Nilai Arsitektural Pengaruh pada Kawasan Sekitar Sejarah

v v

4.2.1.3. Nilai Arsitektural

Di Kawasan Kauman terdapat kurang lebih 458 rumah penduduk, lebih dari 50 bangunan merupakan bangunan kuno peninggalan para juragan batik tempo dulu. Di Jalan Wijaya Kusuma, dari 30 rumah yang ada 23 di antaranya merupakan bangunan kuno. Di Jalan Cakra, dari 28 rumah terdapat 18 bangunan kuno. Bangunan-bangunan kuno di Jl. Cakra dan Jl. Wijaya kusuma 75 dalam kondisi kurang terawat. Rumah dalam kondisi rusak 10 dan 15 dalam kondisi terawat Musyawaroh, 2008. Rumah-rumah tersebut memiliki nilai estetika tinggi, sebagian berkaitan dengan sejarah, mewakili langgam pada jamannya. Beberapa rumah kuno di Kawasan Kauman Surakarta dapat dilihat pada Gambar 4.1. v i v i Sumber: Foto 2009 Gambar 4.1. Beberapa rumah juragan batik tempo dulu di Kauman

4.2.1.4. Pengaruh pada Kawasan Sekitar

Di Kauman banyak terdapat perdagangan yang merupakan produsen atau pedagang grosir dengan konsumen masyarakat Surakarta dan sekitarnya. Perdagangan tersebut berupa batik, konveksi, perlengkapan muslim, kertas, dan lain sebagainya. Sebagian besar masyarakat Kauman bermata pencaharian sebagai pedagang. Dari 3482 penduduk Kauman, 548 berprofesi sebagai pedagang, 150 pengusaha, 250 orang buruh usaha, dan sisanya terdiri dari bermacam-mavam profesi PNS, ABRI, buruh bangunan, dan pensiunan.

4.2.2. Kauman Sebagai Kampung Santri

4.2.2.1. Sejarah

Kauman memiliki keterkaitan dengan sejarah perkembangan Keraton Kasunanan Surakarta. Masjid Agung Surakarta dibangun pada tahun 1757 oleh Paku Buwono III. Masjid tersebut pada masa itu merupakan Masjid Agung Negara karena segala keperluan masjid disediakan oleh Keraton dan masjid juga dipergunakan untuk upacara keagamaan yang diselenggarakan Keraton. Semua pegawai pada Masjid Agung merupakan abdi dalem Keraton, dengan gelar dari keraton misalnya Kanjeng Raden Tumenggung Penghulu Tafsiranom penghulu dan Lurah Muadzin. Mereka tinggal di kawasan sekitar masjid yang kemudian dinamakan sebagai Kampung Kauman. Bangunan Masjid Agung Surakarta pernah mengalami beberapa kali pemugaran. Pemugaran pertama dilakukan oleh Paku Buwana IV pada tahun 1794. Ketika itu seluruh tiang utama masjid diganti dengan kayu jati berbentuk bulat. Pada masa Paku Buwana VII, sekitar tahun 1850, mustaka puncak masjid diganti dengan mustaka baru berlapis emas, dibangun serambi masjid, pagar di sekelilling masjid, serta bangunan Pagongan yang digunakan untuk sekaten. Pada masa Paku Buwana X sekitar tahun 1914, dibangun menara masjid setinggi 33 meter dan kolam selebar 4 meter. Paku Buwana X juga membangun Madrasah Mamba‘ul Ulum yang digunakan sebagai tempat untuk mengajarkan agama Islam. Pada masa-masa berikutnya, atas inisiatif para takmir masjid v ii v ii dan masyarakat Kauman, atap dinding yang semula dari sirap kayu diganti dengan bahan metal roof dan memperbarui lantai dengan batu granit yang didatangkan dari luar negeri. Namun, perubahan-perubahan tersebut tidak banyak mengubah bentuk asli masjid www.solonet.co.id , 1998

4.2.2.2. Aspek Sosial atau Spirit K awasan