Pemberdayaan Keluarga TEORI RUJUKAN UNTUK PERDAMAIAN DALAM KELUARGA

11  Sosialisasi dan Edukasi Menurut Atmadja-Hadinoto, sosialisasi dan edukasi sama-sama bermanfaat dan mutlak diperlukan dalam PAK keluarga. Sosialisasi saja tidak cukup untuk membawa orang kepada kedewasaan iman. 29 Seperti proses fungsional yang meneruskan nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan dari orang tua kepada anak-anak, dari generasi kepada generasi seperti terjadi dalam masyarakat yang hampir berlangsung dengan sendirinya, tanpa sadar dan sengaja. Beberapa tokoh-tokoh teori sosialisasi Kristen seperti Nelson dan Westerhoff memang mengakui keterbatasan sosialisasi. Namun Groome yang merupakan tokoh PAK terkemuka mengkritik mereka, bahwa mereka hanya memperluas cakupan sosialisasi sebagai pendidikan secara sengaja, tetapi melupakan bahwa yang penting adalah edukasi yang berperan sebagai koreksi, kritik terhadap proses sosialisasi yang tidak dikehendaki. Untuk itu edukasi saja, atau sosialisasi saja, tidak mungkin. Harus diusahakan relasi antara kedua proses ini, dan gerak dialektis antara keduanya. Sehingga PAK menghasilkan pendidikan yang mendasar dan memberi kepastian serta pegangan hidup bagi si pelajar.

2.4 Pemberdayaan Keluarga

Untuk pembahasan mengenai Pemberdayaan Keluarga, Peneliti akan mengutip konsep dari pemberdayaan masyarakat dalam ilmu sosial, lalu mengembangkannya dalam konteks Keluarga. Istilah pemberdayaan merupakan terjemahan dari istilah Bahasa Inggris yaitu empowerment. Secara harafiah, empowerment berarti pemberian kekuasaan. Pendapat Ife yang dikutip Fahrudin mengatakan: empowerment aims to increase the power of disadvantaged pemberdayaan bertujuan memberikan kekuatan atau kekuasaan kepada orang-orang yang tidak beruntung. 30 Torre yang dikutip Fahrudin mengidentifkasikan tiga dimensi yang berkaitan dengan konsep empowerment yaitu 31 : 1. Suatu proses perkembangan yang dimulai ketika individu tumbuh dan mungkin dapat mencapai puncak dalam perubahan sosial yang lebih besar. 2. Suatu keadaan psikologis yang ditandai; keyakinan diri, efikasi diri, dan kontrol diri. 29 Nieke Kristiana Atmadja-Hadinoto, Dialog dan Edukasi: Keluarga Kristen dalam Masyarakat Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999, 184-216. 30 Adi Fahrudin, Pemberdayaan Partisipasi Penguatan Kapasitas Masyarakat, Bandung: Humaniora, 16-17. 31 Ibid. 12 3. Kebebasan sebagai hasil dari suatu gerakan sosial, dimana bermula dengan pendidikan dan politisasi kekuasaan rakyat dan secara kolektif dengan kekuasaannya untuk memperoleh kekuatan dan untuk merubah struktur-struktur sosial yang timpang dan menekan. Seorang ahli pemberdayaan masyarakat, Payne pernah mengemukakan pendapat mengenai pemberdayaan empowerment, yaitu suatu kegiatan membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan, terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya. 32 Shardlow melihat bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai pemberdayaan, pada intinya adalah membahas bagaimana individu, kelompok, ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Dalam kesimpulannya, Shardlow menggambarkan bahwa pemberdayaan sebagai suatu gagasan tidaklah jauh berbeda dengan gagasan yang ada di dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial dengan nama ―Self Determination‖. Prinsip ini pada intinya mendorong klien untuk menentukan sendiri apa yang harus ia lakukan dalam kaitannya dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia hadapi sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam membentuk hari depannya. 33 Dalam perkembangannya di ilmu sosial, konsep mengenai pemberdayaan ini dapat dilakukan dalam intervensi sosial terhadap pembangunan sosial. Intervensi sosial memiliki tiga tahapan yaitu, level individu dan keluarga mikro, level komunitas messo dan level pemerintahan makro. 34 Bagaimanapun cara orang memandang pemberdayaan, tidak bisa tidak itu adalah tentang kekuasaan – individu atau kelompok yang memilikimenggunakan kesempatan untuk meraih kekuasaan ke dalam tangan mereka, meredistribusikan kekuasaan dari kaum ―berpunya‖ kepada kaum ―tidak berpunya‖ dan seterusnya. Oleh karena itu, perlu 32 Malcolm Payne, Modern Social Work Theory. Second edition London: Macmillan Press Ltd, 1997. 266. 33 Steven Shardlow, Values, Ethics and Social Work dalam Adams, Robert, Lena Dominelli, dan Malcolm Payne eds. Social Work: Themes, Issues and Critical Debates London: MacMillian Press Ltd, 1998, 32. 34 James Midgley, Social Development : The Developmental Perspective in Social Welfare London: Sage Publications, 1995, 103-138. 13 diperhatikan bahwa beberapa penulis tentang pemberdayaan dan praktisi yang mengatakan mereka menggunakan suatu model pemberdayaan tidak cukup memberikan perhatian kepada konsep kekuasaan. Kekuasaan adalah suatu gagasan yang kompleks dan diperdebatkan, dan terdapat beragam pandangan tentang kekuasaan yang telah diidentifikasikan oleh para ahli teori sosial dan politik. 35 Berdasarkan kedua konsep dari Pemberdayaan dan Keluarga di atas, maka Peneliti akan mengembangkannya dalam konteks keluarga dengan melakukan intervensi sosial terhadap pembangunan sosial level individu dan keluarga mikro. Para ahli mengartikan empowerment sebagai suatu cara di mana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar dapat berkuasa atas kehidupannya. Dengan demikian, pemberdayaan keluarga dapat dipahami sebagai upaya untuk memberdayakan keluarga atau mengarahkan agar dapat berkuasa atas kehidupannya sendiri. Sehingga menjadi wahana untuk mendidik, mengasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat, guna tercapainya keluarga yang harmonis dan damai sejahtera. Dengan kata lain pemberdayaan adalah pembangunan kepada kepalapimpinan keluarga yang dipadukan satu dengan yang lainnya. Memberikan bimbingan dan sosialisasi kepada keluarga terutama kepada orang tua ayah, dan ibu. Salah satu tujuannya, mengenai peningkatan pengetahuan keluarga di bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, keagamaan, olahraga, kesenian, kesejahteraan sosial dan juga meningkatkan peranan orang tua dalam menerapkan nilai-nilai di keluarganya. Keluarga yang telah mengetahui peran dan fungsinya tersebut dapat berkuasa atas kehidupannya sendiri dan meningkatkan pengetahuan secara mandiri. 35 Jim Ife dan Frank Tesoriero, Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, 130. 14

III. HASIL PENELITIAN DAN ANALISA