probabilitas p-value. Jika p-value tingkat kritis α, maka tolak hipotesis untuk
memilih random effects model. Statistik hausman dirumuskan dengan:
b M
M b
m −
− −
=
−
β β
1 1
~ K
X
2
3.9 Dimana
β adalah vektor untuk statistik variabel fix effect, b adalah vektor statistik variabel random effect,
M adalah matriks kovarians untuk dugaan FEM dan
1
M adalah matriks kovarians untuk dugaan REM.
3.2.5. Evaluasi Model
a. Multikolinearitas Indikasi multikolinearitas tercermin dengan melihat hasil t dan F-statistik hasil
regresi. Jika banyak koefisien parameter dari t-statistik diduga tidak signifikan sementara dari hasil F-hitung signifikan, maka patut diduga adanya multikolinearitas.
Multikolinearitas dapat diatasi dengan menghilangkan variabel yang tidak signifikan. b. Autokorelasi
Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Untuk mendeteksi adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai Durbin-Watson DW dalam Eviews.
Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi, maka dilakukan dengan membandingkan DW-statistik dengan DW-tabel. Adapun kerangka identifikasi
autokorelasi terangkum dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Kerangka Identifikasi Autokorelasi
Nilai DW Hasil
4-dL DW 4 Tolak H
, korelasi serial negatif 4-dL DW 4-dU
Hasil tidak dapat ditentukan 2 DW 4-dU
Terima H , tidak ada korelasi serial
dU DW 2 Terima H
, tidak ada korelasi serial dL DW dU
Hasil tidak dapat ditentukan 0 DW dL
Tolak H , korelasi serial positif
Korelasi serial ditemukan jika error dari periode waktu yang berbeda saling berkorelasi. Hal ini bisa dideteksi dengan melihat pola random error dari hasil regresi.
Pada analisis seperti yang dilakukan dalam model, jika ditemukan korelasi serial, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Perlakuan untuk
pelanggaran ini adalah dengan menambahkan AR1 atau AR2 dan seterusnya, tergantung dari banyaknya autokorelasi pada model regresi yang di gunakan.
c. Heteroskedastisitas Dalam regresi linear ganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran
parameter dalam model tersebut BLUE adalah Var ui =
2
σ konstan, semua varian mempunyai variasi yang sama. Pada umumnya, heteroskedastisitas diperoleh pada data
cross section. Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Dengan kata lain, jika regresi tetap dilakukan
meskipun ada masalah heteroskedastisitas maka pada hasil regresi akan terjadi “misleading” Gujarati, 1995.
Untuk menguji adanya pelanggaran asumsi Heteroskedastisitas, digunakan uji White-heteroskedasticity yang diperoleh dalam program Eviews. Dengan uji ini, Obs
R-Squared dibandingkan dengan
2
χ Chi Squared tabel, jika nilai Obs R-Squared lebih kecil daripada
2
χ -tabel maka tidak ada heteroskedastisitas pada model. Dalam pengolahan data panel dalam Eviews 4.1 yang menggunakan metode General Least
Square cross section weights, maka untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan membandingkan Sum Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum
Squared Resid Unweighted Statistics. Jika Sum Square Resid pada Weighted Statistics Sum Squared Resid Unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas. Perlakuan
untuk pelanggaran tersebut adalah dengan mengestimasi GLS dengan White Heteroscedasticity.
Model Penelitian
Salah satu langkah dalam penelitian ini adalah menentukan model umum yang digunakan dengan menggunakan analisis fungsi regresi untuk seluruh kawasan.
Penggunaan fungsi regresi ditujukan untuk menangkap berbagai kemungkinan perilaku dari variabel-variabel yang diestimasi. Untuk model seluruh kawasan, model ini
mengacu model penelitian Kamin dan Klau 2003, namun karena adanya dugaan perbedaan pengaruhperilaku faktor-faktor yang mempengaruhi laju inflasi terhadap laju
inflasi antara satu kawasan kawasan Asia dengan kawasan lainnya kawasan non Asia maka dalam persamaan laju inflasi yang akan di estimasi dimasukkan variabel dummy
kawasan DC. Selain itu adanya kemungkinan terdapat perbedaan yang signifikan antar kawasan akan perilaku pergerakanlaju inflasi akibat adanya krisis finansial yang
melanda Asia Asian Financial Crisis, maka dimasukkan pula variabel dummy krisis DK. Semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk
logaritma. Sehingga model umum seluruh kawasan yang akan diestimasi dapat dirumuskan sebagai berikut:
1 1
2 1
3 4
5 1
11 1
it i
i t i t
it it
i t i t
p rer
ygap p
e p
rer DC
α β β
β β
β γ
− −
− −
Δ = + +
+ Δ + Δ + Δ +
21 1
31 1
41 51
1 i t
i t it
i t
ygap DC
p DC
e DC p
DC
γ γ
γ γ
− −
−
+ + Δ
+ Δ + Δ
6 it
DK
β ε
+ +
3.10 Dimana:
it
p Δ
= laju
inflasi
1 i t
rer
−
= lag nilai tukar riil ; peningkatan menandakan depresiasi
1 i t
ygap
−
= lag
YGAP
it
p Δ
= laju inflasi luar negeri
it
e Δ
= laju perubahan nilai tukar nominal domestic currencyUS; peningkatan menandakan depresiasi
1 i t
p
−
Δ
= lag laju inflasi domestik DC
= dummy Kawasan, bernilai 1 untuk kawasan Asia, dan bernilai 0 untuk kawasan non Asia
DK = dummy Krisis, bernilai 1 untuk periode setelah tahun 1997, dan
bernilai 0 untuk periode sebelumnya
i
α
= koefisien regresi yang menunjukkan intersep model yang berubah-ubah tiap negara
1,...,k
β
= koefisien regresi yang menunjukkan slope variabel penjelas
,1 k
γ
= koefisien regresi yang menunjukkan slope dummy interaksi
i , t = negara ke- i, pada tahun ke-t
ε
= errorsimpangan Jika hasil regresi dari dummy interaksi dengan setiap variabel penjelas dan dummy krisis
signifikan maka model akan dipecah menjadi dua model yaitu model kawasan Asia dan model kawasan non Asia.
Sedangkan data yang digunakan adalah dari negara-negara berikut ini. Kawasan Asia
: Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Jepang, China, Korea
Kawasan Non Asia : Inggris, Perancis, Jerman, Belanda, Belgia, Denmark,
Swedia, Norwegia, Amerika Serikat, Kanada, Meksiko
3.4. Batasan dalam