27 Sumber : Diolah penulis, 2015
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi, yaitu peneliti melakukan pengumpulan data sekunder atau data yang
diperoleh secara tidak langsung atau melalui media perantara yaitu internet melalui situs Bursa Efek Indonesia dengan melihat laporan keuangan yang
diterbitkan setiap tahunnya baik dalam media cetak maupun data yang di download dari internet melalui
www.idx.co.id .
3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 3.5.1 Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas Independent Variable
“Variabel independen yaitu variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependen” Sugiyono, 2008 : 59. Adapun variabel independen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Profitabilitas
Rasio Profitabilitas yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari penggunaan
modalnya. Rasio profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini
No. Kode
Nama Kriteria
Sampel
1 2
3
17 TURI
PT Tunas Ridean Tbk
11 18
UNTR PT United Tractor
Tbk
12
28 adalah Return On Equity ROE yaitu rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan Sadalia, 2010 : 64. Formulasi
yang digunakan untuk mengukur ROE adalah sebagai berikut :
b. Likuiditas Likuiditas yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban keuangan finansial jangka pendek atau yang segera dipenuhi
.
Rasio likuiditas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Current Ratio. Formulasi yang digunakan untuk mengukur
Current Ratio adalah sebagi berikut :
c. Pertumbuhan Penjualan Pertumbuhan
penjualan adalah
perubahan penjualan
perusahaan yang diukur berdasarkan perbandingan antara total penjualan periode sekarang t dikurangi dengan penjualan periode
sebelumnya t-1 terhadap total penjualan periode sebelumnya t- 1. Secara matematis pertumbuhan penjualan dapat dirumuskan
sebagai berikut :
29 d. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan adalah tolak ukur besar kecilnya perusahaan dengan melihat besarnya nilai ekuitas, nilai penjualan
atau nilai total aset yang dimiliki perusahaan. Ukuran perusahaan diproksikan dengan Size.
e. Struktur Aset Struktur aset merupakan perimbangan atau perbandingan antara
aset tetap dan total aset. Struktur aset dalam penelitian ini diukur dengan formulasi seperti berikut :
2. Variabel Terikat Dependent Variable
“Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas “Sugiono, 2008 : 59. Dalam
penelitian ini, yang menjadi variabel dependen adalah struktur modal yang diukur dengan menggunakan rasio Debt to Equity Ratio DER yaitu rasio
yang menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Secara matematis DER dapat dirumuskan sebagai
berikut :
30
3.5.2 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel
Operasional variabel penelitian ini dapat dilihat secara lebih lengkap pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.2 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran
No. Variabel
Definisi Operasional Formula
Skala Dependen
1. Struktur Modal
DER Rasio yang menunjukkan
kemampuan modal sendiri perusahaan untuk memenuhi
seluruh kewajibannya. Rasio
Independen
1. Profitabilitas
ROE Rasio profitabilitas yang
membandingkan antara laba bersih dengan ekuitas.
Rasio
2. Likuiditas
CR Rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aset
lancar yang dimiliki. Rasio
3. Pertumbuhan
Penjualan Sales Growth
Rasio untuk mengukur tingkat pertumbuhan
penjualan. Rasio
4. Ukuran
Perusahaan LN
Rasio untuk mengukur besar kecilnya ukuran perusahaan
dengan melihat besarnya nilai ekuiti, nilai penjualan
atau nilai total aset yang dimiliki perusahaan.
Rasio
31
No. Variabel
Definisi Operasional Formula
Skala
5. Struktur Aset
SA Struktur aset merupakan
perimbangan atau perbandingan antara aset
tetap dan total aset. Rasio
Sumber : diolah Penulis, 2015
3.6 Metode Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik dengan menggunakan software SPSS 16. Tahap awal yang dilakukan sebelum
melakukan pengujian hipotesis yaitu uji asumsi klasik. Pengujian asumsi klasik yang dilakukan terdiri dari uji normalitas, uji multikolinieritas, uji
heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. Untuk pengujian hipotesis, dilakukan analisis uji t dan uji F.
3.6.1 Pengujian Asumsi Klasik
Penggunaan analisis regresi dalam statistik harus bebas dari asumsi asumsi klasik.Adapun pengujian asumsi klasik yang digunakan dalam
penelitian ini
adalah, uji
normalitas, uji
multikolinieritas, uji
heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.
1. Uji Normalitas
“Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi
normal” Ghozali, 2006 : 110. Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Histogram atau
pola distribusi data normal dapat digunakan untuk melihat normalitas
32 data. Uji Kolmogrov Smirnov, dalam uji pedoman yang digunakan
dalam pengambilan keputusan yaitu: a. jika nilai signifikansi 0.05 maka distribusi data tidak normal,
b. jika nilai signifikansi 0.05 maka distribusi data normal. Menurut Ghozali 2006 : 112,
“pada prinsipnya normalitas data dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data titik pada sumbu
diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya”. Dasar pengambilan keputusan :
1 jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi
normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas, 2 jika data menyebar jauh dari diagonal dan atau tidak mengikuti arah
garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi
normalitas.
2. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi di antara variabel independen.Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen.
Erlina dan Mulyani 2007 : 107, menyatakan “Multikolinearitas
merupakan kondisi dimana terjadi korelasi antar variabel - variabel independen suatu penelitian atau dengan kata lain bersifat ortogonal”.
33 Variabel - variabel independen yang bersifat ortogonal adalah variabel
yang memiliki nilai korelasi di antara sesamanya sama dengan nol. Jika terjadi korelasi sempurna diantara sesama variabel independen, maka
konsekuensinya adalah: a koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir
b nilai standar error setiap koefisien regresi menjadi tak terhingga Jika terjadi korelasi, maka terdapat problem multikolinearitas.
Pengujian dilakukan dengan nilai VIF Variance Inflation Factor dari model penelitian, jika nilai VIF di atas 2 maka dapat dikatakan bahwa
telah terjadi gejala multikolinearitas dalam model penelitian. Di samping itu, “suatu model dikatakan terdapat gejala multikolinearitas, jika
korelasi di antara variabel independen lebih besar dari 0.9” Ghozali, 2005 : 91.
3. Uji heteroskedastisitas
Menurut Situmorang et al. 2009 : 63, “Heteroskedastisitas dapat
dikatakan sebagai suatu situasi dimana dalam sebuah grup terdapat varians yang tidak sama diantara sesama anggota grup tersebut”. Uji
heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varians dari residual diantara pengamatan tersebut tetap, maka disebut homokedastisitas. Cara yang digunakan
untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat dari pola gambar Scatterplot model tersebut. Analisis pada
34 gambar Scatterplot yang menyatakan model regresi linier berganda tidak
terdapat heteroskedastisitas jika:
1. Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0 2. Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja
3. Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali
4. Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola. Menurut Situmorang, et.al. 2009 : 76, ada dua cara perbaikan
heteroskedastisitas, yaitu : 1. Bila varians 2 diketahui, maka metode yang digunakan adalah
dengan cara kuadrat terkecil tertimbang yang meminimumkan pentingnya observasi yang penting dengan memberikan bobot
pada observasi tadi secara proporsional dengan kebalikan dari variansnya.
2. Bila varians 2 tidak diketahui, dimana pengetahuan mengenai 2 biasanya merupakan hal yang jarang dimiliki. Sebagai
akibatnya, orang biasanya membuat suatu asumsi yang masuk akal mentransformasikan data atau membuat gangguan
disturbance data yang telah ditransformasikan bersifat homokesdastisitas. Misal model persamaannya:
Y = b0 + b1x1 + b2x2, ditransformasikan menjadi:
LogY = b0 + b1logx1 + b2logx2.
35
4. Uji autokorelasi
“Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t
dengan kesalahan pada periode t- 1 sebelumnya” Ghozali, 2006 : 95.
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Hal ini sering ditemukan dalam
time series. Ada beberapa cara untuk menguji adanya autokorelasi seperti metode grafik, uji LM, Uji Runs dan lain-lain. Uji Durbin-Watson hanya
digunakan untuk autokorelasi tingkat satu first autocorelation dan mensyaratkan adanya intercept konstanta dalam model regresi dan tidak
ada variabel lagi diantara variabel dependen. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat dilakukan melalui uji Durbin-Watson DW
dengan kriteria sebagai berikut: a. Jika 0 d dl maka tidak ada korelasi positif tolak
b. Jika dl d du maka tidak ada korelasi positif no decision c. Jika 4 - dl d 4 maka tidak ada korelasi negatif tolak
d. Jika 4 - du d 4 – dl maka tidak ada korelasi positif no decision
e. Jika du d 4 – du maka tidak ada korelasi positif atau negatif tidak
ditolak Menurut Situmorang et al.2009 : 78, Autokorelasi dapat di
definisikan sebagai suatu keadaan dimana adanya korelasi diantara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu time series
atau ruang crosssection. Autokorelasi muncul karena observasi yang
36 berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul
dikarenakan residual atau kesalahan pengganggu tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya.Model regresi yang baik adalah regresi
yang bebas dari autokorelasi. Pada penelitian ini, uji autokorelasi dideteksi dengan uji Durbin-
Watson, karena uji ini yang umum digunakan. Uji ini hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat pertama first order autokorelasi dan
mensyaratkan adanya intercept konstanta dalam model regresi.
3.6.2 Pengujian Hipotesis Penelitian
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis regresi berganda, uji sgnifikansi t-test serta uji signifikansi f-test. Menurut
Rochaety, dkk 2007 : 107 “ …dengan uji hipotesis kita memusatkan
perhatian pada peluang kita membuat keputusan yang salah. Hipotesis diterima atau ditolak berdasarkan informasi yang terkandung dalam sampel
tetapi menggambarkan keadaan populasi”.
1. Analisis Regresi Berganda
Menurut Rochaety, dkk 2007 : 142 “regresi berganda bertujuan
untuk menghitung besarnya pengaruh dua atau lebih variabel bebas terhadap satu variabel terikat dan memprediksi variabel terikat dengan menggunakan
dua atau lebih varia bel bebas”. Model persamaannya adalah sebagai berikut:
Y= a + b
1
X
1
+ b
2
X
2
+ b
3
X
3
+ b
4
X
4
+ b
5
X
5
+ e Keterangan :
37 Y = variabel dependen yaitu struktur modal
a = intercept koefisien yang menyatakan perubahan rata-rata variabel dependen untuk setiap variabel independen sebesar satu atau yang
disebut konstanta. b
1
, b
2
, b
3,
b
4,
b
5
= angka arah atau koefisien regresi yang menunjukkan angka peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang
didasarkan pada variabel independen. Bila b + maka terjadi kenaikan pada variabel dependen dan bila b - maka akan terjadi penurunan pada
variabel. X
1
= profitabilitas X
2
= likuiditas X
3
= pertumbuhan penjualan X
4
= ukuran perusahaan X
5
= struktur aset e = error
2. Uji signifikansi parsial t-test
Menurut Ghozali 2006 : 84 “uji statistik t pada dasarnya
menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelasindependen secara individual dalam menerangkan variabel dependen”. Uji t merupakan
suatu cara untuk mengukur apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelasan yang signifikan terhadap variabel dependen. Dalam
38 pengujian ini dilakukan dengan menghitung serta melihat nilai
signifikansinya yaitu dengan ketentuan sebagai berikut: Ho diterima jika signifikansi 0.05
Ha diterima jika signifikansi 0.05
3. Uji signifikasi simultan F-test
Uji F digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model memiliki pengaruh secara
bersama-sama terhadap variabel dependen. Uji ini digunakan untuk melihat pengaruh variabel independen yaitu profitabilitas, likuiditas,
pertumbuhan penjualan, ukuran perusahaan, struktur aset berpengaruh terhadap struktur modal secara simultan. Bentuk pengujiannya adalah :
Ho : b1 = 0, artinya suatu variabel independen secara simultan tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
Ha : b1 ≠ 0, artinya suatu variabel independen secara simultan
berpengaruh terhadap variabel dependen. Kriteria pengambilan keputusan :
Ho diterima jika signifikansi 0.05 Ha diterima jika signifikansi 0.05
4. Uji Koefisiensi Determinansi R
2
Koefisien determinasi mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi
39 adalah antara nol dan satu. Nilai R
2
yang kecil berarti kemampuan variabel- variabel independen sangat terbatas. Kelemahan koefisien determinasi adalah
adanya bias terhadap sejumlah variabel independen yang dimasukkan dalam model oleh karena itu lebih baik menggunakan Adjusted R
2
. Jika adjusted R
2
bernilai negatif maka nilai adjusted R
2
dianggap nol.
40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Penelitian
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik yang menggunakan persamaan linier berganda. Analisis data
dimulai dengan mengolah data dengan menggunakan Microsoft Excel, selanjutnya dilakukan pengujian asumsi klasik dan pengujian regresi berganda dengan
menggunakan software SPSS. Prosedur dimulai dengan memasukkan variabel- variabel penelitian ke program SPSS tersebut dan menghasilkan output sesuai
metode analisis data yang telah ditentukan. Berdasarkan kriteria pemilihan sampel yang telah ditentukan, didapat 12 perusahaan otomotif yang memenuhi kriteria
sampel dan dijadikan sampel dalam penelitian ini selama periode 2010-2013.
4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif dalam penelitian ini hanya mendeskripsikan sampel dan tidak membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi dimana sampel
diambil. Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dapat dilihat dari rata-rata mean, standar deviasi, varian, maksimum,
minimum, sum, range dan kemencengan distribusi. Hasil pengujian statistik deskriptif pada sampel penelitian yang berjumlah 48 objek penelitian
ditunjukkan pada tabel 4.1 sebagai berikut :
41
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum
Maximum Mean
Std. Deviation Der
48 .11
14.38 1.6165
2.34356 Roe
48 .00
.79 .1997
.12514 Cr
48 .73
3.85 1.6531
.63180 Gs
48 -.13
.78 .2130
.20211 Sz
48 20.46
31.68 28.2482
2.08860 Sa
48 .01
.61 .2895
.14921 Valid N listwise
48
Sumber: Output SPSS, diolah Penulis, 2015 Berdasarkan data dari tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa :
1. Variabel independen yaitu profitabilitas yang diukur dengan ROE return on equity memiliki sampel N sebanyak 48 dengan nilai minimum
terkecil 0.00, nilai maksimum terbesar 0.79 dan mean nilai rata-rata 0.1997. Standar Deviation simpangan baku variabel ini adalah 0.12514.
2. Variabel likuiditas yang diukur dengan CR current ratio memiliki sampel N sebanyak 48 dengan nilai minimum terkecil 0.73, nilai
maksimum terbesar 3.85 dan mean nilai rata-rata 1.6531. Standar Deviation simpangan baku variabel ini adalah 0.63180.
3. Variabel pertumbuhan penjualan GS memiliki sampel N sebanyak 48 dengan nilai minimum terkecil -0.13, nilai maksimum terbesar 0.78 dan
mean nilai rata-rata 0.2130. Standar Deviation simpangan baku variabel ini adalah 0.20211.
4. Variabel ukuran perusahaan memiliki sampel N sebanyak 48 dengan nilai minimum terkecil 20.46, nilai maksimum terbesar 31.68 dan mean
42 nilai rata-rata 28.2482. Standar Deviation simpangan baku variabel ini
adalah 2.08860. 5. Variabel struktur aset memiliki sampel N sebanyak 48 dengan nilai
minimum terkecil 0.01, nilai maksimum terbesar 0.61 dan mean nilai rata-rata 0.2895. Standar Deviation simpangan baku variabel ini adalah
0.14921. 6. Variabel dependen yaitu struktur modal yang diproksikan dengan DER
debt to equity ratio memiliki sampel N sebanyak 48 dengan nilai minimum terkecil 0.11, nilai maksimum terbesar 14.38 dan mean nilai
rata-rata 1.6165. Standar Deviation simpangan baku variabel ini adalah 2.34356.
4.2.2 Uji Asumsi Klasik 4.2.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah variabel pengganggu atau variabel residual terdistribusi secara
normal. Salah satu cara yang digunakan untuk melihat apakah data normal atau tidak adalah melakukan analisis grafik dengan melihat
grafik histogram dan grafik P-P Plot. Data yang terdistribusi secara normal adalah data yang terdistribusi dengan garis titik-titik berbentuk
lonceng pada grafik histogramnya, titik tersebut tidak mengarah ke kiri ataupun ke kanan. Sedangkan pada grafik P-P Plot, data akan menyebar
43 disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal apabila data
tersebut terdistribusi secara normal.
Gambar 4.1 Uji Normalitas Histogram
Sumber: Output SPSS, diolah Penulis, 2015
44
Gambar 4.2 Uji Normalitas P-P Plot
Sumber: Output SPSS, diolah Penulis, 2015
Pada gambar 4.1 dapat dilihat bahwa gambar grafik histogram berbentuk lonceng, tetapi gambar dari grafik tersebut tidak merata diantara
sisi kiri dan kanan serta pola distribusi yang condong ke kiri dimana
menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi secara normal.
Sedangkan grafik P-P Plot pada gambar 4.2, terlihat bahwa titik- titik data tidak menyebar dengan merata disekitar garis pola dimana ada
beberapa titik yang penyebarannya menjauh dari garis pola, sehingga ini
menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi secara normal.
Pengujian normalitas data apakah terdistribusi normal atau tidak dengan hanya melihat grafik histogram dan P-P Plot saja tidak cukup,
45 sehingga perlu dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan analisis
statistik. Analisis statistik dapat dilakukan dengan pengujian Kolmogorov- Smirnov K-S. Untuk melihat apakah data terdistribusi normal atau tidak
dapat dilihat dari nilai signifikansinya. Jika nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 maka data terdistribusi normal. Apabila nilai
signifikansinya lebih kecil dari 0,05 maka data tidak terdisitribusi normal.
Pengujian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.2
Uji Normalitas Data Awal
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 48
Normal Parameters
a
Mean .0000000
Std. Deviation 1.77056272
Most Extreme Differences Absolute
.179 Positive
.179 Negative
-.094 Kolmogorov-Smirnov Z
1.242 Asymp. Sig. 2-tailed
.091 a. Test distribution is Normal.
Tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa hasil pengujian statistik dengan menggunakan model Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa
data telah terdistribusi secara normal. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai signifikan atau nilai probabilitasnya sebesar 0.091 yaitu lebih besar dari
0.05. Pengujian normalitas data yang dilakukan dengan uji grafik
menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi normal sehingga uji hipotesis
46 tidak dapat dilakukan. Namun uji statistik menunjukkan bahwa data
terdistribusi normal. Untuk menormalkan data penelitian maka peneliti menggunakan transformasi data. Salah satu transformasi data yang dapat
dilakukan adalah dengan mentransformasikan data ke logaritma 10 atau LN.
Peneliti melakukan pengujian ulang terhadap normalitas data untuk melihat apakah data terdistribusi normal atau tidak setelah dilakukan
transformasi data. Hasil uji normalitas data setelah dilakukan transformasi
data dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar 4.3 Histogram Setelah Transformasi Data
Sumber : Output SPSS, diolah Peneliti, 2015
47
Gambar 4.4 P-P Plot Setelah Transformasi Data
Sumber : Output SPSS, diolah Peneliti, 2015 Dengan melihat tampilan grafik histrogram pada gambar 4.3 diatas
kita dapat melihat bahwa gambar grafik berbentuk lonceng dan tidak menceng ke kiri dan ke kanan yang menunjukkan bahwa data terdistribusi
secara normal. Pada grafik P-P Plot pada gambar 4.4 diatas terlihat titik- titik menyebar di sepanjang dan tidak menjauhi garis diagonal. Kedua
grafik tersebut menunjukkan bahwa model regresi tidak menyalahi asumsi normalitas.
4.2.2.2 Uji Heterokedatisitas
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi perbedaan variance dari residual suatu pengamatan ke
pengamatan lain. Dalam model regresi yang baik tidak terjadi
48 heteroskedastisitas. Ada tidaknya gejala heteroskedastisitas dapat
diketahui dengan melihat grafik scatterplot dengan dasar analisis sebagai berikut Ghozali, 2006:69 :
a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
yang teratur bergelombang, melebar, kemudian menyempit,
maka mengindikasikan
telah terjadi
heteroskedastisitas. b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan
di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Gambar 4.5 Grafik
Scatterplot Setelah Transformasi Data
Sumber : Output SPSS, diolah Peneliti, 2015
49 Pada grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara
acak serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada
model regresi. Alasan mengapa titik –titik menyebar menjauh dari titik–
titik yang lain dikarenakan data penelitian yang berbeda antara data yang satu dengan data yang lain sehingga model regresi dapat digunkan untuk
melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
4.2.2.3 Uji Autokorelasi
Pengujian ini bertujuan untuk melihat apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan periode t-1 sebelumnya. Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi
dapat dilakukan melalui uji Durbin-Watson DW dengan kriteria sebagai berikut:
f. Jika 0 d dl maka tidak ada korelasi positif tolak g. Jika dl d du maka tidak ada korelasi positif no decision
h. Jika 4 - dl d 4 maka tidak ada korelasi negatif tolak i. Jika 4 - du d 4
– dl maka tidak ada korelasi positif no decision j. Jika du d 4
– du maka tidak ada korelasi positif atau negative tidak ditolak
50
Tabel 4.3 Uji Durbin Watson
Hasil pengujian di atas menunjukkan bahwa nilai Durbin-Watson adalah 1.906. Nilai ini akan kemudian diuji berdasarkan ketentuan ada
tidaknya gejala autokorelasi, yakni jika nilai Durbin-Watson D-W ada pada batas du atas dan 4-du du D-W 4-du, model regresi tidak
mengalami gejala autokorelasi. Nilai signifikansi yang digunakan adalah 5 dengan jumlah sampel 48 N = 48 dan jumlah variabel independen
sebanyak lima k = 5, maka dari tabel data statistik Durbin-Watson diperoleh nilai batas bawah dl sebesar 1.33 dan nilai batas atas du
sebesar 1.77. Nilai D-W 1.906 berada di antara du 1.77 dan 4-du 2.31 atau 1.77 1.906 2.31. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
model regresi tidak mengalami gejala autokorelasi, sehingga pengujian dapat dilanjutkan.
4.2.2.4 Uji Multikolonieritas
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Dalam
model regresi yang baik tidak terjadi korelasi antar variabel independen.
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .732
a
.536 .473
.60045 1.906
a. Predictors: Constant, LN_SA, LN_ROE, LN_GS, LN_Sz, LN_CR b. Dependent Variable: LN_DER
Sumber: Output SPSS, diolah penulis,2015
51 Ada atau tidaknya korelasi dapat dilakukan dengan melihat tolerance dan
lawanya yaitu VIF Variance Inflation Factor. Menurut Ghozali 2006:57 kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen
manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dengan kata lain, setiap variabel independen menjadi variabel dependen dan diregres
terhadap variabel independen lainnya untuk mengetahui korelasi antar variabel independen tersebut. Nilai tolerance yang rendah sama dengan
nilai VIF tinggi karena VIF = 1tolerance. Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai
tolerance 0,1 atau sama dengan VIF 10. Dengan kata lain, data yang bebas multikolonieritas adalah yang memiliki nilai tolerance 0,1 dan
VIF 10. Berikut adalah hasil dari uji multikolonieritas.
Tabel 4.4 Uji Multikolonieritas Setelah Transformasi Data
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. Collinearity
Statistics B
Std. Error Beta
Tolerance VIF
1 Const
ant 5.701
4.233 1.347
.186 ln_roe
-.017 .113
-.017 -.150
.881 .958
1.044 ln_cr
-1.604 .300
-.657 -5.338
.000 .828
1.208 ln_gs
.123 .099
.150 1.245
.221 .861
1.162 ln_sz
-1.468 1.250
-.139 -1.174
.248 .895
1.118 ln_sa
-.002 .120
-.002 -.017
.987 .789
1.268 a. Variable: ln_der
Sumber : Output SPSS, diolah Peneliti, 2015
52 Berdasarkan tabel 4.4, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini
bebas dari adanya multikolinearitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing
–masing variabel independen yang digunakan dalam penelitian, memiliki nilai tolerance yang lebih besar dari 0.10 yaitu nilai tolerance
ROE sebesar 0.958, nilai tolerance CR sebesar 0,828, nilai tolerance GS sebesar 0.861, nilai tolerance Sz sebesar 0.895 dan nilai tolerance SA
sebesar 0.789. Perhitungan VIF juga menunjukkan hal yang sama, dimana variabel independen memiliki nilai VIF yang kurang dari 10 yaitu nilai
VIF untuk ROE sebesar 1.044, nilai VIF untuk CR sebesar 1.208, nilai VIF untuk GS sebesar 1.162, nilai VIF untuk Sz sebesar 1.118 dan nilai
VIF untuk SA sebesar 1.268. Maka dari hasil tabel secara keseluruhan menunjukkan bahwa tidak terdapatnya multikolinearitas antar variabel
independen dalam model ini.
4.2.3 Analisis Regresi
Berdasarkan hasil pengujian asumsi klasik disimpulkan bahwa model regresi yang dipakai dalam penelitian ini telah memenuhi persyaratan BLUE
Best, Linear, Unbiased, Estimator, data yang digunakan telah normal dan bebas dari gejala multikolinearitas, heteroskedastisitas, autokorelasi dan
layak dilakukan analisis regresi. Untuk menguji hipotesis, peneliti menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil regresi linear berganda
yang diperoleh melalui pengolahan data dengan menggunakan software SPSS 16 dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut.
53
Tabel 4.5 Analisis Regresi
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. B
Std. Error Beta
1 Constant
5.701 4.233
1.347 .186
LN_ROE -.017
.113 -.017
-.150 .881
LN_CR -1.604
.300 -.657
-5.338 .000
LN_GS .123
.099 .150
1.246 .221
LN_Sz -1.468
1.250 -.139
-1.174 .248
LN_SA -.002
.120 -.002
-.016 .987
a. Dependent Variable: LN_DER
Sumber : Output SPSS, diolah Peneliti, 2015 Berdasarkan tabel 4.5 diatas, maka persamaan regresi linear berganda
sebagai berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + e
DER = 5.701 + -0.017ROE + -1.604CR + 0.123GS +
-1.468Sz + -0.002SA + e
Keterangan : 1 Konstansta sebesar 5.701 menunjukkan bahwa apabila tidak ada variabel
independen X1=0, X2=0, X3=0, X4=0, X5=0 maka DER sebesar 5.701.
2 B
1
sebesar -0.017 menunjukkan bahwa setiap kenaikan ROE sebesar 1 maka akan menurunkan DER dengan asumsi variabel lain tetap.
54 3 B
2
sebesar -1.604 menunjukkan bahwa setiap kenaikan CR sebesar 1 maka akan diikuti oleh penurunan DER sebesar 1.604 dengan asumsi
variabel lain tetap. 4 B
3
sebesar 0.123 menunjukkan bahwa setiap kenaikan GS sebesar 1 maka akan diikuti oleh kenaikan DER sebesar 0.123 dengan asumsi
variabel lain tetap. 5
Β
4
sebesar -1.468 menunjukkan bahwa setiap kenaikan Sz sebesar 1 maka akan diikuti oleh penurunan DER sebesar 1.468 dengan asumsi
variabel lain tetap. 6
Β
5
sebesar -0.002 menunjukkan bahwa setiap kenaikan SA sebesar 1 maka akan diikuti oleh penurunan DER sebesar 0.002 dengan asumsi
variabel lain tetap.
4.2.4 Pengujian Hipotesis 4.2.4.1 Uji Koefisien Korelasi dan Determinansi
Nilai Koefisien Korelasi R menunjukkan seberapa besar korelasi atau hubungan antara variabel-variabel independen dengan variabel
dependen. Koefisien korelasi dikatakan kuat apabila nilai R diatas 0,5 dan mendekati 1.
Koefisien determinasi R square menunjukkan seberapa besar variabel dependen. Nilai R square adalah nol sampai dengan satu,
apabila nilai R square semakin mendekati satu, maka variabel – variabel
independen memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk
55 memprediksi variasi-variabel dependen. Sebaliknya, semakin kecil nilai
R square, maka kemampuan variabel-variabel independen dalam menjalankan variasi-variabel dependen semakin terbatas. Nilai R square
memiliki kelemahan yaitu R square akan meningkat setiap ada penambahan satu variabel independen meskipun variabel independen
tersebut tidak berpengaruh sognifikan terhadap variabel dependen.
Tabel 4.6 Koefesien Korelasi dan Determinansi
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate 1
.732
a
.536 .473
.60046 a. Predictors: Constant, LN_SA, LN_ROE, LN_GS, LN_Sz, LN_CR
b. Dependent Variable: LN_DER
Sumber: Output SPSS, diolah Peneliti Pada tabel 4.6 hasil analisis uji koefisien determinasi menunjukkan
nilai R koefisien korelasi sebesar 0,732 yang berarti korelasi atau hubungan antar variabel yaitu variabel dependen struktur modal dengan
variabel independennya struktur aset, profitabilitas, pertumbuhan penjualan, dan likuiditas mempunyai hubungan sebesar 73,2. Koefisien
korelasi R dikatakan kuat apabila nilai koefisien R berada diatas 0,5 dan mendekati 1.
Nilai koefisien determinasi R-Square sebesar 0,536 berarti 53,6 struktur modal perusahaan dipengaruhi oleh profitabilitas, likuiditas,
pertumbuhan penjualan, ukuran perusahaan dan struktur aset. Sementara sisanya 46,4 dapat dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak diteliti
56 pada penelitian ini. Nilai Adjusted R Square sebesar 0,473
mengindikasikan bahwa variabel independen profitabilitas, likuiditas, pertumbuhan penjualan, ukuran perusahaan dan struktur aset mampu
menjelaskan variabel dependen sebesar 47,3 dan sisanya sebesar 52,7 dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
4.2.4.2 Uji Signifikansi Parsial t-test
Uji parsial t-test adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui hubungna antara variabel-variabel independen dengan variabel dependen
secara individu parsial. Apabila tingkat signifikansi probabilitas lebih besar dari 0,05 maka variabel independen secara parsial tidak berpengaruh
terhadap struktur modal. Sebaliknya, jika nilai signifikansi probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka variabel independen berpengaruh terhadap
struktur modal. Hasil uji parsial dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 4.7
Hasil Uji Parsial t-test
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. B
Std. Error Beta
1 Constant
5.701 4.233
1.347 .186
LN_ROE -.017
.113 -.017
-.150 .881
LN_CR -1.604
.300 -.657
-5.338 .000
LN_GS .123
.099 .150
1.246 .221
LN_Sz -1.468
1.250 -.139
-1.174 .248
LN_SA -.002
.120 -.002
-.016 .987
a. Dependent Variable: LN_DER
57 Tabel 4.7 menunjukkan hasil pengujian statistik uji-t yang
menjelaskan pengaruh variabel independen secara parsial sebagai berikut :
1. Hasil uji variabel profitabilitas ROE menunjukkan nilai signifikansinya lebih besar dari 0,005 yaitu 0,881 0,005. Serta
nilai t
hitung
yang lebih rendah dari nilai t
tabel
yaitu -0,150 2,026. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa profitabilitas
ROE tidak berpengaruh terhadap struktur modal DER. 2. Hasil uji variabel likuiditas CR menunjukkan nilai
signifikansinya lebih rendah dari 0,005 yaitu 0,000 0,005. Serta nilai t
hitung
yang lebih rendah dari nilai t
tabel
yaitu -5,338 2,026. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa likuiditas
CR berpengaruh signifikan terhadap struktur modal DER. 3. Hasil uji variabel pertumbuhan penjualan GS menunjukkan
nilai signifikansinya lebih besar dari 0,005 yaitu 0,221 0,005. Serta nilai t
hitung
yang lebih rendah dari nilai t
tabel
yaitu 1,246 2,026.
Dengan demikian
dapat disimpulkan
bahwa pertumbuhan penjualan GS tidak berpengaruh terhadap
struktur modal DER. 4. Hasil uji variabel ukuran perusahaan Sz menunjukkan nilai
signifikansinya lebih besar dari 0,005 yaitu 0,248 0,005. Serta nilai t
hitung
yang lebih rendah dari nilai t
tabel
yaitu -1,174 2,026. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ukuran
58 perusahaan Sz tidak berpengaruh terhadap struktur modal
DER. 5. Hasil uji variabel struktur aset SA menunjukkan nilai
signifikansinya lebih besar dari 0,005 yaitu 0,987 0,005. Serta nilai t
hitung
yang lebih rendah dari nilai t
tabel
yaitu -0,016 2,026. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa struktur aset
SA tidak berpengaruh terhadap struktur modal DER.
4.2.4.3 Uji Signifikansi Simultan f-test
Uji Signifikan simultan atau uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama simultan mempunyai
pengaruh terhadap variabel dependen. Pembuktian dilakukan dengan cara melihat nilai signifikansi dalam uji F. Data penelitian yang telah diolah
ditentukan dengan kriteria pengujian sebagai berikut : • Apabila tingkat signifikansinya lebih besar dari 0,05 sig F 0,05 maka
variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap struktur modal.
• Apabila nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05 sig F 0,05 maka variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap struktur
modal.
59
Tabel 4.8 Hasil Uji F
ANOVA
b
Model Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
1 Regression
15.384 5
3.077 8.534
.000
a
Residual 13.340
37 .361
Total 28.724
42 a. Predictors: Constant, LN_SA, LN_ROE, LN_GS, LN_Sz, LN_CR
b. Dependent Variable: LN_DER
Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2015 Dari tabel 4.8 dapat diketahui bahwa nilai F hitung adalah 8.534
dan diketahui nilai F
tabel
sebesar 2.47. Dapat diketahui bahwa nilai F
hitung
F
tabel
8.534 2.47, dan nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 yaitu 0.000 0.05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa variable independen
profitabilitas, likuiditas, pertumbuhan penjualan, ukuran perusahaan dan struktur aset secara bersama-sama simultan berpengaruh signifikan
terhadap struktur modal.
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil analisis statistik yang telah dilakukan menunjukkan bahwa nilai R koefisien korelasi sebesar 0,732 yang berarti korelasi atau hubungan antar
variabel yaitu variabel dependen struktur modal dengan variabel independennya struktur aset, profitabilitas, pertumbuhan penjualan, dan likuiditas mempunyai
hubungan sebesar 73,2. Nilai koefisien determinansi R-Square sebesar 0,536 berarti 53,6 struktur modal perusahaan dipengaruhi oleh profitabilitas,
likuiditas, pertumbuhan penjualan, ukuran perusahaan dan struktur aset. Serta
60 nilai Adjusted R Square sebesar 0,473 mengindikasikan bahwa variabel
independen profitabilitas, likuiditas, pertumbuhan penjualan, ukuran perusahaan dan struktur aset mampu menjelaskan variabel dependen sebesar 47,3.
Dalam pengujian secara parsial ditemukan hanya variabel likuiditas yang memiliki pengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan, sedangkan
variabel lainnya tidak berpengaruh secara signifikan. Pembahasan terhadap masing
– masing variabel dalam pengujian secara parsial akan dibahas berikut ini:
1. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Struktur Modal Melalui analisis uji-t, profitabilitas yang diukur dengan return on equity
ROE tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t
hitung
sebesar -0,150 dengan nilai signifikansi sebesar 0,881 0,05 sedangkan nilai t
tabel
sebesar 2,026 sehingga nilai t
hitung
t
tabel
-0,150 2,026.
Koefisien regresi profitabilitas sebesar -0,017 menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 variabel profitabilitas maka
struktur modal akan mengalami penurunan sebesar 0,017 atau 1,7 dengan asumsi variabel lain tetap. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Purba 2014 dan Marpaung 2013 tetapi hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hafitz 2012 yang
menyatakan bahwa profitabilitas memiliki pengaruh signifikan terhadap struktur modal. Profitabilitas ROE merupakan tingkat pengembalian
yang diterima perusahaan atas investasi yang dilakukan perusahaan. Hasil ini sesuai dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa suatu
perusahaan akan lebih memilih memakai sumber dana internal perusahaan
61 daripada dana atas ekuitas sehingga profitabilitas tidak berpengaruh
signifikan terhadap struktur modal. 2.
Pengaruh Likuiditas Terhadap Struktur Modal
Melalui analisis uji-t, likuiditas yang diukur dengan current ratio CR memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap struktur modal perusahaan.
Hal ini ditunjukkan oleh nilai t
hitung
sebesar -5,338 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 0,05 sedangkan nilai t
tabel
sebesar 2,026 sehingga nilai t
hitung
t
tabel
-5,338 2,026. Koefisien regresi likuiditas sebesar -1,604 menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 variabel likuiditas
maka struktur modal akan mengalami penurunan sebesar 1,604 atau 160,4 dengan asumsi variabel lain tetap.
Hasil pengujian ini sesuai dengan penelitian Marpaung 2013, Purba 2014 dan Hafitz 2012. Likuiditas
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Semakin tinggi nilai likuiditas maka semakin tinggi kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Hal ini sejalan dengan hasil penenlitian dimana likuiditas berpengaruh signifikan negatif
koefisien regresi bertanda negatif. Semakin tinggi nilai koefisien likuiditas maka semakin tinggi nilai struktur modal sehingga dapat dikatakan bahwa
perusahaan dalam keadaan sehat dan mudah memperoleh dana dari pihak kreditor.
3.
Pengaruh Pertumbuhan Penjualan Terhadap Struktur Modal Melalui analisis uji-t, pertumbuhan penjualan atau growth sales GS tidak
berpengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t
hitung
sebesar 1,246 dengan nilai signifikansi sebesar
62
0,221 0,05 sedangkan nilai t
tabel
sebesar 2,026 sehingga nilai t
hitung
t
tabel
1,246 2,026.
Koefisien regresi
pertumbuhan penjualan
sebesar 0,123 menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 variabel
pertumbuhan penjualan
maka struktur modal akan mengalami kenaikan sebesar 0,123 atau 12,3 dengan asumsi variabel lain tetap. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Purba 2014. Koefisien
regresi bernilai positif mengindikasikan peningkatan pertumbuhan penjualan menyebabkan
meningkat penggunaan utang debt oleh perusahaan. Pertumbuhan penjualan yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tidak mampu hanya mendanai
aktivitas operasinya dari sumber pendanaan internal perusahaan sehingga menggunakan pendanaan eksternal utang.
4.
Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Struktur Modal
Melalui analisis uji-t, ukuran perusahaan yang diproksikan dengan Size Sz tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan. Hal
ini ditunjukkan oleh nilai thitung sebesar -1,174 dengan nilai signifikansi sebesar 0,248 0,05 sedangkan nilai ttabel sebesar 2,026 sehingga nilai
thitung ttabel -1,174 2,026. Koefisien regresi ukuran perusahaan sebesar -1,468 menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 variabel ukuran
perusahaan maka struktur modal akan mengalami penurunan sebesar 1,468 atau 146,8 dengan asumsi variabel lain tetap. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Hafitz 2012, namun tidak sejalan dengan hasil penelitian Marpaung 2013. Besar kecilnya ukuran
perusahaan mampu menggambarkan penggunaan pendanaan eksternal utang di atas penggunaan dana internal. Semakin besar ukuran
63 perusahaan suatu perusahaan, maka kecenderungan untuk memakai dana
eksternal juga semakin besar. Hal tersebut dikarenakan perusahaan besar memiliki kebutuhan dana yang besar dan salah satu alternatif pemenuhan
dananya adalah dengan menggunakan dana eksternal. Sehingga semakin besar perusahaan tersebut kecenderungan untuk menggunakan hutang
lebih besar untuk memenuhi kebutuhan dananya daripada perusahaan
kecil.
5.
Pengaruh Struktur Aset Terhadap Struktur Modal
Melalui analisis uji-t, struktur aset SA tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai thitung
sebesar -0,016 dengan nilai signifikansi sebesar 0,987 0,05 sedangkan nilai ttabel sebesar 2,026 sehingga nilai thitung ttabel -0,016 2,026.
Koefisien regresi struktur aset sebesar -0,002 menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 variabel struktur aset maka struktur modal akan mengalami
penurunan sebesar 0,002 atau 0,2 dengan asumsi variabel lain tetap. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Purba
2014,
namun tidak sejalan dengan penelitian Marpaung 2013 yang menyatakan bahwa struktur aset berpengaruh signifikan terhadap struktur
modal. Perusahaan yang sebagian besar asetnya berupa aset tetap fixed asset biasanya lebih banyak menggunakan modal sendiri dalam struktur modalnya.
Hal ini sesuai dengan konsep konservatif yang menyatakan bahwa besarnya modal sendiri paling sedikit menutup jumlah aset tetap ditambah aset lain
yang sifatnya permanen.
64
Hasil pengujian secara simultan menunjukkan bahwa variabel profitabilitas, likuiditas, pertumbuhan penjualan, ukuran perusahaan dan struktur aset bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Berdasarkan F-tabel dapat dilihat signifikansinya, dimana
nilai F
hitung
F
tabel
8.534 2.47, dan nilai signifikansi
lebih besar dari 0.05 yaitu 0.000 0.05.
65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan