1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan dunia bisnis dan ekonomi kini yang sedang berkembang memicu persaingan antar perusahaan. Dengan kondisi yang sedemikian rupa,
setiap perusahaan dituntut untuk mengoptimalkan struktur modal dengan baik dan tepat. Pengoptimalan tersebut dapat dilakukan dengan lebih mengutamakan
penggunaan dana internal dibandingkan dana eksternal sehingga dapat mengurangi penggunaan hutang. Hutang memang sangat berguna bagi perusahaan
karena memiliki banyak manfaat. Namun hutang dapat menjadi ancaman perusahaan apabila tidak dapat dikontrol penggunaannya dalam jumlah yang tidak
sedikit. Manajer keuangan perusahaan harus bijak dalam menentukan struktur modal perusahaan. Dengan demikian penggunaan struktur modal yang optimal
dapat membantu perusahaan dalam memenuhi kebutuhan operasional perusahaan. Struktur modal adalah proporsi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan
belanja perusahaan dimana dana yang diperoleh menggunakan kombinasi atau paduan sumber yang berasal dari dana jangka panjang yang terdiri dari dua
sumber utama yakni yang berasal dari dalam dan luar perusahaan Rodoni dan Ali, 2010 : 137. Dasar dari struktur modal adalah penggunaan modal sendiri dan
penggunaan hutang. Namun penggunaan hutang merupakan opsi kedua, karena sesuai dengan teori pecking order, perusahaan seharusnya lebih mengutamakan
penggunaan modal sendiri untuk membiayai aktifitas operasionalnya. Perusahaan
2 menggunakan hutang apabila dana internal dirasa tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan aktifitas operasi. Jika perusahaan melakukan sesuai dengan teori tersebut maka struktur modal akan optimal. Struktur modal yang optimal akan
meningkatkan nilai perusahaan serta mengurangi risiko perusahaan. Menentukan struktur modal perusahaan harus mempertimbangkan beberapa faktor karena
dapat memberikan dampak langsung maupun tidak langsung bagi keuangan perusahaan.
Dalam penelitian ini hanya beberapa faktor yang mempengaruhi struktur modal yangakan dibahas. Faktor-faktor yang akan dibahas yaitu profitabilitas,
likuiditas, pertumbuhan penjualan, ukuran perusahaan dan struktur aset. Variabel yang mempengaruhi struktur modal salah satunya adalah tingkat profitabilitas.
Rasio profitabilitas yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari penggunaan modalnya Martono dan Harjito, 2001 :
530. Perusahaan yang tingkat pengembalian yang rendah cenderung membiayai aktivitas operasinya dengan menggunakan utang. Sebaliknya perusahaan yang
tingkat pengembaliannya tinggi maka lebih menggunakan laba ditahan daripada utang untuk membiayai pendanaannya. Rasio profitabilitas juga merupakan rasio
yang digunakan untuk mengukur tingkat efektivitas manajemen perusahaan dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga manajemen perusahaan dituntut harus mampu
mencapai target yang telah ditetapkan perusahaan. Dalam penelitian ini rasio profitabilitas diproksikan dengan ROE. ROE adalah rasio untuk mengukur laba
bersih sesudah pajak dengan modal sendiri, sehingga dari rasio inilah kita dapat melihat efisiensi penggunaan dari modal yang dimiliki perusahaan. Rasio ini juga
3 dapat menjadi pertimbangan kreditor untuk memberikan pinjaman. Karena itu,
kreditor memakai profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar utang kepada kreditor.
Rasio likuiditas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang jatuh tempo.
Semakin tinggi nilai likuiditas perusahaan menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya, karena jumlah
aktiva lancar perusahaan yang tersedia lebih besar dari jumlah utang lancarnya. Rasio ini sangat penting dianalisis untuk melihat pengaruhnya terhadap struktur
modal. Rasio likuiditas memberikan cukup banyak informasi terhadap pihak- pihak berkepentingan baik pemilik perusahaan dan manajemen perusahaan
maupun pihak luar seperti pihak kreditor, investor ataupun pihak perbankan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga
secara tepat waktu. Rasio likuiditas yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio lancar current ratio dengan cara membandingkan antara total aset lancar
dengan hutang lancar. Faktor berikutnya adalah pertumbuhan penjualan. Pertumbuhan penjualan
adalah kenaikan jumlah penjualan dari tahun ke tahun atau dari waktu ke waktu. Pertumbuhan penjualan mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam
mempertahankan kelangsungan usahanya. Perusahaan dalam melakukan upaya untuk menjaga kestabilan penjualan dan meningkatkan laju pertumbuhan
penjualan yang tinggi harus menyediakan modal yang cukup untuk mendanai operasi perusahaan. Perusahaan yang tingkat penjualannya tinggi memiliki
4 kecenderungan untuk menggunakan utang atau dana eksternal untuk mendanai
perusahaan. Semakin tinggi pertumbuhan penjualan perusahaan dalam menggunakan utang guna mendanai perusahaan, maka semakin tinggi pula
struktur modalnya. Pertumbuhan penjualan dalam penelitian ini diukur dengan penjualan tahun t dikurangi penjualan tahun t-1 dibagi penjualan tahun t-1.
Faktor yang mempengaruhi struktur modal selanjutnya adalah ukuran perusahaan. Semakin besar ukuran perusahaan maka, semakin besar dana yang
dibutuhkan perusahaan untuk membiayai aktifitas operasinya. Salah satu sumber pemenuhan dana tersebut berasaldari luar perusahaan dalam bentuk utang.
Peluang perusahaan besar dalam mendapatkan pinjaman lebih mudah dibandingkan perusahaan kecil, karena para investor menganggap perusahaan
besar akan lebih mudah memperoleh laba dalam jumlah yang besar dan dapat melakukan pengembalian kepada investor. Oleh karena itu, ukuran perusahaan
sangat mempengaruhi para investor untuk melakukan investasi pada suatu perusahaan. Pengukuran ukuran perusahaan dalam penelitian ini menggunakan
LogNatural dari Total Asset. Faktor terakhir yang mempengaruhi struktur modal yaitu struktur aset.
Struktur aset merupakan penentuan berapa besar alokasi dana masing-masing antara aset lancar maupun aset tetap. Tujuan dari penilaian struktur aset yang
dimiliki perusahaan adalah untuk melihat seberapa besar aset tetap yang tersedia dan dapat dijadikan jaminan atas pinjaman yang dilakukan perusahaan. Besarnya
kemampuan ini dapat dilihat dengan membandingkan aset tetap yang dimiliki perusahaan dengan total aset perusahaan.
5 Menurut Riyanto 2001 : 296 struktur modal adalah perimbangan atau
perbandingan antar jumlah hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Struktur modal dalam penelitian ini diproksikan dengan Debt to Equity Ratio DER,
merupakan perbandingan antara total hutang terhadap modal sendiri. Berikut ini data Debt to Equity Ratio perusahaan otomotif yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada periode tahun 2010-2013.
Tabel 1.1 Debt to Equity Ratio DER
Perusahaan – Perusahaan Otomotif yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia BEI Periode 2010-2013
No Kode
Nama perusahaan DER
Rata-rata 2010 2011 2012
2013 1.
ASII PT Astra Internasional
Tbk 0,9
1.0 1.0
1.0 0,97
2. AUTO
PT Astra Otoparts Tbk
0,38 0.5
0.6 0.3
0,44 3.
GJTL PT Gajah Tunggal
Tbk 1,9
1,6 1,4
1,7 1,65
4. IMAS
PT Indomobil Sukses Internasional Tbk
4,03 1,54
2,08 2,35
2,5 5.
INDS PT Indospring Tbk
2,4 0,8
0,46 0,25
0,97 6.
INTA PT Intraco Penta Tbk
0,27 0,59
0,75 1,43
0,76 7.
LPIN PT Multi Prima
Sejahtera Tbk 0,41
0,33 0,28
0,37 0,34
8. NIPS
PT Nippres Tbk 1,27
1,69 1,59
2,38 1,73
6 No.
Kode Nama Perusahaan
DER Rata-rata
2010 2011 2012 2013
9. PRAS
PT Prima Alloy Tbk 1,87
1,43 1,06
0,96 1,33
10. SMSM
PT Selamat Sempurna Tbk
0,8 0,7
0,71 0,69
0,72 11.
TURI PT Tunas Ridean Tbk
0,7 0,7
0,9 0,7
0,75 12.
UNTR PT United Tractor
Tbk 0,35
0,17 0,18
0,11 0,2
Sumber: Hasil olahan Peneliti, 2015 Tabel 1.1 menunjukkan bahwa besarnya nilai rata-rata debt to equity ratio
DER pada perusahaan otomotif berfluktuasi dari tahun 2010 hingga 2013. PT. Astra Internasional Tbk, PT. Astra Otoparts Tbk, PT. Indospring Tbk, PT. Intraco
Penta Tbk, PT. Multi Prima Sejahtera Tbk, PT. Selamat Sempurna Tbk, PT Tunas Ridean Tbk, dan PT United Tractor Tbk adalahdelapan perusahaan otomotif yang
memiliki nilai rata-rata debt to equity ratio DER kurang dari satu. Sebaliknya hanya terdapat empat perusahaan otomotif yang memiliki nilai rata-rata debt to
equity ratio DER lebih besar dari satu yaitu PT. Gajah Tunggal Tbk, PT. Idomobil Sukses Internasional Tbk, PT. Nippres Tbk, dan PT. Prima Alloy Tbk.
Perusahaan yang memiliki nilai rata-rata DER lebih besar dari satu menunjukkan bahwa utang yang digunakan perusahaan lebih besar dari modal sendiri. Hal ini
mengakibatkan perusahaan akan menanggung biaya modal yang lebih besar sebanding dengan risiko yang akan dihadapi perusahaan.
7 Namun dengan demikian selama periode 2010 sampai dengan 2013
terdapat 33 lebih perusahaan manufaktur pada sektor otomotif yang terdapat di BEI yang mempunyai DER lebih dari satu, yang artinya proposi utang lebih besar
dari modal sendiri. Dengan adanya proposi utang yang lebih besar, maka perusahaan yang memiliki DER lebih dari satu memiliki resiko bisnis yang lebih
tinggi dibandingkan perusahaan yang memiliki DER kurang dari satu. Dengan nilai DER yang berada diatas satu berarti perusahaan memiliki
jumlah hutang yang lebih besar dari pada modal dan hal ini tidak sesuai dengan teori struktur modal yang optimal dimana seharusnya jumlah hutang perusahaan
tidak boleh lebih besar dari modal sendiri. Sementara itu kebanyakan investor lebih tertarik menanamkan modalnya kedalam bentuk investasi pada perusahaan
yang memiliki DER tertentu yang besarnya kurang dari satu dimana risiko yang ditanggung oleh investor kecil. Sedangkan jika DER lebih dari satu berarti risiko
yang ditanggung oleh investor menjadi meningkat. Namun seiring dengan tingginya risiko yang ditanggung, para investor juga akan menuntut keuntungan
yang lebih tinggi juga. Hasil penelitian terdahulu telah menemukan adanya pengaruh yang
signifikan antara karakteristik perusahaan dengan struktur modal. Penelitian Marpaung 2013, Purba 2014 dan Hafitz 2012 adalah penelitian yang
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal pada suatu perusahaan. Marpaung 2013 melakukan penelitian tentang profitabilitas,
likuiditas, ukuran perusahaan dan struktur aset terhadap struktur modal pada perusahaan real estate dan property yang terdaftar di BEI tahun 2009
– 2011.
8 Purba 2014, melakukan penelitian tentang pengaruh profitabilitas, likuiditas,
struktur aset dan pertumbuhan penjualan terhadap struktur modal perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Sedangkan Hafitz 2012 melakukan penelitian
tentang pengaruh firm size, growth opportunity, liquidity, dan profitabilty terhadap capital structure pada perusahaan otomotif yang terdaftar di BEI periode 2007-
2010. Dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan tersebut terdapat
inkonsistensi hasil penelitian. Penelitian yang dilakukan Marpaung 2013 menyebutkan bahwa variabel struktur aset berpengaruh signifikan terhadap
struktur modal. Sedangkan hasil penelitian Purba 2014 menunjukkan bahwa variabel struktur aset tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Perbedaan juga
tampak pada penelitian Marpaung 2013 yang menyebutkan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Namun hasil penelitian Hafitz
2012 menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Perbedaan hasil penelitian lainnya juga terlihat dalam penelitian Hafitz
2012 yang menghubungkan variabel profitabilitas terhadap struktur modal. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara
profotabilitas terhadap struktur modal. Hasil penelitian tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Marpaung 2013 dan Purba 2014 yang
menyatakan bahwa variabel profitabilitas tidak berpengaruh terhadap struktur modal.
9 Berdasarkan pada beberapa persamaan dan perbedaan variabel penelitian
yang digunakan dan terjadinya inkonsistensi dari hasil penelitian terdahulu, maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian replikasi dari penelitian terdahulu.
Berdasarkan penjelasan dan hasil penelitian terdahulu, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Pertumbuhan Penjualan, Ukuran Perusahaan dan Struktur Aset
terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2013
”.
1.2. Perumusan Masalah