EFEKTIVITAS STRATEGI PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 29 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

(1)

EFEKTIVITAS STRATEGI PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIS SISWA

( Studi pada Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 29 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh Erlis Wijayanti

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS STRATEGI PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 29 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh Erlis Wijayanti

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas strategi pembelajaran Think Talk Write ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 29 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013. Sampel diambil dengan teknik Purposive Random Sampling. Desain yang digunakan adalah pretest-posttest control group design. Berdasarkan analisis data diperoleh bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan strategi pembelajaran Think Talk Write lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran konvensional. Namun, ketuntasan belajar siswa dengan strategi pembelajaran Think Talk Write belum memenuhi target yang ingin dicapai. Sehingga dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran Think Talk Write tidak efektif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.


(3)

(4)

(5)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA A Kemampuan Komunikasi Matematika ... 12

B. Strategi Pembelajaran Think Talk Write ... 15

C. Pembelajaran Konvensional ... 21

D. Efektivitas Pembelajaran ... 22

E. Kerangka Pikir ... 24

F. Anggapan Dasar ... 27

G. Hipotesis ... 28

III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel ... 29

B. Desain Penelitian ... 30

C. Prosedur Penelitian ... 30 Halaman


(6)

vii

D. Data Penelitian ... 32

E. Teknik Pengumpulan Data ... 33

F. Instrumen Penelitian ... 33

1. Validitas ... 35

2. Uji reliabilitas ... 37

G. Teknik Analisis Data ... 38

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 45

1. Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 45

2. Pengujian Hipotesis ... 47

3. Analisis Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 49

B. Pembahasan ... 52

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 60

B. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(7)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat sangat membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya yaitu aspek pendidikan. Perbaikan pendidikan pada semua tingkatan perlu terus menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan. Pendidikan dalam pengertian pengajaran di sekolah merupakan usaha yang bersifat sistematis dan terarah yang mampu mengembangkan potensi kompetensi siswa dalam menghadapi dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan terasa semakin penting ketika seseorang memasuki kehidupan masyarakat dan dunia kerja, ilmu dan pengetahuan yang didapat di pendidikan membantunya untuk menyelesaikan berbagai masalah kehidupan masa kini dan yang akan datang. Pendidikan juga dapat membantu mengarahkan siswa menjalani kehidupan sebagai makhluk beragama dan makhluk sosial dengan baik sehingga dapat mewujudkan perabadan bangsa yang cerdas dan bermartabat. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 Pasal 3 (Guza, 2009: 5):

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan mem-bentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka


(8)

2 mencerdaskan kehidupan bangsa, dan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dalam mencapai tujuan pendidikan nasional terdapat beberapa pelajaran yang diajarkan di sekolah, salah satunya adalah matematika. Matematika merupakan bidang studi yang perlu dipelajari oleh semua siswa baik di tingkat satuan pendidikan sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Crockroft dalam Abdurrahman (1999 :253) mengemukakan bahwa:

Matematika perlu diajarkan disekolah karena (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan; dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha meme-cahkan masalah yang menantang.

Pendapat di atas menjelaskan mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan komunikasi, berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif.

Pentingnya belajar matematika tidak lepas dari perannya dalam segala jenis dimensi kehidupan. Bagi dunia keilmuan, matematika memiliki peran sebagai bahasa simbolik yang memungkinkan terwujudnya komunikasi secara cermat dan tepat. Dapat dikatakan bahwa perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika. Saat ini banyak persoalan ataupun informasi yang disampaikan orang dengan bahasa atau model matematika yang dapat berupa diagram, persamaan matematik, grafik,


(9)

ataupun tabel. Oleh karena itu diperlukan kemampuan komunikasi matematis yang baik untuk menyampaikan informasi tersebut.

Kemampuan komunikasi matematis telah menjadi perhatian di dunia internasional. Hal ini diperkuat oleh National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) (2000) yang mempublikasikan standar pembelajaran matematika yang meliputi: (1) kemampuan pemecahan masalah (problem solving); (2) kemampuan berkomunikasi (communication); (3) kemampuan berargumentasi/bernalar (rea-sonning); (4) kemampuan mengaitkan ide (connection); dan (5) kemampuan representasi (representation). Kemampuan komunikasi matematis juga telah menjadi bagian penting dalam pembelajaran matematika di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan dikeluarkannya Permendiknas No. 22 (Depdiknas, 2006) tentang Standar Isi Mata Pelajaran Matematika yaitu agar siswa memiliki kemampuan:

1. memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, me-rancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

2. mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

3. memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari ma-tematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa baik standar pembelajaran matematika yang tertuang dalam Permendiknas No. 22 maupun standar pem-belajaran matematika menurut NCTM memiliki kesamaan yaitu salah satu kemampuan yang diharapkan meningkat pada pembelajaran matematika adalah kemampuan komunikasi matematis.


(10)

4 Baroody dalam Ansari (2009) menyebutkan sedikitnya dua alasan penting mengapa komunikasi matematika perlu ditumbuhkembangkan di kalangan siswa. Pertama, matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga sebagai alat yang sangat berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide secara jelas, tepat dan cermat. Kedua, sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, mate-matika juga sebagai wahana interaksi antar siswa, dan juga komunikasi antar guru dan siswa. Dengan komunikasi siswa mampu untuk menginterpretasi dan mengekspresikan pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari.

Berbagai studi terkait kemampuan matematika siswa telah banyak dilakukan, diantara adalah studi PISA (Programme for International Student Assessment). PISA adalah studi internasional tentang prestasi literasi membaca, matematika, dan sains siswa sekolah berusia 15 tahun. Studi ini dikoordinasikan oleh OECD (Organisa-tion for Economic Cooperation and Development) yang berkedudukan di Paris, Perancis. OECD (2009) memaparkan bahwa soal-soal yang digunakan pada studi PISA dalam bidang matematika merupakan soal-soal non-rutin yang membutuhkan kemampuan analisis, penalaran, dan kemampuan komunikasi matematis yang tinggi.

Dalam studi PISA, kompetensi yang diukur dalam ranah kognitif yaitu berpikir dan bernalar (thinking and reasoning), berargumentasi (argumentation), berkomunikasi (communication), membuat model (modeling), menyelesaikan


(11)

masalah (problem solving), representasi (representation), menggunakan simbol dan operasi (using symbolic and operations).

Pada bulan Desember tahun 2010, PISA telah mempublikasikan hasil studi terbarunya yang dilakukan pada tahun 2011. Dalam studi ini, standar rata-rata yang digunakan PISA yatu 500. Hasil studi PISA (Fleischman et al, 2010) menunjukkan Indonesia berada pada posisi 61 dari 65 negara dengan skor 371. Level kecakapan matematika yang diukur dalam PISA disajikan dalam Tabel 1.1 berikut.

Tabel 1.1 Level Kecakapan Matematika dalam PISA Level Batas Bawah

Skor

Kemampuan yang Dicapai Siswa Level 1 357,8 Menjawab pertanyaan yang semua informasinya

sudah tersaji atau definisikan dengan jelas. Level 2 420,1 Siswa dapat menggali informasi dari sumber

tunggal, menggunakan algoritma dasar, formula, dan prosedur, serta mampu melakukan penalaran dan menginterpretasikan hasil.

Level 3 482,4 Siswa mampu memilih dan menggunakan strategi pemecahan masalah yang sederhana dan

mengembangkan kemampuan komunkasi untuk menyajikan hasil dan penalaran mereka.

Level 4 544,7 Siswa dapat membangun dan

mengkomunikasikan penjelasan dan argumen mereka.

Level 5 607,0 Siswa dapat memlh stratgei pemecahan masalah yang tepat dan mengkomunkasikan penalaran mereka.

Level 6 669,3 Siswa mampu mengembangkan kemampuan berpikir matematis daan penalaran. Pada level ini siswa dapat menggunakan pengetahuan dan pemahaman dengan penguasaam symbol dan operasi matematika. Siswa dapat

memformulasikan dan mengkomunikasikan dengan tepat tindakan mereka .


(12)

6 Kemampuan siswa Indonesia baru mencapai level 2. Pada level 2, kemampuan komunikasi belum begitu terlihat. Kemampuan komunikasi baru akan terlihat pada level 3. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan komuni-kasi matematis siswa Indonesia masih tergolong rendah.

Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan komunikasi ma-tematis siswa yaitu proses pembelajaran di sekolah. Umumnya pada pembel-ajaran matematika di Indonesia guru menjelaskan konsep matematika atau pro-sedur menyelesaikan soal dan siswa menerima pengetahuan tersebut secara pasif. Sebagaimana diungkapkan oleh Asmin (2003), dalam pembelajaran matematika di Indonesia masih banyak guru yang melakukan proses pembelajaran matematika di sekolah dengan pembelajaran konvensional. Pada proses pembelajaran, guru cenderung mementingkan hasil dari pada proses, mengajarkan secara urut halaman per halaman tanpa membahas keterkaitan antar konsep atau masalah. Selama ini siswa hanya mencatat dan mendengarkan penjelasan guru, Siswa biasanya hanya diberi rumus, contoh soal dan latihan. Aktivitas pembelajaran seperti ini mengakibatkan terjadinya penghafalan konsep dan prosedur, sehingga aktivitas komunikasi siswa rendah karena tidak distimulus oleh guru. Pembelajaran dilakukan guru kepada siswa adalah dengan tujuan siswa dapat mengerti dan menjawab soal yang diberikan oleh guru, tetapi siswa jarang sekali diminta untuk menjelaskan asal mula mereka mendapatkan jawaban tersebut. Sejalan dengan pendapat Cai, Lane, dan Jakabcsin (Halmaheri, 2005) bahwa para siswa mengalami kesulitan ketika diminta untuk memberikan penjelasan atas permasalahan yang diberikan dalam pembelajaran matematika. Akibatnya siswa jarang sekali berkomunikasi dalam matematika.


(13)

Demikian halnya yang terjadi di SMPN 29 Bandar Lampung, pembelajaran matematika di sekolah tersebut masih menggunakan pembelajaran konvensional dan tidak berpusat pada siswa. Guru menjelaskan materi dan contoh soal secara langsung setelah itu memberikan soal latihan kepada siswa. Hal itu ternyata diikuti dengan kemampuan komunikasi matematis siswa yang masih rendah. Misalnya saja ketika siswa diberi soal cerita, siswa sering merasa kesulitan untuk mengubahnya ke dalam model matematika atau gambar. Akibatnya siswa tidak optimal dalam menyelesaikan soal tersebut sehingga nilai yang diperoleh siswa juga rendah.

Permasalahan komunikasi matematis adalah permasalahan serius yang harus segera ditangani. Menyadari kenyataan di lapangan bahwa kemampuan komuni-kasi matematis siswa masih tergolong rendah, maka betapa pentingnya suatu teknik pembelajaran yang mampu memberikan rangsangan kepada siswa agar siswa menjadi aktif. Siswa aktif disini diartikan siswa mampu dan berani me-ngemukakan ide, menjelaskan masalah, bertukar pikiran dengan teman dan mencari alternatif penyelesaian masalah yang sedang dihadapi.

Menyikapi permasalahan kemampuan komunikasi matematis di atas, perlu dilakukan inovasi menyangkut pendekatan atau strategi yang digunakan dalam pembelajaran matematika. Dengan adanya inovasi, terutama dalam perbaikan metode dan cara menyajikan materi pelajaran, diharapkan kemampuan ko-munikasi matematis siswa dapat ditingkatkan. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan cara melibatkan siswa secara aktif yaitu strategi pembelajaran tidak langsung.


(14)

8 Dalam strategi pembelajaran ini, peranan guru tidak hanya sebagai pemberi informasi, tetapi sebagai fasilitator dan motivator agar siswa dapat belajar mengonstruksi sendiri pengetahuan melalui berbagai aktivitas seperti berkomunikasi.

Strategi pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran adalah pembelajaran kooperatif, salah satunya yaitu strategi pembelajaran Think Talk Write. Strategi yang diperkenalkan oleh Huinker dan Laughlin ini berusaha membangun pemikiran, merefleksi, dan mengorganisasi ide, kemudian menguji ide tersebut sebelum siswa diharapkan untuk menuliskan ide-ide tersebut. Alur kemajuan strategi pembelajaran Think Talk Write dimulai dari keterlibatan siswa dalam berfikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide (sharing) dengan temannya dan diakhiri dengan menuliskan kesimpulan ide tersebut. Strategi pem-belajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk memulai belajar secara aktif, komunikatif, berpikir kritis, siap mengemukakan pendapat, menghargai pendapat orang lain, dan melatih siswa untuk menuliskan hasil diskusinya ke dalam bentuk tulisan secara sistematis dengan bahasa sendiri. Hal ini dapat mem-bantu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, perlu diadakan penelitian tentang efektivitas strategi pembelajaran Think Talk Write ditinjau dari kemam-puan komunikasi matematis siswa.


(15)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan

dalam penelitian ini adalah: “Apakah strategi pembelajaran Think Talk Write efektif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa?”

Dari rumusan masalah di atas dapat dijabarkan pertanyaan penelitian, yaitu: 1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas

yang menggunakan strategi pembelajaran Think Talk Write lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional?

2. Apakah persentase siswa yang mendapat nilai minimal 70 pada pembelajaran strategi pembelajaran Think Talk Write lebih dari atau sama dengan 70% dari jumlah siswa?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas strategi pembelajaran Think Talk Write terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu memberikan sumbangan ter-hadap perkembangan pembelajaran matematika, terutama terkait kemampuan komunikasi matematis siswa dan strategi pembelajaran Think Talk Write.


(16)

10 2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru dan calon guru matematika, diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan dan masukan bagi para guru dalam mengembangkan kemampuan mengajaranya serta dapat menjadi referensi dalam mencoba menggunakan strategi pembelajaran Think Talk Write dalam proses pembelajaran yang tidak selalu terbatas dengan metode ceramah saja. b. Bagi siswa, diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengalaman

belajar matematika dengan menggunakan strategi pembelajaran Think Talk Write.

c. Bagi kepala sekolah, diharapkan dengan penelitian ini kepala sekolah memperoleh informasi sebagai masukan dalam upaya pembinaan para guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:

1. Efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan yang diperoleh siswa setelah kegiatan pembelajaran. Efektivitas pembelajaran dalam penelitian ini ditinjau dari:

a. peningkatan kemampuan komunikasi siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi pembelajaran Think Talk Write lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran konvensional.

b. persentase siswa yang mendapatkan nilai minimal 70 pada kelas yang menggunakan strategi pembelajaran Think Talk Write minimal 70% dari jumlah siswa.


(17)

2. Strategi pembelajaran Think Talk Write merupakan suatu strategi pem-belajaran yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu:

a. Think : siswa secara individu membaca Lembar Kerja Siswa (LKS), kemudian membuat catatan kecil yang berupa hal-hal yang diketahui dan tidak dikeetahui serta penyelesaian permasalahan..

b. Talk : siswa berdiskusi dalam kelompok untuk membahas catatan kecil, berbagi ide, dan membuat kesimpulan.

c. Write : siswa menuliskan hasil dari diskusi secara individu.

3. Kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan siswa untuk me-nyampaikan ide-ide matematika secara tertulis. Kemampuan komunikasi matematis dalam penelitian ini diamati melalui:

a. kemampuan menyatakan, mengekspresikan, dan melukiskan ide-ide ma-tematika ke dalam bentuk gambar atau model mama-tematika lain.

b. kemampuan menyatakan situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika.

c. kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide.

d. kemampuan menyusun argumen secara tertulis dalam menyelesaikan suatu masalah matematis.


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemampuan Komunikasi matematis

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) disebutkan bahwa komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, orang dapat menyampaikan in-formasi dengan berbagai bahasa termasuk bahasa matematika. Depdiknas (2001: 8) menyatakan bahwa mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa matematika justru lebih praktis, sistematis dan efisien.

Lindquist (NCTM, 1989: 2) berpendapat bahwa jika kita sepakat matematika merupakan suatu bahasan dan bahasa tersebut sebagai bahasa terbaik dalam komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi dari mengajar, belajar dan mengakses matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Huinker dan Laughlin (Hulukati, 2005) menyebutkan bahwa salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran matematika adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para siswa untuk mengembangkan dan mengintegrasikan keterampilan berkomunikasi melalui lisan maupun tulisan serta mempresentasikan apa yang telah dipelajari. Dengan komunikasi, baik lisan maupun tulisan dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang matematika dan dapat memecahkan masalah dengan baik.


(19)

Menurut Sumarmo (2003), kemampuan komunikasi matematis merupakan ke-mampuan yang dapat menyertakan dan memuat berbagai kesempatan untuk berkomunikasi dalam bentuk: (a) merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika; (b) menjelaskan ide matematika secara lisan dan tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar; (c) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; (d) mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; (e) membuat konjektur, menyusun argumen, dan merumuskan definisi; (f) menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.

Selanjutnya menurut Sullivan & Mousley (Ansari, 2003), komunikasi matematis bukan hanya sekedar menyatakan ide melalui tulisan tetapi lebih luas lagi yaitu kemampuan siswa dalam hal bercakap, menjelaskan, menggambarkan, men-dengar, menanyakan, klarifikasi, bekerja sama (sharing), menulis, dan akhirnya melaporkan apa yang telah dipelajari.

Adapun indikator kemampuan komunikasi matematis menurut NCTM (1989: 214), yaitu:

a. kemampuan menyatakan ide-ide matematika melalui lisan, tulisan, dan men-demonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual dalam tipe yang berbeda

b. kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika yang disajikan dalam bentuk lisan, tulisan, atau dalam bentuk visual lain,


(20)

14 c. kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi.

Ansari (2003) menelaah kemampuan komunikasi matematika dari dua aspek yaitu komunikasi lisan (talking) dan komunikasi tulisan (writing). Komunikasi lisan diungkapkan melalui intensitas keterlibatan siswa dalam kelompok kecil. Komunikasi tulisan dilihat dari kemampuan siswa menggunakan kosa kata, notasi, dan struktur matematika untuk mengungkapkan ide serta memahaminya dalam memecahkan masalah. Kemampuan ini diungkapkan melalui representasi mate-matika yang meliputi: (a) pemunculan model konseptual seperti gambar, diagram, tabel, dan grafik; dan (b) mengubah bentuk uraian ke dalam model matematika; (c) pemberian alasan rasional terhadap suatu pernyataan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi matematika terjadi ketika sebuah konsep informasi matematika diberikan oleh seorang guru kepada siswa ataupun siswa dilibatkan secara aktif dalam mengerjakan matematika, memikirkan ide-ide mereka, menulis, atau berbicara dan mendengarkan siswa lain, dalam berbagi ide sehingga terjadi transformasi informasi matematika dari komunikator kepada komunikan baik secara lisan maupun tulisan. Informasi tersebut berisi tentang materi matematika yang dipelajari siswa, misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi penyelesaian suatu permasalahan.

Dalam penelitian ini, komunikasi yang diukur oleh peneliti adalah komunikasi matematis tertulis. Alasan peneliti mengambil komunikasi matematis tertulis karena peneliti dapat mengukur kemampuan siswa sesuai indikator yang ada,


(21)

hemat dari segi waktu karena penilaian dapat dilakukan secara bersamaan, sedangkan pada komunikasi matematis lisan agak sulit dilakukan peniliti karena keterbatasan waktu untuk melakukan penilaian terhadap masing-masing siswa. Oleh karena itu, indikator kemampuan komunikasi matematis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

a. kemampuan menyatakan, mengekspresikan, dan melukiskan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar atau model matematika lain.

b. kemampuan menyatakan situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika.

c. kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide.

d. kemampuan menyusun argumen secara tertulis dalam menyelesaikan suatu masalah matematis.

B. Strategi Pembelajaran Think Talk Write

Dalam menyampaikan materi ajar pada suatu pembelajaran diperlukan suatu strategi pembelajaran. Sanjaya (2008: 126) mengungkapkan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Hamalik (2004: 171) bahwa strategi pembelajaran merupakan keseluruhan metode dan prosedur yang menitikberatkan pada kegiatan siswa dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan tertentu. Hal ini berarti strategi pembelajaran mencakup berbagai metode, prosedur, dan teknik yang digunakan untuk menyampaikan materi kepada peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran termasuk pada pembelajaran matematika. Salah


(22)

16 satu tujuan pembelajaran yang hendak dicapai pada pembelajaran matematika yaitu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

Salah satu strategi pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampu-an komunikasi matematis siswa adalah strategi pembelajarkemampu-an Think Talk Write. Strategi pembelajaran yang diperkenalkan oleh Huinker dan Laughlin ini di-harapkan mampu membangun pemikiran, merefleksikan, dan mengorganisasikan ide-ide serta menguji ide tersebut sebelum siswa diminta untuk menulis. Dalam Yamin dan Ansari (2008:84), dikemukakan bahwa secara garis besar strategi pem-belajaran Think Talk Write dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca masalah (think), se-lanjutnya berbicara dan membagi ide (sharing) dengan temannya (talk) untuk menyelesaikan masalah tersebut sebelum menulis.

Menurut Suherman (2007), Think Talk Write merupakan strategi pembelajaran yang dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan alternatif solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian membuat laporan hasil presentasi. Selanjutnya, Halmaheri (2005) mengemukakan bahwa belajar dalam kelompok kecil dengan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) memberi kesempatan kepada siswa untuk memulai belajar secara aktif dalam diskusi kelompok dan akhirnya menuliskan dengan bahasa sendiri hasil belajar yang diperolehnya.

Huinker dan Laughlin (Hulukati, 2005) mengemukakan bahwa strategi pem-belajaran Think Talk Write melibatkan 3 tahap penting yang harus dikembangkan dalam pembelajaran matematika, yaitu:


(23)

1. Think (Berpikir)

Dalam tahap ini, siswa membaca materi ataupun soal-soal matematika pada lembar kerja siswa yang diberikan guru. Setelah membaca, siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban (strategi penyelesaian), membuat catatan kecil tentang hal-hal yang diketahui dan tidak diketahui mengenai materi atau soal yang diberikan. Proses berpikir (think) akan terlihat saat siswa membaca masalah kemudian menuliskan apa yang diketahui dan tidak diketahui serta berusaha memikirkan penyelesaian masalah tersebut. Menurut Yamin dan Ansari (2008: 85) membuat catatan setelah membaca dapat merangsang aktivitas berpikir sebelum, selama, dan setelah membaca, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan serta keterampilan berpikir dan menulis.

2. Talk (berbicara atau berdiskusi)

Tahap talk memberikan kesempatan kepada siswa untuk membicarakan tentang hasil penyelidikan pada tahap pertama. Pada tahap ini siswa berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata dan bahasa yang mereka pahami untuk menyajikan ide kepada temannya, membangun teori bersama, berbagi strategi solusi, dan membuat definisi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sulaeman (2011) bahwa pada tahap talk siswa merefleksikan, menyusun, dan menguji (negosiasi, sharing) ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok. Dalam berdiskusi siswa dapat berbagi pengetahuan dan menguji ide-ide baru sehingga mereka mengetahui apa yang sebenarnya mereka pahami dan yang mereka butuhkan untuk dipelajari.

Yamin dan Ansari (2008: 86) mengungkapkan “Talk” penting dalam matematika, karena proses talking sebagai cara utama untuk berkomunikasi dalam matematika guna meningkatkan pemahaman matematis, membentuk ide, serta membantu guru


(24)

18 mengetahui tingkat pemahaman siswa dalam belajar matematika. Sesuai dengan penjelasan di atas, berbicara atau berdiskusi dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Berdiskusi dapat memacu siswa untuk berkomunikasi dan mengonstruksi berbagai ide untuk dikemukakan dengan temannya sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa pada pembelajaran matematika.

3. Write (menulis)

Pada tahap ini siswa menuliskan hasil diskusi pada lembar kerja yang disediakan. Tulisan ini dapat berupa landasan konsep yang digunakan, keterkaitan dengan materi sebelumnya, strategi penyelesaian, dan solusi yang diperoleh. Slavin (2008: 255) mengemukakan bahwa dengan meminta siswa menuliskan apa yang telah dipelajari, mereka akan lebih mudah untuk memahami dan mengingatnya. Sejalan dengan pendapat tersebut Yamin dan Ansari (2008: 87) menyatakan bahwa menulis dalam matematika dapat membantu merealisasikan salah tujuan utama pembelajaran, yaitu pemahaman siswa mengenai materi yang telah diajarkan. Selain itu melalui kegiatan menulis dalam pembelajaran matematika siswa diharapkan dapat memahami bahwa matematika merupakan bahasa atau alat untuk mengungkapkan ide.

Yamin dan Ansari (2008: 88) mengemukakan aktivitas siswa selama tahap

write” ini, yaitu: (1) menulis solusi terhadap masalah/pertanyaan yang diberikan; (2) mengorganisasikan semua pekerjaan langkah demi langkah, baik penyelesaiannya menggunakan grafik, diagram, atau tabel agar mudah dibaca atau ditindaklanjuti; dan (3) mengoreksi semua pekerjaan sehingga yakin tidak ada pekerjaan ataupun perhitungan yang ketinggalan. Pada tahap ini siswa dapat belajar melakukan komunikasi matematika secara tertulis. Siswa diminta


(25)

menuliskan kesimpulan dari hasil diskusi mengenai permasalahan yang diberikan. Setelah berdiskusi, siswa akan memperoleh ide baru untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan sehingga apa yang dituliskan siswa pada tahap ini kemungkinan berbeda dengan yang ditulis siswa pada catatan individu (pada tahap think).

Berikut ini adalah desain strategi pembelajaran Think Talk Write.

Gambar 2.1. Desain Strategi Pembelajaran Think Talk Write Dimodifikasi dari Yamin dan Ansari (2008: 89)

Secara sederhana Yamin dan Ansari (2008: 90) mengemukakan langkah-langkah strategi pembelajaran Think Talk Write sebagai berikut:

GURU Belajar matematika melalui

strategi Think Talk Write

Masalah

THINK

TALK

WRITE

Dampak

Siswa membaca LKS dan membuat catatan secara

individu

Siswa berdiskusi secara kelompok untuk membahas

isi catatan Secara individu siswa mengonstruksi pengetahuan

dari hasil diskusi

Siswa mampu meningkatkan kemampuan komunikasi

matematis dalam pembelajaran


(26)

20 1) guru membagi teks bacaan berupa lembar kerja siswa(LKS) yang berisi

ma-salah/soal matematika yang harus diselesaikan siswa. LKS ini disertai petunjuk pelaksanaannya.

2) siswa membaca teks dan membuat catatan kecil secara individu tentang apa yang ia ketahui dan tidak diketahui serta penyelesaian masalah dari LKS untuk kemudian dibawa ke forum diskusi (think)

3) siswa berdiskusi dengan teman satu kelompok untuk membahas isi catatan (talk). Dalam kegiatan ini mereka menyampaikan ide-ide matematika dengan bahasa sendiri.

4) dari hasil diskusi, siswa mengonstruksi sendiri pengetahuan yang memuat pe-mahaman komunikasi matematis dalam bentuk tulisan (write).

5) pembelajaran diakhiri dengan membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari. Sebelum itu dipilih satu atau beberapa siswa sebagai perwakilan kelompok untuk menyajikan hasil diskusinya sedangkan kelompok lain memberi tanggapan.

Peranan dan tugas guru dalam usaha mengefektifkan penggunaan strategi pembelajaran Think Talk Write ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Silver dan Smith dalam Yamin dan Ansari (2008: 90), yaitu mengajukan pertanyaan dan tugas yang melibatkan siswa aktif berpikir, menyimak ide yang dikemukakan siswa baik secara lisan maupun tulisan, mempertimbangkan apa yang digali siswa dalam diskusi, serta menilai, dan mendorong siswa untuk berpartisipasi.

Berdasarkan uraian di atas maka didapatkan karakteristik strategi pembelajaran Think Talk Write antara lain: (a) termasuk model pembelajaran yang dilakukan secara kooperatif; (b) strategi pembelajaran Think Talk Write dibangun oleh


(27)

kemampuan berpikir, berbicara, dan menulis; (c) mendorong siswa untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran; (d) siswa secara individu membangun pemikiran tentang suatu permasalahan kemudian mendiskusikan hasil pemikiran tersebut dengan teman sekelompok dan diakhiri dengan menuliskan kembali kesimpulannya; (e) strategi pembelajaran Think Talk Write dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

C. Pembelajaran Konvensional

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 523) konvensional artinya berdasarkan kebiasaan. Pembelajaran konvensional dapat diartikan sebagai pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru. Djamarah (2006) metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Pada umumnya pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang lebih terpusat pada guru. Akibatnya terjadi praktik belajar pembelajaran yang kurang optimal karena guru membuat siswa pasif dalam kegiatan belajar dan pembelajaran. Hal ini diperkuat oleh pendapat Ibrahim (2000) bahwa pembelajaran konvensional adalah kegiatan belajar yang bersifat menerima, guru berperan lebih aktif dan siswa berperan lebih pasif tanpa banyak melakukan kegiatan pengolahan bahan karena hanya menerima bahan ajaran yang disampaikan oleh guru saja. Sementara itu, Ruseffendi (2006: 350) menyatakan bahwa umumnya pembelajaran konvensional memiliki kekhasan tertentu, missal-nya mengutamakan hafalan daripada pengertian, menekankan pada keterampilan


(28)

22 berhitung, mengutamakan hasil daripada proses dan pengajaran berpusat pada guru.

Pembelajaran ini dipandang efektif atau mempunyai keunggulan, terutama dapat menampung kelas besar, menyampaikan informasi dengan cepat, membangkitkan minat akan informasi, mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan, mudah digunakan dalam proses belajar mengajar, serta ke-kurangan atau tidak adanya buku pelajaran dan alat bantu pelajaran tidak menghambat jalanya pelajaran. Namun demikian model pembelajaran konven-sional ini mempunyai beberapa kelemahan yaitu tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan, sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari, tidak memerlukan pemikiran yang kritis, penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas, serta daya serap siswa rendah dan cepat hilang karena bersifat menghafal.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kon-vensional adalah pembelajaran tradisional yang biasa dilakukan oleh guru ma-tematika di sekolah yang sedang diteliti. Pelaksanaan model pembelajaran ini yaitu guru menjelaskan materi, sedangkan siswa menyimak dan mencatat ke-mudian guru memberikan contoh soal dan penyelesaiannya, selanjutnya siswa diberi soal untuk dikerjakan.

D. Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas menunjukkan tingkat keberhasilan pencapaian suatu tujuan. Suatu upaya dikatakan efektif apabila upaya tersebut mampu mencapai tujuan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005) mendefinisikan efektivitas berasal dari


(29)

kata efektif yang berarti ada pengaruh atau akibatnya, dapat membawa hasil, berhasil guna yang dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dapat memberikan hasil yang memuaskan. Efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah efektivitas pembelajaran. Tujuan dari pembelajaran sendiri adalah ketercapaian kompetensi. Seperti yang dikemukakan Sardiman (Trianto, 2009: 20) bahwa keefektifan pembelajaraan adalah hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar.

Keefektifan pembelajaran juga dikemukaan oleh Simanjuntak (1993: 80) bahwa suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila menghasilkan sesuatu sesuai dengan yang diharapkan atau dengan kata lain tujuan yang diinginkan tercapai. Guna menciptakan pembelajaran yang efektif, guru dituntut kreatif dalam menggunakan berbagai strategi pembelajaran sehingga dapat merancang bahan belajar yang mampu menarik dan memotivasi siswa untuk belajar. Efektivitas pembelajaran dapat tercapai jika siswa berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini sessuai dengan pendapat Hamalik (2004: 171) bahwa pembelajaran yang efektif yaitu pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sendiri dengan melakukan aktivitas-aktivitas belajar.

Dalam menilai efektivitas pembelajaran, Mulyasa (Nuswowati dkk, 2010: 568) menyatakan bahwa pembelajaran dianggap berhasil bila sekurang-kurangnya 85% dari jumlah peserta didik yang ada di kelas tersebut mampu menguasai tujuan pembelajaran minimal 65% dari seluruh tujuan pembelajaran. Sedangkan Wicaksono (2011) mengemukakan pembelajaran dikatakan efektif apabila: (1) sekurang-kurangnya 70% dari jumlah siswa memperoleh nilai minimal 70 dalam peningkatan hasil belajar; dan (2) secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan


(30)

24 perbedaan yang signifikan antara kemampuan awal dengan kemampuan setelah pembelajaran (gain signifikan).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan yang diperoleh siswa setelah kegiatan pembelajaran yaitu dari suatu proses interaksi antar siswa maupun antara siswa dengan guru dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam penelitian ini, pembelajaran dikatakan efektif apabila: (1) peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi pembelajaran Think Talk Write lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran konvensional; dan (2) jumlah siswa yang mendapatkan nilai minimal 70 pada kelas yang menggunakan strategi pembelajaran Think Talk Write lebih dari atau sama dengan 70% dari jumlah siswa. Nilai 70 bukan merupakan nilai KKM yang ditetapkan sekolah, melainkan standar ketuntasan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa yang ditentukan oleh peneliti.

E. Kerangka Pikir

Kemampuan untuk menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan merupakan salah satu kompetensi yang diharapkan meningkat dalam pembelajaran matematika. Dengan komunikasi siswa mampu untuk menginterpretasi dan mengekspresikan pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari serta dapat memecahkan masalah dengan baik. Komunikasi matematis bukan hanya sekedar menyatakan ide melalui tulisan tetapi lebih luas


(31)

lagi yaitu kemampuan siswa dalam hal menggambarkan, bekerja sama (sharing), menulis, dan akhirnya melaporkan apa yang telah dipelajari.

Strategi pembelajaran Think Talk Write merupakan salah satu strategi yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan cara melibatkan siswa secara aktif. Pembelajaran matematika melalui strategi Think Talk Write diawali dengan bagaimana siswa memikirkan penyelesaian suatu masalah/soal matematika yang diberikan oleh guru kemudian diikuti dengan mengkomuni-kasikan hasil pemikirannya melalui diskusi kelompok yang akhirnya dapat me-nuliskan kembali hasil pemikirannya tersebut. Tiga tahapan yang dilalui siswa, yaitu think (berpikir), talk (berdiskusi), dan write (menulis atau mengkonstruksi hasil diskusi) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

Aktivitas berpikir pada tahap think dapat dilihat dari proses siswa membaca suatu teks matematika. Dalam tahap ini siswa secara individu memikirkan kemung-kinan jawaban (pendekatan penyelesaian), membuat catatan apa yang telah di-baca, baik itu berupa apa yang diketahuinya, maupun langkah-langkah penye-lesaian dalam bahasanya sendiri. Dengan membaca, siswa tidak hanya sekedar menarik informasi dari teks tetapi juga menggunakan pengetahuan, minat, dan perasaannya untuk mengembangkan konsep. Hal ini akan mendorong kemam-puan komunikasi matematika, khususnya kemamkemam-puan menggunakan kemamkemam-puan membaca, dan menelaah untuk menginterpretasi dan mengevaluasi ide mate-matika. Dengan adanya tahap ini maka siswa akan lebih siap dalam berdiskusi karena telah memiliki bahan untuk didiskusikan bersama teman sekelompoknya.


(32)

26 Pada tahap talk, siswa menyampaikan ide yang diperolehnya pada tahap think kepada teman-teman diskusinya (kelompok). Guru mendorong siswa agar ber-partisipasi aktif dalam menyampaikan pendapat sehingga tidak ada siswa yang hanya berperan sebagai penonton diskusi. Tahap talk membantu siswa untuk mempertajam kemampuan komunikasi matematis yang sebelumnya ia bangun sendiri. Selain itu, tahap ini juga memungkinkan siswa untuk terampil ber-komunikasi secara lisan. Pada tahap ini siswa berber-komunikasi dengan meng-gunakan kata-kata dan bahasa yang mereka pahami untuk menyajikan ide kepada temannya, membangun teori bersama, berbagi strategi solusi, dan membuat definisi. Tahap ini juga mendorong tercapainya indikator kemampuan komuni-kasi matematika khususnya kemampuan mendiskusikan ide-ide matematika, membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi.

Tahapan terakhir dari strategi pembelajaran Think Talk Write yaitu tahap write. Pada tahap ini, siswa secara mandiri menuliskan kembali hasil diskusi yang telah dilakukan bersama kelompoknya. Setelah melalui tahap think dan talk, siswa sudah mampu untuk merevisi dan mengonstruksi gagasan matematis yang ia miliki. Pada tahap write, siswa belajar untuk melakukan komunikasi matematis secara tertulis. Melalui tahap ini, guru dapat mengetahui sejauh mana siswa dapat mengkomunikasikan ide matematikanya dalam tulisan sehingga menjadi feedback dalam pembelajaran matematika yang dilakukan. Hal ini juga akan meningkatkan kemampuan komunikasi matematika khususnya kemampuan menggunakan kemampuan membaca, menulis, dan menelaah untuk menginterpretasi dan mengevaluasi ide matematika. Seorang pembaca dikatakan memahami teks secara bermakna apabila ia dapat mengemukakan ide dalam teks tersebut secara


(33)

benar dalam bahasanya sendiri. Oleh karena itu, untuk memeriksa apakah peserta didik telah memiliki kemampuan membaca teks matematika secara bermakna, maka dapat dilihat melalui kemampuan peserta didik menyampaikan secara lisan atau menuliskan kembali ide matematika dengan bahasanya sendiri.

Tahapan-tahapan di atas jarang dijumpai pada pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran konvensional peran guru lebih dominan saat menyampaikan materi sehingga siswa jarang diberi kesempatan untuk mengemukakan ide-idenya sendiri. Selain itu juga, peran guru yang terlalu dominan juga mempersempit kesempatan siswa untuk berinteraksi dengan siswa lain sehingga tidak terjadi kerjasama antar siswa. Akibatnya, pemahaman siswa hanya sebatas yang mereka ketahui saja tanpa ada pemahaman baru yang dibangun melalui proses komunikasi dengan siswa lain. Kondisi seperti ini mengakibatkan kemampuan mereka dalam mengkomunikasikan persoalan matematika menjadi rendah.

Dalam mengefektifkan strategi pembelajaran Think Talk Write, guru harus memonitor dan memotivasi keterlibatan siswa dalam diskusi agar selalu berpartisipasi aktif dalam kelompoknya. Dengan demikian, penerapan strategi ini memungkinkan menghasilkan kemampuan komunikasi matematis siswa yang baik.

F. Anggapan Dasar


(34)

28 1. Semua siswa kelas VIII semester genap SMPN 29 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012-2013 memperoleh materi pelajaran matematika yang sama dan sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

2. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis siswa selain strategi pembelajaran dianggap memberikan pengaruh yang sama.

G. Hipotesis

1. Hipotesis Umum

Hipotesis dalam penelitian ini adalah strategi pembelajaran Think Talk Write efektif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

2. Hipotesis Kerja

Hipotesis kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti

pem-belajaran dengan strategi pempem-belajaran Think Talk Write lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pem-belajaran dengan pempem-belajaran konvensional.

2. Persentase siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi pembelajaran Think Talk Write yang mendapatkan nilai minimal 70 adalah lebih dari atau sama dengan 70% dari jumlah siswa.


(35)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 29 Bandar Lampung. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII yang terbagi dalam sembilan kelas (VIII A - VIII I), dengan distribusi kelas sebagai berikut. Tabel 3.1 Distribusi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 29 Bandar Lampung

No. Kelas Jumlah

Siswa

Rata-rata Nilai Ujian Akhir Semester Ganjil

1 VIII A 37 73,82

2 VIII B 35 55,50

3 VIII C 35 61,50

4 VIII D 34 47,05

5 VIII E 33 49,92

6 VIII F 32 46,90

7 VIII G 31 52,09

8 VIII H 32 46,83

9 VIII I 27 47,22

Jumlah populasi 295 241,96

Nilai Rata-rata Populasi 53,89

Sumber : SMP Negeri 29 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013

Untuk kepentingan penelitian, pengambilan sampel dengan metode purposive random sampling. yaitu dengan mengambil lima kelas yang diajar oleh guru yang sama dari 9 kelas yang ada. Setelah itu memilih dua kelas yang memiliki rata-rata nilai yang relatif sama berdasarkan rata-rata nilai ujian semester ganjil tiap kelas. Hal ini dilakukan agar tidak terdapat perbedaan kemampuan awal yang cukup


(36)

30 signifikan pada kedua kelas sampel. Pada Tabel 3.1 terlihat bahwa kelas yang memiliki kemampuan kognitif yang hampir sama adalah kelas VIII F dan VIII H. Setelah itu secara acak ditentukan kelas VIII H sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII F sebagai kelas kontrol. Pada kelas eksperimen pembelajaran meng-gunakan strategi pembelajaran Think Talk Write sedangkan kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu. Desain yang digunakan adalah pretest-posttest control group design. Desain penelitian sebagaimana di-kemukakan oleh Furchan (1982: 356) digambarkan pada Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2 Pretest-Posttest Control Design

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

E Y1 X Y2

K Y1 C Y2

Keterangan: Y1 : pretest

X : perlakuan pada kelas eksperimen (menggunakan strategi pembelajaran TTW) C : perlakuanpada kelas kontrol (menggunakan pembelajaran konvensional) Y2 : posttest

C. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti menentukan populasi serta melakukan sampling. Selanjutnya menyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS), menyusun kisi-kisi instrumen,


(37)

31 menyusun instrumen, uji coba dan analisis hasil uji coba instrumen, sampai pada perbaikan instrumen.

2. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian secara berturut-turut adalah sebagai berikut. a. Mengadakan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

b. Melaksanakan pembelajaran dengan strategi pembelajaran Think Talk Write kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

c. Mengadakan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. 3. Tahap pengolahan dan analisis data

4. Penarikan kesimpulan 5. Penyusunan laporan

Adapun urutan pembelajaran yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Kegiatan Awal

a. Apersepsi untuk menggali materi kemampuan prasyarat siswa mengenai materi yang akan dibahas melalui tanya jawab.

b. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

c. Memberi pengarahan tentang prosedur pelaksanaan pembelajaran Think Talk Write.

d. Mengarahkan siswa untuk berkumpul dengan kelompok yang telah ditentukan.

e. Memberikan motivasi agar siswa berperan aktif dalam pembelajaran. 2. Kegiatan Inti


(38)

32 b. Guru meminta siswa membaca dan memahami materi atau permasalahan yang diberikan dalam LKS. Kemudian siswa membuat catatan kecil secara individu mengenai hal-hal yang diketahui atau belum diketahui serta kemungkinan penyelesaian dari permasalahan yang diberikan untuk kemudian dibawa ke diskusi kelompok. (Tahap think dan write)

c. Siswa melakukan diskusi kelompok. Setiap anggota kelompok mengungkapkan hasil pemikiran individunya pada tahap awal. Guru memantau jalannya diskusi kelompok. (Tahap talk dan write)

d. Guru meminta salah satu perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya, kelompok yang lain menganggapi. (Tahap talk)

e. Siswa mengonstruksi kembali hasil diskusi yang telah dilakukan dan me-nuliskannya pada LKS yang disediakan. (Tahap write)

3. Kegiatan penutup

a. Dengan bimbingan guru, siswa menyimpulkan hasil pembelajaran yang diperoleh.

b. Guru memberikan tugas rumah dan menginformasikan materi untuk pertemuan selanjutnya.

D. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif terdiri dari: 1) data awal berupa skor yang diperoleh melalui pretest sebelum memulai pembelajaran; 2) data akhir berupa skor yang diperoleh melalui posttest yang dilakukan di akhir pembelajaran; dan 3) data skor pencapaian (gain).


(39)

33 E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu teknik tes. Tes diberikan sebelum pembelajaran (pretest) dan sesudah pembelajaran (posttest) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes yang diberikan bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa setelah mengikuti pembelajaran matematika dengan strategi pembelajaran Think Talk Write pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes. Tes yang digunakan adalah tes kemampuan komunikasi matematis berbentuk esai. Perangkat tes terdiri dari 8 soal esai. Setiap soal memiliki satu atau lebih indika-tor kemampuan komunikasi matematis. Penyusunan perangkat tes dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

1. Menentukan kompetensi dasar dan indikator yang akan diukur sesuai dengan materi dan tujuan kurikulum yang berlaku pada populasi serta menentukan indikator-indikator pengukuran kemampuan komunikasi matematis. Adapun pedoman penskoran tes komunikasi matematis yang dimodifikasi dari Cai, Lane, dan Jakabcsin (Rofiah, 2010) disajikan pada Tabel 3.3.

2. Melakukan pembatasan materi yang diujikan, yaitu pokok bahasan bangun ruang sisi datar kompetensi dasar 5.1, Mengidentifikasi sifat-sifat kubus, balok, prisma dan limas serta bagian-bagiannya, kompetensi dasar 5.2, Membuat jaring-jaring kubus, balok, prisma dan limas, dan kompetensi dasar 5.3, Menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan limas.


(40)

34 Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Tes Komunikasi Matematis

No Indikator Ketentuan Skor

1.

Menyatakan, mengekspresikan, dan melukiskan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar atau model matematika lain

a. Tidak ada jawaban, atau meskipun ada

informasi yang diberikan tidak berarti. 0 b.Hanya sedikit dari gambar/model

matematika yang dibuat bernilai benar. 1 c. Menggambar model matematika namun

kurang lengkap dan benar. 2 d.Menggambar model matematika secara

lengkap dan benar. 3

2.

Menyatakan situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika

a. Tidak ada jawaban, atau meskipun ada

informasi yang diberikan tidak berarti. 0 b.Hanya sedikit simbol atau ide

matematika yang disajikan bernilai benar. 1 c. Menyajikan ide matematika namun

kurang lengkap dan benar 2 d.Menyajikan ide matematika secara

lengkap dan benar 3

3. Menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide

a. Tidak ada jawaban, atau meskipun ada

informasi yang diberikan tidak berarti. 0 b. Hanya sedikit pendekatan dari

pendekatan matematika yang digunakan bernilai benar.

1 c. Membuat pendekatan matematika dengan

benar, namun salah melakukan perhitungan.

2 d. Membuat pendekatan matematika dengan

benar, dan melakukan perhitungan dengan tepat. 3 4. Menyusun argumen secara tertulis dalam menyelesaikan suatu masalah matematis.

a. Tidak ada jawaban, atau meskipun ada

informasi yang diberikan tidak berarti. 0 b. Penjelasan matematis masuk akal, namun

kurang lengkap dan benar. 1 c. Penjelasan matematis tidak tersusun logis

atau terdapat kesalahan bahasa. 2 d. Penjelasan matematis masuk akal,

tersusun secara logis, dan jelas. 3

3. Menentukan tipe soal, yaitu soal esai. 4. Menentukan jumlah soal, yaitu 5 soal.


(41)

35 6. Membuat kisi-kisi soal berdasarkan indikator pembelajaran yang ingin

di-capai.

7. Menuliskan petunjuk mengerjakan soal, kunci jawaban, dan penentuan skor. 8. Menulis butir soal.

9. Mengujicobakan instrumen.

10.Menganalisis validitas dan reliabilitas.

11.Memilih item soal yang sudah teruji berdasarkan analisis yang sudah dilaku-kan.

Agar diperoleh data yang akurat maka tes yang akan digunakan adalah tes yang memiliki kriteria tes yang baik, yaitu valid dan reliabel.

1. Validitas a. Validitas Tes

Dalam penelitian ini, validitas yang digunakan adalah validitas isi. Validitas isi dari tes komunikasi matematis ini dapat diketahui dengan cara membandingkan isi yang terkandung dalam tes komunikasi matematis dengan indikator pembelajaran yang hendak diukur.

Dengan anggapan bahwa guru mata pelajaran matematika kelas VIII SMPN 29 Bandar Lampung mengetahui dengan benar kurikulum SMP, maka validitas instrumen tes ini didasarkan atas judgement guru mata pelajaran matematika. Tes yang dikategorikan valid adalah yang telah dinyatakan sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang diukur berdasarkan penilaian guru mitra. Berdasarkan penilaian guru mitra, soal yang digunakan telah dinyatakan valid (Lampiran B.4),


(42)

36 sehingga langkah selanjutnya diadakan uji coba soal pada kelas IX B kemudian menganalisis hasil uji coba untuk mengetahui kualitas instrumen tes yaitu mengenai validitas butir soal dan realibilitas tes.

b. Validitas Butir Soal

Teknik yang digunakan untuk menguji validitas butir soal dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment, dengan angka kasar sebagai berikut:

=

22 ( 2( )2) (Widoyoko, 2012: 137)

Dengan:

= Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y N = Jumlah Siswa

= Jumlah skor siswa pada setiap butir soal = Jumlah total skor siswa

= Jumlah hasil perkalian skor siswa pada setiap butir dengan total skor siswa

Penafsiran harga korelasi dilakukan dengan membandingkan dengan harga kritik untuk validitas butir instrumen, yaitu 0,3. Artinya apabila lebih besar atau sama dengan 0,3, nomor butir tersebut dikatakan valid dan memuaskan (Widoyoko, 2012: 143). Berdasarkan hasil uji coba dan perhitungan (Lampiran C.1) diperoleh validitas setiap butir soal yang disajikan dalam tabel berikut: Tabel 3.4 Validitas Butir Soal

Nomor Soal 1 a 1 b 2 3 a 3 b 4 5

rxy 0,77 0,75 0,76 0,79 0,68 0,51 0,76

Interpretasi Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid


(43)

37 2. Reliabilitas Tes

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis yang berbentuk uraian sehingga untuk menentukan koefisien reliabilitas instrumen digunakan rumus Alpha. Rumus Alpha dalam Sudijono (2011: 208) adalah sebagai berikut.

              

2

2 11 1 1 t b n n r   dengan 2 2 2                  

N X N

Xi i

t

Keterangan : 11

r : koefisien reliabilitas instrumen (tes) n : banyaknya item

2

b

 : jumlah varians dari tiap-tiap item tes 2

t

 : varians total N : banyaknya data

� : jumlah semua data �

2

: jumlah kuadrat semua data

Sudijono (2011: 209) berpendapat bahwa suatu tes dikatakan baik apabila memiliki koefisien reliabilitas 0,70. Setelah menghitung reliabilitas instrumen tes, diperoleh koefisien reliabilitas sebesar r11 = 0,83 (Lampiran C.3). Oleh karena itu, instrumen tes kemampuan komunikasi matematis tersebut layak digunakan untuk mengumpulkan data.

Tabel 3.5 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba No Soal rxy

Validitas

Butir soal Reliabilitas 1 a 0,77 Valid

0,83 (Reliabilitas

Tinggi) 1 b 0,75 Valid

2 0,76 Valid 3 a 0,79 Valid 3 b 0,68 Valid 4 0,51 Valid 5 0,76 Valid


(44)

38 Dari Tabel 3.5 di atas, terlihat bahwa semua butir soal telah memenuhi kriteria validitas butir soal yang baik, sehingga layak digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa.

G. Teknik Analisis Data

Setelah kedua sampel diberi perlakuan yang berbeda, data yang diperoleh dari hasil prestest dan posttest dianalisis untuk mendapatkan skor peningkatan (gain) pada kedua kelas. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Besarnya peningkatan dihitung dengan rumus gain ternormalisasi (normalized gain) menurut Hake (1999: 1), yaitu :

Untuk menginterpretasi hasil perhitungan gain digunakan klasifikasi dari Hake (1999: 1) sebagai berikut:

Tabel 3.6 Klasifikasi Gain ( g )

Besarnya g Interpretasi

g > 0,7 Tinggi

0,3<g≤0,7 Sedang

g ≤ 0,3 Rendah

Selanjutnya data gain dianalisis dengan uji kesamaan dua rata-rata. Sebelum melakukan analisis kesamaan dua rata-rata terhadap data pretest, posttest, dan gain, perlu dilakukan uji prasyarat terlebih dahulu, yaitu uji normalitas dan homogenitas data. Kemudian menentukan jenis pengujian statistik yang sesuai. Apabila data normal maka pengujian hipotesis dilakukan dengan statistika

score pretes score possible imum

score pretest score

posttest g

  


(45)

39 parametrik, tetapi apabila data tidak normal, pengujian hipotesis dilakukan dengan statistika nonparametrik. Langkah-langkah analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

a. Uji Prasyarat

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Untuk uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji Chi-Kuadrat. Uji Chi Kuadrat menurut Sudjana (2005: 273) adalah sebagai berikut.

a. Hipotesis

H0 : data berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : data berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal b. Taraf signifikan : α = 5%

c. Statistik uji

ℎ� ��

2 = ( �− �)

2

� �=1

Keterangan:

2

x = harga Chi-Kuadrat i

O = frekuensi pengamatan i

E = frekuensi yang diharapkan k = banyaknya pengamat

d. Keputusan uji


(46)

40 Uji Normalitas Data Pretest

Uji normalitas data pretest dilakukan menggunakan uji Chi Kuadrat. Tabel 3.7 menunjukkan rekapitulasi perhitungannya. Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran C.12 dan C.13.

Tabel 3.7 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Pretest Kelas �ℎ� ��2

2 Keputusan Uji Keterangan

Eksperimen 2,874 9,488 H0 diterima Normal Kontrol 8,242 9,488 H0 diterima Normal Berdasarkan Tabel 3.7, dapat diketahui bahwa data pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki �ℎ� ��2 <�2 � pada taraf signifikansi = 5%, yang

berarti H0 diterima, yaitu data pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Uji Normalitas Data Gain

Uji normalitas data gain dilakukan menggunakan uji Chi Kuadrat. Tabel 3.8 menunjukkan rekapitulasi perhitungannya. Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran C.16 dan C.17.

Tabel 3.8. Rekapitulasi Uji Normalitas Data Gain.

Kelas �ℎ� ��2

2 Keterangan

Eksperimen 2,625 9,488 Normal

Kontrol 9,062 9,488 Normal

Berdasarkan Tabel 3.9, dapat diketahui bahwa data gain baik kelas eksperimen maupun kelas control memiliki �ℎ� ��2 >�2 � pada taraf signigikansi = 5%,

yang berarti H0 ditolak. Dengan demikian, data gain kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal.


(47)

41 2. Uji Kesamaan Dua Varians (Homogenitas)

Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui apakah dua sampel yang diambil yaitu kelompok eksperimen dan kontrol mempunyai varians yang homogen atau tidak. Untuk menguji homogenitas varians dalam penelitian ini digunakan uji F. Uji F menurut Sudjana (2005: 249) adalah sebagai berikut. a. Hipotesis

H0 : �12 = �22 (populasi memiliki varians yang homogen)

H1 : �12 ≠ �22 (populasi memiliki varians yang tidak homogen) b. Taraf signifikan : α = 5%

c. Satitistik Uji

= �12 �22=

� � � � �

� � � � � � dengan

d. Kriteria Uji : Tolak H0 jika 1 2

�( 1, 2), dengan 1 �2 ( 1, 2)didapat dari

daftar distribusi F dengan peluang 1/2α dan derajat kebebasan masing-masing sesuai dengan dk pembilang dan penyebut.

Uji Homogenitas Data Pretest

Uji homogenitas data pretest dilakukan dengan uji kesamaan dua varians. Tabel 3.9 menunjukkan rekapitulasi perhitungannya. Perhitungan selengkapnya disaji-kan pada Lampiran C.14.

Tabel 3.9. Rekapitulasi Uji Homogenitas Data Pretest

Kelas Varians Fhitung Ftabel Keterangan Eksperimen 80,34

2,21 1,78 Tidak Homogen Kontrol 177,76

1 2 2   

n x x si i


(48)

42 Berdasarkan Tabel 3.10, dapat diketahui bahwa ℎ� �� > pada taraf nyata

 = 5% yang berarti H0 ditolak dan terima H1, yaitu populasi memiliki varians yang tidak homogen.

Uji Homogenitas Data Gain

Uji homogenitas data gain dilakukan dengan uji kesamaan dua varian. Tabel 3.10 menunjukkan rekapitulasi perhitungannya. Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran C.18.

Tabel 3.10. Rekapitulasi Uji Homogenitas Data Gain

Kelas Varians Fhitung Ftabel Keterangan Eksperimen 0,0178

1,31 1,78 Homogen

Kontrol 0,0137

Berdasarkan Tabel 3.12, dapat diketahui bahwa ℎ� ��< pada taraf signifikansi  = 5% yang berarti H0 diterima. Dengan demikian populasi memiliki varians yang homogen.

b. Uji Hipotesis

Setelah melakukan uji normalitas dan uji kesamaan dua varians, analisis berikutnya adalah menguji hipotesis. Untuk menguji hipotesis kerja pertama digunakan uji kesamaan dua rata-rata satu pihak, yaitu uji pihak kanan. Hipotesis untuk uji kesamaan dua rata-rata, uji pihak kanan menurut menurut Widodo (2010) sebagai berikut.

H0 ∶ �1 �2 (peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan


(49)

43 dengan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran konvensional)

H1 ∶ �1 >�2 (peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan strategi pembelajaran Think Talk Write lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran konvensional)

Statistik yang digunakan untuk uji ini adalah: ℎ� ��

=

11− 2

�1+ 1

�2

dengan

keterangan:

1 = rata-rata gain dari kelas eksperimen

2 = rata-rata gain dari kelas kontrol

n1 = banyaknya subyek kelas dengan strategi pembelajaran Think Talk Write n2 = banyaknya subyek kelas dengan pembelajaran konvensional

12 = varians kelas dengan strategi pembelajaran Think Talk Write 22 = varians kelas dengan pembelajaran konvensional

2 = varians gabungan

Dengan kriteria pengujian: terima H0 jika ℎ� �� < 1−� dengan derajat

kebebasan dk = (n1 + n2 – 2) dan peluang (1− �) dengan taraf signifikan �=

5%. Untuk harga t lainnya H0 ditolak.

Selanjutnya untuk menguji hipotesis kerja kedua dilakukan uji proporsi pada nilai posttest siswa. Berikut adalah prosedur uji proporsi menurut Sudjana (2005: 234).  Hipotesis:

H0 :

< 0,70 (persentase siswa yang mendapat nilai minimal 70 yaitu <70%)

2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2       n n s n s n s


(50)

44 H1 :

≥ 0,70 (persentase siswa yang mendapat nilai minimal 70 yaitu ≥ 70%)  Taraf Signifikan: α = 5%

 Statistik uji :

n n

x zhitung

) 70 , 0 1 ( 70 , 0

70 , 0 

 

Keterangan:

x : banyaknya siswa yang mendapat nilai minimal 70 n : besarnya sampel

0,70 : proporsi siswa yang diharapkan mendapat nilai minimal 70

 Kriteria uji: tolak H0 jika zhitungz0,5. Harga z0,5 diperoleh dari daftar normal baku dengan peluang (0,5–α).


(51)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh simpulan bahwa

1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pem-belajaran dengan strategi pempem-belajaran Think Talk Write lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran konvensional. Namun persentase siswa yang tuntas belajar pada kelas yang menggunakan strategi pembelajaran Think Talk Write kurang dari 70%, hal ini berarti strategi pembelajaran Think Talk Write tidak efektif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

2. Dalam penelitian ini juga diperoleh kesimpulan bahwa secara umum pencapaian indikator kemampuan komunikasi matematis skor posttest siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi pembelajaran Think Talk Write lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran konvensional.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan agar mendapatkan hasil yang lebih optimal disarankan hal-hal berikut ini.


(52)

61 1. Guru dapat menerapkan strategi pembelajaran Think Talk Write sebagai salah

satu alternatif dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

2. Agar siswa tidak mengalami kesulitan dalam melakukan pembelajaran strategi pembelajaran Think Talk Write, maka setiap langkah pembelajarannya harus terlebih dahulu dilatih dan dibiasakan kepada siswa.

3. Pembaca dan peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan mengenai penerapan strategi pembelajaran Think Talk Write terhadap pe-ningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa hendaknya melaksanakan pembelajaran dengan perencanaan yang matang dan pengelolaan kelas yang baik, serta pengelolaan waktu sebaik mungkin agar proses pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu, diharapkan untuk menyempurna-kan pedoman penskoran instrumen yang ada dalam penelitian ini agar diper-oleh data pencapaian indikator kemampuan komunikasi matematis yang lebih baik serta menambahkan daftar referensi tentang strategi pembelajaran Think Talk Write.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, B. 2003. Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) melalui Strategi Think Talk Write. Disertasi Doktor pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Ansari, B. 2009. Komunikasi Matematik Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh: Yayasan Pena.

Asmin. 2003. Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik dan Kendala yang Muncul di Lapangan. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No. 44.

Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka..

________. 2006. Permendiknas Nomor 22 / 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Djamarah, Syaiful Bahrin, Drs. 2006. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : Rineka Cipta.

Fleischman, Howard L. et al. 2010. PISA Result: What students Know and Can Do-Student Performance in Reading, Mathematics, and Science. [Online]. Tersedia: http://www.oecd.org/pisa/pisaproducts/48852548.pdf (diakses pada tanggal 25 Januari 2013)

Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional

Hake, Richard R. 1999. Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/ajpv3i.pdf. (diakses pada tanggal 15 Januari 2013)

Halmaheri. 2005. Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Matematika Peserta Didik SLTP Melalui Belajar dalam Kelompok Kecil dengan Strategi Think Talk Write. [Online]. Tersedia:

http://pagesyourfavourite.com/ppupsi/abstrakmat2005.html. (diakses pada tanggal 10 Januari 2013).

Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Hulukati, E. 2005. Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP melalui Model Pembelajaran Generatif. Disertasi pada FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.


(54)

63 Ibrahim, M, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA Press.

NCTM. 1989. Curriculumand Evaluation Standars For School Mathematics. Virginia: The National Council Of Teachers of Mathematics, Inc.

______ . 2000. Principles and Standars for School Mathematics. Virginia: The National Council of Teacher of Mathematics, Inc.

Nuswowati, Murbangun dkk. 2010. Pengaruh Validitas dan Reliabilitas Butir Soal Ulangan Akhir Semester Bidang Studi Kimia terhadap Pencapaian Kompetensi. [Online]. Tersedia :

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jipk/article/viewfile/1314/1390. (diakses pada tanggal 18 Februari 2013).

OECD. 2009. The PISA 2003 Assessment Framework – Mathematics, Reading, Science and Problem Solving Knowledge and Skills. Paris: OECD Publications.

Rofiah, Asiatul. 2010. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematika Pada Siswa Kelas VII SMP N 2 Depok Yogyakarta dalam Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Inkuiri. (Skripsi Universitas Negeri Yogyakarta): Tidak diterbitkan. Ruseffendi, E.T. 2006. Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran; Berointasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Simanjuntak, Lisnawaty. 1993. Metode Mengajar Matematika 1. Jakarta: Rineka Cipta. Slavin, E. Robert. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktek. Jakarta: PT. Indeks. Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: PT. Tarsito.

Suherman, H. E. dkk. 2007. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA - UPI

Sulaeman, Mandaputera. 2011. Efektivitas Model Pembelajaran TTW untuk meningkatkan hasil belajar statistika pada siswa SMKN 1 Cilaku. [Online]. Tersedia: http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=6481.

(diakses pada tanggal 15 Januari 2013).

Sumarmo, U. 2003. Pengembangan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi pada Siswa SLTP dan SMU serta Mahasiswa Strata Satu (S1) melalui berbagai Pendekatan Pembelajaran. Bandung, Laporan Penelitian Pascasarjana UPI. Bandung : Tidak dipublikasikan.


(55)

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Surabaya: Kencana. Wicaksono. 2011. Efektivitas Pembelajaran. [Online]. Tersedia:

http://agung.smkn1pml.sch.id/wordpress/?tag=efektifitas-pembelajaran. (diakses pada tanggal 10 Januari 2013).

Widodo, Wahyu. 2010. Pengujian hipotesis. [Online] Tersedia: Http://wahyuwidodo.staff.umm.ac.id/files/2010/03/BAB 7. PENGUJIAN HIPOTESA1.ppt. (diakses pada tanggal 15 Januari 2013).

Widoyoko, Eko Putro. 2012. Evaluasi Program Penbelajaran. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Yamin, H. M. dan Bansu I. Ansari. 2008. Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa. Jakarta: Gaung Persada Press.


(1)

44 H1 :  ≥ 0,70 (persentase siswa yang mendapat nilai minimal 70 yaitu ≥ 70%)  Taraf Signifikan: α = 5%

 Statistik uji :

n n

x zhitung

) 70 , 0 1 ( 70 , 0

70 , 0 

 

Keterangan:

x : banyaknya siswa yang mendapat nilai minimal 70

n : besarnya sampel

0,70 : proporsi siswa yang diharapkan mendapat nilai minimal 70

 Kriteria uji: tolak H0 jika zhitungz0,5. Harga z0,5 diperoleh dari daftar


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh simpulan bahwa

1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pem-belajaran dengan strategi pempem-belajaran Think Talk Write lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran konvensional. Namun persentase siswa yang tuntas belajar pada kelas yang menggunakan strategi pembelajaran Think Talk Write kurang dari 70%, hal ini berarti strategi pembelajaran Think Talk Write tidak efektif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

2. Dalam penelitian ini juga diperoleh kesimpulan bahwa secara umum pencapaian indikator kemampuan komunikasi matematis skor posttest siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi pembelajaran Think Talk Write

lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran konvensional.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan agar mendapatkan hasil yang lebih optimal disarankan hal-hal berikut ini.


(3)

61 1. Guru dapat menerapkan strategi pembelajaran Think Talk Write sebagai salah

satu alternatif dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

2. Agar siswa tidak mengalami kesulitan dalam melakukan pembelajaran strategi pembelajaran Think Talk Write, maka setiap langkah pembelajarannya harus terlebih dahulu dilatih dan dibiasakan kepada siswa.

3. Pembaca dan peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan mengenai penerapan strategi pembelajaran Think Talk Write terhadap pe-ningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa hendaknya melaksanakan pembelajaran dengan perencanaan yang matang dan pengelolaan kelas yang baik, serta pengelolaan waktu sebaik mungkin agar proses pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu, diharapkan untuk menyempurna-kan pedoman penskoran instrumen yang ada dalam penelitian ini agar diper-oleh data pencapaian indikator kemampuan komunikasi matematis yang lebih baik serta menambahkan daftar referensi tentang strategi pembelajaran Think Talk Write.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, B. 2003. Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) melalui Strategi Think Talk

Write. Disertasi Doktor pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Ansari, B. 2009. Komunikasi Matematik Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh: Yayasan Pena.

Asmin. 2003. Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik dan Kendala yang

Muncul di Lapangan. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No. 44.

Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka..

________. 2006. Permendiknas Nomor 22 / 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan

Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Djamarah, Syaiful Bahrin, Drs. 2006. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : Rineka Cipta.

Fleischman, Howard L. et al. 2010. PISA Result: What students Know and Can Do-Student Performance in Reading, Mathematics, and Science. [Online]. Tersedia: http://www.oecd.org/pisa/pisaproducts/48852548.pdf (diakses pada tanggal 25 Januari 2013)

Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional

Hake, Richard R. 1999. Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/ajpv3i.pdf. (diakses pada tanggal 15 Januari 2013)

Halmaheri. 2005. Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Matematika Peserta Didik SLTP Melalui Belajar dalam Kelompok Kecil dengan Strategi Think Talk Write. [Online]. Tersedia:

http://pagesyourfavourite.com/ppupsi/abstrakmat2005.html. (diakses pada tanggal 10 Januari 2013).

Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Hulukati, E. 2005. Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP melalui Model Pembelajaran Generatif. Disertasi pada FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.


(5)

63

Ibrahim, M, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA Press.

NCTM. 1989. Curriculumand Evaluation Standars For School Mathematics. Virginia: The National Council Of Teachers of Mathematics, Inc.

______ . 2000. Principles and Standars for School Mathematics. Virginia: The National Council of Teacher of Mathematics, Inc.

Nuswowati, Murbangun dkk. 2010. Pengaruh Validitas dan Reliabilitas Butir Soal Ulangan Akhir Semester Bidang Studi Kimia terhadap Pencapaian Kompetensi. [Online]. Tersedia :

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jipk/article/viewfile/1314/1390. (diakses pada tanggal 18 Februari 2013).

OECD. 2009. The PISA 2003 Assessment Framework – Mathematics, Reading, Science

and Problem Solving Knowledge and Skills. Paris: OECD Publications.

Rofiah, Asiatul. 2010. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematika Pada Siswa Kelas VII SMP N 2 Depok Yogyakarta dalam Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Inkuiri. (Skripsi Universitas Negeri Yogyakarta): Tidak diterbitkan. Ruseffendi, E.T. 2006. Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.

Bandung: Tarsito.

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran; Berointasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Simanjuntak, Lisnawaty. 1993. Metode Mengajar Matematika 1. Jakarta: Rineka Cipta. Slavin, E. Robert. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktek. Jakarta: PT. Indeks. Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: PT. Tarsito.

Suherman, H. E. dkk. 2007. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA - UPI

Sulaeman, Mandaputera. 2011. Efektivitas Model Pembelajaran TTW untuk meningkatkan hasil belajar statistika pada siswa SMKN 1 Cilaku. [Online]. Tersedia: http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=6481.

(diakses pada tanggal 15 Januari 2013).

Sumarmo, U. 2003. Pengembangan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi pada Siswa SLTP dan SMU serta Mahasiswa Strata Satu (S1) melalui berbagai Pendekatan Pembelajaran. Bandung, Laporan Penelitian Pascasarjana UPI. Bandung : Tidak dipublikasikan.


(6)

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Surabaya: Kencana. Wicaksono. 2011. Efektivitas Pembelajaran. [Online]. Tersedia:

http://agung.smkn1pml.sch.id/wordpress/?tag=efektifitas-pembelajaran. (diakses pada tanggal 10 Januari 2013).

Widodo, Wahyu. 2010. Pengujian hipotesis. [Online] Tersedia: Http://wahyuwidodo.staff.umm.ac.id/files/2010/03/BAB 7. PENGUJIAN HIPOTESA1.ppt. (diakses pada tanggal 15 Januari 2013).

Widoyoko, Eko Putro. 2012. Evaluasi Program Penbelajaran. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Yamin, H. M. dan Bansu I. Ansari. 2008. Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa. Jakarta: Gaung Persada Press.


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA (Studi pada kelas VIII SMPN 8 Bandar Lampung Semester Genap Tahun 2011/2012)

0 6 61

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 22 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 9 54

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 8 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 8 39

EFEKTIVITAS STRATEGI PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 29 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 3 55

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas X SMA Negeri 13 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)

1 8 47

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK PAIR SHARE BERBASIS OPEN-ENDED PROBLEM DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Trimurjo Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)

1 17 68

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAM HEROIC LEADERSHIP DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

12 55 167

EFEKTIVITAS PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 20 BandarLampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

1 58 183

ANALISIS MODEL PEMBELAJARAN PEER LESSON DAN THINK TALK WRITE DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas XI Semester Ganjil SMA Negeri 2 Abung Semuli Tahun Pelajaran 2014/2015)

1 11 61

EFEKTIVITAS PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 8 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 4 60