TINJAUAN PUSTAKA Evaluasi Senyawa Fenolik ( Asam Ferulat dan Asam P-Kumarat ) Pada Biji, Kecambah dan Tempe Kacang Tunggak (Vigna Unguiculata)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KACANG TUNGGAK Kacang tunggak merupakan tanaman setahun yang tumbuh merambat, panjangnya sampai 2.5 m, buahnya berbentuk polong dengan panjang rata-rata antara 7.5-45 cm. Biji kacang tunggak berbentuk bulat panjang, berwarna merah tua, hitam atau putih dan mempunyai kelekukan di tengahnya Andarwulan dan Hariyadi, 2005 . Penampakan kacang tunggak dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Kacang tunggak Kacang tunggak berasal dari Afrika, walaupun belum dapat dipastikan di mana tanaman ini dibudidayakan. Umumnya kacang ini tersebar luas di seluruh wilayah tropik 30 o LU – 30 o LS, terutama di Afrika. Selain di Afrika, kacang tunggak juga ada di Asia terutama India, Bangladesh dan Asia Tenggara, serta Oceania. Kacang tunggak telah menjadi bahan pangan sejak zaman purba. Di Afrika, kacang ini merupakan polong-polongan pangan yang disenangi dan dikonsumsi dalam tiga bentuk dasar, yaitu dikukus, dimasak dalam bentuk sayur, dikupas dan ditumbuk dalam bentuk tepung Singh et al. 1997 . Komposisi kimia kacang tunggak dapat dilihat pada Tabel 1. 50 Tabel 1. Komposisi kimia kacang tunggak per 100 g Komponen Satuan Jumlah Air g 11.00 Protein g 22.9 Lemak g 1.40 Karbohidrat g 61.6 Kalsium mg 77.00 Fosfor mg 449.00 Besi mg 6.50 Vitamin A RE 4.00 Vitamin C mg 2.00 Vitamin B1 mg 0.92 Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI 1990 B. PERKECAMBAHAN Kecambah atau taoge adalah jenis sayuran hasil olahan dari kacang kedelai, kacang hijau atau kacang tunggak. Kacang-kacang tersebut sengaja dibuat bertunas dengan cara direndam selama semalam lalu ditiriskan selama beberapa hari dalam satu wadah berlubang kemudian ditutup rapat Novary, 1999. Proses perkecambahan disebut pula proses germinasi pada biji. Menurut Bewley dan Black 1983, germinasi biji merupakan satu fase dalam proses pertumbuhan dari pembuahan sel telur menjadi tanaman tua. Germinasi dimulai dengan penyerapan air oleh biji imbibisi dan berakhir dengan dimulainya elongasi oleh sumbu embrio, biasanya menjadi bulu akar. Kecambah muncul karena hipokotil bagian kecambah di bawah buku kotiledon yang memanjang sehingga mendorong kotiledon ke permukaan dan titik tumbuh mulai tumbuh. Tingkat awal dari perkecambahan biji, melibatkan pemecahan cadangan makanan pada biji dan digunakan untuk pertumbuhan akar dan batang Taylorson, 1984. Germinasi meningkatkan daya cerna nutrisi karena perkecambahan merupakan proses katabolis yang menyediakan zat gizi yang penting untuk pertumbuhan tanaman melalui reaksi hidrolisa dari zat gizi cadangan yang terdapat dalam biji. Secara umum, selama germinasi terjadi peningkatan zat- zat nutrisi terutama setelah munculnya buluh akar yaitu setelah 24-48 jam perkecambahan Andarwulan dan Hariyadi, 2005. 51 Menurut Rubenstein et al. 1987, pada saat germinasi 12 jam pertama, aktifitas biji lebih ke arah pertumbuhan, sedangkan pada germinasi 12 jam sampai 48 jam, aktifitas biji lebih ke arah produksi fenolik. Hal ini dapat terjadi karena biosintesis senyawa fenolik berada pada jalur yang sama dengan biosintesis hormon pengatur tumbuhan yaitu auksin. Auksin merupakan hormon yang terlibat dalam mengontrol pertumbuhan batang, akar, absisi daun dan buah, dan aktifitas fisiologis lainnya bagi tanaman. Proses perkecambahan dimulai dengan pengambilan air dengan cepat yang mengakibatkan jaringan biji mengembang dan merentangnya kulit biji. Pengambilan air diikuti dengan keluarnya panas yang mencirikan hilangnya energi kinetik akibat diambilnya molekul air. Bila hidrasi dari sel-sel itu berlangsung, kekuatan-kekuatan osmosis mulai bekerja dalam proses masuknya air. Hidrasi jaringan ada hubungannya dengan mulai meningkatnya aktivitas metabolisme yang pertama terjadi dalam akar embrio Taylorson, 1984. Aktifnya proses metabolisme dari respirasi pada awal perkecambahan tidak hanya menyangkut substrat respirasi glukosa di dalam embrio tetapi juga aktifitas dari enzim yang merupakan katalisator biologi yang sangat penting. Enzim-enzim itu adalah protein dan aktifitasnya distimulir oleh adanya air yang membasahi embrio Rubenstein, 1979. Karbohidrat sebagai bahan persediaan makanan dirombak oleh enzim alfa-amilase dan beta-amilase yang bekerja saling mengisi. Alfa-amilase memecah pati menjadi dekstrin, sedangkan beta-amilase memecah dekstrin menjadi maltosa. Pada akhirnya, maltosa akan diubah menjadi glukosa dan fruktosa Andarwulan dan Hariyadi, 2005 . Selama proses berkecambah, kandungan glukosa dan fruktosa meningkat sepuluh kali lipat. Kadar sukrosa meningkat dua kali lipat, tapi galaktosa menghilang. Adanya gkukosa dan fruktosa menyebabkan tauge terasa enak dan manis Andarwulan dan Hariyadi, 2005 . Biji cerealia terdiri dari embrio dan endosperm. Di dalam endosperm terdapat massa pati starch yang dikelilingi oleh suatu lapisan aleuron, sedangkan embrio itu sendiri merupakan suatu bagian hidup yang suatu saat 52 akan menjadi dewasa. Pertumbuhan embrio selama perkecambahan bergantung pada persiapan bahan makanan yang berada di dalam endosperm. Untuk keperluan kelangsungan hidup embrio maka terjadilah penguraian secara enzimatik yaitu terjadi perubahan pati menjadi gula yang selanjutnya ditranslokasikan ke embrio sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa gibberelline berperan penting dalam proses aktivitas amilase. Hal ini telah dibuktikan dengan menggunakan Giberelin A yang mengakibatkan aktivitas amilase meningkat Taylorson, 1984. Kecambah banyak mengandung protein, kalsium, fosfor serta sedikit Fe namun miskin vitamin A dan vitamin C. Untuk setiap 100 g bahan, kecambah kedelai mengandung energi sebesar 67 kal, kecambah kacang hijau sebesar 23 kal dan kacang tunggak sebesar 35 kal Novary, 1999. C. PERAGIAN Fermentasi atau proses peragian pada tempe merupakan proses terpenting dalam pembuatan tempe. Kapang Rhizopus sp. berperan penting dalam fermentasi tersebut, walaupun mungkin terdapat mikroba lain tetapi tidak menunjukkan aktifitas nyata Whitaker, 1978 . Lebih lanjut DeMan 1989 menerangkan sifat-sifat beberapa kapang yang digunakan untuk membuat tempe : 1. Rhizopus oligosporus Rhizopus oligosporus adalah jenis kapang yang banyak digunakan untuk membuat tempe, baik di Indonesia maupun di Amerika Utara. Kapang ini memiliki aktifitas protease dan lipase yang kuat sangat ideal untuk memecah protein dan lemak kedelai dibandingkan dengan kapang tempe lainnya. Namun, kapang ini memiliki aktifitas amilase yang lemah sangat cocok untuk memproduksi tempe dari biji-bijian atau campuran biji dengan kedelai. 53 2. Rhizopus oryzae Spesies ini memiliki aktifitas amilase yang kuat sehingga kurang baik untuk membuat tempe karena enzim ini memecah pati dai biji-bijian menjadi gula sederhana yang kemudian akan mengalami fermentasi menjadi asam organik yang menghasilkan aroma yang tidak diinginkan dan warna yang gelap. Tetapi karena memiliki sifat aktifitas protease yang kedua tertinggi, kapang ini dapat digunakan untuk membuat tempe kedelai yang baik bila dikombinasikan dengan Rhizopus oligosporus. 3. Rhizopus arrhizus Rhizopus arrhizus memiliki sifat amilase yang kedua tertinggi setelah Rhizopus oryzae. Kapang ini banyak digunakan untuk membuat tempe kedelai di Jawa Timur dan secara luas digunakan untuk membuat tempe Malang, bersifat lambat matang dan warna putihnya tetap terjaga dalam waktu lama setelah tempe dipanen. 4. Rhizopus stolonifer Kapang ini menghasilkan sangat sedikit amilase, bahkan tidak menghasilkan amilase setelah 138 jam fermentasi. Sifat ini membuat kapang ini cocok untuk membuat tempe kedelai atau biji-bijian. Tetapi kapang ini juga memiliki sifat protease yang lemah sehingga membatasi kemampuannya untuk memecah protein. Berdasarkan penelitian Hermana et al. 1996, penggunaan kultur murni pada pembuatan tempe memberikan hasil yang kurang memuaskan, yaitu pertumbuhan kapang lambat dan tempe yang dihasilkan berbau tidak enak. Pada penggunaan kultur murni dengan cara inokulasi langsung, kapang akan beradaptasi terlebih dahulu sehingga pertumbuhan kapang menjadi lambat, serta dapat menyebabkan rendahnya penghambatan bakteri gram positif dan menimbulkan bau yang tidak enak. Untuk membuat tempe yang bermutu baik dan agak tahan lama, harus diperhatikan sanitasi dan kemurnian inokulumnya. Di samping itu, suhu fermentasi juga perlu diperhatikan. Apabila fermentasi dilakukan pada suhu 37 o C, R. oligosporus akan tumbuh sangat cepat. Kapang ini sangat bersifat proteolitik sehingga pH tempe akan naik dengan cepat dari pH 4.5 menjadi 54 pH 7. Akibatnya akan timbul bau amonia setelah fermentasi berlangsung selama 30 jam Whitaker, 1978. Proses fermentasi mengurangi beberapa senyawa antinutrisi. Asam fitat turun lebih dari 50 persen pada proses pembuatan tempe kedelai maupun non kedelai Sutardi et al. 1983 dan Damardjati et al. 1996 . Asam fitat banyak ditemukan pada serealia dan kacang-kacangan. Di dalam bahan makanan asam fitat membentuk kompleks dengan mineral-mineral penting dan atau dengan protein. Banyak dari kompleks tersebut tidak larut dan tidak tersedia secara biologis bagi tubuh pada kondisi fisiologis tertentu. Umumnya penelitian pada makhluk hidup memperlihatkan bahwa asam fitat menghambat bioavailabilitas zat besi makanan karena terbentuknya kompleks. Semakin tinggi kandungan fitat dalam bahan makanan, semakin sedikit jumlah zat besi yang dapat diserap tubuh Sutardi, 1993 Kandungan zat antinutrisi lain pada kacang tunggak seperti tanin juga berkurang bahkan hilang selama proses pembuatan tempe. Proses penghilangan kulit, perendaman, pemasakan dan fermentasi dapat menurunkan tanin dari 2.23 mg katekin ekuivaleng menjadi 0 persen. Pada tripsin inhibitor terjadi penurunan 86.09 persen. Pada fermentasi dengan R. Oligosporus dapat menghilangkan kandungan tripsin inhibitor menjadi 0 persen Egounlety dan Worth, 2003. Menurut Karta 1990, tempe dapat digunakan sebagai bahan penyusun makanan food ingredient dalam bentuk tepung tempe, untuk memperkaya nilai gizi makanan, seperti protein dan serat. Penelitian yang dilakukan Mardiah 1994 menunjukkan bahwa tepung tempe kedelai memiliki kadar protein kasar sebesar 48 persen, kadar lemak kasar 24.7 persen, serat kasar 2.58 persen, kadar air 8.7 persen, kadar abu 2.3 persen dan karbohidrat 13.5 persen. Dalam proses fermentasi, asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam oleat dan linolenat asam linolenat tidak terdapat pada kedelai. Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol serum , sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh. 55 D. ANTIOKSIDAN Antioksidan adalah komponen yang mampu menghambat proses oksidasi, yaitu proses yang dapat menyebabkan kerusakan dan ketengikan Brown, 2000. Aktivitas penghambatan antioksidan dalam reaksi oksidasi berdasarkan keseimbangan reaksi oksidasi reduksi R dan membentuk molekul yang tidak reaktif RH dan dengan demikian reaksi berantai pembentukan radikal bebas dapat dihentikan Belitz, 1984. Radikal bebas atau senyawa oksigen reaktif Reactive Oxygen Species, ROS didefinisikan sebagai suatu atom atau molekul atau senyawa yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Contohnya superoksida O 2 , hidroksil OH - , thiil RS , dan nitrit oksida NO . Tanda menunjukkan adanya satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan, sehingga mempunyai kecenderungan menarik elektron dari molekul lain, akibatnya radikal bebas menjadi sangat reaktif dan dapat menyebabkan kerusakan atau kematian sel Zakaria, 1996. Belitz 1984 menambahkan antioksidan sangat beragam jenisnya. Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia dan antioksidan alami antioksidan hasil ekstraksi bahan alami. Diantara beberapa contoh antioksidan sintetik yang diizinkan untuk makanan, ada lima antioksidan yang penggunaannya meluas dan menyebar diseluruh dunia, yaitu Butil Hidroksi Anisol BHA, Butil Hidroksi Toluen BHT, propil galat, Tert-Butil Hidroksi Quinon TBHQ dan tokoferol. Antioksidan tersebut merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial Buck, 1991. Sesuai mekanisme kerjanya, antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan AH yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida R , ROO atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan A tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida. Fungsi kedua 56 merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil Gordon,1990. Penambahan antioksidan AH primer dengan konsentrasi rendah pada lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi Gambar 2. Radikal-radikal antioksidan A yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru Gordon, 1990. Menurut Hamilton 1983, radikal-radikal antioksidan dapat saling bereaksi membentuk produk non radikal. Inisiasi : R + AH RH + A Radikal lipida Propagasi : ROO + AH ROOH + A Gambar 2. Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida Gordon 1990. Besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik sering lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan Gambar 3. Pengaruh jumlah konsentrasi pada laju oksidasi tergantung pada struktur antioksidan, kondisi dan sample yang akan diuji. AH + O 2 A + HOO AH + ROOH RO + H 2 O + A Gambar 3. Antioksidan bertindak sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi Gordon 1990. 57 Hamilton 1983 menyatakan bahwa penghambatan oksidasi lipida oleh antioksidan melalui lebih dari satu mekanisme tergantung pada kondisi reaksi dan sistem makanan. Ada empat kemungkinan mekanisme penghambatan tersebut yaitu a pemberian hidrogen, b pemberian elektron, c penambahan lipida pada cincin aromatik antioksidan, d pembentukan kompleks antara lipida dan cincin aromatik antioksidan. Studi lebih lanjut mengamati bahwa ketika atom hidrogen labil pada suatu antioksidan tertentu diganti dengan deuterium, antioksidan tersebut menjadi tidak efektif. Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme penghambatan dengan pemberian hidrogen lebih baik dibanding pemberian elektron. Beberapa peneliti percaya bahwa pemberian hidrogen atau elektron merupakan mekanisme utama, sementara pembentukan kompleks antara antioksidan dengan rantai lipida adalah reaksi sekunder Gordon, 1990. Antioksidan sekunder, seperti asam sitrat, asam askorbat, dan esternya, sering ditambahkan pada lemak dan minyak sebagai kombinasi dengan antioksidan primer. Kombinasi tersebut dapat memberi efek sinergis sehingga menambah keefektifan kerja antioksidan primer. Antioksidan sekunder ini bekerja dengan satu atau lebih mekanisme berikut a memberikan suasana asam pada medium sistem makanan, b meregenerasi antioksidan utama, c mengkelat atau mendeaktifkan kontaminan logam prooksidan, d menangkap oksigen. e mengikat singlet oksigen dan mengubahnya ke bentuk triplet oksigen Gordon, 1990. Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari a senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, b senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, c senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan Pratt,1992. Kebanyakan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah berasal dari tumbuhan. Kingdom tumbuhan, Angiospermae memiliki kira-kira 250.000 sampai 300.000 spesies dan dari jumlah ini kurang lebih 400 spesies yang telah dikenal dapat menjadi bahan pangan manusia. Isolasi antioksidan alami telah dilakukan dari tumbuhan yang dapat dimakan, tetapi tidak selalu 58 dari bagian yang dapat dimakan. Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman, seperti pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji, dan serbuk sari Pratt,1992. Tabel 2. Contoh antioksidan untuk produk pangan di beberapa negara Amerika Serikat Kanada EEC Senyawa fenolik Butil Hidroksi Anisol BHA BHA BHA Butil Hidroksi Toluen BHT BHT BHT Tert Butil Hidroksi Quinon TBHQ Propil galat Propil galat Trihidroksibutiropenon Tokoferol Dodesil galat Propil galat Oktil galat Tokoferol Tokoferol 4-hidroksimetil-2,6-ditertier butilfenol Asam dan ester Diauril tiopropionat Asam askorbat Asam askorbat Asam tiodipropionat Askorbil palmitat Askorbil palmitat Askorbil stearat Kasium askorbat Asam sitrat Sodium askorbat Lesitin sitrat Monogliserida sitrat Monoisopropil sitrat Asam tartarat Buck 1991 European Economic Community Menurut Pratt dan Hudson 1990 serta Shahidi dan Naczk 1950, senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam-asam organik polifungsional. Ditambahkan oleh Pratt 1992, golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon,flavonol, isoflavon, kateksin, flavonol dan kalkon. Sementara turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat, dan lain- lain. Senyawa antioksidan alami polifenolik ini adalah multifungsional dan dapat beraksi sebagai a pereduksi, b penangkap radikal bebas, c pengkelat logam, d peredam terbentuknya singlet oksigen. Ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, seperti rempah-rempah, dedaunan, teh, kokoa, biji-bijian, serealia, buah- buahan, sayur-sayuran dan tumbuhanalga laut. Bahan pangan ini 59 mengandung jenis senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan, seperti asam- asam amino, asam askorbat, golongan flavonoid, tokoferol, karotenoid, tanin, peptida, melanoidin, produk-produk reduksi, dan asam-asam organik lain Pratt,1992. Secara umum, menurut Coppen 1983, antioksidan diharapkan memiliki ciri-ciri sebagai berikut a aman dalam penggunaan, b tidak memberi aroma, bau, dan warna pada produk, c efektif pada konsentrasi rendah, d tahan terhadap proses pengolahan produk berkemampuan antioksidan yang baik, e tersedia dengan harga yang murah. Ciri keempat merupakan hal yang sangat penting karena sebagian proses pengolahan menggunakan suhu tinggi. Suhu tinggi akan merusak lipida dan stabilitas antioksidan yang ditambahkan sebagai bahan tambahan pangan. Kemampuan bertahan antioksidan terhadap proses pengolahan sangat diperlukan untuk dapat melindungi produk akhir. Sebagaimana suatu benda pada umumnya, antioksidan juga memiliki keterbatasan-keterbatasan. Keterbatasan tersebut meliputi a antioksidan tidak dapat memperbaiki flavor lipida yang berkualitas rendah, b antioksidan tidak dapat memperbaiki lipida yang sudah tengik, c antioksidan tidak dapat mencegah kerusakan hidrolisis, maupun kerusakan mikroba Coppen, 1983. E. SENYAWA FENOLIK Senyawa fenolik terdiri atas molekul-molekul besar dengan beragam struktur, karakteristik utamanya adalah adanya cincin aromatik yang memiliki gugus hidroksil. Kebanyakan senyawa fenolik termasuk ke dalam kelompok flavonoid Pratt dan Hudson, 1990. Produk yang mula-mula terbentuk pada biosintesis senyawa fenolik adalah shikimat. Fenol bersifat asam, karena sifat gugus –OH yang mudah melepaskan diri. Karakteristik lainnya adalah kemampuan membentuk senyawa kelat dengan logam, mudah teroksidasi dan membentuk polimer yang menimbulkan warna gelap. Timbulnya warna gelap pada bagian tumbuhan yang terpotong atau mati disebabkan oleh reaksi ini, hal ini sekaligus menghambat pertumbuhan tanaman. Di antara turunan fenilpropanol yang berbobot molekul rendah, terdapat golongan coumarin, asam sinamat, 60 asam sinapinat, alkohol coniveril dan sebagainya. Zat-zat tersebut beserta turunannya juga merupakan senyawa perantara dalam biosintesis lignin Pratt dan Hudson, 1990. Fenilpropanoid adalah senyawa fenol alam yang mempunyai cincin aromatik dengan rantai samping terdiri atas tiga atom karbon. Secara biosintesis senyawa ini turunan asam amino protein aromatik, yaitu fenilalanina dan fenolpropanoid, dapat mengandung satu C 6 – C 3 atau lebih. Yang paling tersebar luas ialah asam hidroksisinamat Harborne, 1980. Tabel 3. Kelas terpenting senyawa fenolik pada tanaman Kelas Terpenting Senyawa Fenolik Pada Tanaman Jumlah atom C Kerangka Dasar Kelas 6 C 6 simple phenols, benzoquinones 7 C 6 - C 1 phenolic acids 8 C 6 - C 2 acetophenone, phenylacetic acid 9 C 6 - C 3 hydroxycinnamic acid, polypropene, coumarin, isocoumarin 10 C 6 - C 4 naphtoquinone 13 C 6 - C 1 - C 6 xanthone 14 C 6 - C 2 - C 6 stilbene, anthrachinone 15 C 6 - C 3 - C 6 flavonoids, isoflavonoids 18 C 6 - C 3 2 lignans, neolignans 30 C 6 - C 3 - C 6 2 biflavonoids n C 6 - C 3 n C 6 n C 6 - C 3 - C 6 n lignins catecholmelanine condensed tannins Harborne, 1980 Empat macam asam hidroksisinamat terdapat umum dalam tumbuhan, yaitu asam ferulat, sinapat, kafeat, dan p-kumarat. Asam hidroksisinamat biasanya terdapat dalam tumbuhan sebagai ester dan dapat diperoleh dengan hasil baik dengan cara hidrolisis basa lemah, karena dengan hidrolisis asam panas, bahan akan hilang akibat dekarboksilasi menjadi hidroksistirena yang bersesuaian. Berikut ini beberapa contoh senyawa fenilpropanoid Harborne, 1980 : 61 R=H, Asam Ferulat Asam p-kumarat Gambar 4. Contoh senyawa fenilpropanoid Harborne, 1980 Menurut Duenas et al. 2004, senyawa fenolik yang teridentifikasi pada biji kacang tunggak, yaitu gallic acid, trans-p-coumaroylaldaric acid, protocatechuic acid, trans-feruloyaldaric acid, p-hydroxybenzoic acid, vanillic acid,, trans-p-coumaric acid, trans-feruloyl-methilaldaric acid, cis-p- coumaric acid, quercetin diglycoside, trans-ferulic acid, myricetin 3-O- glucoside, cis-ferulic acid, quercetin 3-O-galactoside, quercetin 3-O- Glucoside dan quercetin feruloyl-diglycosides. F. TANIN Tanin merupakan senyawa polifenol yang kompleks yang dapat meracuni patogen Staples dan Toenniessen, 1981. Tanin adalah senyawa polifenol yang dapat larut dalam air, gliserol, metanol, hidroalkoholik dan propilena glikol, tetapi tidak larut dalam benzena, kloroform, eter, petroleum eter dan karbon disulfida Butler dan Rogler, 1982. Pada umumnya tanin terdapat pada setiap tanaman yang letak dan jumlahnya berbeda tergantung pada jenis tanaman, umur dan organ-organ dari tanaman itu sendiri. Perbedaan bagian sel juga menentukan, misalnya pada buah lebih banyak mengandung tanin daripada bagian tanaman lainnya Tanin terdapat pada tanaman berpembuluh. Dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu Staples dan Toenniessen, 1981. Tanin umumnya berasal dari senyawa-senyawa fenol alam yang memiliki kemampuan untuk mengendapkan protein dengan membentuk kopolimer 62 mantap yang larut dalam air dan dapat mengubah kulit hewan mentah menjadi siap pakai karena kemampuannya menyambung ikatan silang protein. Sifat fisik dan kimia tanin lainnya adalah mempunyai rasa sepat sehingga ternak selalu menghindar dari tanaman yang mengandung tanin. Tanin juga bersifat sebagai antibakteri dan astringent atau mampu menciutkan dinding usus yang rusak karena asam atau bakteri. Staples dan Toenniessen, 1981. Polifenol seperti tanin dalam teh, kopi dan sayuran tertentu, mengikat besi heme membentuk kompleks besi-tanat yang tidak larut sehingga zat besi tidak dapat diserap dengan baik. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terjadi penurunan drastis dalam hal penyerapan zat besi sekitar 60 persen ketika makanan dikonsumsi bersama secangkir teh 200-250 ml Hilyatuzzahroh, 2006. Menurut teori warna, struktur tanin dengan ikatan rangkap dua yang terkonjugasi pada polifenol sebagai kromofor pengemban warna dan adanya gugus OH sebagai auksokrom pengikat warna dapat menyebabkan warna coklat. Senyawa tanin dapat dipakai sebagai antimikroba bakteri dan virus karena memiliki gugus pirogalol dan gugus galoil, sedangkan sifat penghambatan terhadap racun ditentukan oleh struktur tersier persenyawaan gugus katekol atau pirogalol dengan gugus galoil-nya Staples dan Toenniessen, 1981. Kristal tanin berwarna putih-kuning sampai coklat muda dan bila terkena sinar matahari akan teroksidasi menjadi coklat tua. Asam tanin bila dipanaskan sampai 212 o C akan terurai menjadi pirogalol dan CO 2 Hilyatuzzahroh, 2006. Tanin membentuk endapan dengan garam logam seperti besi, kromat, alumunium dan timah. Peristiwa ini digunakan dalam industri pembuatan tinta, cat dan pewarna kain. Selain itu, tanin juga merupakan senyawa growth inhibitor, sehingga banyak mikroorganisme dihambat pertumbuhannya Butler dan Rogler, 1982. 63 G. DPPH 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil Penentuan aktifitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil. Senyawa DPPH adalah radikal bebas yang stabil dalam larutan dalam metanol serta memiliki serapan yang kuat pada panjang gelombang 517 nm dalam bentuk teroksidasi. Senyawa ini mampu menerima elektron atau radikal hidrogen dari senyawa lain sehingga membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Berikut ini struktur molekul DPPH Blois 1958 : NO 2 NO 2 NO 2 N N Gambar 5. Struktur molekul DPPH www.springerlink.com Metode DPPH dipilih karena memiliki beberapa kelebihan diantaranya sederhana, mudah, cepat dan peka serta hanya memerlukan sedikit contoh. Senyawa antioksidan akan bereaksi dengan radikal DPPH melalui mekanisme penyumbangan atom hidrogen yang menyebabkan terjadinya peluruhan warna DPPH dari ungu menjadi kuning yang diukur pada panjang gelombang 517 nm Blois 1958. 64

III. METODOLOGI

Dokumen yang terkait

KARAKTERISTIK ISOLAT PROTEIN KACANG TUNGGAK (Vigna unguiculata) HASIL MODIFIKASI SECARA KEMIS DAN APLIKASINYA PADA SOSIS AYAM

2 15 91

Penerapan Analisis Gerombol Pada Plasma Nutfah Kacang Tunggak (Vigna unguiculata)

0 10 33

Kajian Pembuatan Tempe Kacang Tunggak (Vigna unguiculata (L) Walp) Sebagai Sumber Superoksida Dismutase - Uke (SOD-like)

1 5 138

Pengaruh Penambahan Polisakarida Sebagai Elisitor Untuk Produksi Antioksidan Selama Perkecambahan Biji Kacang Tunggak (Vigna unguiculata) dan Kedelai Hitam (Glycine max)

1 11 128

Kajian Pembuatan Tempe Kacang Tunggak (Vigna unguiculata (L) Walp) Sebagai Sumber Superoksida Dismutase Uke (SOD like)

0 2 128

RESPON FISIO-MORFOLOGI TANAMAN KACANG TUNGGAK (Vigna unguiculata L.) PADA BERBAGAI KADAR LENGAS TANAH

15 53 110

KARAKTERISTIK SENSORIS, NILAI GIZI DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN TEMPE KACANG GUDE ( Cajanus cajan ( L. ) Millsp. ) DAN TEMPE KACANG TUNGGAK ( Vigna unguiculata ( L. ) Walp. ) DENGAN BERBAGAI VARIASI

2 31 63

Pengembangan Kacang Tunggak (Vigna unguiculata) dan Kacang Gude (Cajanus cajan) sebagai Minuman Fungsional: Efek Hipoglikemik dan Status Antioksidan.

0 1 1

Komposisi Proksimat dan Kandungan Bakteri Asam Laktat Oyek Terbaik dari Perlakuan Penambahan Kacang Tunggak (Vigna unguiculata) Berdasarkan Tingkat Kesukaannya | Kanetro | Agritech 9335 17315 1 PB

0 0 5

STUDI PENGARUH JENIS PELARUT TERHADAP HASIL ISOLASI DAN KADAR SENYAWA FENOLIK DALAM BIJI KACANG TUNGGAK (Vigna unguiculata (L.) Walp) SEBAGAI ANTIOKSIDAN

0 0 7