Sinopsis Cerpen 4: Kekuatanku Interpretasi Cerpen “Kekuatanku”

54 Perempuan menjadi pencerita langsung memberi dampak pada penceritaannya dengan lebih nyata. Penempatan pembaca sebagai tokoh perempuan juga kian membuat maksud penceritaan ini tersampaikan. Ketiga Ideologi Pengarang memaparkan sikap yang tidak jelas dari perempuan ini sebenarnya untuk menunjukan bahwa perempuan ini belum memiliki kualitas diri yang tinggi. Bukan mengkritik, pengarang justru menunjukan kepeduliannya terhadap kasus-kasus mengenai tenaga kerja wanita, khususnya pengembangan SDM Tenaga kerja.

5.4. CERPEN 4

5.4.1. Sinopsis Cerpen 4: Kekuatanku

‘Kekuatanku’ bercerita mengenai perempuan, seorang single parent dengan satu anak, bekerja sebagai penjual makanan di depan sebuah kios pinjaman haji tuan tanah bersaudara. Pak Haji pertama memberikan izin kepada perempuan ini untuk berdagang lele di kios keluarga mereka. Hal berbeda terjadi pada Pak Haji yang kedua, dengan mengatasnamakan keluarganya, dia tidak membolehkan perempuan itu berdagang lele, alasannya karena kios bengkel bila digunakan perempuan berjualan pecel lele tersebut berisiko terhadap kebakaran. Tidak hanya karena itu, Pak Haji kedua ini mempersepsi bahwa perempuan ini adalah seorang lacur, didasarkan pada fakta bahwa perempuan tersebut memiliki anak tapi tidak bersuami. Dan juga ia bekerja di depan kios tepi jalan pada malam hari. Tidak kurang cara, perempuan ini mendapatkan ganti tempatnya, sama- sama di depan kios bengkel, tapi pemiliknya mengizinkan untuk digunakan berjualan pecel lele. Warung perempuan ini selalu laris oleh pembeli. Namun tidak berlangsung lama, tidak diketahui kenapa akhirnya pemiliknya tidak lagi mengizinkan penggunaan tempat itu. Peristiwa ini membuat perempuan kecewa. 55 Perempuan terus berjuang untuk tetap mendapatkan penghasilan. Ia pun pindah kontrakan. Atas bantuan seorang marinir, ia berhasil mendapatkan tempat berdagang yang baru. Perempuan pun menjadi puas, terlebih pula karena sejak kepindahannya rumah kontrakannya yang dulu tidak laku, lahan bekas berjualannya dulu pun kosong. Warung barunya yang kini menciptakan keramaian.

5.4.2. Interpretasi Cerpen “Kekuatanku”

Pada cerpen ini, pengarang menunjukan perjuangan perempuan melawan penindasan yang terjadi pada dirinya. Penindasan yang dialami oleh perempuan dalam cerpen ini adalah dihalangi kesempatan bekerjanya. Dia dihalangi untuk membuka warungnya karena dirinya yang single parent, dianggap sebagai pelacur. Atas dasar hal tersebut, secara implisit, Pak Haji ke-2 yang ingin menjaga nama baiknya dengan tidak memberikan izin kepada perempuan untuk berjual. Pengarang sengaja tidak menamai kedua haji dalam cerpen ini agar pembaca kritis terhadap tokoh masyarakat yang diceritakan cerita pendek ini. Pengarang memperkuat gambaran Pak Haji bersaudara ini melalui perbandingan perilaku keduanya. Haji yang pertama, memberikan izin kepada perempuan ini untuk berdagang. Dikatakan bahwa Pak Haji pertama telah mengetahui bagaimana memperlakukan manusia sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Tidak demikian dengan Pak Haji kedua. Pengarang mengangkat realitas sosial ini, dengan maksud supaya pembaca menyoroti perihal kedua tokoh masyarakat ini, bahwa demikianlah tokoh ”Apa lacur, pada suatu hari ia mendatangi rumah kontrakanku dan mengutarakan keberatan saudaranya kalau aku terus berjualan di situ.” “Pak Haji yang di depanku memang bijak, ia tahu nilai-nilai kemanusiaan, perasaanku mekar bunga. Begitu berdiri kakiku terasa ringan. Terima kasih sekali, Pak Haji, aku menyerongkan badan, wajah yang disinari sedikit rasa senang mulai berpijar.” 56 masyarakat yang ada disekitar kita yang kadang menekan orang lain, tetapi ada juga yang paham bagaimana memperlakukan orang lain. Tidak hanya dilarang oleh Pak Haji, perempuan ini pun kembali tidak diizinkan berdagang oleh pemilik bengkel. Meski putus asa, tapi perempuan ini tetap memiliki motivasi kuat untuk berusaha. Pengarang menampilkan sosok perempuan yang tidak kenal menyerah. Seperti cerpen sebelumnya, tokoh perempuan di cerpen ‘Kekuatanku’ mendominasi penceritaan. Perempuan berlaku sebagai subjek, yang menceritakan perjuangan hidupnya dalam mendapatkan tempat berjualan. Perempuan diberikan tempat utama oleh pengarang untuk mengutarakan perasaan serta semangatnya perjuangannya. Sehingga judul “Kekuatanku” benar-benar nyata tercermin pada dialog dan narasi yang disampaikan oleh tokoh perempuan ini sendiri. Sedangkan objek pencerita dalam cerpen ini adalah Pak Haji Kedua. Penilaian atas tindakannya Pak Haji ini dituturkan oleh tokoh perempuan. Hal ini semakin ditegaskan oleh subjek pencerita melalui perbandingan sosok Pak haji bersaudara ini. Penyebutan “Pak Haji yang di depanku” jelas diketahui bahwa tokoh perempuan memberikan penekanan bahwa Pak Haji pertama ini berbeda dengan yang lain, bahkan berbeda dengan saudaranya, yang juga berstatus Pak Haji. “Aku putus asa dan tak peduli alasannya mengusirku secara halus. Sudahlah aku lebih baik pergi dari tempat itu, cari usaha di tempat lain.” “Pak Haji yang di depanku memang bijak, ia tahu nilai-nilai kemanusiaan, perasaanku mekar bunga. Begitu berdiri kakiku terasa ringan. Terima kasih sekali, Pak Haji, aku menyerongkan badan, wajah yang disinari sedikit rasa senang mulai berpijar.” Aku dekati pemiliknya melalui seorang marinir yang kukenal dan kuberi upeti… Berhasil Pemiliknya luluh hati menyerahkan hak guna lahan itu untuk usaha dagangku di malam hari. Terimakasih, Marinir Peduli setan dengan kau, Haji tuan tanah Sudahlah aku lebih baik pergi dari tempat itu, cari usaha di tempat lain. 57 Selain memberikan komentar mengenai Pak Haji bersaudara, tokoh perempuan sebagai subjek penceritaan, berkisah sendiri mengenai perjuangan hidupnya dan keberhasilannya. Hal ini memberikan kesan kuat pada cerita pendek berjudul “Kekuatanku” karena perempuan ditampilkan oleh dirinya sendiri sebagai pribadi yang kuat dan gigih berjuang. Hambatan dan usaha perempuan yang dipaparkan satu per satu dalam cerita ini membuat pembaca turut merasakan perjuangan hidup perempuan ini. Pembaca diajak untuk memposisikan dirinya sebagai perempuan dalam tokoh ini. Sudut pandang orang pertama ‘aku’ membantu penempatan posisi pembaca sebagai tokoh perempuan. Pengarang melakukan hal ini dalam proses kreatifnya dalam rangka penghayatan peran sebagai tokoh perempuan. Di sisi lain, hal ini pun memposisikan pembaca sebagai tokoh perempuan, dengan penindasan dan kegigihan perempuan ini.

5.4.3. Feminis Sosialis