6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Pola Asuh Keluarga
1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga
Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan dalam menangani anaknya sehari-hari. Pengasuhan anak adalah
implementasi dan keputusan yang dilakukan orangtua atau orang dewasa kepada anak sehingga memungkinkan anak menjadi bertanggung jawab,
menjadi anggota masyarakat yang baik serta memiliki karakter-karakter baik Sunarti, 2004.
Pola asuh adalah cara atau metode pengasuhan yang digunakan oleh orangtua agar anak-anaknya dapat tumbuh menjadi individu-individu yang
dewasa secara sosial Santrock, 2002.
Almoudnat
2003 dalam Alzahrani, et al., 2014 menambahkan bahwa pola asuh orangtua adalah sebuah proses
pendidikan yang dilakukan oleh orangtua dan dimana anak belajar perilaku, standar, keterampilan dan sikap yang diterima oleh agama, masyarakat dan
pendidikan. 1.2.
Tipe Pola Asuh Keluarga Hurlock 1993 membagi pola asuh menjadi tiga yaitu otoriter,
demokratis, dan permisif. 1.2.1.
Pola asuh otoriter Orangtua yang menerapkan pola asuh otoriter mempunyai ciri-
ciri, antara lain: kaku, tegas, suka menghukum, kurang memiliki kasih
Universitas Sumatera Utara
7
sayang serta simpatik. Orangtua memaksa anak untuk patuh pada nilai-nilai mereka, mencoba membentuk tingkah laku anak
sesuai dengan tingkah laku mereka serta cenderung mengekang keinginan anak. Orangtua tidak mendorong dan tidak memberi
kesempatan kepada anak untuk mandiri serta jarang memberi pujian. Hak anak dibatasi tetapi dituntut tanggung-jawab seperti orang
dewasa. Orangtua yang otoriter cenderung memberi hukuman terutama hukuman fisik. Orangtua yang otoriter sangat berkuasa
terhadap anak. Orangtua memegang kekuasaaan tertinggi serta mengharuskan anak patuh pada perintahnya dan segala tingkah laku
anak dikontrol dengan ketat Stewart dan Koch, 1983; Hurlock, 1993. Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan yang menempatkan
orangtua sebagai pusat dan pemegang kendali. Orangtua melakukan kontrol terhadap anak yang didasarkan kepada nilai-nilai yang
dipercayai kebenarannya. Anak yang dibesarkan dengan pola asuh otoriter akan mengembangkan sikap sebagai pengekor, selalu
tergantung kepada orang lain dalam mengambil keputusan, dan tidak memiliki pendirian. Anak sulit menangkap makna dan hakikat dari
setiap fenomena hidup, kurang fokus terhadap aktivitas yang dikerjakan, dan sering kali kehilangan arah yang akan dituju. Anak
tidak memilki rasa percaya diri yang tinggi, merasa ketakutan ketika melakukan kesalahan, dan cenderung sulit mempercayai orang-orang
disekitarnya. Semua karakteristik negatif tersebut menyebabkan anak
Universitas Sumatera Utara
8
memiliki kecenderungan untuk agresif dan mempunyai tingkah laku yang menyimpang Baumrind, 1966 dalam Sunarti, 2004. Baumrind
1989 dalam Papalia, 2008 menambahkan bahwa orangtua otoriter memandang penting kontrol dan kepatuhan tanpa syarat. Mereka
mencoba membuat anak menyesuaikan diri dengan serangkaian standar perilaku dan menghukum anak dengan keras atas pelanggaran
yang dilakukan anak. Mereka menjadi kurang hangat dibandingkan orangtua lain. Anak mereka cenderung menjadi lebih tidak puas,
menarik diri, dan tidak percaya pada orang lain. 1.2.2.
Pola asuh demokratis Stewart dan Koch 1983 menyatakan bahwa orangtua yang
demokratis memandang kewajiban dan hak antara orangtua dan anak adalah sama. Orangtua memberikan tanggung-jawab kepada anak atas
perbuatannya sampai anak menjadi dewasa secara bertahap. Orangtua selalu berdialog dengan anak-anaknya, saling memberi dan menerima,
selalu mendengarkan keluhan-keluhan dan pendapat anak-anaknya. Mereka selalu memberikan penjelasan kepada anak, mendorong anak
untuk saling membantu dan bertindak secara obyektif. Orangtua dengan pola asuh demokratis tegas, namun hangat dan penuh
pengertian. Hurlock 1993 mengatakan bahwa pola asuh demokratis
memiliki ciri-ciri, antara lain: Anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol internal. Anak dilibatkan oleh orangtua
Universitas Sumatera Utara
9
dalam pengambilan keputusan, dan dalam menetapkan peraturan serta mengatur kehidupan anak. Backman 1986 mengemukakan bahwa
semakin demokratis suatu keluarga akan semakin bebas setiap anggota keluarga untuk mengungkapkan hal-hal yang tidak disukainya
maupun mengekspresikan hal-hal yang disukainya dalam interaksinya dengan masing-masing anggota keluarga. Di samping itu, remaja yang
memilki orangtua yang menggunakan pola asuh demokratis memiliki hubungan yang lebih harmonis dengan anak lain dan dengan
orangtuanya. Baumrind 1966 dalam Sunarti 2004 mengatakan bahwa pola
asuh demokrasi adalah pola pengasuhan dimana orangtua senantiasa mengontrol perilaku anak, namun kontrol tersebut dilakukan dengan
fleksibel atau tidak kaku. Anak yang diasuh dengan pola asuh demokratis akan mengembangkan rasa percaya diri, kontrol dan emosi
diri yang baik, selalu ingin tahu, menggali hal-hal yang dapat memperluas wawasan dan kematangan pribadinya. Anak mampu
menemukan arah dan tujuan dari tugas-tugas perkembangannya. Anak mengembangkan sikap bertanggung jawab dan percaya terhadap
kemampuan sendiri. Baumrind 1989 dalam Papalia, 2008 menambahkan bahwa orangtua demokrasi menghargai individualitas
anak tetapi juga menekankan batasan sosial. Mereka memiliki keyakinan diri akan kemampuan mereka membimbing anak-anak,
tetapi mereka juga menghormati kebebasan mengambil keputusan,
Universitas Sumatera Utara
10
ketertarikan, pendapat, dan kepribadian anak. Mereka mencintai dan menerima tetapi juga menuntut perilaku yang baik, dan kokoh dalam
mempertahankan standar, dan memiliki keinginan untuk menjatuhkan hukuman yang bijaksana dan terbatas ketika memang hal tersebut
dibutuhkan dalam konteks hubungan yang hangat dan suportif. Mereka menjelaskan logika di belakang tindakan mereka. Anak-anak
merasa aman ketika mengetahui bahwa mereka dicintai dan dibimbing secara hangat oleh orangtuanya.
1.2.3. Pola asuh permisif
Hurlock 1993 menyatakan pola asuh permisif memiliki ciri- ciri, antara lain: kontrol orangtua kurang, anak kurang dibimbing
dalam mengatur dirinya, hampir tidak menggunakan hukuman, anak diijinkan
membuat keputusan
sendiri dan
dapat berbuat
sekehendaknya sendiri. Baumrind 1966 dalam Sunarti 2004 menyatakan bahwa pola asuh permisif adalah pola asuh orangtua yang
senantiasa menyetujui keinginan anak. Anak merupakan sumber pengambilan keputusan dalam berbagai hal di keluarga. Hal tersebut
bahkan berlaku untuk hal-hal dimana anak belum waktunya untuk terlibat. Orangtua kurang melakukan evaluasi dan kontrol terhadap
perilaku anak. Orangtua senantiasa mengikuti keinginan anak. Disisi lain orangtua tidak meminta anak untuk menunjukkan prestasi yang
seharusnya ditunjukkan sesuai usia perkembangannya.
Universitas Sumatera Utara
11
Anak yang dibesarkan dengan pola asuh permisif akan tumbuh menjadi anak yang kontrol dirinya rendah, kurang bertanggung jawab,
tidak terampil dalam mengatasi masalah dan mudah frustasi. Anak kurang mengembangkan pengetahuannya yang sudah ada. Anak
cenderung impulsif dan agresif, sehingga bermasalah dalam pergaulan sosialnya. Rendahnya keterampilan emosi sosial menyebabkan
kepercayaan dirinya rendah. Anak yang dibesarkan dengan gaya asuh permisif menunjukkan tidak matangnya tingkat perkembangan sesuai
usianya. 2.
Perilaku Remaja 2.1.
Pengertian Perilaku Skiner 1938 dalam Notoatmodjo 2007 menyatakan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus rangsangan dari luar. Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk
hidup yang bersangkutan. Perilaku manusia adalah tindakan atau aktivitas dari manusia yang sangat luas, antara lain: berjalan, berbicara, menangis,
tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Perilaku adalah penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil dari berbagai
faktor, yaitu faktor internal maupun eksternal seperti perhatian, pengamatan, pikiran, ingatan, dan fantasi.
2.2. Tipe Perilaku
Perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua berdasarkan teori stimulus-organisme-respon SOR yaitu:
Universitas Sumatera Utara
12
2.2.1. Perilaku tertutup Covert behavior
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas
pada perhatian, persepsi, pengetahuan,kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat
diamati secara jelas oleh orang lain. 2.2.2.
Perilaku terbuka Overt behavior Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan
nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dapat dengan mudah diamati
atau dilihat oleh orang lain. 2.3.
Domain Perilaku Bloom 1908 dalam Notoatmodjo 2010 membagi perilaku manusia
itu ke dalam 3 domain, antara lain: pengetahuan, sikap dan tindakan. 2.3.1.
Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia terhadap objek
melalui indra yang dimilikinya seperti mata, hidung, telinga, dan sebagainya. Pengetahuan diperoleh dari hasil penginderaan dan
dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebahagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra
pendengaran telinga, dan indra penglihatan mata. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang
Universitas Sumatera Utara
13
berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yakni:
a. Tahu Know
Tahu diartikan hanya sebagai memanggil memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu dan mengingat suatu materi
yang telah dipelajari sebelumnya. b.
Memahami Comprehension Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek
tersebut, tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui
tersebut. c.
Aplikasi Application Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek
yang dimaksud dan dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
d. Analisis Analysis
Analisis adalah
suatu kemampuan
seseorang untuk
menjabarkan, memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek
yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisa adalah apabila orang tersebut telah dapat
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram bagan terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
Universitas Sumatera Utara
14
e. Sintesis Synthesis
Sintesis adalah suatu kemampuan seseorang untuk merangkum komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi Evaluation
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan
sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.
2.3.2. Sikap Attitude
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang
bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Komponen pokok sikap menurut Allport 1954 dalam
Notoatmodjo 2010 sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yaitu: a.
Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. b.
Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek. c.
Kecenderungan untuk bertindak tend to behave. Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap
yang utuh. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan,
Universitas Sumatera Utara
15
pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya
pengetahuan, sikap
juga mempunyai
tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:
a. Menerima Receiving
Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan objek.
b. Menanggapi Responding
Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.
c. Menghargai Valuing
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya
dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons.
d. Bertanggung jawab Responsible
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil
sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemohkan atau adanya risiko lain.
2.3.3. Tindakan atau Praktik Practice
Seperti telah disebutkan di atas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk bertindak. Sikap belum tentu terwujud dalam
Universitas Sumatera Utara
16
tindakan, sebab untuk terwujuudnya tindakan perlu faktor lain antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Praktik atau tindakan
ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yakni: a.
Respons terpimpin guided response Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi
masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. b.
Praktik secara mekanisme Mechanism Praktik secara mekanisme adalah apabila seseorang telah dapat
melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis. c.
Adopsi Adoption Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah
berkembang, artinya apa yang dilakukan tidak sekadar rutinitas, tetapi sudah dilakukan modifikasi.
Skema 1: Hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan
Skema 1. Hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan STIMULUS
Rangsangan PROSES
STIMULUS REAKSI
TERBUKA Tindakan
REAKSI TERTUTUP
Pengetahuan dan sikap
Universitas Sumatera Utara
17
Skema di atas menjelaskan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, dan sikap. Apabila adopsi
perilaku melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bertahan lama. Sebaliknya
apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.
2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
Papalia, Old, dan feldman 2008 menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku manusia adalah faktor keturunan hereditasgenetik
dan lingkungan. Faktor keturunan merupakan penurunan sifat dari orangtua. Keturunan hereditas tidak dapat diukur secara langsung, peneliti perilaku
genetik bergantung pada 3 tipe utama riset korelasional, yaitu: keluarga, adopsi dan kembar. Anggota keluarga langsung memiliki kemiripan genetik
yang lebih besar dari keluarga jauh, kembar monozigotik memiliki kemiripan genetik yang lebih besar dibandingkan kembar dizygotik, dan
anak adopsi lebih mirip secara genetik dengan keluarga asalnya dari pada keluarga pengadopsi.
Lingkungan merupakan benda yang terdapat di sekitar manusia yang turut memberi warna pada jiwa manusia yang berada di sekitarnya.
Lingkungan dapat mempengaruhi perilaku manusia sehingga kenyataannya akan menuntut suatu keharusan sebagai makhluk sosial yang dalam keadaan
bersosialisasi dengan makhluk lainnya. Terputusnya hubungan manusia dengan masyarakat pada tahun-tahun pertama perkembangan akan
Universitas Sumatera Utara
18
mengubah manusia menjadi tidak mampu bersosialisasi dan berperilaku dengan sesamanya. Purwanto, 1998. Para penganut aliran perilaku genetik
menyadari bahwa efek pengaruh genetik terhadap perilaku sangat jarang terjadi, dan lingkungan dapat memberikan pengaruh yang substansial
sebanyak 50. Bahkan terkadang lingkungan dapat mengalahkan kondisi yang telah ditentukan secara genetik Rutter, 2002 dalam Papalia et al.,
2008. 2.5.
Pengertian Remaja Remaja adalah periode ketika karakteristik seksual primer dan
sekunder berkembang dan matang. Pubertas pada remaja perempuan dimulai pada usia antara 8-14 tahun dan dapat berakhir pada usia 17 tahun.
Pubertas pada remaja laki-laki dimulai pada usia antara 9-16 tahun dan dapat berakhir pada usia 18-19 tahun Muscari, 2001.
2.6. Tugas – Tugas Perkembangan Remaja
Tugas perkembangan remaja adalah upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan
bersikap dan berperilaku secara dewasa Ali dan Asrori, 2004. Keberhasilan individu dalam menunaikan tugas perkembangan ini, akan
menentukan perkembangan kepribadiannya. Seorang individu yang mampu menjalani dengan baik, maka timbul perasaan mampu, percaya diri,
berharga dan optimis menghadapi masa depannya. Sebaliknya, mereka yang gagal akan merasakan dirinya tidak mampu, gagal, kecewa, putus-asa, ragu-
ragu, rendah diri, dan pesimis menghadapi masa depannya.
Universitas Sumatera Utara
19
Tugas perkembangan remaja pertengahan menurut Havighurst 1965 dalam Agustiani 2006 adalah sebagai berikut:
a. Mencapai relasi baru dan lebih matang bergaul dengan teman seusia
dari kedua jenis kelamin. Tujuan utama: Belajar melihat anak perempuan sebagai wanita dan
anak laki-laki sebagai pria, untuk menjadi manusia dewasa diantara orang dewasa lainnya. Belajar bekerja sama dengan orang lain dengan tujuan
umum tujuan bersama tanpa memperdulikan perasaan pribadi, dan belajar untuk menjadi pimpinan tanpa mendominasi.
b. Mencapai maskulinitas dan femininitas dari peran sosial
Tujuan utama: Menerima dan belajar mengenai peran sosial maskulinitas dan femininitas yang dibenarkan dalam lingkungan orang
dewasa. c.
Menerima perubahan fisik dan menggunakannya secara efektif. Tujuan utama: Merasa bangga atau memiliki toleransi terhadap
kondisi fisiknya, dapat menggunakan dan memelihara tubuhnya secara efektif dengan kepuasan pribadi.
d. Mencapai ketidaktergantungan emosional dari orangtua dan orang
dewasa lainnya. Tujuan utama: Mengembangkan sikap untuk tidak bergantung kepada
orangtua, untuk mengembangkan rasa hormat terhadap orang dewasa lainnya tanpa bergantung pada mereka.
Universitas Sumatera Utara
20
e. Menyiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga.
Tujuan utama: Mengembangkan sikap positif terhadap kehidupan berkeluarga. Khusus untuk wanita untuk mendapatkan pengetahuan penting
dalam mengelola rumah dan mengasuh anak. f.
Menyiapkan diri untuk karir ekonomi. Tujuan utama: Mengorganisasikan suatu perencanaan dan berusaha
dengan berbagai cara untuk mencapai tingkat karir yang teratur untuk merasa mampu membina kehidupan.
g. Menemukan set dari nilai-nilai dan sistem etika sebagai petunjuk
dalam berperilaku mengembangkan ideologi. Tujuan utama: Mencapai identitas seperti menyeleksi dan menyiapkan
karir dalam bekerja atau pekerjaan rumah dan politikpembentukan dari ideologi sosial.
h. Mencapai tingkah laku sosial secara bertanggung jawab.
Tujuan utama: Mengembangkan ideologi sosial untuk berpartisipasi sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab dalam kehidupan
bermasyarakat, agama, dan nasionalisme. 3.
Pola Asuh Keluarga terhadap Remaja Keluarga yang memiliki remaja berada dalam posisi yang dilematis karena
mengingat perhatian anak sudah mulai menurun terhadap orangtua dibandingkan dengan teman sebayanya. Pada tahap ini sering sekali ditemukan perbedaan
pendapat antara orangtua dan anak remaja. Apabila hal ini tidak diselesaikan akan berdampak pada hubungan selanjutnya. Tugas keluarga pada tahapan ini, antara
Universitas Sumatera Utara
21
lain: memberikan perhatian lebih kepada remaja, bersama-sama mendiskusikan tentang rencana sekolah ataupun kegiatan di luar sekolah, memberikan kebebasan
dalam batas tanggung jawab, mempertahankan komunikasi terbuka dua arah Setiawati dan Dermawan, 2008. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa orangtua
yang efektif adalah orangtua yang memperlakukan anaknya dengan hangat, mendukung anak secara positif, menetapkan batasan-batasan dan nilai-nilai,
mengikuti dan memonitor perilaku anak, serta konsisten dalam menegakkan aturan-aturan Sunarti, 2004.
Pola asuh berhubungan dengan indikator penyesuaian diri selama usia remaja, termasuk prestasi akademik, masalah perilaku, kesehatan dan perilaku
berisiko seperti merokok, penggunaan narkoba atau kekerasan, kebiasaan diet dan gizi, dan kesehatan emosional seperti harga diri dan depresi. Dukungan dan
kontrol orangtua adalah kunci untuk mempraktekkan pengasuhan kepada remaja yang sedang menyesuaikan diri Baumrind, 1991; Maccoby Martin, 1983.
Seorang anak sangat berisiko mengembangkan perilaku yang bermasalah dan mendapat tekanan atau ketegangan psikologis jika orangtuanya gagal dalam
pengasuhan. Pertumbuhan dan perkembangan anak sebagai 2 indikator utama dari kualitas anak membutuhkan lingkungan yang sehat, aman, nyaman, stabil, dan
lingkungan yang tidak tegang. Lingkungan pengasuhan yang penuh cinta kasih sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Lingkungan pengasuhan anak merupakan wujud ekspresi kondisi keluarga secara keseluruhan dan secara khusus berkaitan dengan kualitas perkawinan orangtua
Sunarti, 2004.
Universitas Sumatera Utara
22
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN