4 hidrolisis Wang, 2002. Invertase terdapat dalam jumlah yang beragam pada
tanaman maupun hewan dengan varietas yang luas. Sumber utama invertase berasal dari ragi yeast dan fungi lainnya. Reed 1966 dalam Pancoast dan
Junk 1980 menyatakan bahwa ragi Saccharomyces cerevisiae dan S. carlsbergensis
merupakan sumber utama penghasil invertase untuk aplikasi industri. Aspergillus orizae dan A. Niger adalah fungi yang juga merupakan
sumber invertase. Tanaman penghasil enzim ini antara lain tebu Rahman et al
., 2004, buah mangga Rahman et al., 2001, buah anggur Nakanishi et al., 1990, buah tomat Konno et al., 1993 dalam Rahman et al., 2001, padi Isla
et al ., 1995 dan umbi kentang Pressey et al., 1966.
Berbeda dengan sebagian besar enzim, invertase memiliki aktivitas yang relatif tinggi pada kisaran pH yang luas antara 3.5 sampai 5.5, dengan
aktivitas optimum pada pH 4.5. Aktivitas maksimum dicapai pada suhu 55°C. Nilai Michaelis-Menten untuk jenis enzim yang berbeda bervariasi, tetapi
kebanyakan enzim memiliki nilai K
M
antara 2 mM – 5 mM Wang, 2002.
C. AKTIVITAS DAN STABILITAS ENZIM
Aktivitas enzim didefinisikan sebagai kecepatan pengurangan substrat atau kecepatan pembentukan produk pada kondisi optimum. Satu unit
aktivitas enzim didefinisikan sebagai satu mikromol µmol; 10
-6
mol substrat yang bereaksi atau produk yang dikatalisis setiap menit Rodwell, 1981.
Aktivitas enzim dapat dipengaruhi oleh konsentrasi substrat, pH, dan suhu. Setiap enzim berfungsi optimal pada suhu, pH dan konsentrasi substrat
tertentu. Konsentrasi substrat yang rendah menyebabkan daerah aktif pada enzim tidak semuanya terikat pada substrat. Terdapat suhu optimal dimana
reaksi berlangsung sangat cepat. Ketika suhu di atas suhu optimal, kecepatan reaksi menurun tajam karena enzim sebagai protein akan terdenaturasi,
sedangkan pada suhu terlalu rendah, beberapa enzim tidak dapat bekerja. Aktivitas enzim juga dipengaruhi oleh pH karena sifat ionik gugus karboksil
dan gugus amino mudah dipengaruhi pH Pelczar dan Chan, 1986. Enzim merupakan salah satu jenis protein globular. Stabilitas dan
aktivitas enzim ditentukan oleh konformasi tiga dimensinya yang dipengaruhi
5 oleh struktur tertier protein. Terdapat empat jenis interaksi yang menstabilkan
struktur tersebut pada suhu, pH dan konsentrasi ion normal, antara lain ikatan hidrogen, gaya tarik ionik, interaksi hidrofobik dan jembatan kovalen.
Lehninger, 1988.
D. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU DEGRADASI
SUKROSA
Laju degradasi sukrosa dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain suhu, pH, lama pemanasan, konsentrasi substrat dan konsentrasi enzim. Laju
degradasi sukrosa dapat diperlambat atau bahkan dihambat dengan penambahan inhibitor.
1. Pengaruh Suhu
Peningkatan suhu pada reaksi enzim memiliki dua pengaruh yang tidak seimbang. Pengaruh tersebut adalah peningkatan laju reaksi dan di
sisi lain dapat menyebabkan inaktivasi enzim Stauffer, 1989. Aktivitas enzim invertase meningkat secara perlahan dengan kenaikan suhu. Suhu
maksimum aktivitas invertase adalah 60°C, peningkatan suhu lebih lanjut menyebabkan penurunan laju degradasi sukrosa Rahman et al., 2004.
Pengaruh suhu terhadap aktivitas invertase di dalam tebu dapat dilihat pada Gambar 2.
20 40
60 80
100 120
20 40
60 80
100
suhu
o
C A
k ti
vi ta
s r e
la ti
f
Gambar 2. Pengaruh suhu terhadap aktivitas invertase dari nira tebu Rahman et al., 2004
2. Pengaruh pH
Invertase memberikan aktivitas maksimum pada pH 7.2. Aktivitas turun perlahan pada pH asam, tetapi turun secara cepat pada pH basa.
6 Observasi ini menunjukkan bahwa enzim relatif stabil pada kisaran pH
asam sampai pH netral Rahman et al., 2004. Nilai pH optimum invertase dari benih padi adalah 7.0 Chungliang et al. dalam Rahman et al., 2004.
Gambar 3 menunjukkan pengaruh pH terhadap aktivitas invertase pada tebu Rahman et al., 2004.
Gambar 3. Pengaruh nilai pH terhadap aktivitas invertase dari nira tebu Rahman et al., 2004
Stauffer 1989 menyatakan bahwa perubahan pada laju reaksi enzim oleh pH mungkin dapat disebabkan oleh tiga faktor, yakni:
a. Protonasi sisi aktif rantai asam amino pada kompleks enzim-
substrat ES berubah, menghasilkan perubahan kemampuan ES dalam menghasilkan produk.
b. Perubahan muatan ion pada molekul substrat atau sisi aktif enzim
yang dapat mengubah kecenderungan dari dua molekul tersebut untuk membentuk kompleks ES.
c. Perubahan pH dari netral dapat melemahkan stabilitas protein,
mempercepat denaturasi enzim yang bersifat irreversible.
3. Pengaruh Konsentrasi Substrat dan Enzim
Invertase dapat mengkatalisis sukrosa pada konsentrasi di atas 59wtvol. Peningkatan konsentrasi sukrosa lebih lanjut sampai
80wtvol menurunkan aktivitas enzim secara signifikan, mungkin disebabkan oleh konsentrasi air rendah, inhibisi oleh substrat atau agregasi
substrat Somiari dan Bielecki, 1995 dalam Filho et al., 1999. Brown pada tahun 1902 melakukan penelitian tentang invertase,
menyatakan bahwa jika konsentrasi sukrosa lebih tinggi daripada
7 konsentrasi enzim, kecepatan reaksi menjadi tidak tergantung pada
konsentrasi sukrosa Pancoast, 1980. Aktivitas enzimatik akan menurun pada konsentrasi substrat yang tinggi dan cenderung membentuk asimtot.
Jenis penghambatan ini akan membentuk kompleks dead end complex, satu sisi molekul substrat terikat pada enzim dan molekul substrat lain
terikat pada sisi lain sekunder enzim Suryani dan Mangunwidjaya, 2002.
4. Pengaruh Perubahan Kondisi Lingkungan
Inaktivasi enzim dan mikroorganisme dapat dilakukan dengan perlakuan suhu yang tinggi. Akan tetapi perlakuan suhu yang tinggi juga
dapat menyebabkan perubahan produk, sehingga kualitasnya menurun. Metode lain yang dapat digunakan untuk menurunkan aktivitas enzim dan
mikroorganisme tanpa merusak produk yang diinginkan adalah dengan cara pemberian gelembung gas inert. Pemberian gelembung gas inert
nitrogen mampu menurunkan aktivitas enzim Causette et al., 1998.
5. Pengaruh Inhibitor
Banyak bahan yang dapat mengubah aktivitas suatu enzim dengan menggabungkannya dalam suatu jalur yang mempengaruhi ikatan substrat.
Bahan-bahan yang mereduksi aktivitas suatu enzim dengan cara ini dikenal sebagai inhibitor. Inhibitor terbagi menjadi dua jenis, yakni
inhibitor reversible yang membentuk kompleks dinamik dengan enzim dan inhibitor irreversible yang dikenal dengan racun pengkatalis contohnya
beberapa logam berat, seperti merkuri, Hg
2+
. Inhibitor mengikat molekul enzim dan menurunkan aktivitasnya Flickinger dan Drew, 1999. Stauffer
1989 juga membagi inhibitor menjadi 3 golongan berdasarkan affinitasnya terhadap molekul enzim sebagai berikut:
a. Inhibitor beraffinitas rendah
Molekul inhibitor ini memiliki konstanta affinitas antara 1 M hingga 10
6
M. Inhibitor ini sering menyerupai substrat dengan kereaktifan yang biasa.
8 b.
Inhibitor beraffinitas tinggi Molekul inhibitor ini memiliki konstanta affinitas antara
10
6
M hingga 10
12
M. Inhibitor ini menjadi transisi dari kompleks enzim-substrat menjadi kompleks enzim-produk atau sebagai molekul
yang mengikat kuat pada sisi aktif enzim. c.
Inhibitor irreversible Molekul inhibitor ini membentuk ikatan kovalen dengan
molekul pada sisi aktif enzim. Ikatan yang dibentuk bersifat stabil. Reaksi lebih jauh lagi dari enzim dengan inhibitor ini inhibitor
berlebih menyebabkan enzim menjadi tidak aktif. Penambahan garam logam dan senyawa kimia lainnya dapat
menyebabkan peningkatan atau penurunan aktivitas enzim. Peningkatan dan penurunan aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh jenis garam logam
ataupun senyawa kimia yang ditambahkan. Pengaruh penambahan beberapa jenis garam logam dan senyawa kimia lainnya terhadap aktivitas
enzim dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pengaruh jenis garam logam dan bahan kimia pada konsentrasi
0.005 M terhadap aktivitas invertase
No. Garambahan kimia
Aktivitas relatif
1 Tanpa bahan tambahan
100.00 2 MgCl
2
115.00 3 KCl
110.82 4 NaCl
120.00 5 MnCl
2
120.00 6 CaCl
2
114.24 7 HgCl
2
1.02 8 CuCl
2
30.00 9 FeCl
2
20.25 10 ZnCl
2
68.27 11 CdCl
2
55.26 12 AgNO
3
80.00 13 AlCl
3
78.00 14 EDTA
52.74 15 Glukosa
76.00 16 Asam
asetat 45.30
Sumber: Rahman et al. 2004
9 Hampir semua ion logam selalu berinteraksi dengan kompleks
protein secara cepat. Interaksi kompleks antara ion logam dengan protein ada dua bentuk:
1. Metaloenzim
Ikatan ini merupakan subkelas dari metaloprotein. Protein berikatan kuat dengan ion logam sehingga dianggap sebagai ikatan
yang sangat stabil dan lama. Ion logam menjadi bagian dari struktur protein dan hanya dapat dilepas dalam keadaan tertentu.
2. Metal protein
Sistem ikatan ini memungkinkan ion logam mudah saling bertukar dengan protein lain reversible. Laju pertukaran ion logam
dengan kondisi larutan lingkungannya sangat mudah. Ion logam sulit dalam menempati sisi protein yang tepat karena ion logam ini bersifat
sangat labil. Kekuatan ikatan ion logam dengan protein tergantung pada muatan kation
yang mengikatnya. Semakin tinggi muatan kation dari logam maka semakin kuat ikatannya dengan protein, sehingga ikatan tersebut lebih
stabil dan konstan Darmono, 1995. Hochster dan Quastel 1963 menyatakan, ikatan ion logam bivalen
dengan grup sulfhidril yang terdapat pada enzim kemungkinan terjadi sebagai berikut:
E dll
S E-SH E-S
-
+ H
+
E-S -M + M
2+
E-SH E-SH E-S
-
+ H
+
Gambar 4. Ikatan ion logam bivalen M
2+
dan grup sulfhidril Keterangan:
E-SH = enzim yang memiliki grup sulfhidril H
+
= ion H
+
yang terlepas M
2+
= ion logam bivalen
10
E. KINETIKA ENZIMATIK
Enzim merupakan katalisator sejati. Molekul ini dapat meningkatkan kecepatan reaksi kimia spesifik yang tanpa adanya enzim akan berlangsung
lambat. Kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim sangat dipengaruhi oleh berbagai konsentrasi substrat terhadap kecepatan reaksi awal apabila
konsentrasi enzim dijaga konstan Lehninger, 1988. Setiap enzim memiliki sifat yang khas, dinyatakan dalam suatu tetapan
yaitu K
M
tetapan Michaelis-Menten. Hampir semua enzim memiliki kurva kecepatan reaksi dengan bentuk umum yang hampir sama yaitu hiperbola.
Oleh sebab itu, Michaelis-Menten mendefinisikan suatu tetapan untuk menyatakan hubungan antara konsentrasi substrat dan kecepatan reaksi
enzimatik. K
M
didefinisikan sebagai konsentrasi substrat tertentu pada saat enzim mencapai setengah kecepatan maksimumnya. Persamaan Michaelis-
Menten adalah: V
maks
[S] V
= K
M
+ [S] Keterangan:
V = kecepatan awal pada konsentrasi substrat [S]
V
maks
= kecepatan maksimum K
M
= tetapan Michaelis-Menten enzim pada substrat tertentu [S]
= konsentrasi substrat
Gambar 5. Pengaruh konsentrasi substrat terhadap kecepatan awal reaksi enzimatik Lehninger, 1988
Nilai K
M
dan V
maks
sulit untuk ditentukan secara tepat dari grafik sederhana yang ditunjukkan pada Gambar 5, karena V
maks
hanya diduga dan
11 tidak dapat diketahui nilai yang sebenarnya. Nilai K
M
yang lebih tepat dapat diperoleh dengan memetakan data yang sama dengan cara yang berbeda,
yakni pemetaan kebalikan-ganda, didapat dari transformasi aljabar persamaan Michaelis-Menten. Hasil transformasi persamaan Michaelis-Menten dikenal
dengan persamaan Lineweaver-Burk. 1 K
M
1 1 =
+ V
o
V
maks
[S] V
maks
Selain dapat menentukan V
maks
secara lebih tepat, persamaan ini bermanfaat dalam menganalisa penghambatan enzim Lehninger, 1988. Persamaan
Lineaweaver-Burk menghasilkan kurva yang ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6. Kurva Lineweaver-Burk Kinetika inhibisi enzim menyangkut penentuan fungsi laju reaksi
terhadap konsentrasi substrat dengan inhibitor pada berbagai konsentrasi. Kurva Lineweaver-Burk memungkinkan untuk menentukan jenis inhibisi
yang bersifat reversible, antara lain sebagai berikut. 1.
Inhibisi Kompetitif Inhibitor pada model inhibisi ini bersaing dengan substrat untuk
memasuki sisi aktif enzim. Struktur kimia inhibitor umumnya menyerupai substrat. Oleh sebab itu, inhibitor tersebut dapat berikatan secara
reversible dengan enzim Rodwell, 2000. Mekanisme inhibisi kompetitif
dapat dilihat pada Gambar 7 .
12 Gambar 7. Mekanisme inhibisi kompetitif
Penyajian garis lurus pada kurva Lineweaver-Burk memotong sumbu ordinat pada titik yang sama. V
maks
tidak dipengaruhi oleh inhibitor Suryani dan Mangunwidjaja, 2002. Kurva Lineweaver-Burk untuk
model inhibisi kompetitif ditunjukkan pada Gambar 8.
Gambar 8. Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi kompetitif 2.
Inhibisi Nonkompetitif Model inhibisi nonkompetitif tidak menunjukkan adanya
persaingan antara inhibitor dengan substrat. Struktur inhibitor biasanya tidak atau sedikit menyerupai struktur substrat. Inhibitor nonkompetitif
menurunkan kecepatan reaksi maksimal yang diperoleh pada pemberian sejumlah enzim V
maks
yang lebih rendah, tetapi biasanya tidak mempengaruhi nilai K
M
, ditunjukkan oleh kurva Lineweaver-Burk pada Gambar 10. Mekanisme reaksi inhibisi nonkompetitif dapat dilihat pada
Gambar 9.
EI inaktif
ES aktif E + P
E ±I
±S
Ditambah inhibitor Tanpa inhibitor
1V
1
-1K
M
-1K’
M
1V
maks
1[S]
13 Gambar 9. Mekanisme inhibisi nonkompetitif
Gambar 10. Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi nonkompetitif 3.
Inhibisi Unkompetitif Inhibisi ini terjadi jika kompleks EI hilang, tetapi kompleks EIS
terbentuk. Inhibitor mengikat langsung pada kompleks enzim-substrat ES, bukan enzim bebas Flickinger dan Drew, 1999. Mekanisme
inhibisi unkompetitif ditunjukkan pada Gambar 11.
Gambar 11. Mekanisme inhibisi unkompetitif
ES E
EIS ±S
±I
E + P EI
ES E
±I
±S E + P
EIS ±S
Ditambah inhibitor Tanpa inhibitor
1V
maks
1[S] 1V
1
-1K
M
-1V
maks
14 Inhibitor yang bersifat unkompetitif akan mempengaruhi fungsi
enzim, tetapi tidak terhadap ikatannya dengan substrat. Plot Lineweaver- Burk untuk inhibisi unkompetitif adalah linier dengan kemiringan atau
slope K
M
V
maks
seperti pada reaksi tanpa inhibitor, dapat dilihat pada Gambar 12 Simanjutak dan Silalahi, 2003.
Gambar 12. Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi unkompetitif
1[S] 1V
1
-1K
M
-1V
maks
Ditambah inhibitor Tanpa inhibitor
1V
maks
III. METODOLOGI
A. ALAT
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain peralatan gelas pipet tetes, corong, tabung reaksi; peralatan ukur pipet mikro, pipet
volumetri, labu takar, termometer, spektrofotometer, stopwatch dan timbangan; serta peralatan pendukung water bath dan vortex.
B. BAHAN
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah sukrosa, invertase Sigma-Aldrich 19253: pH 4.5, 55°C, 355 unitsmg solid, dan
larutan CuSO
4
. Sedangkan bahan yang digunakan untuk analisa adalah NaOH 0.1 N, HCl 0.1 N, indikator PP, glukosa, fruktosa, buffer pH 3-11, pereaksi
DNS dinitro salicylic acid dan aquades.
C. METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini dibagi menjadi tahapan penelitian dan prosedur percobaan. Tahapan penelitian menjelaskan tentang langkah-langkah yang
harus dilalui untuk mencapai tujuan penelitian, sedangkan prosedur percobaan merupakan urutan kegiatan dan tatacara yang secara teknis dikerjakan dalam
setiap tahapan penelitian.
1. Tahapan Penelitian
Penelitian dilakukan dalam empat tahap, yaitu 1 Penentuan aktivitas invertase, 2 Penentuan pengaruh konsentrasi CuSO
4
, 3 Penentuan hubungan perubahan faktor konsentrasi substrat, konsentrasi
enzim, pH, suhu dan lama pemanasan dengan adanya penambahan CuSO
4
terhadap degradasi sukrosa, 4 Penentuan parameter kinetika K
M
dan V
maks
laju degradasi sukrosa dengan adanya penambahan CuSO
4
. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 13.