menurut (Pheni Chalid, 2005:6) kualitas kinerja lembaga berkorelasi positif dengan adanya dukungan pembiayaan yang ada. Dengan demikian akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan cara memaksimalkan pemanfaatan potensi ekonomi yang dimiliki Provinsi Sumatera Selatan.

Dengan demikian maka diperlukannya informasi mengenai analisis keadaan ekonomi periode-periode sebelumnya yang bertujuan untuk melakukan perencanaan daerah di Provinsinsi Sumatera Selatan. Perencanaan wilayah ini merupakan suatu perencanaan yang didesentralisasikan, pemerintah Kabupaten/Kota merupakan daerah otonomi, yang diberikan pemerintah pusat untuk mengelola dan mengatur keuangan daerahnya sesuai dengan aspirasi masyarakat setempat dan tidak bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku (Adisasmita, 2013:94).

B. Rumusan Masalah.

Dengan latar belakang penelitian yang dikemukakan pada Bab I bagia A, maka rumusan masalah yang dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui seberapa besar pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013-2017 di Provinsi Sumatera Selatan?


(34)

15 2. Pertumbuhan masih bergantung terhadap sektor konsumsi sehingga

investasi menjadi solusi oleh karena itu mengetahui seberapa besar investasi yang dibutuhkan di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2013-2017 untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tertentu?.

3. Dengan dilakukannya investasi sebagai dasar mencapai pertumbuhan maka perlu diketahui seberapa besar tenaga kerja yang dapat diserap di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2013-2017?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Beradasarkan permasalahan yang di rumuskan di Bab I pada bagian B, maka tujuan penelitian ini dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut :

a. Dengan adanya kebijakan MP3EI (Materplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia), Provinsi Sumatera Selatan merupakan bagian dari bagian dari koridor ekonomi Sumatera dan untuk mengoptimalkan potensi ekonomi yang dimiliki daerah tersebut sehingga memerlukan proyeksi untuk melakukan perencanaan perekonomin kedepan.

b. Dengan keadaan keuangan daerah Provinsi Sumatera Selatan yang kurang mampu melakukan pembiayaan atau belanja modal maka perlu dilakukan Proyeksi investasi yang merupakan bagian dari perencanaan dalam meningkatkan petumbuhan ekonomi.


(35)

16 c. Investasi sebagai salah satu cara dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Selatan diharapkan dapat menyerap tenaga kerja di daerah tersebut.

2. Manfaat penelitian.

Penelitian diharapkan menjadi rujukan atau inspirasi sebagai pedoman bagi peneliti lainnya yang berminat di bidang ini:

a. Bagi Peneliti, penelitian ini merupakan kesempatan bagi peneliti untuk menyelaraskan ilmu pengetahuan yang didapat dalam kegiatan akademik sehingga dapat dapat menambah pengetahuan bagi peneliti dalam bidang ekonomi pembangunan yang menjadi minat peneliti.

b. Penelitian ini dapat dipergunakan bagi pihak lain yang berminat pada penelitian ini sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya dan dapat menjadi bahan bacaan untuk menambah pengetahuan. c. Hasil dari penelitian ini juga dapat dipergunakan oleh universitas

untuk menambah bahan pustaka dalam mengembangkan kualitas pendidikan universitas tersebut dalam masa yang akan datang. d. Bagi lembaga atau instansi di Provinsi Sumatera Selatan penelitian

ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk perbaikan di Provinsi Sumatera Selatan yang merupakan objek penelitian.


(36)

17 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori yang Berkenaan Dengan Variable

1. Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi.

Pada mulanya pembangunan ekonomi merupakan sebuah usaha untuk membenahi serta meningkatkan kondisi ekonomi pada suatu wilayah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Dalam upaya pembangunan ekonomi di negara berkembang pada mulaya berpusat pada upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi dengan mengacu pada peningkatan pendapatan perkapita dengan harapan dapat mengurangi masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, serta ketimpangan ekonomi dari suatu wilayah dengan wilayah lainnya yang dikenal dengan “dampak merembes ke bawah” (trikle down effect) (Mudrajad, 2010:4).

Mudrajad (2010:4) mengemukakan Kecenderungan ini dapat dilihat dalam pemikiran-pemikiran awal mengenai pembangunan, seperti teori Harrod Domar, Arthur Lewis, W.W. Rostow, Hirschman, Rosenstein Rodan, Nurkse, dan Lebeinstein. Ini mencerminkan munculnya teori pertumbuhan ekonomi sepanjang dasawarsa 1950-an, sementara pembangunan ekonomi diidentikkan dengan pertumbuhan ekonomi, ekonomi pembangunan sebagai cabang ilmu ekonomi yang relatif baru


(37)

18 memusatkan perhatian pada faktor-faktor penentu pada pertumbuhan ekonomi.

Mungkin telah banyak teori yang membahas tentang konsep pembangunan akan tetapi hakikat pembangunan itu lebih penting seperti yang dikemukakan oleh Todaro dan Smith (2002:3), hakikat pembangunan dalam Perencanaan ekonomi (economic planning) upaya-upaya yang dilakukan secara sengaja oleh pemerintah untuk mengkoordinasikan segenap proses pembuatan keputusan ekonomi dalam jangka panjang, serta untuk mempengaruhi, mengarahkan, dan dalam beberapa kasus tertentu juga untuk mengendalikan tingkat dan pertumbuhan variabel-variabel ekonomi pokok dari suatu negara (pendapatan, konsumsi, penyerapan tenaga kerja, investasi, tabungan, ekspor, impor, dan sebagainya) demi tercapainya tujuan-tujuan pembangunan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Robinson Tarigan (2009:1), mengemukakan bahwa ekonomi regional menganalisis suatu wilayah (atau bagian wilayah) secara keseluruhan atau dengan melihat berbagai wilayah dengan potensinya yang beragam dan bagaimana mengatur suatu kebijakan yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi seluruh wilayah. Dalam analisis ekonomi regional diperlukannya kebijakan pembangunan ekonomi regional, menurut Sjafrijal (2008:154) dalam kebijakan pembangunan ekonomi regional sasaran akhirnya adalah untuk dapat mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara


(38)

19 menyeluruh sesuai dengan keinginan dan aspirasi yang berkembang di masyarakat.

Menurut Sjafrizal (2008: 156,157) Untuk dapat merumuskan kebijakan pembangunan regional yang baik dan terarah , perlu pula ditetapkan terlebih dahulu sasaran yang ingin dicapai. Dalam hal ini terdapat dua alternatif sasaran yaitu mewujudkan kemakmuran wilayah (Place Prosperity), kemakmuran masyarakat (People Prosperity) atau kedua-duanya sekaligus. Sasaran ini perlu ditetapkan secara jelas dan tegas, karena masing-masingnya mempunyai starategi dan kebijakan pembangunan daerah yang berbeda dan bahkan dapat berlawanan satu sama lainnya. Aspek ini semula dibahas oleh Winnick (1966) dan kemudian dilanjutkan oleh Richardson (1978).

Dijelaskan oleh Nadiatulhuda (2007:16) Terdapat juga beberapa teori yang penting dalam pembangunan ekonomi wilayah (regional) diantaranya menurut aliran ekonom klasik yang dipopulerkan oleh Adam Smith dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh kemajuan teknologi dan perkembangan jumlah penduduk. Sumbangan pemikiran aliran Neo Klasik dalam pertumbuhan ekonomi yaitu sebagai berikut: a. Akumulasi modal merupakan faktor sangat penting dalam pertumbuhan

ekonomi.

b. Pertumbuhan ekonomi merupakan peroses yang gradual.


(39)

20 d. Aliran Neo Klasik sangat optimis dengan pertumbuhan

(perkembangan).

e. Meskipun model pertumbuhan Neo Klasik ini telah banyak digunakan dalam analisis regional namun terdapat beberapa asumsi mereka yang tidak tepat antara lain, Pertama Full Employment yang terus menerus tidak dapat diterapkan pada sistem multi regional dimana persoalan-persoalan regional muncul disebabkan oleh perbedaan geografis dalam hal tingkat penggunaan sumber daya. Kedua, persaingan sempurna tidak dapat diberlakukan dalam perekonomian regional dan spasial.

Menurut Todaro dan Smith (2002: 3) adanya dua komponen pokok dalam perencanaan pembangunan di negara-negara yang menganut sistem perekonomian campuran. Kedua komponen tersebut adalah sebagai berikut:

a. Keputusan pemerintah yang sengaja menggunakan tabungan domestik dan dana-dana keuangan dari luar negeri untuk diinvestasikan pada proyek-proyek pemerintah yang untuk memobilisasi dan menyalurkan sumber-sumber daya yang sangat langka di bidang-bidang tertentu misalnya, pembangunan jaringan jalan raya dan kereta api, sekolah proyek hidroelktrik, dan pembangunan sarana infrastruktur ekonomi (economic infrastructure) lainnya, serta penciptaan industri-industri subtitusi impor yang diharapkan nantinya dapat memberikan sumbangan berarti demi merealisasikan tujuan-tujuan ekonomi jangka panjang.


(40)

21 b. Kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintah (mulai dari perpajakan, lisensi industri, penetapan tarif-tarif, serta manipulasi kuota, upah, suku bunga, dan harga-harga) yang secara langsung dapat mendorong, dan dalam banyak hal bahkan mengendalikan, kegiatan ekonomi sektor swasta demi menjamin terciptanya suatu hubungan yang serasi antara keinginan perusahaan swasta dalam mengejar keuntungan dengan tujuan-tujuan sosial untuk kepentingan seluruh anggota masyarakat) yang dikehendaki dan diutamakan oleh pemerintah pusat.

2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Ada berbagai konsep dan definisi yang bisa dipakai dalam membicarakan pendapatan regional/nilai tambah akan dikemukakan sebagai berikut:

a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga Pasar. Produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar adalah jumlah nilai yang tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di wilayah itu. Yang dimaksud dengan nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara (intermediate cost). Nilai tambah bruto mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa tanah, dan keuntungan), penyusutan, dan pajak tidak langsung neto. Jadi, dengan menghitung nilai tambah bruto dari masing-masing sektor


(41)

22 dan menjumlahkannya, akan menghasilkan produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar (Robinson Tarigan, 2009: 18).

Menurut Emilia Imelia (2006:39) produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar adalah jumlah nilai tambah (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di wilayah itu. Nilai tambah bruto adalah nilai produksi (out put) dikurangi biaya (inetrmediate cost). Biaya antar daerah adalah biaya pembelian/biaya perolehan dari sektor lain yang telah dihitung sebagai produksi dari sektor lain atau berasal dari impor. Nilai tambah bruto mencakup komponen pendapatan (upah, gaji, bunga, sewa, tanah dan keuntungan), penyusutan, pajak tidak langsung.

b. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan.

Menurut Robinson Tarigan (2009:20) pendapatan regional dalam beberapa tahun menggambarkan kenaikan dan penurunan tingkat pendapatan masyarakat di daerah tersebut. Kenaikan/penurunan dapat dibedakan menjadi dua faktor berikut:

1) Kenaikan/penurunan riil, yaitu kenaikan/penurunan tingkat pendapatan yang tidak dipengaruhi oleh faktor perubahan harga. Apabila terjadi kenaikan riil pendapatan penduduk berarti daya beli penduduk di daerah tersebut meningkat, misalnya dapat membeli barang yang sama kualitasnya dalam jumlah yang lebih banyak.


(42)

23 2) Kenaikan/penurunan pendapatan yang disebabkan adanya faktor perubahan harga. Apabila terjadi kenaikan pendapatan yang hanya disebabkan inflasi (menurunnya nilai beli uang) maka walaupun pendapatan meningkat tetapi jumlah barang yang mampu dibeli belum tentu meningkat. Perlu dilihat mana yang meningkat lebih tajam, tingkat pendapatan atau tingkat harga.

Menurut Robinson (2009:21) Harga konstan artinya harga produk didasarkan atas dasar harga pada tahun tertentu. Tahun yang dijadikan patokan harga disebut tahun dasar untuk penentuan harga konstan. Jadi kenaikan pendapatan hanya disebabkan oleh meningkatnya jumlah fisik produksi, karena harga dianggap tetap (konstan). Akan tetapi, pada sektor jasa yang tidak memiliki unit produksi, nilai produksi dinyatakan dalam harga jual. Oleh karena itu harga jual harus dideflasi dengan menggunakan indeks inflasi atau deflator lain yang dianggap lebih sesuai.

Dalam perhitungannya pendapatan regional dapat dibagi dalam dua metode, yaitu metode langsung dan tidak langsung (Robinson, 2009: 23,26).

a. Metode langsung adalah perhitungan dengan menggunakan data daerah atau data asli yang menggambarkan kondisi daerah dan digali dari data yang ada di daerah itu sendiri. Adapun pendekatan yang dilakukan gunakan adalah:


(43)

24 1) Pendekatan produksi adalah perhitungan nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu kegiatan/sektor ekonomi dengan cara mengurangkan biaya antara dari total nilai produksi bruto sektor atau subsektor tersebut.

2) Pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi diperkirakan dengan menjumlahkan semua balas jasa yang diterima faktor produksi, yaitu upah dan gaji dan surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung netto.

3) Pendekatan pengeluaran adalah menjumlahkan nilai penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri.

b. Metode tidak langsung adalah suatu cara mengalokasikan produk domestik bruto dari wilayah yang lebih luas ke masing-masing bagian wilayah, dengan menggunakan alokator yaitu:

1) Nilai produksi bruto atau neto setiap sektor/subsektor, pada wilayah yang dialokasikan,

2) Jumlah produksi fisik, 3) Tenaga kerja,

4) Penduduk, dan

5) Alokator tidak langsung lainnya.

Menurut Handoko & Kurnia Astuti (2007:165) secara umum proyeksi angka PDRB dapat dilakukan dengan membuat persamaan trend PDRB. Dalam penelitian ini digunakan metode trend linier, garis trend linier dapat ditulis dengan persamaan garis lurus sebagai berikut:


(44)

25 Y’ = a + bX

Keterangan:

Y’ = adalah data berkala time series PDRB. X = adalah waktu yang berupa data tahunan

a = adalah bilangan konstan, apabila X= 0 yaitu PDRB awal tahun b = adalah lereng garis tren, yaitu rata-rata perubahan PDRB untuk

setiap tahunnya.

Kegunaan data pendapatan nasional adalah memberikan informasi yang berguna mengenai berbagai aspek dari kegiatan ekonomi dalam satu tahun tertentu memberikan gambaran tentang tingkat kegiatan ekonomi suatu wilayah yang dicapai dan nilai output yang diproduksi, komposisi dari pembelanjaan agregat, sumbangan berbagai sektor dalam mewujudkan pendapatan nasional, dan taraf kemakmuran yang dicapai (Sukirno, 2011:55).

3. Investasi

Bila dilihat secara makro ekonomi, investasi (I) adalah bagian dari pendapatan nasional (Y), disamping bagian lainnya, yaitu konsumsi masyarakat (C), konsumsi pemerintah (G), ekspor (X), dan belanja impor (M), sehingga secara makro ekonomi, dikenal model keseimbangan pendapatan domestik sebagai berikut:


(45)

26 Dalam skenario dalam pembangunan ekonomi , tujuan makro yang ingin dicapai dalam pembangunan ekonomi pada hakekatnya pertumbuhan ekonomi yang menjadi modal bagi kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai kondisi tersebut, diperlukan adanya investasi yang memadai baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya (Henry Faizal Noor, 2009: 47,48).

Menurut Dumairy (1996:132) penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan produksi. Dengan posisi semacam itu, investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan marak lesunya pembangunan. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian, setiap negara senantiasa berusaha menciptakan iklim yang dapat menarik investasi. Sasaran utama bukan hanya masyarakat atau kalangan swasta dalam negeri, tapi juga investor asing.

Menurut Pheni Chalid (2005:109) penerapan desentralisasi fiskal menjadi pintu masuk bagi daerah untuk mendorong akselerasi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di daerah. Sebagai strategi untuk menarik investasi ke daerah, maka yang perlu menjadi perhatian adalah kesiapan semua sumber daya yang akan meningkatkan daya tarik daerah bagi para investor.

Dalam meningkatkan investasi terdapat hambatan dalam menarik investor untuk melakukan investasi di daerahnya (Pheni Chalid, 2005:


(46)

27 111). Beradasarkan rata-rata nilai skor dalam laporan ADB dan Bank dunia, terdapat enam permasalahan yang menjadi hambatan utama bagi investasi, yaitu:

a. Ketidakpastian kebijakan ekonomi dan peraturan serta ketidakstabilan ekonomi.

b. Korupsi, baik oleh aparat pusat maupun daerah. c. Peraturan ketenagakerjaan.

d. Biaya keuangan.

e. Pajak tinggi, lebih menjadi masalah dibandingkan dengan administrasi pajak dan pabean.

f. Ketidak tersediaan listrik (infrastruktur).

Menurut (Pheni Chalid, 2005:126) Adapun strategi daerah yang perlu dilakukan dalam menarik investasi yaitu:

a. Posisi dan peran pemerintah (trobosan pemegang kebijakan). b. Pemetaan potensi ekonomi dan subsidi usaha.

c. Proposal spesifik investasi (Variabel ekonomi, politik dan pemerintahan, sosial, pasar, dan persaingan, dan kondisi geografi).

Pada dasarnya setiap perekonomian memang harus senantiasa mencadangkan atau menabung sebagian tertentu dari pendapatan nasionalnya untuk menambah atau menggantikan barang-barang modal (gedung, alat-alat, dan bahan baku) yang telah susut atau rusak. Namun untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (capital


(47)

28 stock) model ini yang dikenal dengan istilah model Harrod-Domar (Todaro, 1998:85).

Pernyataan diatas didukung dengan model pertumbuhan Harrod-Domar (Todaro, 1998: 85,86), yang menyusun sebuah model pertumbuhan ekonomi sederhana sebagai berikut:

a. Tabungan (S) adalah bagian dalam jumlah tertentu, atau S, dari pendapatan nasional (Y). Oleh karena itu, kitapun dapat menuliskan hubungan tersebut dalam bentuk persamaan:

S = s Y ....(1)

b. Investasi (I) didefinisikan sebagai perubahan stok modal (K) yang dapat diwakili oleh ∆K, sehingga kita dapat menuliskan persamaan sederhana yang kedua sebagai berikut:

I = ∆K ...(2)

Akan tetapi, karena jumlah stock modal (K) mempunyai hubungan langsung dengan jumlah pendapatan nasional atau output (Y), seperti telah ditunjukkan oleh rasio modal-output (k), maka:

atau

atau, akhirnya ∆K = k∆Y ...(3)

c. Mengingat jumlah seluruh tabungan nasional (S) harus sama dengan keseluruhan investasi (I), maka persamaan berikutnya dapat ditulis sebagai berikut:


(48)

29 Dari persamaan (1) diatas telah diketahui bahwa S = sY dan dari persamaan (2) dan (3), kita juga telah mengetahui bahwasanya:

I = ∆K = k∆Y

Dengan demikian, identitas tabungan yang merupakan persamaan modal dalam persamaan (4) adalah sebagai berikut:

S = sY = k∆Y = ∆K = I ...(5) atau bila diringkas menjadi sY = k∆Y ...(6) Selanjutnya, apabila kedua sisi persamaan (6) dibagi mula-mula dengan (Y) dan kemudian dengan (k), maka akan didapat:

...(7)

Persamaan (7) yang merupakan versi sederhana dalam pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar dalam teori pertumbuhan ekonomi mereka sangat populer, secara lebih spesifik, persamaan itu menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan pendapatan nasional akan secara “positif” berbanding lurus dengan rasio tabungan (semakin banyak GNP yang di investasikan, maka pada akhirnya nanti akan lebih besar lagi pertumbuhan GNP yang dihasilkannya) dan secara “negatif” atau perbandingan terbalik terhadap rasio modal-output dari suatu perekonomian (semakin besar rasio modal-output nasional atau (k), maka tingkat pertumbuhan GNP akan semakin rendah), Analisis Harrod-Domar bertujuan untuk menunjukkan panjang kemampuan masyarakat yang bertambah dari masa ke masa (yang


(49)

30 diakibatkan oleh pembentukan modal pada masa sebelumnya) akan selalu sepenuhnya digunakan (Adisasmita, 2013:63).

Dengan penjelasan diatas diharapkan bahwa investasi memiliki keterkaitan dalam pengembangan perekonomian masyarakat luas, dalam rangka memenuhi kebutuhan maupun untuk keperluan bisnis. Menurut Henry Faizal Noor (2009, 29) alasan yang menjadi kaitan antara investasi dan pengembangan ekonomi masyarakat dapat dilihat sebagai berikut: a. Investasi dan pengembangan ekonomi masyarakat adalah kegiatan

yang dilakukan hari ini (sekarang), untuk mendapatkan manfaat dimasa datang.

b. Investasi dan pengembangan ekonomi masyarakat, sama-sama menjadikan masyarakat sebagai sasarannya.

c. Sebagian dari program pengembangan ekonomi masyarakat, merupakan kegiatan investasi.

d. Kegiatan investasi merupakan awal dari kegiatan ekonomi, yang menghasilkan nilai tambah (value added), berupa balas jasa faktor produksi, yang merupakan tujuan dari pengembangan ekonomi masyarakat, sekaligus sebagai sumber dari kesejahteraan masyarakat.

Investasi merupakan kegiatan penciptaan tambah (value added) yang berakumulasi menjadi Produk Domestik Bruto (PDB), oleh karena itu antara investasi dan pertumbuhan ekonomi (PDB) mempunyai keterkaitan yang ditunjukkan oleh koefisien ICOR (Henry Faizal, 2009: 52). Dengan menghitung ICOR maka dapat diperkirakan seberapa besar


(50)

31 tambahan kapital yang dibutuhkan untuk menuju target pertumbuhan ekonomi tertentu (Menurut Handoko & Kurnia Astuti,2007: 165).

Angka ICOR ini akan dihitung secara total dengan perkiraan makro dengan perhitungan ICOR mengadopsi formula yang digunakan Meier dalam (Astuti & Handoko, 2007: 165). Dengan rumus:

atau

Keterangan:

It (∆K) = adalah jumlah investasi pada tahun sebelumnya ICORt = adalah ICOR pada tahun t

∆PDRBt = adalah peningkatan PDRB pada tahun t

Untuk mengetahui kebutuhan investasi, diasumsikan bahwa (Y) adalah pendapatan domestik suatu wilayah dan (g) adalah pertumbuhan pendapatan tersebut dibandingkan tahun sebelumnya (Handoko & Kurnia Astuti, 2007: 165), maka:

It = k . g . Yt Keterangan:

It adalah jumlah investasi yang dibutuhkan k adalah ∆Y/∆K = ICOR

g adalah tingkat pertumbuhan ekonomi


(51)

32 4. Tenaga Kerja

Ilmu ekonomi tenaga kerja merupakan suatu sistem hubungan yang terorganisasi, dan juga merupakan suatu subsistem pada sistem ekonomi yang lebih luas. Menurut pengertian yang ditampilkan dalam gambar 2.1, ilmu ekonomi tenaga kerja memusatkan perhatian pada tingkah laku perorangan dalam peran mereka sebagai pemasok tenaga kerja dan sebagai pihak peminta yang membutuhkan jasa tenaga kerja (Arfida, 2003: 35).

Gambar 2.1

Arus Sederhana Pendapatan

catatan: Suatu arus sederhana tentang pendapatan. Anggota-anggota rumah tangga merupakan penyedia faktor dan merupakan peminta barang dalam pasar produk. Perusahaan merupakan peminta faktor produksi dan penyedia barang-barang dalam pasar produk.

Sumber utama penawaran tenaga kerja adalah penduduk. Tidak semua penduduk menawarkan tenaga kerjanya dipasar tenaga kerja. Pertimbangan utama disini adalah kelayakan bekerja menurut umur.

Pasar barang Pengeluaran uang Barang-barang dan jasa

Faktor Produksi Pendapatan nominal

Pasar faktor


(52)

33 Penduduk yang layak bekerja ditinjau dari segi umur tersebut sebagai penduduk usia kerja . Jumlah ini yang pantas disebut sebagai tenaga kerja yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan produksi sumber daya manusia (Sumarsono, 2009:4).

Menurut Sumarsono (2009: 4,6) Dalam hubungannya dengan pasar tenaga kerja prilaku mereka dibedakan menjadi 2 (dua) golongan, yaitu yang aktif secara ekonomi dan bukan. Golongan yang aktif secara ekonomi adalah terdiri dari penduduk yang menawarkan tenaga kerjanya dan berhasil memperolehnya (employed) dan penduduk yang menawarkan tenaga kerjanya tetapi belum memperolehnya (unemployed). Atas diskripsi angkatan kerja (labor force) dianggap mewakili penawaran tenaga kerja yang dikenal dengan supply of labor. Ada 4 (empata) hal yang berkaitan dengan tenaga kerja:

a. Bekerja (employed) secara agregat jumlah orang yang bekerja dimuat dalam Biro Pusat Statistik hasil kegiatan sensus, SUPAS (survei penduduk antar sensus) atau SAKERNAS (survei tenaga kerja nasional). Jumlah ini sering dipakai sebagai petunjuk tentang luasnya kesempatan kerja (employment).

b. Pencari kerja (unemloyed) adalah penduduk yang menawarkan tenaga kerja tetapi belum berhasil memperoleh pekerjaan dianggap terus mencari pekerjaan. Mereka dikelompokkan ke dalam kategori penganggur, karena secara konsep penganggur harus memenuhi persyaratan bahwa mereka juga aktif mencari pekerjaan. Mereka tidak


(53)

34 bekerja atau tidak aktif mencari pekerjaan mereka dikategorikan bukan pengangguran tetapi iddle atau menikmati masa senggang (leisure) mereka, atau aktif tetapi tidak dipasarkan di pasar tenaga kerja.

c. Tingkat partisipasi angkatan kerja (labor force participation rate) d. Profil angkatan kerja ; 1) umur, 2) jenis kelamin, 3) wilayah kota dan

pedesaan, 4) pendidikan.

Secara makro, laju pertumbuhan kesempatan kerja dapat dihubungkan dengan laju pertumbuhan ekonomi. Menurut Budiono dalam Handoko & Kurnia Astuti (2007:161) perluasan kesempatan kerja dapat terjadi melalui pertumbuhan ekonomi yaitu proses kenaikan output perkapita secara konstan dalam jangka panjang. Menurut Smith dalam Handoko & Kurnia Astuti, (2007:161), permintaan tenaga kerja ditentukan oleh stok kapital (K) yang tersedia dan oleh tingkat output masyarakat (Q), sebab tenaga kerja diminta karena dibutuhkan dalam proses produksi. Oleh karena itu, laju pertumbuhan permintaan tenaga kerja ditentukan oleh laju pertumbuhan stok kapital (akumulasi kapital) dan laju pertumbuhan output (Handoko & Kurnia Astuti, 2007: 161).

Dalam perencanaan tenaga kerja yang terpadu dan menyeluruh terus ditingkatkan untuk menjamin terciptanya perluasan kesempatan kerja sebanyak mungkin (Sumarsono, 2009: 374). Adapun perhitungannya untuk memproyeksikan tenaga kerja adalah sebagai berikut:

a. Proyeksi penduduk dan angkatan kerja dengan Metode Geometris dan Exponensial, metode ini mengasumsikan bahwa angka pertumbuhan


(54)

35 tidak berubah dari tahun ketahun, asumsi ini seiring sesuai dengan kenyataan dibandingkan dengan asumsi metode aritmatris.

Rumus metode geometris: Pt = Po . (1 + r)t

Keterangan:

Pt = jumlah penduduk di tahun t (suatu masa depan)

Po = jumlah penduduk awal

r = angka pertumbuhan (dalam desimal) pertahun, yang diasumsikan konstan

b = jarak waktu (tahun) dari Po ke Pt

Rumus Exponensial: Pt = Po . ert

Keterangan:

Pt = jumlah penduduk di tahun t (suatu masa depan)

Po= jumlah penduduk awal

e = bilangan alamiah= 2,718....

r = angka pertumbuhan pertahun, yang diasumsikan konstan t = jarak waktu (tahun) dari Po ke Pt

Berdasarkan fungsi Harrod-Domar yang menyebutkan bahwa output adalah fungsi kapital dan tenaga kerja maka selain diturunkan fungsi penggunaan kapital, juga diturunkan fungsi penggunaan tenaga kerja dan untuk memproyeksikannya dengan menggunakan konsep rasio modal-tenaga kerja (capital-labor ratio) yaitu ∆K/∆L. Proyeksi penyerapan tenaga kerja juga dapat dihitung dengan menggunakan konsep


(55)

36 ILOR (incremental labour Out-put ratio) atau jumlah temaga kerja yang dibutuhkan untuk memproduksi satu unit output (Handoko & Kurnia Astuti, 2007: 166). Menghitung ILOR dengan rumus:

atau

Keterangan:

KKt adalah peningkatan kesempatan kerja tahun t ILORt adalah ILOR pada tahun t

∆PDRBt adalah peningkatan PDRB pada tahun t

Setelah diketahui ILOR maka dapat digunakan untuk mengetahui kebutuhan tenaga kerja pada tahun tertentu dengan menggunakan rumus:

TK= ∆PDRBt . ILORt Keterangan:

TK = tenaga kerja yang dibutuhkan.

∆PDRBt = peningkatan jumlah PDRB pada tahun t dibandingkan tahun sebelumnya.

ILORt = adalah ILOR pada tahun t. B. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berkaitan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi, investasi dan penyerapan tenaga kerja telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Dalam berbagai macam penelitian yang berhubungan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi, investasi dan penyerapan tenaga kerja dengan berbagai macam studi kasus terdapat beberapa metode yang dilakukan


(56)

37 oleh para peneliti terdahulu, secara lengkap penelitian terdahulu dapat di lihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Alat Penelitian Judul dan Hasil penelitian 1 1. Dr. Nisar

Ahmad (2013)

 Salient Feature of Role-Model Countries

Judul: Populasi: Sebuah Sumber Daya Berharga dalam Pertumbuhan Ekonomi dengan Khusus Merujuk Prospek Pertumbuhan Pakistan

Hasil Penelitian:

Kinerja ekonomi mayoritas negara-negara surplus populasi total pada beberapa angka rendah . Dalam kenyataanya analisis diskusi disajikan dalam makalah ini, jelas bahwa karena kurangnya pemanfaatan dan salah urus sumber daya yang tersedia negara-negara ini tidak mampu mencapai tingkat output potensial mereka. Negara-negara seperti Korea Selatan dan Malaysia adalah contoh nyata di mana perbedaan tersebut sedang diminimalkan.

Bukti nyata untuk menunjukkan bahwa populasi merupakan sumber daya berharga dapat melihat cara Jepang dan Singapura menjadi salah satu negara terkaya di dunia. China, negara dengan populasi tertinggi di dunia, adalah mendapatkan pengakuan sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Banyak negara seperti Pakistan memiliki manusia, material dan sumber daya mineral yang cukup tetapi mereka sendiri tidak ada keinginan untuk menyampaikan. Bahkan, sejauh kelas yang kaya dan penguasa berkuasa untuk melindungi kepentingan pribadi mereka sendiri telah menyalahgunakan sumber daya yang berharga.

Berlanjut kehalaman berikutnya


(57)

38 Lanjutan Tabel 2.1

Seperti diungkapkan oleh negara panutan, kebijakan distribusi sumber daya nasional di negara-negara harus membuat kualitas pendidikan dasar, pelatihan dan keterampilan belajar wajib (benar-benar gratis) untuk semua sekolah akan anak. Ini adalah untuk melayani sebagai dasar bagi tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi biaya untuk bersaing di semua tingkatan. Pendekatan ini pada kenyataannya, panggilan untuk pembalikan dalam kebijakan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang sehingga kebijakan distribusi sumber daya nasional dibuat untuk mencerminkan kebutuhan orang-orang biasa di antara program investasi prioritas utama dari sektor publik.

2 1. Oana Simona Hudea 2. Stelian

Stancu (2012)

 Panel Unit Root test  OLS and estimation with no/ fixed/ random  Panel Cointegration Test  Panel Causality

Judul: Investasi Asing langsung, Perpindahan teknologi dan Pertumbuhan Ekonomi.

Hasil Penelitian:

Penelitian ini memfokuskan pada hubungan yang ada antara investasi asing langsung dan pertumbuhan ekonomi tujuh negara Eropa Timur, yaitu Rumania, Bulgaria, Hongaria, Polandia, Moldova, Republik Ceko dan Republik Slovakia, untuk periode 1993 - 2009. Analisis empiris menunjukkan bahwa dampak FDI terhadap pertumbuhan ekonomi bagi negara-negara dan periode termasuk dalam sampel. Kami mulai dengan melakukan Im, Pesaran, Shin uji unit root untuk melihat apakah seri yang stasioner atau tidak dan dengan demikian jika ada kemungkinan kointegrasi antara variabel dipertimbangkan. Tetap dan acak efek OLS dan estimasi GMM untuk perbedaan seri pertama telah dilakukan, hasil yang diperoleh menjadi sesuai dengan teori ekonomi, mengungkapkan dampak FDI dalam jangka pendek berjalan di PDB.


(58)

39 Lanjutan Tabel 2.1

Setelah kami telah mendapatkan semua seri I (1), kami juga terpaksa uji kointegrasi Pedroni sehingga untuk memeriksa hubungan jangka panjang antara variabel bunga. Untuk Pedroni panel pp-stat dan kelompok pp-stat, masing adf-stat dan kelompok adf-stat, analisis yang paling signifikan untuk data panel tidak melebihi 100 periode waktu, hubungan kointegrasi terungkap, sehingga menunjukkan hubungan jangka panjang antara FDI , DI, TG, INF, EDU, dan PDB. Akhirnya uji kausalitas Granger menunjukkan hubungan sebab akibat dua arah antara produk domestik bruto dan investasi asing langsung, memperkuat pentingnya FDI dalam menopang pertumbuhan ekonomi, yang pada gilirannya menarik, dengan meningkatkan tingkat infrastruktur dan pendidikan, lebih banyak investasi asing, sumber permanen difusi teknologi, dan mengurangi kesenjangan teknologi, konvergen ke status negara maju.

3 Sri Maryanti (2012)

 Eployment Elasticity  Extrapolasi

Judul: Analisis Perencanaan Tenaga Kerja Terhadap Kebutuhan Tenaga Kerja di Provinsi Riau 2006-2010

Hasil Penelitian:

Persediaan tenaga kerja mengalami peningkatan yang cukup tinggi selama periode 1980-2000 dengan laju pertumbuhan sekitar 3,06 persen per tahun selama periode 1980-1990 dan 2,50 persen per tahun periode 1990-2000. Sementara laju pertumbuhan kebutuhan tenaga kerja cenderung lebih kecil, hanya 2,82 persen pertahun pada periode 1980-1990 dan 2,39 persen pertahun periode 1990-2000. Ketidakseimbangan antara perkembangan persediaan dan kebutuhan tenaga kerja selama periode 1980-2000 ini mengakibatkan jumlah pengangguran mengalami peningkatan yang cukup besar. Berlanjut kehalaman berikutnya


(59)

40 Tabel Lanjutan 2.1

Tingkat pengangguran meningkat dari 1,06 persen tahun 1980 menjadi 2,88 persen tahun 1990 dan 4,78 persen pada tahun 2000.

Persediaan tenaga kerja pada tahun 2006 di perkirakan mencapai 2.205.863 orang dan pada tahun 2010 sekitar 2.472.516 orang. Sementara kebutuhan tenaga kerja untuk periode yang sama masing-masing sebesar 2.009.757 orang dan 2.179.694 orang. Dengan demikian tingkat pengangguran terbuka diperkirakan berkisar antara 8,89 persen sampai dengan 11,84 persen. Sementara jika pertumbuhan ekonomi Riau periode 2006-2010 tidak mengalami perbaikan yang berarti dari periode 2000-2003, maka laju pertumbuhan kebutuhan tenaga kerja juga akan semakin rendah. Diperkirakan bisa mencapai 1,73 persen per tahun. Pada tahap ini tingkat pengangguran terbuka tahun 2006-2010 dapat mencapai 10,59 persen hingga 14,57 persen atau dengan jumlah pengangguran berkisar antara

233.623 orang sampai dengan 360.214 orang. Sebaliknya jika terjadi perkembangan ekonomi yang lebih baik dengan laju pertumbuhan melebihi 6,00 persen per tahun selama periode 2006-2010, maka jumlah dan tingkat pengangguran di Riau akan dapat lebih kecil dari yang diperkirakan. Kebutuhan tenaga kerja terutama disektor pertanian sebagian besarnya adalah berlatar belakang pendidikan SD ke bawah. Untuk sektor M meski sedikit lebih baik dari sektor A, namun lebih dari separoh mereka yang bekerja di sektor ini juga berpendidikan SD ke bawah. Tenaga kerja yang berpendidikan tinggi (SLTA ke atas) lebih banyak dibutuhkan pada sektor S. Tahun 2000 sekitar 49,17 persen kebutuhan tenaga kerja sektor S berpendidikan SLTA ke atas. Dilihat dari tingkat pendidikan yang


(60)

41 Tabel Lanjutan 2.1

diselesaikan tenaga kerja, sektor A adalah sektor yang memiliki sumber daya paling kurang baik diantara tiga sektor yang dianalisis. Perkembangan kebutuhan tenaga kerja menurut sektor pekerjaan utama

selama periode 1980-2000

memperlihatkan sektor pertanian tetap merupakan sektor yang paling dominan dalam menyerap tenaga kerja meski kontribusinya cenderung menurun.

4 Lapeti Sari (2012)

 Fungsi Linier  Elastisitas

Kesempatan Kerja

Judul: Analisa Perencanaan Kebutuhan Tenaga Kerja di Kabupaten Indragiri Hilir

Hasil Penelitian:

A. Perkiraan Penduduk Usia kerja

Penduduk usia kerja di Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun 2010 diperkirakan sebanyak 717.500 orang yang terdiri dari angkatan kerja sebanyak 362.505 orang dan bukan angkatan kerja sebanyak 354.995 orang. Jika rata-rata pertumbuhan penduduk usia kerja dalam lima tahun kedepan di Kabupaten Indragiri Hilir di perkirakan setiap tahunnya sebesar 4,19%, maka jumlah penduduk usia kerja Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun 2015 diperkirakan sebanyak 881.116 orang yang terdiri dari angkatan kerja sebanyak 446.300 orang dan bukan angkatan kerja sebanyak 434.816 orang.

B. Perkiraan Kesempatan Kerja

Kesempatan kerja merupakan banyaknya peluang kerja yang tersedia yang dapat menyerap penduduk yang bekerja pada berbagai kegiatan ekonomi. Diperkirakan ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun 2010 tumbuh sebesar 7,35% dan pertumbuhan kesempatan kerja sebesar 4,84%, maka elastisitas kesempatan kerja di Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun 2010 sebesar 0,6585. Sehingga jumlah kesempatan kerja di Kabupaten


(61)

42 Tabel Lanjutan 2.1

Indragiri Hilir pada tahun 2010 diperkirakan sebanyak 354.201 orang. Selanjutnya dengan melihat perkiraan pertumbuhan masing-masing sektor ekonomi pekerjaan utama selama periode 1980-2000 memperlihatkan sektor pertanian tetap Merupakan sektor yang paling dominan dalam menyerap tenaga kerja meski kontribusinya terus menurun. (tabel 2) dan perkiraan per tumbuhan kesempatan kerja (tabel 3), maka dengan membanding kan antara pertumbuhan kesempatan kerja dengan pertumbuhan ekonomi pada masing-masing sektor akan diperoleh besarnya elastisitas kesempatan kerja pada masing-masing sektor.

C. Perkiraan Produktivitas Tenaga kerja Besarnya produktivitas tenaga kerja rill dapat dilihat dari perbandingan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan dengan banyaknya jumlah kesempatan kerja yang tercipta (mereka yang bekerja). Pada tahun 2010 PDRB atas dasar harga konstan 2000 diperkirakan sebesar Rp. 6.784,21 milyar dan jumlah kesempatan kerja diperkirakan sebanyak 354.201 orang, maka produktivitas tenaga kerja di Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun 2010 diperkirakan sebesar Rp. 19,15 juta.

5 Rudi Aryanto (2011)

 Rasion KKD  Tipologi

Klassen

Judul: Analisis Kemandirian Keuangan Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan. Hasil Penelitian:

1. Kemandirian keuangan kabupaten/kota di Sumatera Selatan memiliki indikasi

bahwa kemampuan keuangan

kabupaten/kota di Sumatera Selatan masuk dalam kategori sangat rendah. Nilai rata-rata rasio kemandirian keuangan daerah tertinggi hanya sebesar 17,28% yaitu pada Kota Palembang, dan tertinggi kedua yaitu Kota Lubuk Linggau dengan rasio kemandirian keuangan


(62)

43 Lanjutan Tabel 2.1

daerah sebesar 6,94%. Daerah yang memiliki kemampuan keuangan terendah yaitu OKU Selatan dengan rasio kemandirian keuangan daerah hanya sebesar 1,17%.

2. Berdasarkan Pengelompokan daerah dengan Tipologi Klassen, Kota Palembang dan Kabupaten Muara Enim termasuk kategori Daerah Maju yaitu daerah yang memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita lebih tinggi dari rata- rata Propinsi Sumatera Selatan. Daerah maju tapi tertekan yaitu Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten OKU,dan Kota Prabumulih. Daerah yang masuk kategori daerah berkembang yaitu Lahat, Musi Rawas, OKI, Lubuk Linggau, Banyuasin, Oku Timur, dan OKU Selatan. Daerah yang relatif tertinggal yaitu Pagar Alam, Ogan Ilir, dan Empat Lawang. 3. Berdasarkan peta kemampuan keuangan

ada lima daerah yang memiliki kondisi keuangan yang ideal yaitu Kota Palembang, Kota Lubuk Linggau, Kabupaten OKU, Kabupaten Musi Rawas, dan Kabupaten Lahat. Dari kelima kabupaten/kota tersebut, yang memiliki rasio kemandirian keuangan paling tinggi yaitu Kota Palembang.

6 Sri

Handayani (2011)  Editing  Coding  Tabulasi Klasifikasi

Judul: Upaya Pemerintah Sumatera Selatan Menarik Investor Asing Dalam kegiatan Penanaman Modal

Hasil Penelitian:

Menurut Mustawani dalam rangka melaksanakan amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal pada Pasal 4 ayat (2) butir b langkah yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan adalah dengan menetapkan kebijakan yang dituangkan kedalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Sumatera Selatan pada salah satu program prioritas yaitu Pembangunan Pemerintah dengan fokus: Berlanjut kehalaman berikutnya


(63)

44 Tabel Lanjutan 2.1

memperbaiki dan menambah kapasitas pelayanan publik berbasis ICT untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan akuntabel; meningkatkan mutu Pelayanan Satu Titik (One Stop Service) dengan membuat mutu pelayanan (waktu, biaya, kecepatan) masyarakat dan meningkatan investasi daerah; meningkatkan partisipasi kelompok masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program kinerja pemerintah provinsi; meningkatkan kapasitas sumber daya manusia aparatur dalam melayani masyarakat dan pelaksanaan tugas Pemerintah. Untuk merealisasikan program tersebut Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah menetapkan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 39 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan pelayanan perizinan penanaman modal terpadu satu pintu. Upaya yang sifatnya umum yang telah dilakukan oleh Pemerintah Sumatera Selatan, yaitu: menambah aktivitas kantor perwakilan Sumatera Selatan di Jakarta sekaligus sebagai tempat promosi, baik untuk berbagai hasil produksi kerajianan khas Sumatera Selatan maupun potensi bisnis dan investasi di Sumatera Selatan; disiapkannya Gedung Graha promosi investasi Sriwijaya yang bertujuan untuk mempercepat pelayanan bagi investor dan mengurangi ekonomi biaya tinggi; meningkatkan upaya kerjasama dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait; membuka informasi melalui beberapa kedutaan besar RI diluar negeri tentang potensi dan peluang investasi di Sumatera Selatan, sedangkan upaya khusus yang terus dilakukan Pemerintah Sumatera Selatan dapat diuraikan di bawah ini. Pertama, meningkatkan komitmen kepala daerah dan Stakeholder untuk dapat melaksanakan kegiatan penanaman modal di Sumatera Selatan. Apabila iklim investasi dapat dibangun lebih kondusif yang didukung oleh Berlanjut kehalaman berikutnya


(64)

45 Lanjutan Tabel 2.1

kepala daerah dan stakeholder yang ada, maka dalam jangka panjang secara makro akan dapat meningkatkan insentif pajak dan pertumbuhan ekonomi akan meningkat. Kedua, membuat peraturan kebijakan yang tetap dan konsisten yang tidak terlalu cepat berubah dan dapat menjamin adanya kepastian hukum. Ketiga, prosedur perizinan yang tidak berbelit-belit yang dapat mengakibatkan high cost economy 7 1. Kurnia

Astuti 2. Budiono

Sri Handoko (2007)

 Trend Linier  ICOR  ILOR

Judul: Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Kebutuhan Investasi, dan Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Sleman.

Hasil Penelitian:

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan hasil penelitian. Proyeksi PDRB Kabupaten Sleman tahun 2005 –2009 meningkat yaitu sebesar Rp1.791.423.000.000,00 pada tahun 2005, Rp1.847.121.000.000,00 pada tahun 2006, Rp1.902.819.000.000,00 pada tahun 2007, Rp1.958.517.000.000,00, dan Rp2.014.215. 000.000,00 pada tahun 2009. Pertumbuhan ekonomi menurun dari 3,09% pada tahun 2005 menjadi 2,84% pada tahun 2009. Proyeksi ini dihitung dengan asumsi bahwa perekonomian daerah dalam kondisi normal Nilai Rata- rata ICOR Kabupaten Sleman periode 1999 – 2003 adalah 2,847 artinya untuk meningkatkan PDRB sebesar Rp1.000,00 dibutuhkan investasi sebesar Rp2.847,00. Rasio modal-tenaga kerja di Kabupaten Sleman adalah sebesar 65.748.166 artinya setiap pekerja pada tahun 1999-2004 menggunakan modal sebesar Rp65.748.166,00 per tahun. Berdasarkan rasio modal- tenaga kerja, semakin besar investasi maka diproyeksikan penyerapan tenaga kerja semakin banyak. Nilai rata-rata ILOR adalah 0,35 artinya bahwa untuk meningkatkan PDRB sebesar PDRB sebanyak Rp100.000.000,00 dibutuhkan tenaga kerja sebanyak 35 orang. Penyerapan tenaga kerja tergantung pada ILOR. ILOR yang tinggi menunjukkan Berlanjut kehalaman berikutnya


(65)

46 Lanjutan tabel 2.1

bahwa tenaga kerja yang dibutuhkan semakin banyak, sedangkan nilai ILOR yang semakin rendah menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan semakin sedikit. Sektor yang mempunyai ILOR positif adalah sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, restoran, sektor keuangan, persewaan, jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan PDRB di sektor tersebut menambah kesempatan kerja baru. Sektor yang mempunyai ILOR negatif mengindikasikan bahwa kenaikan PDRB di sektor tersebut justru mengurangi kesempatan kerja yang ada. Hal ini karena meningkatnya produktivitas tenaga kerja atau proses produksi yang padat modal.

C. Kerangka Berpikir

Dalam pembangunan ekonomi tujuannya adalah untuk meningkat kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. salah satu indikator dalam pembangunan ekonomi adalah tingkat pertumbuhan ekonomi. dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi tentunya dibutuhkan modal atau investasi karena secara makro investasi menjadi bagian penting dalam pertumbuhan ekonomi yang didasari teori pertumbuhan Harrod-Domar.

Dengan adanya investasi diharapakan memberikan kesempatan kerja yang lebih banyak sehingga berdampak kepada masyarakat yang memperoleh pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan dapat terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Dibutuhkan perencanaan pembangunan salah satunya dengan memproyeksikan pertumbuhan ekonomi, investasi dan penyerapan tenaga


(66)

47 kerja yang dapat menjadi informasi dalam mengambil kebijakan dalam pembangunan ekonomi dimasa yang akan datang. Sehingga dari kerangka pemikiran tersebut dapat disimpulkan dengan gambaran yang terdapat pada gambar 2.2.


(1)

117 Perihitunga ILOR Provinsi Sumatera Selatan Tahun 1990-2012

Tahun (t)

PDRB ADHK (Juta Rp)

Tenaga Kerja (orang)

∆PDRB (Juta Rp)

∆Tenaga Kerja (Orang)

ILOR

1990 31048385 2.433.046 - - -

1991 30878553 2.533.532 -169832 100.486 -0,591679 1992 34040958 2.876.882 3162405 343.350 0,1085724

1993 34853034 2.877.706 812076 824 0,0010147

1994 37581447 2.897.705 2728413 19.999 0,0073299 1995 41153577 2.952.294 3572130 54.589 0,0152819 1996 44746740 2.868.699 3593163 -83.595 -0,023265 1997 46645200 2.987.336 1898460 118.637 0,0624912 1998 39536532 3.110.101 -7108668 122.765 -0,01727 1999 39863412 3.234.760 326880 124.659 0,3813601 2000 41317799 3.226.724 1454387 -8.036 -0,005525 2001 42337430 2.698.211 1019631 -528.513 -0,518338 2002 43643276 2.761.197 1305846 62.986 0,0482339 2003 45247401 2.842.963 1604125 81.766 0,0509723 2004 47344395 3.091.740 2096994 248.777 0,1186351 2005 49633536 3.021.021 2289141 -70.719 -0,030893 2006 52214848 3.021.938 2581312 917 0,0003552 2007 55262114 3.057.518 3047266 35.580 0,011676 2008 58065455 3.191.355 2803341 133.837 0,047742 2009 60452944 3.196.894 2387489 5.539 0,00232 2010 63859140 3.421.193 3406196 224.299 0,0658503 2011 68008496 3.553.104 4149356 131.911 0,0317907 2012 72094166 3.532.932 4085670 -20.172 -0,004937

Rata-rata

-0,010831 / 0,0010831


(2)

118 Lampiran 7

Hasil Proyeksi Pertumbuhan, Investasi, dan Tenaga Kerja

Proyeksi Dinamik Model ARIMA Data PDRB ADHK Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013-2017 Obs PDRBFDIN PDRBFDINATAS PDRBFDINBAWAH

1 31048385 NA NA

2 30878553 NA NA

3 34040958 NA NA

4 34853034 NA NA

5 37581447 NA NA

6 41153577 NA NA

7 44746740 NA NA

8 46645200 NA NA

9 39536532 NA NA

10 39863412 NA NA

11 41317799 NA NA

12 42337430 NA NA

13 43643276 NA NA

14 45247401 NA NA

15 47344395 NA NA

16 49633536 NA NA

17 52214848 NA NA

18 55262114 NA NA

19 58065455 NA NA

20 60452944 NA NA

21 63859140 NA NA

22 68008496 NA NA

23 72094166 NA NA

24 76271123 77375749 75166496

25 80663748 83134524 78192973

26 85315275 89451003 81179546

27 89850697 95906363 83795031

28 94529183 102729967 86328399


(3)

119 Proyeksi Pertumbuhan PDRB Sumatera Selatan Tahun 2013-2017

ADHK Tahun 2000

Tahun (t) PDRB ADHK (Juta Rp)

∆PDRB ADHK

(Juta Rp)

Pertumbuhan Persentase Persen

2013

75.166.496 3.072.330,00 0,043 100 4

76.271.123 4.176.957,00 0,058 100 5,8 77.375.749 5.281.583,00 0,073 100 7,3

2014

78.192.973 1.921.850,00 0,02519761 100 2,5 80.663.748 4.392.625,00 0,057592242 100 5,75 83.134.524 6.863.401,00 0,089986888 100 8,99

2015

81.179.546 515.798,00 0,006394421 100 0,63 85.315.275 4.651.527,00 0,057665644 100 5,76 89.451.003 8.787.255,00 0,108936855 100 10,89

2016

83.795.031 -1.520.244,00 -0,01781913 100 -1,8 89.850.697 4.535.422,00 0,053160726 100 5,3 95.906.363 10.591.088,00 0,130464982 100 13,04

2017

86.328.399 -3.522.298,00 -0,039201677 100 -3,9 94.529.183 4.678.486,00 0,052069557 100 5,2 102.729.967 12.879.270,00 0,143340791 100 14,33


(4)

120 Perhitungan Proykesi Investasi Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013-2017

Tahun (t)

ICOR

Pertumbuhan (Persen)

PDRB Proyeksi

ADHK (Juta Rp)

Proyeksi Investasi (Juta Rp)

Proyeksi Investasi/ Persen (Juta Rp)

2013

0,472160172 4,3 75.166.496 152.609.690 1.526.097

0,472160172 5,8 76.271.123 208.870.682 2.088.707 0,472160172 7,3 77.375.749 266.696.352 2.666.963

2014

0,472160172 2,5 78.192.973 92.299.019 922.990 0,472160172 5,75 80.663.748 218.995.702 2.189.957 0,472160172 8,9 83.134.524 349.350.019 3.493.500

2015

0,472160172 0,6 81.179.546 22.997.849 229.978 0,472160172 5,76 85.315.275 232.027.055 2.320.270 0,472160172 10,9 89.451.003 460.363.690 4.603.637

2016

0,472160172 -1,7 83.795.031 -67.259.950 -672.599 0,472160172 5,3 89.850.697 224.846.779 2.248.468 0,472160172 13 95.906.363 588.681.143 5.886.811

2017

0,472160172 -3,9 86.328.399 -158.967.244 -1.589.672 0,472160172 5,2 94.529.183 232.091.160 2.320.912 0,472160172 14,4 102.729.967 698.471.984 6.984.720


(5)

121 Proyeksi Tenaga Kerja Berdasarkan Rasio Modal-Tenaga Kerja Provinsi

Sumatera Selatan Tahun 2013-2017

Tahun (t)

Proyeksi Investasi (Juta Rp)

Rasio Modal-Tenaga Kerja

Kebutuhan Tenaga Kerja (Orang)

2013

1.526.097 9,063357 168380,9873

2.088.707 9,063357 230456,2206

2.666.964 9,063357 294257,8561

2014

922.990 9,063357 101837,5421

2.189.957 9,063357 241627,5779

3.493.500 9,063357 385453,2046

2015

229.978 9,063357 25374,48321

2.320.271 9,063357 256005,6941

4.603.637 9,063357 507939,4975

2016

-672.599 9,063357 -74210,80291

2.248.468 9,063357 248083,3537

5.886.811 9,063357 649517,7228

2017

-1.589.672 9,063357 -175395,4964

2.320.912 9,063357 256076,4185

6.984.720 9,063357 770654,8468


(6)

122 Proyeksi Tenaga Kerja Berdasarkan ILOR Provinsi Sumatera Selatan

Tahun 2013-2017

Tahun (t)

Proyeksi PDRB ADHK

(Juta Rp)

∆ PDRB ADHK

(Juta Rp) ILOR

Penyerapan Tenaga Kerja

(Orang) 75.166.496 2.235.379,00 0,0010831 2421,13899

2013 76.271.123 4.371.950,00 0,0010831 4735,25905 77.375.749 6.508.520,00 0,0010831 7049,37801

78.192.973 1.420.506,00 0,0010831 1538,55005

2014 80.663.748 4.581.381,00 0,0010831 4962,09376 83.134.524 7.742.257,00 0,0010831 8385,63856

81.179.546 9.332.789,00 0,0010831 10108,3438

2015 85.315.275 4.685.862,00 0,0010831 5075,25713 89.451.003 8.438.446,00 0,0010831 9139,68086

83.795.031 814.769,00 0,0010831 882,476304

2016 89.850.697 4.904.761,00 0,0010831 5312,34664 95.906.363 8.994.753,00 0,0010831 9742,21697

86.328.399 923.571,00 0,0010831 1000,31975

2017 94.529.183 5.207.870,00 0,0010831 5640,644 102.729.967 9.492.169,00 0,0010831 10280,9682